Anda di halaman 1dari 25

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

UPAYA PERENCANAAN KAWASAN INDUSTRI TERPADU DI


KABUPATEN BREBES SEBAGAI IMPLIKASI PELAKSANAAN OTONOMI
DAERAH
Oleh
Dra. Suemi, M.Si.
Universitas Sultan Fatah (UNISFAT) Demak Jawa Tengah

PENDAHULUAN
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
sebagai sub-sistim pemerintahan negara,
dimaksudkan untuk meningkatkan
efektifitas
dan
efisiensi
penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan masyarakat (UU No. 33
tahun 2004). Sebagai daerah otonomi
daerah mempunyai wewenang dan
tanggungjawab
menyelenggarakan
kepentingan masyarakat. Prinsip dasar
pemberian otonomi daerah didasarkan
atas pertimbangan bahwa daerahlah
yang mengetahui kebutuhan dan standar
pelayanan
bagi
masyarakat
di
daerahnya. Atas dasar pertimbangan ini,
maka pemberian otonomi daerah
diharapkan
mampu
memacu
pertumbuhan
ekonomi
dan
kesejahteraan
masyarakat
pada
akhirnya.
Salah satu sektor yang berperan
dalam perekonomian secara global
adalah sektor industri, oleh karena itu
pembangunan kawasan industri di
daerah diharapkan dapat meningkatkan
perekonomian daerah setempat yang
berdampak
pada
peningkatan
perekonomian nasional.
Berawal dari pemikiran tersebut,
maka Pemerintah Kabupaten Brebes
dalam hal ini melalui Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah
merencanakan
Kawasan
Industri
Terpadu
(KIT)
sebagai
upaya
peningkatan pendapatan daerah dalam
mendukung
pelaksanaan
otonomi
daerah yang akan berdampak pada

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

peningkatan perekonomian di daerah


dan juga nasional.
Kawasan Industri Terpadu di
Kabupaten Brebes diperlukan karena
dalam jangka panjang kawasan industri
yang saat ini berlokasi di kota - kota
besar pada waktu yang akan datang
akan mengalami fase jenuh, disamping
itu daerah Kabupaten Brebes dan
sekitarnya memerlukan adanya akses
yang dapat membuka sekaligus memicu
pertumbuhan perekonomian daerah.
Di Kabupaten Brebes sebelumnya
sudah dialokasikan lahan untuk
Kawasan Industri Terpadu yaitu di Desa
Cimohong Kecamatan Bulakamba.
Namun karena kurangnya sosialisasi
serta infrastruktur pendukung maka
sampai saat ini belum ada investor yang
tertarik untuk menanamkan modalnya di
kawasan tersebut.
TUJUAN
Adapun Tujuan dari penelitian ini
adalah:
a. Mengetahui
dampak
pengembangan Kawasan Industri
Terpadu Kabupaten Brebes dari
sisi ekonomi, infrastruktur, teknis
dan lingkungan;
b. Mengetahui hasil Analisa Mengenai
Dampak
Lingkungan
Pengembangan Kawasan Industri
Terpadu Kabupaten Brebes;
c. Merumuskan kebijakan model /
pola
kerjasama
investasi
infrastruktur yang sesuai dan perlu
dikembangkan di Kawasan Industri

79

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

d.

Terpadu Kabupaten Brebes;


Mengembangkan pengaturan dan
kelembagaan
yang
diperlukan
dalam pengembangan
Kawasan
Industri
Terpadu
Kabupaten
Brebes.

KAJIAN TEORI
1). LANDASAN HUKUM
Landasan hukum dalam penyusunan
Perencanaan Kawasan Industri Terpadu
Kabupaten Brebes antara lain :
a. Undang-undang Nomor 5 Tahun
1984 tentang Perindustrian;
b. Undang-undang Nomor 23 Tahun
1997
tentang
Pengelolaan
Lingkungan Hidup;
c. Undang-undang Nomor 28 Tahun
2002 tentang Bangunan Gedung;
d. Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah;
e. Undang-undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang;
f. Undang-undang Nomor 18 Tahun
2008 tentang Pengelolaan Sampah;
g. Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah;
h. Peraturan Pemerintah Nomor 17
Tahun 1986 tentang Kewenangan
Pengaturan,
Pembinaan
dan
Pengembangan Industri;
i. Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan;
j. Peraturan Pemerintah Nomor 13
Tahun 1995 tentang Izin Usaha
Industri;
k. Peraturan Daerah Kabupaten Brebes
Nomor 15 Tahun 2001 tentang
Evaluasi dan Revisi Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Brebes;
l. Peraturan Daerah Kabupaten Brebes
Tahun Nomor 5 Tahun 2006
tentang Kemitraan Daerah;
m. Keputusan
Menteri
Negara
Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

2006 tentang Pedoman Penyusunan


Analisis
Mengenai
Dampak
Lingkungan;
n. Serta produk hukum lainnya yang
dapat menjadi landasan hukum
dalam
penyusunan
Pekerjaan
Perencanaan
Kawasan Industri
Terpadu Kabupaten Brebes.
2). DEFINISI INDUSTRI
A. TERMINOLOGI
INDUSTRI
Kata industri berasal dari kata
dalam bahasa Inggris yakni
Industry. Dalam kamus
The
Scribner
Bantam
English Dictionary, cetakan
ke 18 tahun 1900, tertera
sebagai berikut, Industri
berasal dari kata latin
industria yang bermakna :
a. Siap melaksanakan suatu
tugas
pekerjaan
atau
bidang
usaha
atau
karyawan
yang
siap
melakukan
atau
menerapkan sesuatu tugas
atau
pekerjaan
yang
bersifat
tetap,
terus
menerus dan secara teratur
(Steady application to a
task, business or labor)
b. Industri adalah berbagai
bentuk kegiatan ekonomi
(Any form of economic
activity)
c. Industri
adalah
perusahaan-perusahaan
yang
produktif
menghasilkan
sesuatu
barang atau jasa yang
dapat dijual (Productive
enterprises generally)
d. Industri adalah tempat atau
pekerjaan yang produktif
(Productive occupations
as distingnished from
finance and commerce)

80

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

e. Industri adalah cabang


pekerjaan
atau
perdagangan yang khusus
(Particular branch of work
or trade)
B. PERMAHAMAN
PENGERTIANPENGERTIAN YANG
TERKAIT DENGAN
INDUSTRI MENURUT
PERATURAN
PERUNDANGAN RI
Beberapa
pemahaman
pengertian
yang
terkait
dengan industri menurut
peraturan
perundangan
Republik Indonesia adalah
sebagai berikut:
a. Perindustrian
adalah
tatanan
dan
segala
kegiatan yang bertalian
dengan kegiatan industri.
b. Industri adalah kegiatan
ekonomi yang mengolah
bahan mentah, bahan baku,
barang setengah jadi,
dan/atau
barang
jadi
menjadi barang dengan
nilai yang lebih tinggi
untuk
penggunaannya,
termasuk kegiatan rancang
bangun dan perekayasaan
industri.
c. Kelompok
industri
adalah
bagian-bagian
utama kegiatan industri,
yakni kelompok industri
hulu atau juga disebut
kelompok industri dasar,
kelompok industri hilir,
dan kelompok industri
kecil.
d. Cabang industri adalah
bagian suatu kelompok
industri yang mempunyai

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

ciri umum yang sama


dalam proses produksi.
e. Jenis industri adalah
bagian
suatu
cabang
industri yang mempunyai
ciri khusus yang sama
dan/atau hasilnya bersifat
akhir
dalam
proses
produksi.
f. Bidang usaha industri
adalah lapangan kegiatan
yang bersangkutan dengan
cabang industri atau jenis
industri.
g. Perusahaan
industri
adalah badan usaha yang
melakukan kegiatan di
bidang usaha industri.
h. Rancang bangun industri
adalah kegiatan industri
yang berhubungan dengan
perencanaan
pendirian
industri/pabrik
secara
keseluruhan atau bagianbagiannya.
i. Perekayasaan
industri
adalah kegiatan industri
yang berhubungan dengan
perancangan
dan
pembuatan
mesin/peralatan pabrik dan
peralatan industri lainnya.
j. Standar industri adalah
ketentuan-ketentuan
terhadap hasil produksi
industri yang di satu segi
menyangkut
bentuk,
ukuran, komposisi, mutu,
dan lain-lain serta di segi
lain menyangkut cara
mengolah,
cara
menggambar, cara menguji
dan lain-lain.
k. Standardisasi
industri
adalah penyeragaman dan

81

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

penerapan
industri.

