Aktifitas pertambangan di dianggap seperti uang logam yang memiliki dua sisi
yang saling berlawanan, yaitu sebagai sumber kemakmuran sekaligus perusak
lingkungan yang sangat potensial. Sebagai sumber kemakmuran, sektor ini
menyokong pendapatan negara selama bertahun-tahun dan penyediaan lapangan
kerja. Sebagai perusak lingkungan, pertambangan terbuka dapat mengubah secara
total baik iklim dan tanah akibat seluruh lapisan tanah di atas deposit bahan
tambang disingkirkan. Salah satu aktifitas pertambangan yang ada di Indonesia
adalah pertambangan batubara. Batu bara adalah batuan sedimen yang dapat
terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan
terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon,
hidrogen dan oksigen. Pembentukan batu bara memerlukan kondisi-kondisi tertentu
dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon,
kira-kira 340 juta tahun yang lalu (jtl), adalah masa pembentukan batu bara yang
paling produktif di mana hampir seluruh deposit batu bara (black coal) yang
ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk. Pada Zaman Permian, kira-kira
270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan batu bara yang ekonomis di belahan bumi
bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier
(70 - 13 jtl) di berbagai belahan bumi lain. Potensi sumberdaya batu bara di
Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera,
sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batu bara walaupun dalam jumlah kecil
dan belum dapat ditentukan keekonomisannya, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah,
Papua, dan Sulawesi. Badan Geologi Nasional memperkirakan Indonesia masih
memiliki 160 miliar ton cadangan batu bara yang belum dieksplorasi. Cadangan
tersebut sebagian besar berada di Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan. Namun
upaya eksplorasi batu bara kerap terkendala status lahan tambang. Daerah-daerah
tempat cadangan batu bara sebagian besar berada di kawasan hutan konservasi.
Rata-rata produksi pertambangan batu bara di Indonesia mencapai 300 juta ton per
tahun. Dari jumlah itu, sekitar 10 persen digunakan untuk kebutuhan energi dalam
negeri, dan sebagian besar sisanya (90 persen lebih) diekspor ke luar.
PENDAHULUAN
Berdasarkan UUD 1945 dalam pembukaan pada alenia keempat secara tegas
dinyatakan bahwa tugas umum pemerintah Negara keasatuan Republik Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia,
perdamaian abadi dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang
berlandaskan Pancasila. Berlakunya Undang – Undang 32 tahun 2004 menjadikan
daerah memiliki otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab sejalan dengan
semakin besarnya wewenang dan tanggung jawab yang dimiliki pemerintah daerah
tersebut, maka perlu adanya pengaturan kewenangan yang jelas sehingga akan
menghasilkan kualitas hasil yang baik pula. Salah satu kewenangan yang diberikan
kepada daerah adalah kewenangan dalam pengelolaan tambang mineral dan
batubara sebagaimana dinyatakan dalam undang – undang no 4 tahun 2009 tentang
kewenangan pemerintah dalam pengelolaan tambang mineral dan batubara. Dalam
pembahahasan kali ini kita akan terfokus tentang dampak nigatif yang ditimbulkan
akibat pertambangan batubara.
TINJAUAN PUSTAKA
Batu bara merupakan salah satu sumber daya alam yang tidak dapat di
perbaharui, dimana mempunyai kegunaan yang sangat banyak dan hampir di
seluruh Negara, otomatis membuat orang-orang terutama yang mempunyai
konsentrasi di bidang pertambangan sangat antusias dan penuh semangat dalam
menjalankan usaha ini Tanpa menghiraukan dampaknya, berikut adalah beberapa
dampak negatif dari pertambangan batubara:
4. Salah satu dampak yang sangat jelas terlihat adalah lubang-lubang bekas
tambang yang dibiarkan menganga.
DAFTAR PUSTAKA