Anda di halaman 1dari 36

Bab 2

Tinjauan Kebijakan
2.1 Peraturan Perundangan
2.2 Tinjauan Rencana Pembangunan
2.3 Tinjauan Rencana Tata Ruang
2.4 Tinjauan Rencana Sektoral

P
enyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Biringkanaya dan
Sekitarnya di Kota Makassar, penting untuk memperhatikan landasan yang
digunakan dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan
peraturan lainnya, yaitu penyusunannya harus mengacu dan atau berdasarkan pada
pertimbangan dan kebijakan-kebijakan antara lain; Rencana Pembangunan, Rencana Tata
Ruang, dan Rencana Sektoral.

2.1 Peraturan Perundangan


Indonesia merupakan Negara hukum (rechtsstaat) sebagaimana tertuang dalam pasal 1
ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk mewujudkan
kehidupan ketatanegaraan dan sistem pemerintahan yang selalu berdasarkan atas hukum
(rechtsstaat) maka diperlukan adanya suatu pelaksanaan pembangnan hukum nasional yang
dilakukan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sehingga sangat penting untuk memperhatikan berbagai kebijakan dari peraturan
perundangan-undangan yang berlaku dan terikat dalam domain perencanaan tata ruang,
sehingga menghasilkan sebuah harmonisasi kebijakan dan peraturan turunannya menjadi satu
kesatuan yang saling mendukung dalam pemanfaatan ruang wilayah di Indonesia. Berikut
adalah penjelasan peraturan perundang-undang yang mengatur tentang Penataan Ruang di
Indonesia.
2.1.1 Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Rencana tata ruang wilayah merupakan arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang
wilayah yang dijadikan acuan untuk perencanaan jangka panjang. Di Indonesia aturan tentang
rencana tata ruang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang yang selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang

II-1
Rencana Tata Ruang Nasional yang kemudian menjadi rujukan setiap daerah dalam membuat
dan menetapkan peraturan daerah Rencana Tata Ruang Wilayah.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dengan
turunannya berupa rencana tata ruang merupakan upaya penting dalam menertibkan
penyelenggaraan penataan ruang di Indonesia yang diwujudkan melalui beberapa aspek
penting, diantaranya pengendalian pemanfaatan ruang. Pengendalian pemanfaatan ruang
dilaksanakan secara sistematik melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian
insentif dan disinsentif, serta sanksi.
Kegiatan penataan ruang terdiri dari 3 (tiga) kegiatan yang saling terkait, yaitu:
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang, dengan
produk rencana tata ruang secara umum berupa Rencana Tata Ruang Wilayah yang
selanjutnya disebut RTRW yang secara hirarki terdiri dari Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional yang selanjutnya disebut RTRWN, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang
selanjutnya disebut RTRWP, dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang
selanjutnya disebut RTRW Kab/kota.
Atas dasar penetapan wilayah rencana umum tata ruang tersebut, menurut ketentuan
Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, penetapan rencana rinci tata ruang
terdiri atas, rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis
nasional; rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; serta rencana detail tata ruang
kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota.
Keseluruhan rencana tata ruang tersebut harus dapat terangkum di dalam suatu rencana
pembangunan sebagai acuan di dalam implementasi perencanaan pembangunan
berkelanjutan di wilayah Indonesia. Sebagai payung hukum dalam penyelenggaraan penataan
ruang, maka Undang-Undang Penataan Ruang ini diharapkan dapat mewujudkan rencana tata
ruang yang dapat mengoptimalisasikan dan memadukan berbagai kegiatan sektor
pembangunan, baik dalam pemanfaatan sumberdaya alam maupun sumberdaya buatan.
Penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas:
a. Keterpaduan;
b. Keserasian, keselarasan dan keseimbangan;
c. Keberlanjutan;
d. Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;
e. Keterbukaan;
f. Kebersamaan dan kemitraan;
g. Perlindungan kepentingan umum;
h. Kepastian hukum dan keadilan; dan
i. Akuntabilitas.

II-2
Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional
yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan
Ketahanan Nasional dengan:
a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan
dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c. Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap
lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

Berkaitan dengan hal diatas, dimaksudkan kepada izin pemanfaatan ruang sebagaimana
yang tertuang dalam Pasal 35 UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang dimaksud
dengan izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Izin pemanfaatan
ruang diberikan kepada calon pengguna ruang yang akan melakukan kegiatan pemanfaatan
ruang pada suatu kawasan/zona berdasarkan rencana tata ruang, dimaksudkan untuk:
a. Menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang, peraturan zonasi, dan
standar pelayanan minimal bidang penataan ruang;
b. Mencegah dampak negatif pemanfaatan ruang; dan
c. Melindungi kepentingan umum masyarakat luas.

2.1.2 Undang-Undang No.3 Tahun 2014 tentang Perindustrian


Perindustrian diselenggarakan dengan tujuan:
a. Mewujudkan Industri nasional sebagai pilar dan penggerak perekonomian nasional;
b. Mewujudkan kedalaman dan kekuatan struktur Industri;
c. Mewujudkan Industri yang mandiri, berdaya saing, dan maju, serta Industri Hijau;
d. Mewujudkan kepastian berusaha, persaingan yang sehat, serta mencegah pemusatan atau
penguasaan Industri oleh satu kelompok atau perseorangan yang merugikan masyarakat;
e. Membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja;
f. Mewujudkan pemerataan pembangunan Industri ke seluruh wilayah Indonesia guna
memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional; dan
g. Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan.

Lingkup pengaturan dalam Undang-Undang ini meliputi:


a. Penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang Perindustrian;
b. Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional;
c. Kebijakan Industri Nasional;
d. Perwilayahan Industri;
e. Pembangunan sumber daya Industri;
f. Pembangunan sarana dan prasarana Industri;

II-3
g. Pemberdayaan Industri;
h. Tindakan pengamanan dan penyelamatan Industri;
i. Perizinan, penanaman modal bidang Industri, dan fasilitas;
j. Komite Industri Nasional;
k. Peran serta masyarakat; dan
l. Pengawasan dan pengendalian.

Untuk mewujudkan tujuan penyelenggaraan Perindustrian disusun Rencana Induk


Pembangunan Industri Nasional.
1. Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional sejalan dengan Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional.
2. Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional merupakan pedoman bagi Pemerintah
dan pelaku Industri dalam perencanaan dan pembangunan Industri.
3. Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional disusun untuk jangka waktu 20 (dua
puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun.
4. Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional disusun dengan paling sedikit
memperhatikan:
a. Potensi sumber daya Industri;
b. Budaya Industri dan kearifan lokal yang tumbuh di masyarakat;
c. Potensi dan perkembangan sosial ekonomi wilayah;
d. Perkembangan Industri dan bisnis, baik nasional maupun internasional;
e. Perkembangan lingkungan strategis, baik nasional maupun internasional; dan
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi,
dan/atau Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.

2.1.3 Undang – Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja


Tujuan pemerintah dalam mengatasi permasalahan investasi dan penciptaan lapangan
kerja, yang salah satunya diakibatkan oleh tumpang tindih pengaturan penataan ruang
tertuang di dalam Undang – Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Undang – Undang Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020 diselenggarakan berdasarkan asas (Pasal 2):
a. Pemerataan hak
b. Kepastian hukum
c. Kemudahan berusaha
d. Kebersamaan , dan
e. Kemandirian.
Dalam rangka peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha, meliputi (Pasal 6);
a. Penerapan perijinan berbasisi risiko

II-4
b. Penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha
c. Penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor ; dan
d. Penyederhanaan persyaratan investasi
Dalam mewujudkan tujuan dari undang – undang tersebut, maka produk Rencana Tata
Ruang (yang selanjutnya disingkat RTR) telah dipublikasikan oleh pemerintah melalui
berbagai platform. Agar masyarakat dan pihak terkait dapat memanfaatkan informasi RTR
secara online. Mempercepat dan lebih transparan terhadap proses perizinan berusaha dan
non-usaha dikarenakan platform produk RTR juga terkoneksi dengan portal pelayanan
perizinan.

2.1.4 PP No. 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaran Penataan Ruang


Peraturan Pemerintah (selanjutnya disingkat PP) Nomor 21 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang sebagai amanah Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja dengan tujuan antara lain untuk peningkatan ekosistem investasi dan
kegiatan berusaha.
Pada saat PP No.21 Tahun 2021 ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan dari PP
yang dicabut dan dinyatakn tidak berlaku, yaitu;
a. PP No. 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
b. Pasal 4 PP No. 62 tahun 2010 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar
c. PP No. 8 tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang
Pada saat PP No. 21 Tahun 2021 ini mulai berlaku, Rencana Tata Ruang Laut (PP No. 32
Tahun 2019) tentang Rencana Tata Ruang Laut diintegrasikan ke dalam PP Nomor 13 Tahun
2017 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
Selain terdapat perubahan di beberapa peraturan yang ada, Dalam PP No. 21 Tahun 2021
terdapat beberapa terobosan kebijakan yang terkait tentang tata ruang, berikut
pembahasannya;
a. Terobosan Kebijakan Terkait Perencanaan Tata Ruang
1. Penyederhaan Produk Rencana Tata Ruang.
Penghapusan Ketentuan Penetapan Kawasan
Strategis (KS), substansi KS tersebut akan
diintegrasikan ke dalam RTRW Provinsi dan
Kabupaten/Kota.

Gambar 2. 1.
Produk Rencana Tata Ruang

II-5
2. Integrasi Tata Ruang Darat dan Laut
Penataan ruang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang
dalam bumi sebagai satu kesatuan (One Spatial Planning Policy). Pengelolaan sumber
daya ruang laut dan ruang udara diatur dengan UU tersendiri.