dari

standar

l. Tatanan industri adalah


tertib
susunan
dan
pengaturan dalam arti
seluas-luasnya
bagi
industri.
m. Kawasan industri adalah
kawasan
tempat
pemusatan
kegiatan
industri yang dilengkapi
dengan prasarana dan
sarana penunjang yang
dikembangkan
dan
dikelola oleh Perusahaan
Kawasan Industri yang
telah memiliki Izin Usaha
Kawasan Industri.
n. Kawasan
peruntukan
industri atau zona industri
adalah bentangan lahan
yang diperuntukan bagi
kegiatan
industri
berdasarkan Rencana Tata
Ruang Wilayah yang
ditetapkan
oleh
Pemerintah
Daerah
Kabupaten/ Kota yang
bersangkutan.
o. Kompleks
Industri
adalah suatu konsentrasi
kegiatan
sejumlah
industri di suatu tempat
yang diantaranya banyak
yang mendasarkan pilihan
lokasinya yang saling
berdekatan
atas
pertimbangan
adanya
saling
keterkaitan
teknis/ekonomis
atau
integrasi hulu-menengahhilir.
p. Sentra industri adalah
sentra industri kecil yang
merupakan
sekumpulan
kegiatan industri kecil

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

sejenis yang lokasinya


mengelompok pada jarak
yang
tidak
terlalu
berjauhan.
q. Kawasan
Industri
Terpadu
merupakan
kawasan pusat kegiatan
industri yang didukung
dengan
penyediaan
fasilitas
dan
utilitas
internal,
yang
juga
menyatu dengan sistem
utilitas
eksternal
(kawasan)
seperti
pembangkit tenaga listrik,
pembuangan limbah dan
sistem transportasi, serta
dilengkapi
dengan
pelayanan prosedur yang
cepat dan mudah untuk
semua perijinan investasi,
industri
perdagangan,
ekspor-impor,
pajak
maupun tenaga kerja.
Pembangunan
industri
terpadu dimaksudkan untuk
mewujudkan suatu kompleks
industri yang didalamnya
terdapat unsur riset, inovasi,
pabrik,
pemasaran
dan
penjualan atau distribusi.
Pengembangan
industri
manufaktur pada beberapa
sub sektor yang memenuhi
satu atau lebih kriteria di
antaranya menyerap banyak
tenaga
kerja,
memenuhi
kebutuhan dasar dalam negeri
seperti
makanan-minuman
dan obat-obatan, selain itu
juga mengolah hasil pertanian
dalam arti luas termasuk
perikanan
dan
sumbersumber daya alam lain dalam
negeri, serta memiliki potensi
pengembangan ekspor.

82

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

Dengan
dibangunnya
kawasan industri terpadu
diharapkan akan mampu
menampung tenaga kerja
sesuai
dengan
yang
dibutuhkan oleh kawasan
industri tersebut. Di samping
itu, pencemaran dari limbah
industri yang berada disekitar
kawasan dapat dilokalisir dan
dipantau
tingkat
pencemarannya,
sehingga
tidak merugikan masyarakat
sekitarnya.
(Pengertian
Kawasan
Industri Terpadu diolah,
bersumber pada Depkominfo,
Depdagri dan Disperindag,
Tahun 2008)
C. KLASIFIKASI INDUSTRI
SECARA UMUM
1. Klasifikasi
Industri
Berdasarkan
Hubungan
Vertikal
Hubungan vertikal adalah
adanya hubungan dalam
bentuk
penggunaan
produk hasil akhir suatu
kelompok
perusahaan
sebagai bahan baku pada
kelompok
perusahaan
lain. Misalnya
hasil
barang yang dibuat suatu
perusahaan X dijadikan
bahan
baku
oleh
perusahaan lain. Dalam
hal ini, antara perusahaan
X dengan perusahaan Y
mempunyai
hubungan
vertikal.
Hubungan
vertikal tersebut terdiri
dari: Industri Hulu dan
Industri Hilir.
a. Industri Hulu
Perusahaan
yang
membuat produk yang
dapat
dipergunakan

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

oleh perusahaan lain


disebut
kelompok
industri hulu.
b. Industri Hilir
Industri hilir adalah
kelompok perusahaan
yang
menggunakan
produk
perusahaan
lain sebagai bahan
baku untuk kemudian
diproses
menjadi
barang setengah jadi
atau
barang jadi.
Misalnya: Perusahaan
X
menggunakan
produk perusahaan Y,
maka perusahaan X
merupakan
pabrik
industri hilir dari
perusahaan Y.
2. Klasifikasi
Industri
Berdasarkan Hubungan
Horizontal
Pengertian horizontal di
sini adalah peninjauan
atas dasar hubungan
sejajar antara produk
yang dihasilkan masingmasing perusahaan.
Contoh:
Perusahaan H1, H2, dan
H3 merupakan hotel
motel,
dan
losmen,
sedangkan perusahaan
A1, A2 dan A3 masingmasing
merupakan
perusahaan
agen
penjualan tiket pesawat,
perusahaan
jasa
angkutan pariwisata dan
tempat
rekreasi.
Perusahaan H1, H2, H3,
A1,
A2,
dan
A3
merupakan
kelompok
industri jasa pariwisata.
3. Klasifikasi Industri Atas
Dasar Skala Usahanya

83

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

Selain klasifikasi industri


seperti dipaparkan di
atas, ternyata industri pun
dapat
diklasifikasikan
atas dasar skala atau
besar kecilnya usaha.
Adapun besar kecilnya
suatu
usaha
bisnis
ditentukan oleh besar
kecilnya modal yang
ditanamkan. Oleh karena
itu klasifikasi industri
berdasarkan skala usaha
dapat dibagi menjadi 3
kriteria sebagai berikut :
a. Industri skala usaha
kecil (small scale
industry)
b. Industri skala usaha
menengah
(medium
scale industry)
c. Industri skala usaha
besar (large scale
industry)
Kasifikasi industri atas
dasar skala usahanya
dapat
dilakukan
berdasarkan modal usaha
atau jumlah tenaga kerja
yang ada. Berdasarkan
kriteria
Disperindag,
penggolongan
industri
berdasarkan
skala
usahanya
dapat
dibedakan
sebagai
berikut :
Usaha
kecil
bila
modal usahanya di
bawah Rp 500 juta,
Usaha menengah bila
modal
usahanya
antara Rp 500 juta s/d
1 milyar,
Usaha
besar
bila
modal usahanya di
atas Rp 1 juta.
(Kriteria
ini
akan

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

berubah
sesuai
dengan
perubahan
nilai uang)
Berdasarkan
jumlah
tenaga
kerja,
penggolongan
industri
dapat
dikelompokkan
sebagai berikut :
Industri
Rumah
Tangga adalah usaha
kerajinan
rumah
tangga
yang
mempunyai pekerja
antara 1-4 orang.
Industri Kecil adalah
perusahaan
yang
mempunyai pekerja 519 orang
Industri
Sedang
adalah
perusahaan
yang
mempunyai
pekerja 20-99 orang
Industri Besar adalah
perusahaan
yang
mempunyai pekerja
100 orang atau lebih
D. TUJUAN
PEMBANGUNAN
INDUSTRI
Menurut
Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1984
Pembangunan
industri
bertujuan untuk :
a. Meningkatkan
kemakmuran
dan
kesejahteraan
rakyat
secara adil dan merata
dengan
memanfaatkan
dana, sumber daya alam,
dan/atau hasil budidaya
serta
dengan
memperhatikan
keseimbangan
dan
kelestarian
lingkungan
hidup;
b. Meningkatkan
pertumbuhan

ekonomi

84

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

secara bertahap, mengubah


struktur perekonomian ke
arah yang lebih baik, maju,
sehat, dan lebih seimbang
sebagai
upaya
untuk
mewujudkan dasar yang
lebih kuat dan lebih luas
bagi
pertumbuhan
ekonomi pada umumnya,
serta memberikan nilai
tambah bagi pertumbuhan
industri pada khususnya;
c. Meningkatkan kemampuan
dan penguasaan serta
mendorong
terciptanya
teknologi yang tepat guna
dan
menumbuhkan
kepercayaan
terhadap
kemampuan dunia usaha
nasional;
d. Meningkatkan
keikutsertaan masyarakat
dan kemampuan golongan
ekonomi lemah, termasuk
pengrajin agar berperan
secara
aktif
dalam
pembangunan industri;
e. Memperluas
dan
memeratakan kesempatan
kerja dan kesempatan
berusaha,
serta
meningkatkan
peranan
koperasi industri;
f. Meningkatkan penerimaan
devisa
melalui
peningkatan ekspor hasil
produksi nasional yang
bermutu,
disamping
penghematan
devisa
melalui
pengutamaan
pemakaian hasil produksi
dalam
negeri,
guna
mengurangi
ketergantungan
kepada
luar negeri;

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

g. Mengembangkan
pusatpusat
pertumbuhan
industri yang menunjang
pembangunan
daerah
dalam rangka pewujudan
Wawasan Nusantara;
h. Menunjang
dan
memperkuat
stabilitas
nasional yang dinamis
dalam
rangka
memperkokoh ketahanan
nasional.
E. PENGEMBANGAN
KAWASAN INDUSTRI
1. Konsep Pengembangan
Kawasan
Perwujudan
strategi
pembangunan
daerah
bertujuan
untuk
meningkatkan
kinerja
pembangunan
dan
memperoleh hasil yang
lebih optimal terletak
pada
kemampuan
aktualisasi
konsep
pembangunan
wilayah
secara utuh dan terpadu
(comprehensive
and
integrated
area
development
concept).
Pendekatan
pembangunan
wilayah
yang utuh dan terpadu
akan
mampu
mewujudkan
efisiensi
dan efektivitas fungsi
perencanaan
pembangunan
daerah.
Dengan
kata
lain,
pendekatan
tersebut
menganut
azas
keseluruhan
sektor
(comprehensive) secara
terpadu, bukan lagi
penjumlahan (agregatif)
masing-masing
sektor
secara terpisah.

