pabrik semen di Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati menimbulkan sikap pro kontra di kalangan pejabat publik maupun masyarakat sekitar calon lokasi pabrik, penambangan batu kapur dan tanah liat. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis konflik antara perusahaan dengan masyarakat terhadap kemungkinan munculnya dampak politik, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan atas pembangunan pabrik semen. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif analisis, untuk menggambarkan suatu fenomena konflik yang terjadi, dan ditujukan untuk menguraikan secara terperinci konflik tersebut. Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan metode kualitatif melalui wawancara mendalam. Adapun cara untuk memilih informan dengan menggunakan snowball atau secara berantai dengan meminta informasi pada orang yang telah diwawancarai atau dihubungi sebelumnya, demikian seterusnya hingga informasi telah dianggap cukup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa timbulnya konflik tersebut dilatarbelakangi adanya perbedaan pendapat antara kelompok pro dan kontra terhadap rencana pendirian pabrik semen di kawasan kars Sukolilo, sebagai salah satu kawasan yang diprioritaskan memiliki bahan baku semen yang berkualitas. Karena itulah investor tertarik untuk dapat mengeksploitasi tanah kars yang terkandung di dalam pegunungan Kendeng. Sikap dari pihak pro maupun kontra masing-masing dipengaruhi aspek sosial, politik, ekonomi dan budaya. Sikap dari pihak kontra muncul karena kekhawatiran akan ketidakpastian dampak ekonomi seperti kesempatan kerja, peluang usaha, dan terwujudnya kesejahteraan. Kata kunci: Pencemaran, Limbah, Pabrik Semen, Lingkungan PENDAHULUAN Latar Belakang Hukum pertambangan tidak pernah terlepas dari bagian lingkungan hidup merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar tetap dapat menjadi sumber penunjang hidup bagi manusia dan makhluk hidup lainnya demi kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup itu sendiri. Dewasa ini, kejahatan lingkungan sering terjadi di sekeliling lingkungan kita, namun semua itu tanpa kita sadari. Misalnya saja pada pertambangan, pertambangan merupakan usaha untuk menggali berbagai potensi-potensi yang terkandung dalam perut bumi. Seiring dengan kemerdekaan Republik Indonesia, maka sebagai Negara merdeka dan berdaulat para pemimpin bangsa saat itu melakukan perumusan tentang tata cara pengaturan pengelolaan bidang pertambangan. Namun setelah melalui berbagai proses perdebatan dan mosi, maka kemudian ditetapkan peraturan pengelolaan bidang pertambangan dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah. Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 37 Tahun 1960 yang mengatur khusus bidang pertambangan. Hampir bersamaan dengan Perpu itu pemerintah RI pada saat itu menerbitkan pula Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1960 yang mengatur khusus tentang Minyak dan Gas Bumi. Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 37 Tahun 1960 pada dasarnya merupakan Indische Mijnwet 1899 (IM 1899) dalam versi Indonesia. Artinya, ketentuan-ketentuan yang termuat dalam Peraturan Pemerintah pengganti Undang- Undang (Perpu) Nomor 37 tahun 1960 merupakan adopsi dari ketentuan-ketentuan dalam Indische Mijnwet 1899 (IM 1899) dengan hanva mengganti otoritasnya saja sebagai contoh: Setiap kata Ratu dan Gubernur Jenderal dalam Indische Mijnwet 1899 (IM 1899), masing-masing diganti menjadi milik nasional dan Pemerintah saja pada Perpu. Pengertian Pertambangan menurut Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 1 Ayat (1) Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang, Ayat (6) Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang, dan Ayat (19) Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi mineral dan/atau batubara dan mineral ikutannya. Untuk pencapaian tujuan itu tentulah harus dilaksanakan oleh segenap