net/publication/325283743
CITATIONS READS
0 2,126
1 author:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Rendy Rily Juniarto on 22 May 2018.
rendyrily97@gmail.com
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Rembang ialah salah satu kabupaten di wilayah Jawa Tengah yang me-
manfaatkan berbagai potensi yang ada di wilayahnya untuk meningkatkan
perekonomian daerah. Sektor pertanian Kabupaten Rembang merupakan mata
pencaharian utama bagi masyarakat. Keberlangsungan sektor pertanian di Kabupaten
Rembang kini memiliki ancaman dengan hadirnya beberapa usaha tambang yang
memanfaatkan kars. Keberadaan kars yang terdapat di Rembang merupakan batuan
yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan semen. Salah satu daerah
Kabupaten Rembang yang memiliki potensi tambang kars adalah kawasan Watuputih
yang berada di Kecamatan Gunem.
Besarnya permintaan pasar terhadap semen setiap tahunnya membuat PT.
Semen Indonesia memiliki keinginan untuk melakukan penambangan bahan baku
semen di kawasan Watuputih di Rembang. Selain itu yang juga menjadi obyek
tambang yang dilakukan Semen Indonesia di Kabupaten Gunem adalah batu gamping
dan juga tanah liat. Masuknya PT. Semen Indonesia tidak lepas dari peran pemerintah
sebagai pembuat kebijakan terkait tata kelola pemanfaatan lahan serta pemberian izin
lingkungan kegiatan penambangan kepada PT. Semen Indonesia. Dengan
diterbitkannya surat keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 660.1/17 tahun 2012
mengenai izin kegiatan penambangan oleh PT. Semen Indonesia menjadi pijakan
melakukan kegiatan penambangan di kawasan Pegunungan Kendeng, khususnya
kawasan cekungan Watu Putih yang masuk wilayah Kecamatan Gunem Kabupaten
Rembang. Dengan adanya pendirian tersebut, masyarakat khawatir dengan dampak
lingkungan yang akan muncul. Sumber daya berupa air tanah tersebut telah digunakan
masyarakat sekitar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga menurut warga
dengan adanya pembangunan pabrik semen, air tanah tersebut akan
tereksploitasi.(Hidayatullah 2016)
Berbagai tanggapan muncul di tengah masyarakat terkait dengan pembangunan
PT. Semen Indonesia di Kecamatan Gunem. Tanggapan yang munculpun beragam,
mulai dari mendukung maupun menolak pembangunan pabrik. Pihak yang kontra
dengan pembangunan pabrik melakukan serangkaian penolakan termasuk dengan
menggugat Gubernur Jawa Tengah dan PT. Semen Indonesia ke Pengadilan Tata
Usaha Negara (PTUN) Semarang. Masing-masing pihak memiliki pendapat yang
berbeda dalam menyikapi pembangunan pabrik tersebut, sehingga menyebabkan
munculnya konflik yang berkepanjangan.
1.3 Kriteria
a. Sustainable Development
2. Penjelasan
Isu munculnya rencana pembangunan pabrik semen muncul pada tahun 2011
dan 2012. Pada tahun tersebut banyak warga yang tidak menyadari rencana
kedatangan PT Semen Indonesia. Hanya ada beberapa warga yang sadar. Kemudian
pada tahun 2014 secara tiba-tiba ada peletakkan batu pertama di kawasan yang akan
dibangun pabrik semen. Saat itulah terjadi aksi-aksi penolakan yang dilakukan warga.
Selanjutnya warga melakukan aksi dengan menempuh jalur hukum. Aksi ini
dilakukan setelah Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jawa Tengah mengunjungi warga
setempat. Pak Ganjar menyarankan warga untuk menempuh jalur hukum jika ada
kekeliruan dalam pembuatan AMDAL. Jalur hukum pertama dengan melakukan
banding ke PTUN Semarang, namun sayangnya, banding tersebut ditolak dengan
alasan kadaluarsa. Kemudian yang kedua warga mengajukan banding ke PT TUN
Surabaya, namun belum membuahkan hasil. Hingga akhirnya warga memutuskan
untuk mengajukan banding ke Mahkamah Agung, disinilah warga merasa lega karena
memenangkan banding tersebut. Mahkamah Agung mengeluarkan Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 99 PK/TUN2016. Putusan ini
menjelaskan bahwa PTUN semarang dan PT TUN Surabaya memiliki keliruan pada
saat mengelurkan putusan. Dengan adanya putusan ini Gubernur Jawa Tengah wajib
mencabut izin yang dia berikan kepada PT. Semen Indonesia.
Namun disini masyarakat belum sepenuhnya menang karena PT. Semen
Indonesia telah berhasil merevisi AMDAL mereka dan akhirnya mereka mendapatkan
izin baru. Disinilah aksi cor kaki dilakukan kembali di Jakarta dengan jumlah massa
yang lebih banyak. Klimaksnya, aksi cor kaki menelan korban jiwa, warga yang
bernama Patmi meninggal dunia dalam aksi ini.
Dengan adanya kriteria dari sustainable development melihat dari tiga pilar
yaitu lingkungan, ekonomi, dan sosial. Maka dapat dianalisis bahwa pembangunan PT.
Semen indonesia di Kabupaten Rembang sangat strategis untuk dikmbangkan.
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam teori sustaiable development yang
dikembangkan oleh Kristovandi.
Selanjutnya pilar kedua, mengenai aspek ekonomi dimana pilar ini berdampak
positif dan negatif. Yang dimaksud positif disini adalah adanya keterlibatan masyarakat
untuk menjadikan mata pencaharian masyarakat dan terlibat lansung pada PT Semen
Indonesia. Dimana sisi negatifnya adalah lahan petani menjadi habis sehingga mata
pencaharian sebagai petani hilang maka harus ada mata pencaharian lain selain
menjadi petani maupun pegawi di PT Semen Indonesia. Dengan presentase 98%
perekonomian warga desa di dukung oleh pertanian. Profesi sebagai petani sudah
menjadi tradisi bagi warga desa. Warga khawatir jika lahan habis digunakan untuk area
penambangan, mereka tidak akan bisa mewariskan lahan mereka ke anak cucunya.
Namun berkaitan dengan masalah ini pihak PT. Semen Indonesia menawarkan solusi.
Pada amdal nya pihak pabrik semen akan merekrut warga sekitar untuk bekerja
dengannya. Padahal perekrutan hanya berjumlah ratusan dan itu pun hanya pada
masa rekonstruksi. Setelah masa rekonstruksi selesai warga dikembalikan. Hal
tersebut membuat warga dengan jelas menolak pendirian pabrik tersebut.
Yang terakhir aspek sosial, diaman aspek ini menjelaskan tentang dampak
sosial yang ditimbulkan dari pembangunan pabrik semen Indonesia. Konflik yang
diakibatkan oleh perbedaan pendapat menyikapi pembangunan pabrik Semen
Indonesia di wilayah Kecamatan Gunem membawa efek yang besar dalam kehidupan
masyarakat setempat, khususnya masyarakat Desa Tegaldowo dan Timbrangan.
Berbagai perubahan terjadi terutama pada pola hubungan sosial antara masyarakat
pendukung dan penolak pembangunan pabrik. Salah satu bentuk nyata perubahan ini
terlihat ketika salah satu masyarakat baik pendukung maupun penolak pembangunan
pabrik menyelenggarakan acara atau yang lebih dikenal dengan sebutan hajatan.
b. Evaluasi