Gambar 2. 2. Proses Bisnis Integrasi RTR Wilayah Darat dan Laut/Perairan

b. Terobosan Kebijakan Terkait Penetapan Rencana Tata Ruang


1. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dalam pasal 60-84 ;
a) Jangka waktu Jangka waktu penyusunan dan penetapan RTRW dibatasi paling
lama 18 bulan , terhitung sejak pelaksanaan penyusunan RTRW.
b) Kajian lingkungan hidup strategis diintegrasikan ke dalam materi teknis RTRW,
tidak lagi disusun dalam dokumen terpisah.
c) Khusus untuk RTRW Prov., materi teknis muatan perairan pesisir yang
diintegrasikan harus sudah mendapat persetujuan teknis dari Menteri KKP.
d) Khusus untuk RTRW Kab /Kota, evaluasi Ranperda RTRW sebelum penetapan
dilakukan oleh Gubernur , bukan lagi oleh Kemendagri.
2. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dalam pasal 85-91 ;
a) Jangka waktu penyusunan dan penetapan RDTR dibatasi paling lama 12 bulan
terhitung sejak pelaksanaan penyusunan RDTR.
b) Tahapan penyusunan dan validasi KLHS, serta rekomendasi BIG dalam
penyusunan RDTR dihilangkan
c) Proses evaluasi Kemendagri pada penetapan RDTR dihilangkan.

II-6
2.2 Tinjauan Rencana Pembangunan
Kebijakan terkait rencana pembangunan dalam wilayah Kota Makassar, dimana dapat
melihat kebijakan pembangunan, seperti : RPJPN, RPJMN, RPJP Sulwesi Selatan, RPJMP, RPJPD
Kota Makassar dan RPJMD Kota Makassar. Untuk lebih jelasnya, sebagaimana pada
pembahasan berikut:
2.2.1 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
Rencana pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) pada kajian ini terfokus pada
pembanguan ekonomi, dimana Kota Makassar, merupakan salah satu wilayah yang memiliki
peluang ekonomi sehingga menjadi tujuan para investor khususnya di Kawasan Perkotaan
Biringkanaya dan Sekitarnya dalam pengembangan industri. Untuk lebih jelasnya,
sebagaimana pada pembahasan berikut:
a. Visi Pembangunan Ekonomi
Terwujudnya perekonomian yang maju, mandiri, dan mampu secara nyata memperluas
peningkatan kesejahteraan masyarakat berlandaskan pada prinsip-prinsip ekonomi yang
menjunjung persaingan sehat dan keadilan, serta berperan aktif dalam perekonomian
global dan regional dengan bertumpu pada kemampuan serta potensi bangsa.
b. Arah Pembangunan Jangka Panjang
1. Perekonomian dikembangkan dengan mekanisme pasar yang berlandaskan
persaingan sehat dan memperhatikan nilai-nilai keadilan serta kepentingan sosial
sehingga terjamin kesempatan yang sama dalam berusaha dan bekerja bagi seluruh
masyarakat. Pengelolaan kebijakan perekonomian perlu secara proporsional
memperhatikan dinamika globalisasi, komitmen nasional di berbagai fora perjanjian
ekonomi internasional, dan kepentingan strategis nasional di dalam menjaga
kedaulatan ekonomi bangsa.
2. Peranan pemerintah yang efektif dan optimal sebagai fasilitator sekaligus katalisator
pembangunan diupayakan di dalam berbagai tingkat guna menjaga berlangsungnya
mekanisme pasar melalui pengembangan institusi pasar sesuai dinamika kebutuhan,
pengembangan kerangka regulasi yang non-diskriminatif, serta perbaikan fasilitasi
subsidi dan insentif yang tepat sasaran baik dari segi jangka waktu maupun kelompok
penerima dengan mekanisme yang transparan untuk meningkatkan efektivitas
pelayanan publik sekaligus menjamin terciptanya iklim usaha yang berdasar
persaingan secara sehat pada setiap segmen perekonomian.
3. Daya saing global perekonomian perlu terus dikembangkan dan ditingkatkan dengan
bertumpu pada peningkatan produktivitas dan inovasi yang dikelola secara
berkelanjutan melalui kontinuitas perbaikan kemampuan sumberdaya manusia,
penciptaan penguasaan dan penerapan teknologi, serta dukungan stabilitas ekonomi

II-7
dan penyediaan infrastruktur fisik dan ekonomi yang seluruhnya diarahkan bagi
terwujudnya keunggulan kompetitif berdasarkan keunggulan komparatif sebagai
negara maritim dan agraris yang disesuaikan dengan kompetensi dan unggulan di
setiap daerah, baik pada sektor pertanian dalam arti luas, pertambangan, pariwisata,
maupun pada sektor industri dan jasa.
4. Kebijaksanaan industri dikelola dengan pengembangan jaringan rumpun industri
(industrial cluster) yang sehat dan kompetitif sebagai pilar utama peningkatan daya-
saing global melalui perkuatan fondasi ekonomi mikro secara terarah dengan pola
kebijakan yang tidak distortif terhadap mekanisme pasar seperti antara lain
penyediaan infrastruktur fisik, ekonomi, dan teknologi yang responsif terhadap
kebutuhan dan kompetensi masing-masing rumpun industri. Selanjutnya,
pengembangan jaringan rumpun industri perlu didorong untuk membuka akses yang
sama terhadap kesempatan kerja dan berusaha bagi kompetensi lokal dan regional.
5. Dalam rangka memperkuat daya saing global, kebijakan industri perlu diintegrasikan
dengan kebijakan perdagangan dan investasi karena kepentingannya yang saling
terkait. Kepentingan kebijakan perdagangan adalah memperkuat sistem
perdagangan dalam negeri yang kuat dan efisien, memperkuat posisi nasional dalam
berbagai fora perdagangan global dan regional, pengembangan citra produk nasional
yang berkualitas internasional, dan perkuatan sistem distribusi yang menjamin
efisiensi sekaligus integrasi pasar domestik dengan pasar global. Sementara itu,
kepentingan investasi adalah untuk menggairahkan iklim usaha melalui kemudahan
berbagai regulasi terkait serta pengembangan berbagai paket insentif yang
dirumuskan secara selektif dan selaras dengan arah peningkatan daya saing dari
produk-produk industri.
6. Dalam rangka memperlebar sekaligus memperkuat basis produksi secara nasional,
proses industrialisasi perlu mendorong peningkatan nilai tambah kegiatan sektor
primer terutama pertanian dalam arti luas, dan pertambangan. Kepentingan ini
menduduki peranan yang strategis karena berkenaan dengan kehidupan dan
penghidupan sebagian besar masyarakat Indonesia, berkaitan erat dengan perkuatan
ketahanan pangan secara nasional, merupakan sumber bahan baku penting bagi
pengembangan industri berbasis sumberdaya alam, serta memiliki rantai keterkaitan
nilai tambah yang besar baik ke belakang maupun ke depan.
7. Pengembangan UKM dan Koperasi diarahkan untuk berkembang menjadi pelaku
ekonomi yang berkeunggulan kompetitif melalui perkuatan kewirausahaan dan
peningkatan produktivitas yang didukung dengan upaya peningkatan adaptasi
terhadap kebutuhan pasar, pemanfaatan hasil inovasi dan penerapan teknologi.

II-8
Pengembangan UKM menjadi bagian integral di dalam perubahan struktur yang
sejalan dengan modernisasi agribisnis dan agroindustri, khususnya yang mendukung
ketahanan pangan, serta perkuatan basis produksi dan daya saing industri, antara
lain melalui pola pengembangan klaster, percepatan alih teknologi, dan peningkatan
kualitas SDM. Sementara itu, pengembangan usaha mikro menjadi pilihan strategis
untuk mengurangi kesenjangan pendapatan dan kemiskinan. Koperasi berkembang
semakin luas menjadi wahana yang efektif dalam menciptakan efisiensi kolektif para
anggota koperasi, baik produsen maupun konsumen, sehingga menjadi pelaku
ekonomi yang mampu meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi.
8. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dalam jangka panjang
diarahkan pada peningkatan kualitas dan kemanfaatan iptek nasional dalam rangka
mendukung peningkatan daya saing secara global melalui peningkatan kualitas dan
kuantitas SDM lptek, reformasi kelembagaan penelitian dan pengembangan yang
didukung oleh reformasi di dalam fleksibilitas pembiayaan litbang, perkuatan sistem
pengakuan atas hasil temuan (royalty system, patent, HKI) dan kualitas produk (SNI,
ISO), penerapan standar mutu yang mengacu pada sistem Measurement
Standardization Testing and Quality (MSTQ), penerapan teknologi yang tepat dalam
sistem produksi, serta penerapan Total Quality Management (TQM), dan
pengembangan keterkaitan fungsional sistem inovasi untuk mendorong
pelembagaannya sebagai bagian yang integral di dalam pengembangan kegiatan
usahanya.
9. Upaya perluasan kesempatan kerja diarahkan untuk mendorong pasar kerja yang
fleksibel, termasuk upaya penurunan biaya ekonomi tinggi agar tercipta sebanyak
mungkin lapangan pekerjaan formal, tanpa merugikan pekerja informal, disamping
itu memfasilitasi agar pekerja dapat berpindah dari pekerjaan yang rendah
produktivitasnya ke pekerjaan yang lebih tinggi produktivitasnya. Dengan demikian,
pekerja yang masih bekerja di pekerjaan yang rendah produktivitasnya dapat
meningkatkan kesejahteraannya.
10. Pengembangan sektor keuangan diarahkan pada peningkatan kemampuan dalam
pembiayaan kegiatan ekonomi dan peningkatan ketahanan terhadap gejolak yang
melanda sektor keuangan dan perekonomian melalui penguatan kondisi internal
industri jasa keuangan, penguatan system pengaturan yang efektif dan mampu
mengantisipasi perkembangan pasar keuangan domestik dan internasional,
penguatan sistem pengawasan perbankan yang independen dan efektif, penciptaan
dan penguatan infrastruktur pendukung, serta perlindungan dan pemberdayaan
nasabah. Khusus untuk mendorong peningkatan kemampuan UKM, pembiayaan