komponen bangsa, termasuk bidang penegakan hukum pidana. Hukum dalam suatu masyakat bertujuan untuk menciptakan adanya suatu ketertiban dan keselarasan dalam berkehidupan. Hukum itu mempunyai sifat mengatur dan memaksa. Suatu peraturan hukum adalah untuk keperluan penghidupan masyarakat, mengutamakan kepentingan masyarakat, bukan untuk keperluan atau kepentingan perseorangan atau golongan, hukum juga menjaga hak-hak dan menentukan kewajiban-kewajiban anggota masyarakatnya agar terciptanya suatu masyarakat yang teratur, adil, dan makmur. Perbuatan yang diancam dengan hukum pidana adalah perbuatan yang secara mutlak harus memenuhi syarat formal, yaitu mencocokan dengan rumusan Undang undang yang telah ditetapkan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan peraturan-peraturan lain yang berdimensi pidana, dan memiliki unsur material yaitu bertentangan dengan citacita mengenai pergaulan masyarakat atau dengan kata pendek suatu sifat melawan hukum atau tindak pidana. Rumusan Masalah 1. Apa upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak semen? 2. Apa yang dilakukan PT Semen Indonesia dalam menangani hal ini? 3. Penyelesaian Konfl ik melalui Lembaga Pengadilan (Litigasi) PEMBAHASAN 1. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak semen? Sosialisasi Melalaui tim yang dibentuk oleh PT Semen Indonesia (Persero) Tbk melakukan sosialisasi kepada Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) yang menolak mengenai multiplyer effect dari keberadaan pabrik semen yang berada di daerah mereka, seperti penerimaan pajak Pemkab sebelum dan sesudah keberadaan pabrik. Selain itu untuk mengatasi ketakutan masyarakat yang menolak keberadaan semen di wilayahnya mengenai sumber mata airyang akan hilang, dari pihak perusahaan menggagalkan argumentasi masyarakat tersebut dengan mengajak masyarakat yang menolak ke pabrik semen yang berada di Tuban untuk melihat langsung pabrik, bahwa disana ada sumur pantai yang memantau level ketinggian air, dimana level air tidak ada penurunan sedikitpun dari level semula dengan kata lain volume air tetap stabil dengan keberadaan pabrik semen. Bahkan disitu ada embung penampungan air yang justru meningkatkan volume airnya. Kemudian mengenai polusi udara seperti debu yang ditimbulkan dari pabrik, pihak pabrik mematahkan ketakutan warga sekitar tersebut dengan sebuah alat yang dinamakan platgester dan teskolektor, dan yang paling penting terdapat alat yang digunakan untuk penangkap debu yang bernama elektrostika presibilator (EP). Mengenai rusaknya ekosistem hutan pihak semen mengupayakan adanya reboisasi dimana tempat penambangan bahan baku pembuatan semen. Dari hasil penambangan bahan baku pembuatan semen yang berupa lubang-lubang galian pihak semen mengubahnya menjadi kawasan pariwisata seperti dipakai untuk permainan air, perumahan, rumah sakit dan lain-lain. 2. Apa yang dilakukan PT Semen Indonesia dalam menangani hal ini? Mengadakan kegiatan dan aktivitas diatas pihak PT Semen Indonesia (Persero) Tbk juga mengadakan kunjungan ke pabrik semen yang berada di Tuban. Sebanyak 60 warga yang menolak pembangunan pabrik semen di Rembang diajak ke Tuban untuk melihat-lihat pabrik semen yang berada disana seperti pengolahan atau pembuatan semen dari tahap bahan mentah menjadi semen, penanganan efek yang ditimbulkan dari keberadaan semen. Evaluasi mengenai ketakutan warga yang menolak pembangunan pabrik semen di Rembang, seperti kekhawatiran hilangnya sumber mata air yang hilang. Pihak perusahaan telah mengupayakan upaya dengan adanya bendungan, selain itu ketakutan adanya polusi udara yang ditimbulkan pihak perusahaan juga telah mengupayakan dengan adanya sebuah alat yang menyaring debu, dan yang terakhir kekhawatiran dengan rusaknya ekosistem hutan pihak perusahaan juga berupaya melakukan reboisasi. Walaupun dengan upaya. yang dilakukan oleh pihak PT Semen Indonesia (Persero) Tbk tersebut warga tetap menolak pembangunan pabrik dan belum bisa membuat warga yang kontra menjadi pro pembangunan pabrik. 