85

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

Dengan konsep demikian


maka
pelaksanaan
pembangunan
masingmasing sektor secara
otomatis
akan
berakumulasi
(bersinergi)
dalam
mendukung
sasaran
pembangunan
wilayah
yang menjadi konsep
induknya. Disamping itu,
diantara masing-masing
sektor secara signifikan
akan
saling
terkait
(linkage),
mengingat
semua sektor berada
dalam satu kerangka
pembangunan
wilayah
yang utuh. Ada tiga
indikator
keberhasilan
pengembangan wilayah
yang
dapat
dilihat
sebagai
kesuksesan
pembangunan
daerah,
adalah
produktivitas,
efisiensi,
partisipasi
masyarakat,
yang
semuanya
dapat
menjamin
kesinambungan
pelaksanaan
suatu
program di suatu wilayah
atau kawasan.
Dalam
pengembangan
kawasan
industri,
terdapat
beberapa
pengertian yang terkait
dengan kawasan ini,
yaitu :
a. Zone Industri;
b. Kawasan Industri;
c. Kawasan Berikat;
d. Industrial Estate;
e. Lingkungan Industri
Kecil;
f. Kluster Industri
2. Konsep Pengembangan
Kawasan IndustrI

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

Untuk
menghadapi
persaingan
di
pasar
global maupun pasar
domestik
serta
memanfaatkan
keunggulan
lokasional
(locational advantage),
pengembangan industri
kita harus diarahkan dan
dipersiapkan
melalui
pembentukan
kawasan
industri guna mendorong
peningkatan kemampuan
bersaing
secara
menyeluruh,
dari
kemampuan
bersaing
berdasarkan factor driven
ke arah investment driven
dan innovation driven.
Untuk
itu,
semua
stakeholders
dalam
industri
harus
dikelompokkan
dalam
suatu
lokasi
untuk
memfasilitasi
dan
mendukung
proses
investasi dan inovasi. Ini
berarti
harus
ada
interaksi antara industri
utama (core industry),
penyedia bahan baku,
industri pendukung, serta
fasilitas
pendukung
lainnya, seperti layanan
Riset dan Pengembangan
(R & D), layanan diklat,
layanan distribusi dan
transpotasi,
layanan
finansial, dan sebagainya.
Untuk
mengakomodasikan
semua
ini,
Kluster
Industri
(industrial
cluster) adalah salah satu
konsep
yang
dapat
digunakan. Industri dan
stakeholders berada pada
satu
lokasi geografi

86

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

untuk
menghadapi
globalisasi
dan
memanfaatkan
efek
keterkaitan (linkage) dan
networking
secara
interaktif.
Sehingga
pengertian
kluster industri adalah
pengelompokan industri
yang saling berhubungan
secara interaktif yang
merupakan aglomerasi
perusahaan-perusahaan
yang
membentuk
patnership, baik sebagai
industri
pendukung
maupun sebagai industri
terkait.
Manfaatnya
untuk
mendorong spesialisasi
produksi pada suatu
daerah/wilayah
dan
mendorong keunggulan
komparatif
menjadi
keunggulan kompetitif.
Keunggulan dibentuknya
kluster industri adalah
meningkatkan efisiensi,
mengurangi
biaya
transpotasi dan transaksi,
mengurangi biaya sosial,
menciptakan aset secara
kolektif,
dan
meningkatkan
terciptanya inovasi.
3.

Konsentrasi Spasial Kawasan


Industri
Konsentrasi spasial merupakan
pengelompokkan dari aktivitas
ekonomi secara spasial dalam
suatu lokasi tertentu dan saling
terkait. Hal ini dapat ditemui pada
konsentrasi industri tekhnologi
tinggi di Silicon Valley (Ellison
dan Glaeser, 1997), Konsentrasi
spasial pada kota tepi air (Fujita
dan Mori, 1996), kluster industri

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

(Porter, 1990; 1998 a; 1998 b),


serta aglomerasi perkotaan (Fujita
dan Thiesse, 2002).
Krugman (1991) menyatakan
bahwa
konsentrasi
spasial
merupakan aspek yang ditekankan
dari aktivitas ekonomi secara
geografis dan dan sangat penting
dalam penentuan lokasi industri.
Menurut
Krugman,
dalam
konsentrasi aktivitas ekonomi
secara spasial, terdapat 3 hal yang
saling terkait yaitu interaksi antara
skala ekonomi, biaya transportasi
dan
permintaan.
Untuk
mendapatkan dan meningkatkan
kekuatan
skala
ekonomis,
perusahaan-perusahaan cenderung
berkonsentrasi secara spasial dan
melayani seluruh pasar dari suatu
lokasi.
Sedangkan untuk meminimalisasi
biaya transportasi, perusahaan
perusahaan cenderung berlokasi
pada wilayah yang memiliki
permintaan lokal yang besar, akan
tetapi permintaan lokal yang besar
cenderung berlokasi di sekitar
terkonsentrasinya
aktifitas
ekonomi, seperti komplek industri
maupun perkotaan.
Menurut
Weber (Fujita
et
al,1999;26-27), ada 3 faktor yang
menjadi alasan perusahaan pada
industri dalam menentukan lokasi,
yaitu:
A) Perbedaan biaya transportasi.
Produsen cenderung mencari
lokasi
yang
memberikan
keuntungan
berupa
penghematan biaya transportasi
serta dapat mendorong efisiensi
dan
efektivitas
produksi.
Dalam perspektif yang lebih
luas,
Coase
(1937)
mengemukakan
tentang
penghematan biaya transaksi
(biaya
transportasi,
biaya

87

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

transaksi, biaya kontrak, biaya


koordinasi
dan
biaya
komunikasi) dalam penentuan
lokasi perusahaan.
B) Perbedaan biaya upah.
Produsen cenderung mencari
lokasi dengan tingkat upah
tenaga kerja yang lebih rendah
dalam melakukan aktivitas
ekonomi sedangkan tenaga
kerja cenderung mencari lokasi
dengan tingkat upah yang lebih
tinggi. Adanya suatu wilayah
dengan tingkat upah yang
tinggi mendorong tenaga kerja
untuk terkonsentrasi pada
wilayah tersebut. Fenomena ini
dapat ditemui pada kota -kota
besar dengan keanekaragaman
tinggi seperti Jakarta maupun
kota yang terspesialisasi seperti
Kudus maupun Kediri.
C) Keuntungan dari konsentrasi
industri secara spasial.
Konsentrasi
spasial
akan
menciptakan keuntungan yang
berupa penghematan lokasi dan
penghematan
urbanisasi.
Penghematan lokasi terjadi
apabila
biaya
produksi
perusahaan pada suatu industri
menurun ketika produksi total
dari
industri
tersebut
meningkat (terjadi increasing
return of scale). Hal ini terjadi
pada perusahaan pada industri
yang
berlokasi
secara
berdekatan.
Penghematan
urbanisasi terjadi bila biaya
produksi suatu perusahaan
menurun
ketika
produksi
seluruh
perusahaan
pada
berbagai tingkatan aktivitas
ekonomi dalam wilayah yang
sama meningkat. Penghematan
karena berlokasi di wilayah
yang sama ini terjadi akibat
skala perekonomian kota yang

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

besar, dan bukan akibat skala


suatu
jenis
industri.
Penghematan urbanisasi telah
memunculkan
perluasan
wilayah metropolitan (extended
metropolitan regions).
Dalam perspektif yang sedikit
berbeda
tentang
keuntungan
konsentrasi
spasial,
Marshal
(1920) mengemukakan pemikiran
tentang externalitas positif dan
menjelaskan mengapa produsen
cenderung berlokasi dekat dengan
produsen lain (dorongan untuk
berlokasi
dekat
dengan
perusahaan lain disebut dengan
agglomerasi). Menurut Marshal,
konsentrasi spasial didorong oleh
ketersediaan tenaga kerja yang
terspesialisasi
dimana
berkumpulnya perusahaan pada
suatu lokasi akan mendorong
berkumpulnya tenaga kerja yang
terspesialisasi,
sehingga
menguntungkan perusahaan dan
tenaga
kerja.
Selain
itu,
berkumpulnya perusahaan atau
industri yang saling terkait akan
dapat meningkatkan efisiensi
dalam pemenuhan kebutuhan
input yang terspesialisasi yang
lebih baik dan lebih murah. Yang
terakhir, Marshal menyatakan
bahwa jarak yang tereduksi
dengan adanya konsentrasi spasial
akan memperlancar arus informasi
dan pengetahuan (knowledge
spillover) pada lokasi tersebut.
Pandangan
Marshal
tentang
industri yang terkonsentrasi di
suatu tempat dan saling terkait
disebut industrial cluster atau
industrial
district.
Menurut
Marshal, kluster industri pada
dasarnya merupakan kelompok
aktifitas
produksi
aktifitas
produksi yang amat terkonsentrasi
secara spasial dan kebanyakan