II-9
dikembangkan dengan tetap berdasarkan pada pertimbangan mekanisme pasar,
namun menyediakan bantuan teknis guna perkuatan kelembagaan, baik di sisi bank
maupun di sisi penerima pinjaman.
11. Dalam rangka memperkuat stabilitas ekonomi, kerangka stabilitas system keuangan
dibangun untuk meminimalisasikan terjadinya krisis, serta mengelola jika terjadi
krisis. Kerangkanya antara lain mencakup pengaturan kewenangan
lembaga/institusi yang bertindak sebagai penentu keadaan bagi satu lembaga
keuangan termasuk atau di luar kategori yang menimbulkan kehancuran sistemik
sistem keuangan, pilihan tindakantindakan penyelamatan yang dapat dilakukan
apabila sistem keuangan terancam krisis yang sistemik, serta pembagian peranan
dari masingmasing lembaga terkait dalam pengawasan dan pengaturan sector
keuangan.
12. Pengembangan keuangan oleh pemerintah diarahkan pada perbaikan pengelolaan
keuangan negara yang bertumpu pada sistem anggaran yang transparan,
bertanggung jawab, dan dapat menjamin efektivitas pemanfaatan. Dalam rangka
mempertahankan kedaulatan bangsa, ketergantungan pada pinjaman luar negeri
dijaga pada tingkat aman, sementara sumber utama dalam negeri yang berasal dari
pajak terus ditingkatkan efektivitasnya. Kepentingan utama pembiayaan pemerintah
adalah penciptaan pembiayaan pembangunan yang dapat menjamin kemampuan
peningkatan pelayanan publik baik di dalam penyediaan pelayanan dasar, prasarana
dan sarana fisik serta ekonomi, dan mendukung peningkatan daya saing ekonomi.
13. Pemilihan sistem nilai tukar mata uang dalam 20 tahun mendatang disesuaikan
dengan gejolak eksternal dan kondisi ketahanan system keuangan dalam negeri.
Dengan gejolak eksternal yang diperkirakan makin meningkat dan upaya
pemantapan sistem keuangan yang masih harus ditingkatkan, sistem nilai tukar
mengambang bebas dapat terus diterapkan. Bila gejolak eksternal yang mereda
sementara ketahanan sistem keuangan telah mantap, yang didukung pula oleh
stabilitas politik dan keamanan yang baik, dimungkinkan adanya perubahan sistem
nilai tukar ke arah yang lebih tetap untuk mendorong kepastian di sektor riil.
14. Ketahanan pangan ditingkatkan dengan perluasan pemenuhan produksi dalam
negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata,
dan terjangkau. Peningkatan ketahanan pangan merupakan tanggung jawab bersama
antara pemerintah di segala tingkatan bersama masyarakat. Peranan pemerintah dari
tingkat pusat sampai pada pemerintah daerah adalah memfasilitasi dan

II-10
menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap
ketersediaan pangan.
15. Ketahanan pangan diperkuat dengan meningkatkan ketersediaan pangan, menjaga
stabilitas penyediaan bahan pangan, serta meningkatkan akses rumah tangga untuk
memperoleh pangan. Dalam kaitan itu ditingkatkan produksi pangan multi komoditas
dari dalam negeri berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitifnya; efektivitas
dan efisiensi distribusi pangan; akses masyarakat terhadap bahan pangan;
kemampuan penyediaan pangan (jumlah, mutu, dan ragamnya); kemampuan
penyediaan cadangan pangan pengetahuan masyarakat tentang pangan dan gizi.
16. Jaminan sosial diarahkan untuk mengembangkan sistem jaminan social bagi seluruh
rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan. Dalam kaitan itu akan dilakukan terus pengintegrasian
program jaminan sosial dan perluasan cakupan jaminan sosial hingga mampu
mencapai sektor informal. Perluasan jaminan sosial tersebut diupayakan tidak
merusak budaya tolong menolong yang telah berakar di masyarakat.

2.2.2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)


RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden hasil
Pemilihan Umum tahun 2019. RPJM Nasional memuat strategi pembangunan nasional,
kebijakan umum, Proyek Prioritas Strategis, program Kementerian/ Lembaga dan lintas
Kementerian/ Lembaga, arah pembangunan kewilayahan dan lintas kewilayahan, Prioritas
Pembangunan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian
secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka
regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.
RPJM Nasional berfungsi sebagai:
a. pedoman bagi Kementerian/ Lembaga dalam menyusun Rencana Strategis Kementerian/
Lembaga;
b. bahan penyusunan dan penyesuaian RPJM Daerah dengan memperhatikan tugas dan
fungsi pemerintah daerah dalam mencapai sasaran Nasional yang termuat dalam RPJM
Nasional;
c. pedoman Pemerintah dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah;
d. acuan dasar dalam pemantauan dan evaluasi pelaksanaan RPJM Nasional.
RPJM Nasional dapat menjadi acuan bagi masyarakat berpartisipasi dalam pelaksanaan
pembangunan nasional.

II-11
2.2.3 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Sulawesi Selatan
Tujuan pembangunan jangka panjang Sulawesi Selatan tahun 2008-2028 adalah
mewujudkan Sulawesi Selatan sebagai wilayah terkemuka di Indonesia dilihat dari sisi
kemajuan, kemandirian, keadilan dan kemakmuran. Tujuan ini perlu diwujudkan agar dapat
digunakan sebagai landasan bagi tahap pembangunan berikutnya menuju masyarakat adil dan
makmur dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk mewujudkan tujuan tersebut,
maka pembangunan daerah dalam kurun waktu 20 tahun mendatang diarahkan pada
pencapaian 5 (lima) sasaran pokok, sebagai berikut:
a. Meningkatnya kualitas manusia Sulawesi Selatan yang ditandai oleh hal-hal sebagai
berikut:
1. Memiliki kualitas hidup yang tinggi, antara lain tercermin pada Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) di atas rata-rata nasional;
2. Memiliki karakter yang tangguh, berakhlak mulia dan bermoral berdasarkan falsafah
Pancasila, serta beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3. Memiliki wawasan yang luas yang berbasis pada identitas diri yang prima yang ber
sumber pada budaya lokal / bahari dan keagamaan.
4. Memiliki kesadaran akan tanggung jawabnya terhadap pengembangan diri dan tata
nannya (nasionalisme yang tinggi), serta memahami dan menghargai keberagaman.
5. Memiliki kemampuan adaptif-kreatif sehingga senantiasa mampu
mengaktualisasikan diri secara mandiri.
b. Terwujudnya Sulawesi Selatan sebagai komunitas pembelajar yang memiliki
kapasitas swatata (self-organizing capacity) yang tinggi sehingga senantiasa sanggup
beradaptasi kreatif terhadap dinamika lingkungan demi untuk menjaga atau bahkan
meningkatkan kualitas keberadaannya sehingga mampu menyelenggarakan misinya
secara lebih baik, yang ditandai oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Menguatnya nilai-nilai budaya lokal yang berbasis pada nilai-nilai budaya ba hari dan
keagamaan yang teraktualisasi dengan nilai-nilai yang dibawa oleh spirit zaman.
2. Tumbuhkembangnya kelembagaan masyarakat yang tangguh dan mandiri pada
seluruh aspek kehidupan yang mampu mendukung terselenggaranya pembangunan
berbasis komunitas (Community-Based Development); menyediakan dan
menciptakan pilihan-pilihan (choice) kepadamasyarakat; mendorong dan
meningkatkan kemampuan untuk memilih dan menyalurkan aspirasi (voice) dari
anggota masyarakat pada segenap lapisan; dan secara aktif mendorong terwujudnya
daerah kabupaten dan kota sebagai komunitas yang maju dan mandiri.

II-12
3. Mewujudnya daerah kabupaten dan kota sebagai komunitas yang berbasis pada
keunggulan lokal yang spesifik.
c. Terwujudnya Sulawesi Selatan sebagai wilayah yang kondusif dan atraktif yang
ditandai oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Terciptanya lingkungan kondusif bagi terselenggaranya aktivitas sosial ekonomi,
politik dan budaya serta peluang bagi setiap individu dan setiap tatanan in ter nal
untuk melakukan aktualisasi diri akibat adanya tata pemerintahan yang bersih dan
berwibawa yang menjamin kepastian hukum, keamanan dan ketenteraman, serta
akses yang proporsional ter hadap kegiatan dan pelayanan ekonomi, sosial, dan
budaya bagi segenap lapisan masyarakat tanpa kecuali
2. Meningkatnya daya tarik Sulsel sebagai daerah tujuan investasi, pariwisata,
pelayanan regional dan kota-kota di Sulsel telah mampu berkembang sebagai kota
hunian / tempat tinggal (dor mi tory town) yang nyaman.
d. Terwujudnya Sulawesi Selatan sebagai satu kesatuan sosial-ekonomi yang
berkeadilan, asri dan lestari yang ditandai oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkesinambungan
sehingga pendapatan perkapita pada tahun 2028 berada di atas rata-rata nasional
dengan tingkat pengangguran terbuka dan jumlah penduduk miskin tidak lebih dari
5 persen.
2. Meningkatnya sinergi antardaerah yang dilakukan melalui penataan ruang wilayah
yang mengedepankan pertimbangan kelestarian lingkungan hidup; pertumbuhan
ekonomi dan pemerataan, keunggulan lokal, serta pemanfaatan teknologi.
3. Tumbuh dan berkembang daerah kabupaten dan kota serta berbagai kawasan
pengembangan dengan bertumpu kepada keunggulan lokal yang dimiliki yang
mampu menyediakan berbagai fasilitas pelayanan sosial, ekonomi dan budaya
kepada segenap kelompok dan lapisan masyarakat secara proporsional.
4. Meningkatnya kualitas lingkungan hidup.
e. Meningkatnya kualitas peran Sulawesi Selatan dalam memelihara Ketahanan
Nasional dan mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri,
maju dan kuat yang ditandai oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Berkembangnya beberapa kota di Sulawesi Selatan sebagai simpul (main hubs) trans
portasi nasional maupun regional serta sebagai pusat pela yanan sosial-ekonomi dan
sosialbudaya lainnya yang bertaraf nasional dan internasional.
2. Berkembangnya industri dan jasa yang memiliki keterkaitan ke depan (forward
lingkage) dan keterkaitan kebelakang (backward lingkage) yang besar dengan
industri yang ada diwilayah lain di Indonesia.

II-13
3. Meningkatnya peran Sulawesi Selatan dalam upaya pemanfaatan secara
berkelanjutan.
4. Selat Makassar seba gai sumber daya ekonomi yang besar (perikanan, minyak bumi,
dan lalulintas pelayaran internasional) untuk memberikan kontribusi bagi
terbangunnya ekonomi kelautan secara terpadu.
5. Meningkatnya kualitas peran Sulawesi Selatan dalam pengembangan budaya
nasional melalui reaktualisasi budaya bahari.