3. Penyelesaian Konflik melalui Lembaga Pengadilan Penyelesaian konflik melalui lembaga pengadilan dipilih dan didorong oleh Gubernur untuk ditempuh oleh kedua pihak utama yang berkonfl ik. Gubernur mengklaim dirinya berdiri sebagai pihak yang netral, tidak berpihak pada PT SMS dan masyarakat adat SS. Bagi Gubernur lembaga pengadilan bisa berdiri netral dalam mengambil keputusan terhadap benturan kepentingan dua pihak yang sulit dipertemukan. Bahkan Ia meminta agar semua pihak yang berkepentingan, termasuk para ahli (pertambangan, geologi, dan ahli ilmu alam lainnya) yang berbeda pandangan tentang boleh tidaknya batur kapur di pegunungan Kendeng Utara ditambang untuk membawa bukti kajian ilmiah ke sidang pengadilan sebagai basis data bagi para hakim dalam mengambil keputusan Terkait dengan penolakan terhadap izin lingkungan, Gubernur mendorong masyarakat adat SS dan jejaring pendukungnya untuk mengajukan gugatan ke pengadilan tata usaha negara. Dalam hal ini, hanya lembaga pengadilan (dan bukan Gubernur) yang bisa membatalkan izin lingkungan yang telah diterbitkan, Sambil mendorong penyelesaian melalui jalur pengadilan, untuk meredam aksi- aksi kolektif yang bisa mengarah kepada tindak kekerasan, Gubernur terlibat aktif dalam berbagai pertemuan dengan pihak-pihak yang menentang pabrik semen. Gubernur mendengarkan aspirasi dan kepentingan mereka, dan meminta mereka untuk tidak bertindak anarkis, dan bentuk aksi kekerasan lainnya. Gubernur meminta mereka untuk menyampaikan penolakan dengan cara yang santun. Gubernur juga memfasilitasi aksi-aksi demonstrasi warga penolak pabrik semen agar aksi berjalan tertib dan tidak menimbulkan gangguan ke publik. Kesimpulan Pabrik Semen Indonesia mengalami banyak pertentangan dari masyarakat terutama dalam masalah pencemaran yang dihasilkan dari produktifitas mesin pabrik semen namun pihak pabrik tetap bersikeras dan tidak tau menau soal apa yang mereka telah perbuat kepada lingkungan dan juga kepada masyarakat disekitar pabrik tersebut mereka hanya mencari untung sedangkan masyarakat yang merasa dirugikan akibat dampak proses pabrik semen ini menuai pro dan kontra dan masyarakat tidak tinggal diam menanggapi hal ini mereka mengajukan gugatan untuk pabrik semen agar diberhentikan beroprasi karena merusak lingkungan dan akibat pencemaran lingkungan serta terganggunya masyarakat dengan hal ini baik secara keseluruhan ataupun tidak mereka mengajukan gugatan ke PTUN dan hingga pada fase peradilan namun dimenangkan oleh pihak semen namun apakan akan terus dibiarkan sehingga menuai banyak keritikan dan akankah berakhir. Gubernur pun mendengarkan aspirasi mereka sehingga dengan demo yang dilakukan masyarakat untuk penuntutan kembali kepada pihak pemilik PT Semen Indonesia atas dasar lingkungan dan kenyamanan masyarakat tidak berhenti menuntut keadilan.
DAFTAR PUSTAKA
H.Salim HS. 2004. Hukum Pertambangan Di Indonesia.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Bambang Yunianto dkk, 2004, “Kebijakan Sektor Energi dan
Sumber Daya Mineral dan Implikasinya terhadap Pertambangan Emas dalam Penambangan dan Pengolahan emas di Indonesia , Bandung: Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara
"Undang-Undang Di Bidang Pertambangan" Penerbit CV. Eko
Jaya, Jakarta, Cet. Pertama 2009 Moeljatno. 1983. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana Cetakan Pertama.Yogyakarta: Bina Aksara.
Moleong, Lexy J. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:
Rosdakarya
Yudarwati, Arum G. Community Relations: Bentuk Tanggung
Jawab Sosial Oraganisasi. Jurnal Ilmu Komunikasi Vol 1, No 2, Desember: 143-156.
Suharko, 2016, “Masyarakat Adat versus Korporasi:
Konflik Sosial Rencana Pembangunan Pabrik Semen di Kabupaten Pati Jawa Tengah Periode 2013-2016”, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 20. No. 2.