88

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

terspesialisasi pada satu atau dua


industri utama saja.
Senada dengan pendapat Marshal,
Porter menyatakan bahwa kluster
adalah
perusahaan-perusahaan
yang yang terkonsentrasi secara
spasial dan saling terkait dalam
industri. Perusahaan-perusahaan
dalam industri yang terkonsentrasi
secara spasial tersebut juga terkait
dengan institusi-institusi yang
dapat mendukung industri secara
praktis.
Kluster
meliputi
kumpulan perusahaan dan hal
yang terkait dalam industri yang
penting dalam kompetisi. Kluster
selalu memperluas aliran menuju
jalur pemasaran dan konsumen,
tidak ketinggalan juga jalur
menuju
produsen
produk
komplementer, dan perusahaan
lain dalam industri yang terkait,
baik terkait dalam keahlian,
teknologi maupun input. Dalam
kluster juga tercakup pemerintah
dan
institusi
yang
lain
(Porter,1990; 1998 a; 1998 b).
Kluster
menginterprestasikan
jaringan yang terbentuk dan
menjadi semakin kokoh dengan
sendirinya tidak hanya oleh
perusahaan dalam kluster tetapi
oleh organisasi yang lain yang
terkait sehingga menciptakan
kolaborasi dan kompetisi dalam
tingkatan yang tinggi sehingga
dapat meningkatkan daya saing
berdasarkan
keunggulan
kompetitif. (Raines P, 2002).
Ada 3 bentuk Kluster berdasarkan
perbedaan tipe dari eksternalitas
dan perbedaan tipe dari orientasi
dan
intervensi
kebijakan
(Kolehmainen,2002).
1) The industrial districts cluster.
Industrial district cluster atau
yang biasa disebut dengan
Marshalian Industrial District

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

adalah
kumpulan
dari
perusahaan pada industri yang
terspesialisasi
dan
terkonsentrasi secara spasial
dalam
suatu
wilayah
(Marshal,1920).
Pandangan
Marshal mengenai industrial
district masih relevan sampai
saat ini dan secara empiris
masih dapat dijumpai. Dalam
perpektif
lebih
modern
(Krugman,1991; Porter,1990),
industrial
district
cluster
berbasis pada eksternalitas
sebagai berikut:
a) Penurunan biaya transaksi
(misalnya,
biaya
komunikasi
dan
transportasi).
b) Tenaga
kerja
yang
terspesialisasi
(misalnya,
penurunan
biaya
rekruitment tenaga kerja
yang terspesialisasi dan
penurunan biaya untuk
pengembangan sumber daya
manusia).
c) Ketersediaan sumber daya,
input dan infrastruktur yang
spesifik dan terspesialisasi
(misalnya pelayanan spesial
dan tersedia sesuai dengan
kebutuhan lokal).
d) Ketersediaan
ide
dan
informasi yang maksimal
(misalnya mobilitas tenaga
kerja, knowledge spillover,
hubungan informal antar
perusahaan).
Intinya, industrial district,
terjadi secara alamiah dan
bersifat open membership.
Dalam industial district tidak
memerlukan investasi dalam
membangun relationship. Hal
ini menunjukkan bahwa jenis
kluster ini dapat muncul tanpa
memerlukan
usaha
untuk

89

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

memunculkannya. Selain itu


Ciri-ciri dari industrial district
dapat teridentifikasikan dalam
area metropolitan dan kota kota lain yang memprodusi
jasa dalam skala yang tinggi.
(Gordon dan McCann, 2000).
2) The
industrial
complex
cluster.
Industrial complex cluster
berbasis pada hubungan antar
perusahaan yang teridentifikasi
dan bersifat stabil yang
terwujud
dalam
perilaku
spasial dalam suatu wilayah.
Hubungan antar perusahaan
sengaja dimunculkan untuk
membentuk
jaringan
perdagangan dalam kluster.
Model kompleks industri pada
dasarnya lebih stabil daripada
model distrik industri, karena
diperlukannya investasi dalam
menjalin hubungan antara
perusahaan perusahaan dalam
kluster ini, dimana hubungan
yang terjadi berdasarkan atas
pertimbangan yang mantap
dalam pengambilan keputusan.
Dengan kata lain kluster ini
(komplek industri) terjadi
karena
perusahaan
perusahaan
ingin
meminimalkan biaya transaksi
spasial (biaya transportasi dan
komunikasi) dan memiliki
tujuan - tujuan tertentu baik
secara
implisit
ataupun
eksplisit dengan menempatkan
perusahaannya dekat dengan
perusahaan-perusahaan
lain.
Dalam
beberapa
kasus,
terjadinya kluster industri
didorong oleh adanya suatu
perusahaan yang mengekspor
produk
akhir
ke
pasar
internasional, yang menjadi
mesin
penggerak
bagi

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

perusahaan - perusahaan lain


untuk berada pada kluster
tersebut.
Komplek
industri
tidak
terbangun secara alami dan
berbasis pada hubungan saling
ketergantungan yang tidak
simetris antara perusahaan
besar dan kecil. Keadaan ini
dapat menghalangi penyerapan
dan pengembangan inovasi dan
menempatkan perusahaan kecil
pada kedudukan yang yang
rendah dalam menciptakan
investasi dalam penelitian dan
pengembangan
serta
pemasaran. Dominasi dari
perusahaan besar yang menjadi
motor dalam kluster tersebut
dapat berdampak negatif bagi
iklim usaha dan peluang pada
kluster secara keseluruhan.
3) The Social Network cluster.
Social
Network
cluster
menekankan pada aspek sosial
pada aktifitas ekonomi dan
norma - norma institusi dan
jaringan.
Model
ini
berdasarkan pada kepercayaan
dan bahkan hubungan informal
antar
personal.
hubungan
interpersonal
dapat
menggantikan
hubungan
kontrak pasar atau hubungan
hirarki organisasi pada proses
internal
dalam
kluster.
Harrison (1992) menyatakan
bahwa konsentrasi spasial pada
kluster ini merupakan konteks
alami yang terbentuk karena
adanya hubungan informal dan
modal sosial yang berupa
kepercayaan,
karena
hal
tersebut yang membentuk dan
menjaga melalui persamaan
sosial dan sejarah dan terus
menerus melakukan kegiatan
bersama dan saling berbagi.

90

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

Perlu diingat bahwa jaringan


sosial antar perusahaan tidak
perlu dibentuk dalam ruang
lingkup regional ataupun lokal
karena kedekatan wilayah dan
budaya dapat memfasilitasi
terbentuknya proses tersebut.
DAMPAK
PENGEMBANGAN
KAWASAN INDUSTRI
Kawasan
industri
adalah
suatu
zona/wilayah yang ditetapkan oleh
pemerintah sebagai kegiatan industri. Di
dalam zona perindustrian tersebut,
terdapat
industri
yang
sifatnya
individual (yang berdiri sendiri) dan
industri - industri yang sifatnya
mengelompok dalam kawasan industri
(Industrial Estate). Di Indonesia sendiri,
pada tahun 2005 sudah terdapat 203
kawasan industri yang tersebar di
berbagai wilayah Indonesia dengan luas
67.000 Ha. Dari jumlah tersebut baru
beroperasi 64 kawasan dengan total area
20.000 Ha, dan rata-rata tingkat
pemanfaatan 44% yang di dalamnya
terdapat 60.000 industri.
Pemerintah sendiri telah banyak
mengeluarkan kebijakan - kebijakan
untuk mendorong terciptanya Kawasan
Industri di berbagai daerah - daerah
untuk menarik para investor asing untuk
menanamkan modalnya di kawasan
perindustrian yang sudah ada. Salah
satu kebijakan pemerintah adalah
dengan strategi pengembagan FTZ
(Free Trade Zone) atau SEZ (Special
Economic Zone). Dimana kebijakan ini
diberlakukan di suatu kawasan Industri
berupa pemberian fasilitas dan insentif
fiskal yang amat menarik dan bersifat
khusus sehingga investor dapat tertarik
untuk membuka pabriknya pada
kawasan industri tersebut. Selain itu
usaha pemerintah yang lain untuk
pengembangan kawasan Industri adalah
dengan pembangunan kelengkapan
infrastruktur yang menunjang usaha usaha produksi di kawasan industri ini.