2.2.4 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Sulawesi Selatan


Pelaksanaan Arah Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang Daerah pada lima tahun tahap
ketiga (2015-2019) memprioritaskan loncatan dalam perekonomian, khususnya dalam
capaian PDRB perkapita, yang dengan itu capaian berbagai aspek pembangunan lainnya
diharapkan memposisikan Sulawesi Selatan sebagai pilar pembangunan nasional dan simpul
jejaring dalam dinamika perubahan kawasan timur Indonesia atau bahkan luar Jawa. Ini
merupakan konsekuensi logis dari capaian pembangunan tahap sebelumnya yang berhasil
mendorong perbaikan kualitas manusia dan pertumbuhan ekonomi. Upaya umum yang
diprioritaskan pada pembangunan lima tahun ketiga berkisar pada pengembangan kehidupan
religious dan kerukunan antar dan intra ummat beragama, dimana upaya ini merupakan
substansi landasan bagi perubahan yang diamanahkan oleh visi RPJPD ini. Upaya umum
lainnya adalah meningkatkan kualitas kemakmuran ekonomi, kesejahteraan sosial dan
kelestarian lingkungan; meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan, kesehatan
dan infrastruktur; meningkatkan daya saing daerah dan sinergitas regional, nasional dan
global; meningkatkan kualitas demokrasi dan kepastian hukum; meningkatkan kualitas
ketertiban, keamanan dan kesatuan bangsa; dan meningkatkan perwujudan kepemerintahan
yang baik dan bersih. Pembangunan lima tahun tahap keempat merupakan tahap terakhir dari
RPJPD 2005-2025. Berdasarkan capaian kinerja pembangunan pada lima tahun tahap ketiga
(2015-2019)/ RPJMD tahun 2013-2018 yang fokusnya pada loncatan dalam perekonomian
dan posisi Sulawesi Selatan sebagai pilar utama pembangunan nasional. Arah Kebijakan
Pembangunan Jangka Panjang Daerah Lima tahun keempat (2018-2023) adalah pemerataan
hasil-hasil pembangunan dan pertumbuhan yang berkeadilan yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari periode sebelumnya. Prioritas ini sekaligus untuk mengatasi efek
pertumbuhan pada tahapan sebelumnya yang menyebabkan kesenjangan sosial-ekonomi
antar lapisan dan antar wilayah. Upaya umum yang diprioritaskan pada pembangunan lima
tahun keempat (2020- 2024) difokuskan dalam mendorong pemerataan hasil-hasil
pembangunan dan kesejahteraan berkelanjutan, menguatkan daya saing daerah dan
kemandirian lokal, meningkatan kualitas pelayanan umum, memelihara ketertiba umum dan

II-14
ketenteraman masyarakat, memelihara kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam,
mewujudkan kepemerintahan yang baik dan bersih, dan menciptakan situasi kondusif bagi
kehidupan spiritual dan pengamalan agama. Pelaksanaan upaya-upaya umum ini diletakkan
dalam prinsip untuk mengejar target-target sasaran yang belum tercapai dan mendorong
keseimbangan berbagai aspek dalam komposisi target kinerja sasaran. Dengan demikian,
pembangunan Sulawesi Selatan tahun 2018-2023 yang fokus pada pencapaian pembangunan
yang inklusif yang merupakan penjabaran dari arahan RPJPD 2005-2025 tahap keempat yang
fokus pada pemerataan hasil-hasil pembangunan dan pertumbuhan yang berkeadilan.

2.2.5 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kota Makassar


a. Arah Pembangunan Kota Makassar
Arah Pembangunan Kota Makassar 2025 dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu arah
pembangunan secara umum yang dirinci dan mencakup arah pembangunan sektoral atau
arah pengembangan segmentasi, dan arah pembangunan sektoral itu sendiri yang
memuat bagian-bagian yang penting bagi pembangunan masa depan Kota Makassar.
1. Umum
Secara umum pembangunan Kota Makassar diarahkan pada peningkatan kualitas
SDM, kesejahteraan masyarakat dan pelayanan publik yang didukung oleh
ketersediaan infrastruktur pembangunan, lingkungan fisik, sosial, politik dan
ekonomi yang kondusif bagi Makassar yang bermartabat dan manusiawi.
2. Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang
a) Pengembangan Antar Kawasan
Pengembangan Kota Makassar diarahkan pada pertumbuhan kawasan kota yang
seimbang dengan memperhatikan dinamika pertumbuhan penduduk,
perkembangan ekonomi, kebutuhan pelayanan publik, tata ruang kota dan
kelestarian lingkungan yang dapat menjamin kenyamanan lingkungan dan
kesinambungan pembangunan. Selain itu, pengembangan Makassar juga
diarahkan secara terintegrasi dengan daerah sekitarnya.
b) Pembangunan Infrastruktur
Pembangunan Kota Makassar diarahkan pada ketersediaan perumahan dan
permukiman, sarana transportasi, air bersih, listrik, sarana rekreasi dan wisata,
sarana kebersihan dan keindahan kota yang sejalan dengan perkembangan
penduduk, tata ruang kota, kemajuan ekonomi yang mendukung perwujudan
Makassar yang berwawasan lingkungan dan bersahabat.

II-15
c) Pembangunan Lingkungan
Pembangunan Kota Makassar diarahkan pada penciptaan lingkungan yang
bersih, indah, lestari dan sehat yang mendukung terwujudnya ketentraman,
kenyamanan dan kedamaian bagi warga kota.

2.2.6 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Makassar


a. Visi
Rumusan visi Makassar 2014 sebagai bagian dari pencapaian visi jangka panjang
sebagaimana yang telah dituangkan dalam Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 13 Tahun
2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Makassar Tahun
2005 – 2025, yakni ”Makassar sebagai kota Maritim, Niaga, Pendidikan, Budaya dan Jasa yang
Berorientasi Global, Berwawasan Lingkungan dan Paling Bersahabat” adalah bagian tidak
terpisahkan/kelanjutan dari Visi Pemerintah Kota Makassar 2009 sebagaimana ditetapkan
dalam Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 14 Tahun 2004 tentang Rencana Strategis
Pemerintah Kota Makassar Tahun 2004-2009 yang disempurnakan dengan Peraturan Daerah
Kota Makassar Nomor 9 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah Kota Makassar Tahun 2005-2010 yakni ”Makassar Kota Maritim, Niaga dan
Pendidikan yang Bermartabat dan Manusiawi” sehingga untuk menjamin konsistensi
pembangunan jangka menengah dan jangka panjang dan agar dapat dipelihara
kesinambungan arah pembangunan daerah dari waktu ke waktu, maka disusun Visi 2014,
yaitu “Makassar Menuju Kota Dunia Berlandas Kearifan Lokal”.
Pembangunan berkarakter yaitu pembangunan mesti bisa dipahami, memiliki bahasa
publik, dapat dibaca, dapat dilakukan dan adalah sesuatu yang berbeda antara satu dengan
yang ada pada umumnya yang sekaligus menggambarkan pelaku pembangunan itu sendiri,
watak, prilaku individu yang merancang dan menangani pembangunan itu. Kriteria
pembangunan berkarakter yaitu perlakuan pembangunan sesuai kebutuhan, mengakselerasi
potensi lokal, fokus dan menyelesaikan masalah, integratif dan bersifat holistik, memiliki nilai
pragmatis dan filosofis.
b. Misi
Penjabaran dari visi tersebut, dilakukan melalui 5 (lima) misi sebagai berikut;
1. Mewujudkan warga kota yang sehat, cerdas, produktif, berdaya saing dan bermartabat;
2. Mewujudkan ruang kota yang ramah lingkungan;
3. Mewujudkan peran strategis Makassar dalam perekonomian domestik dan internasional;
4. Mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang baik dan berkualitas;
5. Mewujudkan kehidupan warga kota yang harmonis, dinamis, demokratis dan taat hukum

II-16
c. Nilai- Nilai
Agar pembangunan Kota Makassar memiliki daya dan tepat guna bagi peningkatan
kesejahteraan rakyat maupun kualitas lingkungan secara berkelanjutan, maka diperlukan
kekuatan kultural, moral dan religiusitas berupa nilai-nilai yang ditumbuh kembangkan
bersama.

2.3 Tinjauan Rencana Tata Ruang


Di Indonesia aturan tentang rencana tata ruang diatur dalam Undang-Undang No. 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 26 Tahun 2008 tentang Renca Tata Ruang Nasional yang kemudian menjadi rujukan
setiap daerah dalam membuat dan menetapkan perda Rencana Tata Ruang Wilayah.
Pengertian rencana tata ruang wilayah itu sendiri adalah arahan kebijakan dan strategi
pemanfaatan ruang wilayah yang dijadikan acuan untuk perencanaan jangka panjang.
Rencana Tata Ruang Wilayah di Indonesia mempunyai klasifikasi vertikal dari yang
tertinggi adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional atau biasa disingkat RTRWN yang
merupakan arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah Negara yang berlaku
selama 20 tahun. Kemudian Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi atau biasa disingkat RTRW
provinsi yang merupakan penjabaran dari RTRWN yang bersifat umum di wilayah provinsi.
Kemudian selanjutnya Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang merupakan
rencana tata ruang yang bersifat umum pada tingkat kabupaten yang diatur dalam suatu
Peraturan Daerah.
2.3.1 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)
Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) merupakan pedoman untuk
penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional; penyusunan rencana
pembangunan jangka menengah nasional; pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang di wilayah nasional; mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan
keseimbangan perkembangan antarwilayah provinsi, serta keserasian antar sektor;
penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; penataan ruang kawasan strategis
nasional; dan penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.Penataan ruang wilayah
nasional bertujuan untuk mewujudkan;
a. Ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan;
b. Keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
c. Keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota;
d. Keterpaduan pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di
dalam bumi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;

II-17
e. Keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota dalam rangka pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif
terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang;
f. Pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat;
g. Keseimbangan dan keserasian perkembangan antar wilayah;
h. Keseimbangan dan keserasian kegiatan antar sektor; dan
i. Pertahanan dan keamanan negara yang dinamis serta integrasi nasional.
Berdasarkan tujuan diatas, RTRWN disusun dengan memperhatikan dinamika
pembangunan yang berkembang, antara lain, tantangan globalisasi, otonomi dan aspirasi
daerah, keseimbangan perkembangan antara Kawasan Barat Indonesia dengan Kawasan
Timur Indonesia, kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan
terhadap bencana, dampak pemanasan global, pengembangan potensi kelautan dan pesisir,
pemanfaatan ruang kota pantai, penanganan kawasan perbatasan negara, dan peran teknologi
dalam memanfaatkan ruang.
RTRWN memadukan dan menyerasikan tata guna tanah, tata guna udara, tata guna air,
dan tata guna sumber daya alam lainnya dalam satu kesatuan tata lingkungan yang harmonis
dan dinamis serta ditunjang oleh pengelolaan perkembangan kependudukan yang serasi dan
disusun melalui pendekatan wilayah dengan memperhatikan sifat lingkungan alam dan
lingkungan sosial. Untuk itu, penyusunan RTRWN ini didasarkan pada upaya untuk
mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah nasional, antara lain, meliputi perwujudan ruang
wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan serta perwujudan
keseimbangan dan keserasian perkembangan antar wilayah, yang diterjemahkan dalam
kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang dan pola ruang wilayah nasional.
Struktur ruang wilayah nasional mencakup sistem pusat perkotaan nasional, sistem jaringan
transportasi nasional, sistem jaringan energi nasional, system jaringan telekomunikasi
nasional, dan sistem jaringan sumber daya air nasional. Pola ruang wilayah nasional
mencakup kawasan lindung dan kawasan budi daya termasuk kawasan andalan dengan
sektor unggulan yang prospektif dikembangkan serta kawasan strategis nasional.
Selain rencana pengembangan struktur ruang dan pola ruang, RTRWN ini juga
menetapkan kriteria penetapan struktur ruang, pola ruang, kawasan andalan, dan kawasan
strategis nasional; arahan pemanfaatan ruang yang merupakan indikasi program utama
jangka menengah lima tahunan; serta arahan pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri
atas indikasi arahan peraturan zonasi, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, dan
arahan sanksi. Secara substansial rencana tata ruang pulau/kepulauan dan kawasan strategis
nasional sangat berkaitan erat dengan RTRWN karena merupakan kewenangan Pemerintah

II-18
dan perangkat untuk mengoperasionalkannya. Oleh karena itu, penetapan Peraturan
Pemerintah ini mencakup pula penetapan kawasan strategis nasional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang.
Berkaitan dengan hal diatas, Kota Makassar dalam Sistem Perkotaan Nasional termasuk
sebagai Pusat Kegiatan Nasional di Provinsi Sulawesi Selatan meliputi Kawasan Perkotaan
Makassar, Sungguminasa, Takalar, Maros sebagai Kawasan Perkotaan Mamminasata dengan
mengemban fungsi sebagai pusat jasa pelayanan keuangan, pusat pengolahan dan distribusi
barang, simpul transportasi serta pusat pelayanan publik berskala provinsi.

2.3.2 Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Mamminasata


a. Tujuan RTR Kawasan Perkotaan Mamminasata
1. Menetapkan target bersama dan gambaran umum untuk masa depan Mamminasata
(2020) demi kepentingan seluruh masyarakat dan pihakpihak terkait di
Mamminasata;
2. Menciptakan sebuah wilayah metropolitan yang dinamis dan harmonis yang sejalan
dengan pelestarian lingkungan dan peningkatan amenitas di seluruh wilayah
Mamminasata;
3. Meningkatkan taraf hidup penduduk Mamminasata, yang menjamin tersedianya
kesempatan kerja dan pelayanan sosial yang memadai, menggiatkan kegiatan
perekonomian dan mengurangi tingkat resiko; dan
4. Berfungsi sebagai model bagi pengembangan masa depan untuk wilayah
metropolitan di Indonesia;
b. Strategi Pengembangan RTR Kawasan Perkotaan Mamminasata
1. Mamminasata sebagai Pusat Logistik dan Perdagangan di Kawasan Timur Indonesia
Rencana tata ruang yang ada menggambarkan bahwa wilayah Mamminasata akan
berfungsi sebagai pusat kawasan timur Indonesia. Diharapkan pula bahwa
Mamminasata akan memiliki jaringan internasional dengan negara-negara ASEAN
dan negara-negara lainnya di Asia Timur. Perhatian khusus perlu diluangkan untuk
Kawasan Pertumbuhan ASEAN Timur yang dibentuk oleh sejumlah negara seperti
Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Pilipina (BIMP-East ASEAN Growth Area).
Fungsi sebagai “Pusat” tidak boleh dibatasi hanya pada transportasi di Kawasan
Timur Indonesia. Berdasarkan teori pengembangan klaster, fungsi Mamminasata
diusulkan menjadi “Pusat Logistik dan Perdagangan”. Karena itu rencana tata ruang
disarankan agar diimplementasikan secara strategis sehingga Mamminasata akan

II-19
berfungsi sebagai sebuah pusat logistik dan perdagangan di Kawasan Timur
Indonesia dan Asia Timur.
Agar berfungsi sebagai pusat yang efektif, Wilayah Mamminasata harus
mengembangkan sektor perdagangan dan manufakturnya secara bersamaan dan
dikoordinasikan dengan baik. Jika sektor manufaktur dikembangkan di Wilayah
Mamminasata dalam tingkatan tertentu, maka bahan baku yang berasal dari
Kalimantan, Papua dan pulau-pulau lainnya di Kawasan Timur Indonesia dapat diolah
dan dirakit di wilayah Mamminasata. Melalui proses penambahan nilai seperti itu,
nilai ekonomi yang lebih tinggi akan dihasilkan di Wilayah Mamminasata.
Fungsi industri pengolahan saat ini yang terkonsentrasi di Pulau Jawa (utamanya di
Surabaya bagi produk-produk tanpa proses pengolahan yang berasal dari Wilayah
Mamminasata) diharapkan akan secara strategis beralih ke Wilayah Mamminasata
sesegera mungkin, dan dalam jangka panjang, fungsi ini akan lebih jauh dialihkan ke
pusat-pusat lainnya di Kawasan Timur Indonesia.
2. Mamminasata sebagai Pelopor Seluruh Pembangunan di Sulawesi
Sebagaimana yang telah dibahas tersebut, Wilayah Mamminasata memberi
kontribusi sebesar 36% PDB di Sulawesi Selatan, dengan tingkat pertumbuhan yang
lebih tinggi pada PDRB dan produktivitas tenaga kerja yang lebih tinggi dari pada
kabupaten/kota lainnya. Sebagian besar sumber daya di Sulawesi Selatan diolah di
dan/atau dipasarkan melalui Makassar dan Wilayah Mamminasata. Secara ekonomis
dan finansial, wilayah Mamminasata harus memimpin pembangunan di Provinsi
Sulawesi Selatan dalam jangka pendek dan jangka panjang dengan menciptakan
jaringan kegiatan ekonomi di kabupaten/kota dalam provinsi.
Penciptaan jaringan di Sulawesi Selatan, dengan Mamminasata sebagai pusat daerah
dan kota-kota lanilla sebagai pusat sub-daerah, sangat penting dilakukan demi
tercapainya keseimbangan pembangunan daerah, serta mengurangi berbagai macam
resiko. Jika jaringan semacam itu tidak dikembangkan, maka ketidaksetaraan daerah
akan semakin meningkat baik secara ekonomis maupun secara sosial yang
memperburuk lingkungan di berbagai tempat.
Secara strategis, Mamminasata akan membentuk sebuah Klaster Mamminasata yang
mengembangkan jaringan untuk berbagai kegiatan ekonomi dalam wilayah
Mamminasata dan mengundang kabupatenkabupaten atau kota-kota lain di Provinsi
Sulawesi Selatan untuk membentuk Klaster Sulawesi Selatan. Klaster-klaster
semacam itu tidak boleh dibatasi hanya untuk Mamminasata dan Sulawesi Selatan
saja. Klaster-klaster tersebut dapat dikembangkan secara lebih luas hingga mencakup
seluruh Sulawesi sehingga membentuk Klaster Pulau Sulawesi. Upaya-upaya

II-20
pengembangan jaringan dalam klaster-klaster ini perlu dijabarkan lebih jauh namun
difasilitasi melalui pengembangan jaringan transportasi darat, laut, dan udara. Dalam
hal ini, pengembangan Jalan Trans-Sulawesi, serta dukungan perluasan pelabuhan
laut dan pelabuhan udara di Mamminasata akan memainkan peranan penting. Jika
usulan pemindahan fungsi-fungsi pengolahan bahan baku dari Surabaya ke
Mamminasata dapat terwujud, maka secara perlahan-lahan namun pasti,
perpindahan tersebut pada gilirannya akan beralih ke Sulawesi Selatan dan Pulau
Sulawesi dalam jangka menengah dan jangka panjang. Dengan demikian,
Mamminasata berfungsi mengarahkan seluruh pembangunan di Sulawesi dan
Kawasan Timur Indonesia.
c. Rencana Tata Ruang
Rencana tata ruang wilayah Mamminasata akan dirumuskan untuk mewujudkan
Metropolitan Mamminasata yang Kreatif (Creative), Bersih (Clean) dan Terkoordinasi
(Coordinated). Untuk mewujudkan tujuan tersebut, dilakukan penggambaran zonasi tata
guna lahan dan penetapan kebijakan lingkungan hidup. Di samping itu, dibahas pula mengenai
peran para pihak yang terkait untuk implementasi rencana tata ruang yang lebih baik.
1. Zonasi Tata Guna Lahan
Penentuan tata guna lahan ini nampaknya tidak berdasarkan estimasi kebutuhan lahan.
Ini menyulitkan pemahaman bagaimana mengarahkan pertumbuhan yang akan datang
secara efektif dan efisien jika tidak didasarkan kerangka pembangunan mendatang.
Rencana-rencana tata guna lahan yang ada sebaiknya ditinjau kembali dari segi
konservasi lingkungan, serta berdasarkan kondisi yang ada dan estimasi yang wajar
mengenai permintaan akan kebutuhan pemanfaatan lahan.
2. Wilayah Pemanfaatan Terbatas untuk Pembangunan
Zonasi tata guna lahan dimulai dengan penentuan wilayah-wilayah pemanfaatan
terbatas dalam rencana tata guna lahan. Wilayah ini mencakup (i) kawasan lindung dan
terlarang, (ii) kawasan rawan resiko atau bencana alam, dan (iii) kawasan reservasi
untuk pemanfaatan khusus. Kawasan lindung di Mamminasata mencakup mulai dari
wilayah konservasi hutan hingga ke arah timur sekitar 26.000 ha (10,4%). Untuk
perlindungan tepi laut, garis pantai (100 m dari garis pasang tertinggi) dan tebing sungai
(100 m pada sungai utama dan 50 m untuk sungai kecil baik untuk tebing kanan maupun
kiri) merupakan kawasan lindung.
Daerah rawan banjir dan lahan basah di Mamminasata perlu ditetapkan secara jelas dan
pemanfaatannya perlu dibahas dengan hati-hati dari segi pencegahan resiko bencana
dan konservasi lingkungan. Wilayah yang rentan terhadap banjir membentang seluas
lebih dari 15.500 ha sepanjang Sungai Tallo dan Maros.