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

Setiap perkembangan yang terjadi


mempunyai dampak atau pengaruh
terhadap lingkungan disekitarnya maka
dalam hal ini perkembangan kawasan
mempunyai
dampak
terhadap
perkembangan kota disekitarnya.
Keseriusan
pemerintah
dalam
pengembangan
Kawasan
Industri
bukanlah suatu hal yang mengherankan
melihat dampak positif/keuntungan
yang
dapat
diperoleh
dari
pengembangan Kawasan Industri bagi
perkembangan
lingkungan
di
sekitarnya.
Keuntungan pengembangan kawasan
industri :
a. Memacu pertumbuhan Ekonomi
yang lebih tinggi.
Contoh terhadap hal ini dapat
dilihat di Propinsi Banten, dimana
pencapaian pertumbuhan ekonomi
Propinsi Banten pada akhir 2006
mencapai 6,24%, atau lebih tinggi
dari pertumbuhan ekonomi rata rata nasional, sedangkan PDRB
(Produk Domestik Nasional Bruto)
daerah pada tahun 2006 mencapai
94 trilliun. Besarnya PDRB ini
berasal dari sektor industri yang
memberikan kontribusi hingga
49,75%. Pertumbuhan ekonomi
Propinsi
Banten
hampir
setengahnya
dipengaruhi
oleh
sektor
industri,
bahkan
pertumbuhan ekonomi daerahnya
dapat
melebihi
perumbuhan
ekonomi rata - rata nasional, yang
tentu saja tidak dapat terlepas dari
peranan sektor industri.
b. Kemudahan dalam hal penyediaan
sarana
infrastruktur
yang
diperlukan oleh pabrik - pabrik
dalam melakukan produksinya.
Dengan menggabungkan beberapa
industri dalam satu kawasan, maka
pemenuhan fasilitas sarana dan
prasarana yang menunjang dan
diperlukan untuk proses industri

91

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

dapat dipenuhi lebih mudah karena


dikumpulkan dalam satu kawasan.
Berbeda halnya apabila tidak
terdapat kawasan industri, dimana
lokasi industri yang satu dengan
yang lain terletak berjauhan, maka
sarana yang diperlukan untuk
proses produksi cenderung susah
dilakukan dan lebih mahal karena
penggunaannya yang cenderung
untuk keperluan sendiri. Namun
dengan adanya kawasan industri
yang
merupakan
aglomerasi/pengumpulan
dari
beberapa Industri, maka pemenuhan
kebutuhan sarana dan prasarana
industri dapat lebih mudah, karena
dikelompokkan pada satu kawasan,
dan lebih murah sifatnya, karena
dapat digunakan secara bersama sama.
c. Membuka lapangan pekerjaan
baru.
Dengan bertumbuhnya Kawasan
Perindustrian, maka akan membuka
lapangan pekerjaan baru di pabrik
yang dapat menyerap ribuan
buruh/tenaga
kerja.
Dengan
tambahnya lapangan kerja tersebut,
maka pendapatan masyarakat dapat
menjadi meningkat yang disertai
juga dengan peningkatan SDM-nya.
Masyarakat
akan
memperoleh
pekerjaan
dan
memperoleh
pelatihan
dan
peningkatan
pengetahuan dengan bekerja di
pabrik - pabrik perindustrian. Untuk
bekerja di suatu pabrik, pekerja
tentu saja harus memiliki keahlian
dan keterampilan. Untuk memenuhi
hal ini, maka salah satu usaha yang
dilakukan
pemerintah
berupa
Program Magang di Kawasan
Industri yang dikhususkan kepada
para
masyarakat
di
sekitar
lingkungan
Kawasan
Industri.
Dengan program tersebut, SDM dan
ketrampilan masyarakat diharapkan

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

dapat meningkat yang nantinya


dapat menghasilkan tenaga - tenaga
kerja yang terampil dan siap
bekerja.
d. Peningkatan pendapatan daerah
melalui pajak daerah.
Meningkatnya
pertumbuhan
ekonomi suatu daerah maka juga
akan meningkatkan pendapatan
pajak
daerahnya.
Dengan
bertambahnya pajak daerah, maka
pemerintah
dapat
lebih
mengembangkan pembangunan di
sekitar kawasan.
e. Pemudahan
pengelolaan
lingkungannya
Pengelolaan
limbah
secara
terintegrasi dengan mudah bisa
dilakukan.
Dengan
dikelompokkannya industri dalam
satu kawasan, maka AMDAL-nya
berupa AMDAL kawasan, sehingga
lebih
mempermudah
dalam
pengecekan
dan
pengontrolan
lingkungannya. Pengeloaan limbah
secara terintegrasi (integrated waste
management) dapat dengan mudah
dilakukan
sehingga
pengontrolannya juga dapat lebih
mudah dilakukan.
f. Mengurangi arus urbanisasi.
Masyarakat dari desa tidak lagi
hanya menargetkan kota sebagai
tempat mencari pekerjaan, tetapi
cukup ke Kawasan Industri yang
menyediakan lapangan kerja cukup
banyak. Para warga kota yang
bekerja di Kawasan Industri juga
cenderung akan memilih tinggal di
daerah Kawasan Industri apabila
Kawasan
Industri
telah
menyediakan fasilitas hunian yang
memadai. Sehingga peluang arus
transmigrasi dari kota ke daerah
pinggiran kota menjadi semakin
besar yang tentu saja dapat
mengurangi kepadatan penduduk
kota sebagai nilai positifnya.

92

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

Selain memberikan dampak - dampak


positif,
pengembangan
Kawasan
Industri juga memiliki dampak dampak yang negatif. Dampak yang
negatif/kerugian
ini
kebanyakan
berkaitan dengan aspek lingkungan.
Misalnya saja terjadinya pencemaran
dan kerusakan lingkungan akibat polusi
dan limbah yang dihasilkan dari pabrik pabrik di Kawasan Industri. Polusi dari
pabrik - pabrik di Kawasan Industri ini
biasanya berupa polusi udara, air,
kebisingan, ataupun tanah, yang
umumnya menerima dampak negatif
dari polusi ini adalah warga yang
tinggal di Kawasan Industri dan di
sekitar Kawasan Industri.
METODE PENELITIAN
A. LOKASI
Lokasi Perencanaan Kawasan
Industri
Terpadu
Kabupaten
Brebes adalah Desa Cimohong
Kecamatan Bulakamba Kabupaten
Brebes.
B. ALAT ANALISIS
Menurut Mulyadi (1997: 284)
yang menulis teori investasi yang
dalam hal ini dikaitkan dengan
kelayakan
program
dan
epidemologi
dan
kelayakan
ekonomi dari aspek keuangan.
Kelayakan ekonomi ditinjau dari
sudut
aspek
keuangan
menggunakan
metode
yang
dilakukan untuk menilai investasi,
dilakukan dengan cara:
1. Analisis net present value
(NPV)
Analisis ini untuk menilai
kelayakan investasi dengan
menghitung selisih antara nilai
sekarang dari penerimaan kas
bersih yang akan datang
dengan nilai sekarang investasi
awal. Semakin besar NPV
positif, investasi semakin
menguntungkan. NPV dapat

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

dihitung dengan rumus seperti


berikut:
At
n
NPV = I = 0
(1 + k) I
k
= discount rate
At = cashflow periode k
N
= usia ekonomi
2. Analisis payback period
Analisis ini untuk mengetahui
periode yang diperlukan dalam
pengembalian
investasi
seluruhnya. Semakin pendek
payback period-nya, proyek
akan semakin baik. Payback
period dihitung dengan;
(1) Membagi jumlah investasi
dengan penerimaan kas
bersih (proceeds) tiap
periode, bila proceeds
sama setiap periodenya.
(2) Mengurangkan
jumlan
investasi
dengan
penerimaan kas bersih
(proceeds) yang diterima,
bila besar proceeds tidak
sama setiap periodenya.
3. Analisis
Return
on
Investment (ROI)
Analisis ini untuk melihat
apakah suatu proyek layak
sampai
pada
tahap
pengembangan dan pengujian.
Perhitungan
ROI
dapat
ditakukan dengan bermacammacam cara, salah satunya
yang paling terkenal adalah
dengan
membandingkan
penghasilan tahunan rata-rata
sesudah pajak dan depresiasi
dengan investasi rata-rata.
ROI = E/I
ROI
= Return on
investment
E = Penghasilan tahunan
rata-rata
I = Investasi rata-rata yang
diperlukan untuk sebuah
proyek.

93

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

4.