II-21
Lahan reservasi meliputi lahan irigasi oleh Proyek Irigasi Bili-Bili (23.600 ha). Lahan
marginal dalam lahan irigasi (hingga maksimum 5%) dapat dirubah fungsi untuk
keperluan permukiman dan keperluan lainnya atas ijin pihak yang berwenang. Dengan
syarat perubahan yang dilakukan, tidak mengurangi manfaat yang diperoleh dari Proyek
Bili-Bili. Bilamana kawasan-kawasan yang ditetapkan untuk pemanfaatan terbatas,
rawan bencana dan reservasi dipetakan secara terpadu, maka kawasan terbatas untuk
pembangunan.
3. Kebutuhan Akan Tata Guna Lahan
Jumlah penduduk di Mamminasata akan meningkat sebanyak 630.000 jiwa (dari 2,25
juta jiwa pada tahun 2005 menjadi 2,88 juta jiwa pada tahun 2020). Wilayah untuk
pengembangan kawasan permukiman di Makassar sudah terbatas, sehingga dalam
waktu dekat penduduk cenderung tinggal di pinggiran kota terutama di Maros dan Gowa.
Peningkatan penduduk di Takalar kurang lebih sama dengan pertumbuhan
Mamminasata (sekitar 1,6% per tahun).
RTRW Mamminasata yang ada memvisualisasikan wilayah permukiman yang relatif
luas, sekitar 63.400 ha. Ini tampaknya berlebihan. Dengan mengarahkan penduduk
untuk bermukim di rumah susun apartemen yang dapat dihuni oleh banyak keluarga,
maka lahan yang diperlukan akan lebih sedikit. Tim Studi JICA memperkirakan
kebutuhan lahan untuk pemukiman akan bertambah sebanyak 7.000 ha selama periode
perencanaan (dari 13.000 ha pada tahun 2005 menjadi sekitar 20.000 ha pada tahun
2020).
RTRW Mamminasata memvisualisasikan bahwa kawasan permukiman akan
berkembang di bagian timur Makassar, yaitu wilayah Makassar, Gowa dan Maros. Arah
ini terlihat cukup beralasan mengingat ketersediaan lahan. Namun demikian, kawasan
permukiman harus direncanakan dengan teliti disesuaikan dengan jaringan
transportasi. Tanpa perencanaan yang terpadu, maka akan timbul kepadatan lalu lintas
sebagai masalah utama sebagai akibat dari pengembangan kawasan permukiman baru.
Di samping itu, lahan yang dibutuhkan untuk pengembangan industri diperkirakan
mencapai 700 ha netto atau 1.500 ha bruto untuk zonasi tata guna lahan. Dari sudut
pandang industri potensial dan lokasi industri.

2.3.3 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Makassar


Berkaitan dengan lokasi RDTR Kawasan Perkotaan Biringkanaya dan Sekitarnya di Kota
Makassar maka untuk peran dan fungsi kawasan ditetapkan sebagai Pusat Pelayanan Kota II
(PPK II: Pusat Kegiatan Maritim skala Internasional, Nasional, dan Regional), Pusat Pelayanan
Kota III (PPK III: pusat kegiatan pemerintahan provinsi di Kecamatan Panakkukang, pusat

II-22
kegiatan pendidikan dan penelitian skala internasional, nasional, dan regional), Sub PPK I
sebagai pusat kegiatan perumahan kepadatan sedang, pusat kegiatan perumahan kepadatan
tinggi, pusat pelayanan penelitian dan pendidikan tinggi, pusat kegiatan perdagangan dan
jasa, kegiatan yang mendukung kegiatan bandar udara, pusat pelayanan olahraga, pusat
pelayanan kesehatan, dan pusat kegiatan industri dan pergudangan, Sub PPK II dengan fungsi
sebagai pusat kegiatan perumahan kepadatan sedang, pusat kegiatan perumahan kepadatan
tinggi, pusat pelayanan penelitian dan pendidikan tinggi, dan pusat kegiatan maritim dalam
RTRW Kota Makassar.
Struktur Ruang : Penyediaan terminal penumpang tipe A, terminal Kawasan Industri
Makassar (KIMA), dan terminal Kawasan Industri Makassar-Maros (KIMAMA), fasilitas
pendukung lalu lintas dan angkutan jalan berupa lajur sepeda, tempat penyeberangan pejalan
kaki, halte, di sebagian Kecamatan Biringkanaya berfungsi sebagai bandar udara pengumpul
yaitu Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin dengan skala pelayanan primer untuk
pelayanan pesawat udara dengan rute penerbangan dalam negeri dan luar negeri. Dilintasi
dengan SUTT dan memiliki GI Kecamatan Biringkanaya.
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya : Bagian
hulu DAS Bonelengga di Kecamatan Biringkanaya. Kawasan perlindungan setempat :
Kawasan rawan banjir
Kawasan budidaya : Kawasan peruntukan perumahan, kawasan peruntukan
perdagangan dan jasa, kawasan peruntukan perkantoran, kawasan peruntukan industri besar
(KIMA), kawasan peruntukan pergudangan, kawasan pariwisata, kawasan peruntukan
pertahanan dan keamanan, kawasan peruntukan pusat pelayanan olahraga, kawasan
peruntukan pusat pelayanan kesehatan

a. Tujuan Penataan Ruang Kota Makassar


Tujuan penataan ruang wilayah kota adalah untuk mewujudkan ruang wilayah Kota
sebagai kota tepian air kelas dunia yang didasari keunggulan serta keunikan lokal menuju
kemandirian lokal dalam rangka persaingan global dan fungsi perkotaan inti KSN Perkotaan
Mamminasata demi ketahanan nasional dan wawasan nusantara yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan.

b. Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kota


1. Kebijakan Pengembangan Struktur Ruang Kota
Kebijakan pengembangan struktur ruang kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf a terdiri atas:

II-23
a) Peningkataan akses pelayanan perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi wilayah darat maupun laut serta pulau-pulau kecil secara merata dan
berhirarki;
b) Peningkatan derajat kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana
telekomunikasi, sumber daya air, energi, dan infrastruktur perkotaan lainnya
secara terpadu dan merata di seluruh wilayah Kota;
c) Penyebaran pusat-pusat kegiatan perkotaan yang lebih tematik dan terpadu;
d) Pengembangan jaringan prasarana kota standar global meliputi : jalan layang,
jalan tol, dan jaringan perkeretaapian perkotaan;
e) Pengembangan sistem jaringan transportasi air dan sistem jaringan transportasi
darat yang terpadu; dan
f) Pengembangan sistem intermoda transportasi yang terpadu dan hierarkhis

2. Kebijakan Pengembangan Pola Ruang Kota


a) Kebijakan pengembangan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 huruf a meliputi :
1) pemulihan, peningkatan, dan pemeliharaan fungsi pelestarian sistem
ekologi wilayah (ecoregion), termasuk ekohidrolika daerah aliran sungai
(DAS);
2) penguatan kegiatan mitigasi dan adaptasi lingkungan di kawasan pesisir dan
sungai-sungai dalam wilayah kota;
3) pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan
kerusakan lingkungan hidup, terutama sektor kehutanan dan kelautan;
4) peningkatan derajat kualitas hijau ruang wilayah kota dengan rasio tutupan
hijau; dan e. peningkatan luas ruang terbuka kota menjadi RTH.
b) Kebijakan pengembangan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 huruf b meliputi :
1) perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antarkegiatan
budidaya;
2) pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak melampaui daya
dukung dan daya tampung lingkungan;
3) pemantapan fungsi ruang kota sebagai kota maritim, niaga, pendidikan,
pariwisata, dan budaya;
4) penguatan atmosfir tata ruang yang berciri “Makassar” yang kuat;
5) pengembangan fungsi tematik ruang yang berdaya saing tinggi berstandar
global; dan

II-24
6) pengembangan kawasan pesisir bagian barat dan utara kota secara
terencana, terukur, terkendali dan terbatas sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
7) peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.
3. Kebijakan Pengembangan Kawasan Strategis Kota
Kebijakan pengembangan kawasan strategis sebagaimana dimaksud Pasal 7 huruf c
meliputi :
a) pelestarian dan peningkatan fungsi serta daya dukung lingkungan pesisir melalui
kegiatan reklamasi dan revitalisasi kawasan pesisir pantai;
b) pelestarian dan peningkatan fungsi serta daya dukung lingkungan untuk
mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem dan fungsi
perlindungan kawasan, melestarikan keanekaragaman hayati, keunikan rona
alam, serta warisan ragam budaya lokal;
c) pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan
perekonomian wilayah kota yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam
perekonomian regional, nasional, maupun internasional;
d) pemanfaatan sumber daya alam secara optimal dan berkelanjutan serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat;
e) pelestarian dan peningkatan kualitas sosial dan budaya lokal yang beragam; dan
f. pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan sosial
ekonomi budaya antar kawasan.

c. Strategi Penataan Ruang Wilayah Kota


1. Strategi Pengembangan Struktur Ruang Kota
a) Strategi peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a meliputi :
1) meningkatkan interkoneksi antar kawasan perkotaan dalam wilayah
Mamminasata sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN), antar kawasan dalam
Pusat-Pusat Kegiatan Lokal (PKL) perkotaan, maupun antara kawasan
perkotaan dengan wilayah sekitarnya, termasuk dengan pulau-pulau kecil;
2) mendorong pengembangan peran yang lebih optimal dari pusat-pusat
pertumbuhan kota di wilayah bagian barat, bagian utara, bagian timur, dan
bagian selatan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan
yang ada;