Pendekatan ini memerlukan


adanya
estimasi
tentang
kelangsungan hidup yang
diharapkan
dari
produk
tersebut dan pendapat tentang
kemungkinan penjualan serta
biaya yang berkaitan dengan
produk
tersebut
setiap
tahunnya.
Analisis hasil pengembalian
(internal rate of return)/IRR
Yaitu tingkat bunga yang
menyamakan nilai sekarang
arus kas dengan pengeluaran
investasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Perhitungan
Dalam pembangunan Kawasan
Industri
Terpadu
di
Desa
Cimohong,
investasi
yang
dibutuhkan untuk pembangunan
kawasan
industri
Cimohong
adalah
sebesar
Rp
905.159.154.520,Dari
investasi
tersebut,
didapatkan hasil
perhitungan
kelayakan
finansial
sebagai
berikut :
A. Estimasi harga jual masingmasing Kavling berdasarkan
skala industrinya:
1) Kavling Industri Kecil
(15%)
 Tipe 1 (1920 m2) 1
unit Rp
3,072,000,000,- / unit
 Tipe 2 (2000 m2) 36
unit Rp
3,200,000,000,- / unit
 Tipe 3 (2400 m2) 5
unit Rp
3.840.000.000,- / unit
2) Kavling Industri Sedang
(35%)
 Tipe 1 (5000 m2) 44
unit Rp
8.000.000.000,- / unit

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

 Tipe 2 (5920 m2) 2


unit Rp
9.472.000.000,- / unit
 Tipe 3 (7000 m2) 2
unit Rp
11.200.000.000,- /
unit
3 ) Kavling Industri Besar
(50%)
 Tipe 1 (9700 m2) 13
unit Rp
15.520.000.000,- /
unit
 Tipe 2 (10000 m2) 11
unit Rp
16.000.000.000,- /
unit
 Tipe 3 (12000 m2) 2
unit Rp
19.200.000.000,- /
unit
B. Estimasi penerimaan sewa
dari beberapa fasilitas
 Persewaan Penginapan
(unit) Rp 600.000,/tahun
 Kantor Perbankan (m2)
Rp 100.000/m2
 Show Room (m2)
Rp 100.000/m2
 Kantin(m2)
Rp 100.000/m2
 Minimarket (m2)
Rp 100.000/m2
Estimasi biaya dalam pengelolaan
kawasan
industri
tersebut,
meliputi biaya operasional, biaya
pemeliharaan,biaya gaji, biaya
asuransi, biaya depresiasi dan
lain-lain.
Hasil estimasi cash flow, dengan
asumsi masa konstruksi satu
tahun, dan umur ekonomis adalah
25 ( duapuluh lima) tahun.
Dengan discount factor 10 %, 12
% dan 14 %, didapatkan hasil
sebagai berikut:

94

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

1. Net Present Value :


a. Df = 10 %
:
Rp
291.723.259.253.575,b. Df = 12 %
:
Rp
98.236.030.931.190,c. Df = 14 %
:
Rp
(50.159.980.993.680),2. Internal Rate Return : 13,266
%
3. Benefit Cost Ratio :
a. Df = 10 %
: 1,32
b. Df = 12 %
: 1,11
c. Df = 14 %
: 0,94
4. Pay Back Periode : 15 tahun
Dari hasil perhitungan di atas,
dapat disimpulkan bahwa secara
finansial proyek bisa dilaksanakan
atau layak. Hal ini bisa dilihat dari
nilai NPV yang positif, Benefit
Cost Ratio di atas 1, Nilai IRR
masih di atas tingkat bunga yang
berlaku. (Hasil perhitungan secara
keseluruhan bisa lihat lampiran).
Kawasan
industri
Cimohong
direncanakan merupakan kawasan
atau
pusat
pengembangan
berbagai
industri
dengan
pengelolaan
secara
terpadu.
Prospek Pasar Kawasan Industri
Terpadu
Desa
Cimohong
Kabupaten Brebes potensial untuk
pengembangan industri terutama
industri berbahan baku pertanian
(agroindustri).
Kawasan industri Terpadu di Desa
Cimohong diharapkan menjadi
pemicu utama dalam memperkuat
Kabupaten Brebes untuk menarik
investor,
dengan
beberapa
keuntungan yang bisa didapatkan,
yaitu:
a. Rencana pengawasan perizinan
dalam satu atap,
b. Promosi investasi, dengan
adanya usaha resmi diharapkan
investasi yang dilakukan oleh
pengusaha/ investor
dapat

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

B.

berkembang dengan baik,


didukung
oleh
suasana
kondusif dari berbagai aspek,
terutama keamanan dan tidak
adanya demonstrasi buruh di
Kabupaten Brebes.
Rencana Kerja Sama Dengan
Pemerintah - Swasta
Investasi merupakan salah satu
faktor yang penting untuk
meningkatkan
pertumbuhan
ekonomi daerah. Makin besar arus
investasi, dapat memberikan
peluang munculnya kegiatankegiatan
usaha
yang
lain.
Implikasinya
adalah
meningkatnya kesempatan kerja
dan
peluang
terjadinya
peningkatan PAD.
Namun, bagaimana usaha Pemda
untuk meningkatkan PAD tanpa
harus membebani rakyatnya,
sehingga dapat mengembangkan
otonominya.
Masih
terdapat
peluang yang dapat dimanfaatkan
oleh daerah untuk mendukung
sumber pembiayaan dan investasi
daerah
untuk
mendukung
implementasi otonomi daerah
yang
pelaksnaannya
dapat
dilakukan oleh para pelaku
ekonomi daerah termasuk BUMN,
BUMD, Swasta dan Masyarakat.
Diperlukan adanya perhatian
yang
serius
dalam
upaya
meningkatkan efisiensi sektor
publik, sekaligus mengupayakan
agar administrasi negara mampu
menelurkan berbagai kiat dan
terobosan dalam menciptakan
iklim
yang
kondusif
bagi
berkembangnya sektor swasta.
Keterbatasan yang membelengu
sektor
publik
bukannya
merupakan halangan jika kita
mampu
mendayagunakan
kekuatan dan potensi sektor
swasta yang mulai berkembang.

95

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

C.

Pola kemitraan sektor publik dan


swasta merupakan harapan baru
dalam mendobrak keterbatasan.
Acapkali daerah memiliki aset
yang sangat potensial untuk
dimanfaatkan atau dikembangkan,
namun upaya-upaya ke arah itu
terhalang oleh terbatasnya sumber
dana atau akses ke sumber dana
atau keterbatasan kemampuan
SDM dalam menggunausahakan
aset tersebut. Di sisi lain swasta
atau masyarakat merupakan pihak
yang
dalam
banyak
hal,
mempunyai potensi pendanaan
dan
teknologi
yang
perlu
diproduktifkan, dengan demikian
melalui
kerjasama
antara
Pemerintah daerah dengan swasta
atau
masyarakat
dapat
memberikan nilai tambah dan
keuntungan kedua belah pihak
Kerjasama antara pemerintah
daerah dan swasta tidak hanya
akan
dapat
memberikan
keuntungan berupa uang, tetapi
juga
merupakan
strategi
diversifikasi
resiko,
dimana
dengan kerjasama ini resiko
Pemerintah Daerah menjadi kecil
atau
bahkan
tanpa
ikut
menanggung resiko sama sekali.
Di Indonesia, pola kerjasama
antara diatur dalam Peraturan
Presiden Nomor 67 Tahun 2005
tentang Kerjasama Pemerintah
Daerah dengan Badan Usaha
dalam Penyediaan infrastruktur.
Bentuk Kerja Sama Antara
Sektor Publik Dan Swasta
Kerja sama Pemerintah daerah
dengan
swasta
idealnya
didasarkan pada win-win solution
partnership, artinya kerjasama
tersebut
dilakukan
dengan
kesadaran dari dua belah pihak
atas keuntungan timbal balik yang
akan dihasilkan dalam kerjasama

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

tersebut.
Pemerintah
Daerah
dalam pengertian kerja sama
Pemerintah Daerah termasuk di
dalamnya
BUMD/Perusahaan
Daerah.
Oleh
karena
itu
perusahaan daerah mempunyai
peluang untuk mengembangkan
dan meningkatkan usaha melalui
kerjasama dengan pihak swasta.
Pihak
ketiga
menurut
Permendagri Nomor 3 Tahun
1986 adalah instansi atau badan
usaha atau perorangan yang
berada
di
luar
organisasi
Pemerintah Daerah, antara lain
Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah lainnya, BUMN, BUMD,
Koperasi, Swasta Nasional atau
Swasta Asing yang tunduk pada
hukum Nasional
Bentuk Kerja sama secara garis
besar dikelompokkan adalam 2
bentuk, yaitu
1. Kerjasama Pengelolaan (Joint
Operation). Kerja sama ini
dapat
dilakukan
melalui
berbagai model, yaitu :
a. Sewa Tambah Guna (
Contract Add and Operate
/CAO)
b. Rehabilitasi Guna Serah
(Rehabilitate, Operate and
Transfer/ROT)
c. Bangun Serah (Built and
Transfer/ BT)
d. Bangun Guna Serah (
Built,
Operate
and
Transfer/BOT)
e. Bangun Serah Sewa (
Built, Transfer and Rent
/BTR)
f. Bangun Sewa Serah (
Built,
Rent
and
Transfer/BRT)
g. Bangun Kelola Miliki (
Built,
Operate
and
Own/BOO)
h. Kerjasama Operasi

96

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

D.