II-25
3) mengendalikan perkembangan kawasan perkotaan, khususnya daerah
pantai bagian barat dan utara kota serta sungai-sungai dalam kota; dan
4) mendorong pengembangan pusat-pusat kawasan pertumbuhan ekonomi
dalam kawasan perkotaan agar lebih produktif, kompetitif dan lebih
kondusif untuk hidup dan berkehidupan secara berkelanjutan, serta lebih
efektif dalam mendorong pengembangan wilayah sekitarnya.
b) Strategi peningkatan derajat kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan
prasarana telekomunikasi, sumber daya air, energi, dan infrastruktur perkotaan
lainnya secara terpadu dan merata di seluruh wilayah Kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 huruf b meliputi :
1) mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi terutama di kawasan
yang masih terisolir;
2) meningkatkan jaringan energi dengan sistem kemandirian energi area
mikro, serta mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan tenaga listrik;
3) mengembangkan sistem energi alternatif untuk mencukupi kebutuhan
maksimal kota pada pusat-pusat pelayanan kota, sub pusat pelayanan kota
serta pusat lingkungan;
4) mengembangkan sistem jaringan air bersih „mandiri‟ untuk setiap kawasan;
5) meningkatkan pelayanan kepada masyarakat terhadap pengadaan jaringan
air bersih;
6) mengembangkan sistem IPAL kota dan IPAL kawasan secara terukur dan
terpadu;
7) meningkatkan dan mengembangkan sistem jaringan drainase kota;
8) mengembangkan rencana pengelolaan prasarana kawasan reklamasi secara
mandiri, meliputi : prasarana tata air, pengolahan limbah dan sampah,
sistem pengerukan sungai/kanal, dan prasarana lainnya;
9) mengembangkan sistem jaringan Closed Circuit Television (CCTV) kota pada
sudutsudut strategis dan penting kota; dan
10) mengembangkan konsep Smart City yang terpadu dan terintegrasi.
c) Strategi penyebaran pusat-pusat kegiatan perkotaan yang lebih tematik dan
terpadu sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf c meliputi :
1) mengembangkan kawasan-kawasan tematik berdasarkan karakteristik
daya dukung, daya tampung, daya tumbuh, dan daya saing yang terpadu dan
terakumulasi baik antar kawasan dalam ruang wilayah kota, maupun
terpadu dalam kawasan dengan fungsi perumahan yang sesuai serta fungsi-
fungsi pendukung lainnya dalam membentuk kawasan-kawasan yang

II-26
anatomis dan prospektif yang tersebar merata dalam suatu bentuk “compact
city”;
2) mengembangkan dan meningkatkan jangkauan pelayanan sistem jaringan
prasarana yang terpadu baik dalam kawasan maupun antar kawasan dengan
standar global; dan
3) mengembangkan atmosfir karakter arsitektur masing-masing kawasan
dengan kekhasan masing-masing sebagai sub karakter untuk membangun
ruang wilayah kota yang berciri Makassar yang kuat.
d) Strategi pengembangan jaringan prasarana kota standar global meliputi : jalan
layang, tol, dan jaringan perkeretaapian perkotaan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 8 huruf d meliputi :
1) mengembangkan sistem jalan layang pada simpul-simpul penting kota;
2) mengembangkan sistem jaringan prasarana jalan baru;
3) mengembangkan sistem jaringan perkeretaapian perkotaan yang
mengintegrasikan seluruh kawasan dalam wilayah kota secara terpadu;
4) meningkatkan prasarana jalan tol beserta kelengkapannya;
5) mengembangkan sistem pengarah publik pada semua sudut-sudut penting
dan strategis kota; dan
6) mengembangkan sistem jaringan pedestrian terpadu untuk pejalan kaki,
disabilitas, dan sepeda pada jaringan jalan arteri dan kolektor.
e) Strategi pengembangan sistem jaringan transportasi air dan sistem jaringan
transportasi darat yang terpadu sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf e
meliputi :
1) mengembangkan sistem transportasi air pada sungai-sungai dalam kota
hingga pesisir barat dan utara kota;
2) memanfaatkan fungsi kolam retensi di koridor air ruang reklamasi dalam
penanggulangan banjir;
3) mengembangkan sistem terminal dan halte terpadu serta hijau pada semua
terminal kota;
4) mengembangkan sistem terminal dan dermaga laut terpadu serta hijau pada
pesisir kota;
5) mengembangkan pusat-pusat kegiatan pesisir yang turistik, berwawasan
lingkungan, dan produktif; dan
6) mengembangkan sistem moda transportasi laut yang sesuai dengan
karakteristik laut Makassar.

II-27
f) Strategi pengembangan sistem intermoda transportasi yang terpadu dan
hierarkhis sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf f meliputi :
1) meningkatkan kualitas jaringan prasarana dan mewujudkan keterpaduan
pelayanan sistem transportasi darat, laut, dan udara;
2) mengembangkan sistem transportasi massal terpadu berbasis bis dan
transpotasi rel dalam kota yang melayani seluruh wilayah kota;
3) mengembangkan sistem angkutan umum massal dengan moda angkutan
kota sebagai feeder dari bagian-bagian ruang kawasan, dan moda becak
sebagai moda angkutan masyarakat antar lingkungan kawasan;
4) mengembangkan dan menyempurnakan keseimbangan sistem transportasi
antara koridor utara-selatan dan koridor timur-barat serta kemungkinan
pengembangan koridor alternatif diagonal kota;
5) membatasi dan mengendalikan penggunaan kendaraan bermotor; dan
6) mengarahkan secara bertahap seluruh moda transportasi kota berbahan
bakar gas dan hybrid.
2. Strategi Pengembangan Pola Ruang Kota
a) Kawasan Lindung
i. Strategi pemulihan, peningkatan dan pemeliharaan fungsi pelestarian
sistem ekologi wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a
meliputi :
i. menetapkan kawasan terumbu karang di pesisir dan pulau-pulau dalam
wilayah Kota sebagai kawasan lindung; dan
ii. mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah
menurun akibat pengembangan kegiatan budidaya, dalam rangka
mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem wilayah.
ii. Strategi penguatan kegiatan mitigasi dan adaptasi lingkungan di kawasan
pesisir dan sungai-sungai dalam kota sebagaimana dimaksud Pasal 11 huruf
b meliputi :
i. membentuk kembali pantai bagian barat dan bagian utara kota menjadi
bentuk baru garis pantai melalui kegiatan pengembangan kawasan
pesisir yang terencana, terukur, terkendali, dan terbatas sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai usaha mitigasi dan
adaptasi pesisir dari ancaman bencana;
ii. menetapkan standar ketinggian kawasan pesisir dengan membangun
“benchmark mitigasi” pada semua kawasan koridor pantai barat dan

II-28
utara kota serta sepanjang sungai sebagai upaya dari mitigasi, adaptasi
gelombang pasang dan banjir;
iii. mengembangkan sistem jaringan prasarana drainase tangkap di
sepanjang kawasan pesisir pantai bagian Barat dan Utara kota serta
sungai dalam wilayah kota dari mitigasi pencemaran; dan
iv. mengembangkan ruang-ruang muka tepian air dalam bentuk kota tepian
sungai dan kota tepian pantai yang terpadu dengan ruang terbuka hijau
yang mengkonservasi daerah aliran sungai dan konservasi mangrove
yang produktif dan turistik.
iii. Strategi pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat
menimbulkan kerusakan lingkungan hidup terutama sektor kehutanan, dan
kelautan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c meliputi :
i. menyelenggarakan upaya terpadu pelestarian fungsi sistem ekologi
wilayah;
ii. melindungi kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan
dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar
tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup
lainnya;
iii. melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk menetralisir, menyerap
zat, energi, dan/atau komponen lain yang dibuang ke dalamnya;
iv. mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak
langsung menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan yang
mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi dalam menunjang
pembangunan yang berkelanjutan;
v. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana untuk
menjamin kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;
vi. mengelola sumber daya alam tidak terbarukan untuk menjamin
pemanfaatannya secara bijaksana, termasuk revitalisasi fungsi sistem
ekologi lokal serta pembangunan sumber daya baru untuk diwariskan
kepada generasi penerus dan menjaga kelestarian lingkungan;
vii. mengelola sumber daya alam yang terbarukan untuk menjamin
kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya; dan
viii. mengembangkan kegiatan budidaya yang mempunyai daya antisipatif
dan adaptasi bencana terhadap kenaikan muka air laut, sedimentasi,
abrasi, banjir, dan tsunami pada kawasan rawan ancaman bencana.

II-29
iv. Strategi peningkatan derajat kualitas hijau ruang wilayah kota dengan rasio
tutupan hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf d meliputi :
i. mewujudkan kawasan tutupan hijau dalam satu wilayah pulau sebesar
60% (enam puluh persen) dari luas wilayah daratan pulau tersebut;
ii. mengembangkan gerakan sadar hijau kota satu orang satu pohon dengan
koefisien tutupan hijau di atas 50% (lima puluh persen)‟;
iii. menetapkan ruang terbuka hijau kawasan baru hasil pengembangan
kawasan pesisir paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dengan tingkat
tutupan hijau paling sedikit 50% (lima puluh persen); dan d. menetapkan
dan mengembangkan kawasan taman mangrove baru pada kawasan
maritim di pesisir bagian Utara kota hingga muara Sungai Tallo.
v. Strategi peningkatan luas ruang terbuka kota menjadi ruang terbuka hijau
sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 huruf e meliputi :
i. mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam gerakan Makassar hijau
di ruang-ruang terbuka milik publik; dan
ii. meningkatkan tutupan hijau pada ruang-ruang terbuka kota.
b) Kawasan Budidaya
1) Strategi perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan
antarkegiatan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a
meliputi :
i. menetapkan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis kota dan
memanfaatkan sumber daya alam di ruang darat, laut dan udara,
termasuk ruang di dalam bumi secara sinergis untuk mewujudkan
keseimbangan pemanfaatan ruang wilayah;
ii. mengembangkan kegiatan budidaya unggulan di dalam kawasan beserta
prasarana secara sinergis dan berkelanjutan, termasuk laut dan pulau-
pulau kecil dengan pendekatan gugus pulau untuk meningkatkan daya
saing dan mewujudkan pengembangan ekonomi kawasan;
iii. mengembangkan kegiatan budidaya untuk menunjang aspek politik,
pertahanan keamanan, sosial budaya, serta ilmu pengetahuan dan
teknologi; dan
iv. mendukung kegiatan pengelolaan sumber daya kelautan yang bernilai
ekonomi tinggi di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) di Selat
Makassar.