2. Kerjasama Usaha Patungan


(Joint
Venture).
Pemda
bersama-sama dengan swasta
dapat mendirikan Perseroan
Terbatas yang mengacu pada
Undaag-undang Nomor 1
Tahun 1995.
Langkah Strategis Pemilihan
Kerja Sama
Untuk
dapat
mencapai
sasaran secara optimal, maka
pilihan
untuk
melakukan
kerjasama perlu diletakkan dalam

suatu
kerangka
strategis.
Sebagaimana
dilakukan
oleh
perusahaan dalam rangka menjalin
kerjasama
strategis
untuk
mengembangkan
bisnisnya.
Kerangka pikir yang biasa dipakai
adalah
menggunakan
model
manajemen strategis. Menurut
Usman ( 1996 ) beberapa kekuatan
dan kelemahan pemanfaatan dana
sektor swasta dapat dilihat sebagai
berikut:

Tabel 1
KEKUATAN DAN KELEMAHAN KERJA SAMA DENGAN SEKTOR SWASTA
Aspek
Kekuatan
Kelemahan
Efisiensi
Dengan Masuknya Kantor
Tidak ada kelemahan yang
Swasta maka perusahaan akan menonjol
beroperasi dengan lebih
efisien
Persiapan

Pendanaan

Pembagian
Resiko
Desentralisasi

Dilakukan bersama-sama
dengan pihak swasta,
sehingga mudah
memperhatikan berbagai
aspek
Pemda/Perusda tidak perlu
menyediakan dana dalam
jumlah yang besar dalam
penyertaan modal
Terjadi pembagian resiko
antara Pemda/Perusda dengan
swasta
Meningkatkan kewenangan
Pemda

Patyisipasi
Swasta
Penentuan Tarif

Meningkatkan peran swasta


dalam pembangunan daerah
Pemerintah tetap mempunyai
kekuatan dalam menentukan
tarif

Alih Teknologi

Akan terjadi alih teknologi


dari sektor swasta ke sektor
emerintah
Pinjaman Pemerintah diganti
dengan sumber swasta

Makro Ekonomi

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

Akan lebih ketat adanya


keterlibatan ihak swasta

Apabila modal sawsta banyak


berasal dari Luar Negeri, maka
perlu diperha-tikan resiko nilai
tukar
Tidak ada kelemahan yang
menonjol
Tambah wewenang
menyebabkan tambahan
tanggung jawab
Tidak ada kelemahan yang
menonjol
Tanpa danya konrol yang kuat
dari pemerintah, swasta dapat
menerapkan tarif yang
memberatkan masyarakat
Tidak ada kelemahan yang
menonjol
Tidak ada kelemahan yang
menonjol

97

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

Berdasarkan tabel 1 di atas, walaupun


terdapat beberapa kelemahan yang
mungkin timbul dengan adanya kerja
sama Pemerintah Daerah dengan
Swasta, namun secara umum aspek
positif yang ditimbulkannya lebih
dominan dibandingkan dengan aspek
negatifnya yaitu Bangun Guna Serah
(BOT)
 BANGUN GUNA SERAH (Built,
Operate And Transfer)

komersiilnya
serta
mendayagunakan bangunan dan
fasilitas tersebut untuk suatu jangka
waktu tertentu.
Biasanya pada awal kerjasama
Pemda juga akan menerima
kompensasi berupa uang dari pihak
swasta dan mempunyai hak untuk
memanfaatkan suatu area dari
bangunan
tersebut
tanpa
pembayaran apapun ke pihak
swasta.

Bentuk kerjasama BOT dikenal


pada
transaksi-transaksi
yang
Selama masa BOT, resiko yang
obyeknya berupa tanah. Kekayaan
terjadi atas bangunan dan fasilitas
daerah yang berupa tanah dan
yang dibangun swasta akan
fasilitas-fasilitas yang ada di
merupakan tanggungan swasta
atasnya yang memiliki potensi
karena secara hukum kepemilikan
ekonomi yang tinggi dialihkan
bangunan dan fasilitas masih
pemanfaatannya kepada swasta,
menjadi milik pihak swasta.
dengan cara pihak swasta tersebut
atas biayanya sendiri membangun
bangunan
berikut
fasilitas
Gambar 1
STRATEGI DIVERSIFIKASI RESIKO KERJASAMA BOT

BOT
Transfer Resiko

Pemerintah

Swasta

100%
dari resiko

resiko
rendah

Resiko
tinggi

Resiko
Konstruksi

100%
dari resiko

resiko
rendah

Resiko
tinggi

Resiko
Operasi

100%
dari resiko

Resiko
sangat
rendah

Resiko
sangat
tinggi

Resiko
Pembangunan

Berdasarkan tabel 1 di atas,


walaupun terdapat beberapa kelemahan

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

yang mungkin timbul dengan adanya


kerja sama Pemerintah Daerah dengan

98

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

Swasta, namun secara umum aspek


positif yang ditimbulkannya lebih
dominan dibandingkan dengan aspek
negatifnya.
Di Indonesia, pola kerjasama antara
Pemerintah Daerah dengan swasta
sebenarnya diatur dalam :
a.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004
tentang
Pemerintahan
Daerah
b. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 50 Tahun 2007
Tentang Tata Cara Pelaksanaan
Kerja Sama Daerah
c.
Peraturan Presiden Nomor 67
Tahun 2005 tentang kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha
dalam penyediaan Infrastruktur,
d. Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 61 Tahun 2007 Tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum
Daerah.
e.
Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 69 Tahun 2007 Tentang
Kerja
Sama
Pembangunan
Perkotaan
Tujuan utama pelaksanaan kerjasama
antara Pemerintah Daerah/Perusda
dengan Pihak Ketiga adalah untuk
meningkatkan perekonomian daerah
dan menembah pendapatan daerah.
Secara umum, tujuan dilakukannya
kerjasama adalah sebagai berikut :
a.
Meningkatkan
efisiensi
dan
efektivitas pembiayaan, melalui
dana dari masyarakat untuk
kepentingan pembangunan,
b. Usaha
untuk
meningkatkan
pertumbuhan ekonomi daerah
melalui perluasan dan peningkatan
pembangunan,
c.
Meningkatkan pendapatan daerah
dengan memanfaatkan hasil-hasil
pembangunan masyarakat,
d. Mendorong partisipasi masyarakat
dalam pembangunan daerah,

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

e.

f.

g.

h.

i.

Mendayagunakan aset daerah


secara optimal, khususnya aset
yang masih dapat ditingkatkan
penggunaannya,
Adanya alih teknologi yang
digunakan dalam pengelolaan
proyek yang dapat dimanfaatkan
SDM di Pemda,
Terhindarinya penjualan aset
daerah yang potensial kepada
swasta,
Terciptanya lapangan pekerjaan
yang dapat mendorong dan
mendayagunakan tenaga kerja
setempat untuk bekerja di sektor
industri,
Sebagai katalisator penyerapan
tenaga kerja ke kota-kota besar.

KESIMPULAN
Kesimpulan dari hasil analisis
pada pembahasan sebelumnya adalah
sebagai berikut L
1). Pembangunan Kawasan Industri
Terpadi di Desa Cimohong
dinyatakan layak secara finansial.
Hal ini bisa dilihat dari hasil
perhitungan, didapatkan hasil :
o
NPV
Df = 10 %
=
Rp
291.723.259.253.575,Df = 12 %
=
Rp
98.236.030.931.190,Df =
14 % =
(Rp
50.159.980.993.680)
o
IRR
= 13,266
o
B/C Ratio

Df = 10 % = 1,32

Df = 12% = 1,11

Df = 14 % = 0,94
o
Pay Back Period = 15 tahun
Proyek dikatakan layak secara
finansial, jika NPV positif, B/C
ratio di atas 1, dan IRR di atas
tingkat bunga yang berlaku.
Dengan hasil perhitungan, proyek
dinyatakan layak untuk dibangun.

99

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

2). Kemitraan dengan pihak ketiga,


dilakukan dengan pertimbangan
terdapatnya keterbatasan pihak
Pemda. Bentuk kemitraan seperti
yang
diatur
dalam
Perda
Kabupaten Brebes No 5 tahun
2006 tentang Kemitraan Daerah.
Dengan
melihat
beberapa
alternatif,
yang
paling
menguntungkan adalah bentuk B
O T (Build, Operate and
Transfer),
dicirikan
dengan
adanya
investasi
swasta,
pembangunan
sarana,
biaya
rendag,
kualitas
tinggi,
menguntungkan, efisiensi tinggi.
PENUTUP
Dalam
rangka
pelaksanaan
otonomi
daerah
seperti
yang
diamanatkan oleh Undang-undang
Nomor 33 tahun 2004 tentang
Pemerintahan daerah dan Undangundang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang
Perimbangan Keuangan Pemerintah
Pusat dan Daerah, disebutkan bahwa
suatu daerah yang tidak mampu
membiayai
sumber
pelaksanaan
otonomi daerah akan di-merger
(digabungkan)
atau
dihapuskan.
Berdarakan kebutuhan dan tuntutan
zaman maka perlu adanya perluasan
wilayah dalam rangka menambah
sumber penerimaan daerah, yaitu salah
satu
cara
untuk
meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kabupaten Brebes adalah membuat
perencanaan Kawasan Industri Terpadu.
Daftar Pustaka
Abdul

Halim, 2001, Manajemen


Keuangan
Daerah,
Yogyakarta : AMP YKPN
Agung Riyadi, Anton A, Didit P, 2002,
Laporan Penelitian Potensi
Pajak dan Retribusi Daerah

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

di Kabupaten Sukoharjo,
Surakarta : FE UMS.
Agus
Wantara,
1995,
Analisis
Pendapatan Asli Daerah
Istimewa Yogyakarta Tahun
1970-1980 (tesis yang tidak
dipublikasikan), Yogyakarta
: UGM
Alfian Lians, 1985, Pendapatan Daerah
Dalam Ekonomi Orde Baru,
Prisma No. 4 Tahun XIV.
Andi Mustari, 1999, Otonomi Daerah
dan
Kepala
Daerah
Memasuki Abad XXI, Jakarta
: Gaya Media Pratama
Asnafiah Yulianti, 2001, Kemandirian
dan Pertumbuhan Ekonomi
Dalam
Menyongsong
Otonomi Daerah, Kajian
Ekonomi dan Bisnis Stiekers,
Vo. 5 , No. 29, Tahun 2001.
B.Usman, 1977, Pajak-pajak Indonesia,
Jakarta : Majalah Mingguan Pajak.
Bagus Santosa, 1995, Evaluasi Peran
Retribusi Pasar Terhadap
Pendapatan Daerah : Studi
Kasus Kabupaten Sleman
(laporan penelitian yang
tidak
dipublikasikan),
Yogyakarta : UGM
Bahl, Roy, 1999, Implementation Rule
Fiscal
Desentralisation,
Atlanta
:
International
Studies Program School of
Policy Studies, Georinia
State University.
Balai Penerbitan Panca Usaha, 2001,
Undang-Undang No. 34
Tahun
2000
Tentang
Perubahan Atas Undangundang Nomor 18 Tahun
1997 Tentang Pajak dan
Retribusi Daerah, Bandung :
CV. Laksana Mandiri
Caroline, 2004, Analisis Penerimaan
Retribusi
Pasar
Kota
Salatiga, Semarang : UNDIP

100

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

(tesis
yang
tidak
dipublikasikan)
Dadang Solihin, 2001, Kamus Istilah
Otonomi Daerah, Jakarta :
Lembaga
Pemberdayaan
Ekonomi Kerakyatan
Davey, 1988, Pembiayaan Pemerintah
Daerah,
Terjemahan
Amanullah, Jakarta : UI
Press
Deddy Supriady, 2001, Otonomi
Penyelenggara Pemerintah
Daerah, Jakarta : Gramedia
Fisher,Ronald, 1996, State and Local
Publik Finance, A Time
Higher Education Group,
Inc. Company.
Guritno
Mangkoesoebroto,
1995,
Ekonomi Publik, Yogyakarta
: BPFE
Harry Waluya, 2001, Analisis Rasio
PAD/APBD
Terhadap
Kebijakan
Kemandirian
Keuangan Daerah Otonom,
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
FE Universitas Katolik
Indonesia Atmajaya, Vol. 1,
No. 2, Edisi Agustus 2001
Husein
Umar,
2003,
Strategic
Management In Action,
Percetakan : PT. SUN
Jakarta
Ibnu Syamsi, 1993, Dasar-dasar
Kebijakan
Keuangan
Negara, Jakarta : Bima
Aksara.
Indah
Susantun,
2000,
Fungsi
Keuntungan Cobb Douglas
Dalam Pendugaan Efisiensi
Ekonomi Relatif, Jurnal
Ekonomi
Pembangunan,
Vol. 5, No. 2, Edisi 2000.
J.B. Kristiadi, 1985, Masalah Sekitar
Peningkatan
Pendapatan
Daerah, Prisma No. 12,
Tahun XIV, Jakarta : LP3ES
John Suprihanto, 1997, Pengukuran
Tingkat
Kepuasan

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

Pelayanan, Jakrta : Rineka


Cipta
Jones,
Bernard,
1995,
Local
Government
Financial
Management,
ICSA
Publishing Limited.
Josep Riwu Kaho, 1998, Prospek
Otonomi Daerah Negara
Republik
Indonesia

Identifikasi Faktor Yang


Mempengaruhi
Penyelenggaraannya
,
Jakarta : Rajawali Press
Kadariyah,1992, Pengantar Evaluasi
Proyek. Jakarta : Lembaga
Penerbitan Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Krisna
D. Darumurti dan Umbu
Raunta, 2000, Otonomi
Daerah Perkembangan,
Pemikiran dan Pelaksanaan
, Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti
Mardiasmo,
2001,
Manajemen
Penerimaan Daerah dan
Struktur APBD dalam Era
Otonomi Daerah, Kajian
Ekonomi dan Bisnis Stiekers,
Vo. 5, No. 29, Tahun 2001.
Mardiasmo,
2001,
Pengawasan,
Pengendalian
dan
Pemeriksaan
Kinerja
Pemerintah Daerah Dalam
Melaksanakan
Otonomi
Daerah, Jurnal Bisnis dan
Akuntansi, Vol. 3, No. 2,
Tahun 2001.
Mardiasmo,
2001,
Peningkatan
Pendapatan Asli Daerah :
Permasalahan
dan
Kebijakan, makalah yang
disampaikan dalam Sidang
Pleno
Ikatan
Sarjana
Ekonomi Indonesia Ke-10 di
Batam
Mardiasmo, 2002, Otonomi dan
manajemen
Keuangan

101

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

Daerah,
Yogyakarta
:
Penerbit Andi.
Marzuki, 1995,
Metodologi Riset,
Yogyakarta : FE-UII
Moh. Nazir, 1999, Metode Penelitian,
Penerbit : Ghalia Indonesia
Mudrajat Kuncoro, 1995, Desentralisasi
Fiskal di Indonesia, Prisma,
No. 4 Tahun. XXIV
Mulyanto, 2002, Potensi Pajak dan
Retribusi
Daerah di
Kawasan
Subosuko
Wonosraten Propinsi Jawa
Tengah, Kerjasama IRIS dan
LPEM UI, Jakarta.
Musgrave, 1990, Keuangan Negara
Dalam Teori dan Praktek
(Edisi 5), Jakarta : PT.
Erlangga
Nick Devas, Brian Binder, Anne Booth,
Kennet Davey dan Roy
Kelly, 1989, Keuangan
Pemerintah
Daerah
di
Indonesia,
Terjemahan
Masri Maris, Jakarta :
Penerbit UI Press.
Pontjowinoto,
Didit,
MP,1991,
Alternatif
Reformasi
Kebijakan dan Manajemen
Keuangan Daerah, Prisma,
Jakarta : LP3ES
Rustian Kamaludin, 1992, Bunga
Rampai
Pembangunan
Nasional dan Pembangunan
Daerah, Jakarta : FE-UI.
S.
Pamudji,
1980,
Pembinaan
Perkotaan di Indonesia,
Jakarta : Ichtiar
S. Pamudji, 1990, Makna Dati II
Sebagai
Titik
Berat
Pelaksanaan
Otonomi
Daerah, Jakarta : CSIS
Sadono Sukirno, 1982, Pengantar Teori
Ekonomi Mikro, Jakarta :
Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi
Universitas
Indonesia.

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

Shaw, G.K, 1989, Hubungan Fiskal


Antara
Pemerintah,
Penerjemah Silvia Rilwon,
Jakarta : Gramedia
Sidik Jatmika, 2001, Otonomi Daerah :
Perspektif
Hubungan
Internasional, Yogyakarta :
Bigraf Publising.
Soejamto, 1992, Otonomi Birokrasi
Partisipasi, Jakarta : Sinar
Grafika
Soelarso, 1998, Modul Mata Pelajaran
Administrasi
Pendapatan
daerah Dalam Terapan,
Yogyakarta : UGM
Soesilo, 2001, Perspektif Politik
Ekonomi Otonomi Daerah
Dibawah Undang-Undang
No. 22 Tahun 1999, Ekuitas,
Vol. 5, No. 4, Tahun 2001.
Soetrisno, PH, 1986, Ekonomi Publik II,
Jakarta : Karunika.
Soetrisno. 1981. Evaluasi Project Jilid I.
Yogyakarta
:
Fakultas
Ekonomi Universitas Gajah
Mada.
Suparmoko, 1996, Keuangan Negara
Dalam Teori dan Praktek,
Yogyakarta : BPFE
Suparmoko, 2002, Ekonomi Publik :
Untuk
Keuangan
dan
Pembangunan
Daerah,
Penerbit Andi Yogyakarta.
Susijati, B Hirawan, 1986, Analisa
Tentang Keuangan Daerah
di Indonesia, EKI Vo.
XXXIV No. 1
Syarif Hidayat, 2000, Reflektifitas
Realitas Otonomi Daerah
dan Tantangan ke Depan,
Jakarta : Pustaka Quantum
Zulkarnain Djamin. 1992. Perencanaan
dan Analisa Proyek, Jakarta :
Lembaga
Penerbitan
Fakultas
Ekonomi
Universitas Indonesia.

102

Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

Tjahya

Supriyatna, 1992, Sistim


Administrasi Pemerintahan
di Daerah, Jakarta : Bumi
Aksara
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004
Tentang Pemerintah Daerah
Undang-Undang No. 34 Tahun 2004
Tentang
Perimbangan
Keuangan
Antara
Pemerintah
Pusat
dan
Pemerintah Daerah

VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2012

103

Anda mungkin juga menyukai