II-30
2) Strategi pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak
melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan sebagaimana
dimaksud Pasal 13 huruf b meliputi :
i. mengendalikan perkembangan budidaya terbangun di kawasan rawan
bencana alam untuk meminimalkan potensi kejadian bencana dan
potensi kerugian akibat bencana;
ii. memanfaatkan ruang kawasan pusat kota dengan mengoptimalkan
pembangunan gedung secara vertikal dengan roof garden, agar terwujud
kota taman yang kompak di wilayah kota;
iii. mengembangkan RTH dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh
persen) dari luas wilayah kota;
iv. memanfaatkan ruang di dalam bumi untuk prasarana jaringan dan fungsi
perkotaan beserta fasilitasnya secara terpadu, dengan memperhatikan
struktur geologi dan geohidrologi serta keterpaduan antar bangunan
bawah tanah maupun bangunan di atasnya;
v. mengembangkan pemanfaatan guna ruang di dalam bumi berdasarkan
ketentuan bangunan dan batasan intensitas bangunan dengan pola
pengaturan yang lebih rinci akan diatur tersendiri; dan
vi. mengembangkan kegiatan budidaya kelautan dengan mempertahankan
keberadaan terumbu karang yang ada di 12 (dua belas) pulau dan 1
(satu) gusung.
3) Strategi pemantapan fungsi ruang kota sebagai kota maritim, niaga,
pendidikan, pariwisata dan budaya sebagaimana dimaksud pada Pasal 13
huruf c meliputi :
i. mengembangkan kawasan-kawasan terpadu yang mengakomodir dan
memperkuat posisi utama kota sebagai kota maritim, niaga, pendidikan,
pariwisata, dan budaya sesuai dengan daya dukung, daya tampung dan
daya tumbuh serta daya saing; dan
ii. mengembangkan kawasan-kawasan terpadu yang mendukung dan
melengkapi anatomi posisi utama kota guna menciptakan ruang yang
lebih tertata dengan keterpaduan kawasan pergudangan, kawasan
industri, kawasan pelabuhan, kawasan bandara, kawasan bisnis global,
kawasan pendidikan dan penelitian, kawasan budaya, kawasan bisnis
dan pariwisata, kawasan olahraga, kawasan perumahan, kawasan
maritim, dan kawasan pusat kota.

II-31
4) Strategi penguatan atmosfir tata ruang yang berciri “Makassar” yang kuat
sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 huruf d meliputi :
i. mendorong keterpaduan percepatan pembukaan, pengembangan dan
pengendalian ruang-ruang tepian air dan pulau-pulau dalam suatu sistem
pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu berbasis mitigasi dan
adaptasi yang diatur dalam pengaturan tipologi kawasan pesisir (coastal
code) kota maritim;
ii. merevitalisasi dan mengintegrasikan semua situs peninggalan sejarah
lokal, nasional, nusantara, dan global dalam suatu sistem yang
terakumulasi dan turistik sebagai warna dari atmosfir tata ruang wilayah
kota 2034;
iii. mengembangkan dan menyebarkan sentra-sentra kuliner Makassar
secara terpadu; dan
iv. menetapkan dan mempertahankan kawasan yang memiliki ciri khas dan
berkarakter dengan mengakomodasi nilai-nilai budaya.
5) Strategi pengembangan fungsi tematik ruang yang berdaya saing tinggi
berstandar global sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 huruf e meliputi :
i. mengembangkan keterpaduan kawasan-kawasan cepat tumbuh yang
memilki keunggulan strategis untuk membangun dan memperkuat posisi
kota baik dalam perannya di Pulau Sulawesi, Indonesia Timur, nusantara
dan global yaitu: kawasan bisnis global dan pariwisata, kawasan
pendidikan dan penelitian, kawasan bandara, kawasan pelabuhan dan
kawasan maritim;
ii. mengembangkan seluruh kawasan ruang wilayah kota dengan konsep
koefisien tutupan hijau (green coverage ratio) yang tinggi walaupun
dengan KDH yang tersedia cukup rendah untuk mewujudkan Makassar
Kota Hijau (Makassar Green City) dan Makassar kota tepian air rendah
karbon (Makassar Low Carbon Waterfront City); dan
iii. mengembangkan kawasan-kawasan pariwisata ekowisata laut tropis
(thetropical marine ecotourism) dan ekowisata taman sungai tropis (the
tropical riverpark ecotourism) sebagai kawasan pendorong
pertumbuhan ekonomi berbasis wisata alam (ecotourism).
6) Strategi pengembangan kawasan pesisir bagian barat dan utara kota secara
terencana, terukur, terkendali, dan terbatas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 huruf f meliputi :

II-32
i. mengembangkan kawasan reklamasi dengan sistem pulau yang
terintegrasi dengan kawasan sekitarnya dan dapat diakses oleh publik;
ii. mendukung penetapan kawasan terpadu pusat bisnis, sosial, budaya, dan
pariwisata Centerpoint of Indonesia (bisnis global) sebagai kawasan
strategis provinsi;
iii. mengembangkan kawasan-kawasan prospektif di wilayah pesisir kota
yang mendorong peran kota sebagai kota dunia yang nyaman untuk
semua;
iv. mengembangkan kawasan reklamasi dengan konsep ruang terbuka hijau
yang ditetapkan dalam peraturan daerah ini; dan
v. mengembangkan kawasan reklamasi sebagai bagian dari kegiatan
mitigasi dan adaptasi bencana.
7) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan
negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf g meliputi :
i. mendukung penetapan kawasan strategis nasional dengan fungsi khusus
pertahanan dan keamanan negara;
ii. mendukung penetapan kawasan pesisir utara kota sebagai ruang wilayah
armada tengah Indonesia
iii. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak
terbangun di sekitar kawasan dengan fungsi khusus pertahanan dan
keamanan;
iv. mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar
kawasan strategis nasional untuk menjaga fungsi pertahanan dan
keamanan negara; dan
v. turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan/TNI dan
kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan
negara.
3. Strategi Pengembangan Kawasan Strategis Kota
a) Pelestarian dan peningkatan fungsi serta daya dukung lingkungan pesisir melalui
kegiatan reklamasi dan revitalisasi kawasan pesisir pantai sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 huruf a meliputi :
1) menetapkan koridor pengembangan kawasan pesisir hasil reklamasi sebagai
kawasan strategis koridor pesisir;
2) merevitalisasi kawasan pesisir pantai yang mengalami degradasi nilai lahan;

II-33
3) mengembangkan dan menata kawasan pesisir pantai yang memberikan
manfaat bagi publik; dan
4) mengembangkan kawasan pesisir yang mendukung lingkungan pesisir termasuk
ekosistem dibawahnya.
b) Strategi pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan untuk
mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem dan fungsi
perlindungan kawasan, melestarikan keanekaragaman hayati, keunikan rona alam,
serta warisan ragam budaya lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b
meliputi :
1) menetapkan kawasan strategis pada wilayah-wilayah yang signifikan
memberikan perlindungan terhadap ekosistem dan lingkungan sekitarnya;
2) memanfaatkan koridor air di ruang reklamasi sebagai area pengembangan
budidaya perikanan kelautan;
3) meningkatkan fungsi pengendalian pemanfaatan ruang kawasan yang
berpotensi dapat mengurangi fungsi lindung kawasan;
4) mengembangkan kegiatan budidaya tidak terbangun pada zona penyangga yang
memisahkan kawasan lindung dengan kawasan budidaya terbangun; dan
5) merehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun akibat dampak
pemanfaatan ruang yang berkembang di dalam dan di sekitar kawasan strategis
kota.
c) Strategi pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan
perekonomian wilayah kota yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam
perekonomian nasional maupun regional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
huruf c meliputi :
1) mengembangkan pusat pertumbuhan kawasan strategis wisata pulau berbasis
potensi sumber daya alam dan kegiatan budidaya unggulan sebagai penggerak
utama pengembangan wilayah pulau;
2) mengembangkan pusat pertumbuhan ekonomi global di ruang reklamasi
sebagai landmark yang mendukung posisi Makassar sebagai poros maritim
3) menciptakan iklim yang kondusif bagi investasi yang mendukung peningkatan
kesejahteraan masyarakat lokal dan pelestarian lingkungan;
4) mengelola pemanfaatan sumber daya alam agar tidak melampaui daya dukung
dan daya tampung kawasan;

II-34
5) mengelola dampak negatif kegiatan budidaya agar tidak menurunkan kualitas
sosial ekonomi budaya masyarakat dan lingkungan hidup kawasan;
6) mengintensifkan promosi peluang investasi kawasan bagi kegiatan yang ramah
lingkungan dan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal;
dan
7) meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana penunjang kegiatan ekonomi.
d) Strategi pemanfaatan sumber daya alam secara optimal dan berkelanjutan serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf d meliputi :
1) mengembangkan kegiatan penunjang dan atau kegiatan turunan dari
pemanfaatan sumber daya dan/atau teknologi tinggi;
2) meningkatkan keterkaitan pemanfaatan sumber daya dan/atau teknologi tinggi
dengan kegiatan penunjang dan turunannya; dan
3) mencegah dampak negatif pemanfaatan sumber daya alam dan/atau teknologi
tinggi terhadap fungsi lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat.
e) Strategi pelestarian dan peningkatan kualitas sosial dan budaya lokal yang beragam
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf e meliputi :
1) meningkatkan pelestarian, pemeliharaan, dan perlindungan kawasan untuk
kegiatan sosial budaya yang berjati diri kearifan lokal;
2) mengembangkan kawasan bagi kegiatan sosial budaya yang berjati diri kearifan
lokal untuk kegiatan yang bernilai budaya lokal; dan
3) melestarikan situs warisan budaya komunitas lokal yang beragam melalui
penetapan kawasan cagar budaya.
f) Strategi pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan sosial
ekonomi budaya antar kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf f
meliputi :
1) memanfaatkan sumber daya alam lokal secara optimal dan berkelanjutan;
2) membuka akses dan meningkatkan aksesibilitas antara kawasan dengan pusat
pertumbuhan wilayah;
3) mengembangkan sarana dan prasarana penunjang kegiatan ekonomi rakyat;
dan
4) meningkatkan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia dalam pengelolaan
kegiatan ekonomi kawasan dengan melibatkan langsung masyarakat lokal.

II-35
II-36

Anda mungkin juga menyukai