Anda di halaman 1dari 5

Pencemaran Limbah Pabrik Nikel Di Morowali Utara

NAMA:Arif fahmi (22109079)

Warga Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah, mengeluhkan dampak operasi


nikel PT Central Omega Resources Industri (CORII). Perusahaan ini membangun smelter
nikel berkapasitas 100 metriks ton (MT) pertahun seluas 295 hektar, di tengah-tengah
pemukiman masyarakat.

Arman Marunduh, pegiat lingkungan di Morowali mengatakan, keluhan masyarakat karena


terjadi penurunan kualitas air bersih yang biasa untuk konsumsi masyarakat di Dusun V
Lambolo, Desa Ganda-ganda.

”Air minum konsumsi masyarakat sudah bercampur lumpur dan tak layak konsumsi. Untuk
air wudhu sholat pun sudah keruh,” katanya.

Padahal, katanya, perusahaan berjanji menyediakan air bersih buat warga tetapi sampai
sekarang tak ada.

Tak hanya pencemaran air, polusi udara dari asap dan debu juga mengganggu masyarakat.
Debu dan polusi dari lokasi tambang dan pabrik berterbangan ke pemukiman penduduk.

“Rumah penduduk di bagian ruang tamu yang baru dibersihkan setengah hari saja, sore
sudah penuh debu,” katanya.

Dalam beberapa kali pertemuan, perusahaan mengakui kondisi ini terjadi karena ada
kerusakan pada blower dan penyaring udara.

“Rupanya ini akal akalan perusahaan. Sampai saat ini debu dan asap tetap bertebangan.
Hasil investigasi kami ternyata blower dan penyaring udara itu tak mempunyai fungsi
signifikan terhadap kualitas udara,” katanya.

Debu flay ash–material yang memiliki ukuran butiran halus berwarna keabu-abuan dan
diperoleh dari hasil pembakaran batubara–sangat berbahaya karena dipakai sebagai tungku
dan pembangkit listrik batubara. Apalagi, katanya, pabrik cuma dibatasi tembok dengan
perumahan penduduk, dengan radius nol sampai lima meter

“Polusi suara atau kebisingan,dengan radius nol sampai lima meter dengan perumahan
penduduk,” katanya.

Setelah pabrik smelter CORII beroperasi, SDN Lambolo, yang bersebelahan dengan pabrik
akhirnya ditutup. Perusahaan berjanji merelokasi, tetapi sampai sekarang tak terealisasi.

CORII, kata Arman, diduga tak punya pengolahan limbah cair dan padat serta tak ada
tempat penumpukan batubara layak sesuai persyaratan dalam analisis mengenai dampak
lingkungan (amdal).

“Air rembesan dari tempat penumpukan batubara dan limbah cair langsung dialirkan
melalui saluran khusus ke laut,” katanya.

Laut ikut tercemar. Nelayan, katanya, mengeluhkan kondisi ini karena sulit mencari ikan di
sepanjang pantai. “Terjadi pendangkalan laut, nelayan kesulitan tambat perahu, lumpur di
garis pantai sampai se dada orang dewasa,” ucap Arman.

Saat ini, katanya, daerah terdampak meliputi lima dusun di Desa Ganda-ganda, Dusun V
Lambolo, paling parah karena rumah penduduk berbatasan langsung dengan tembok pagar
pabrik, menyusul Kelurahan Kolonodale, Bahoue Bahontula, Kaya, Gililana, Tana Uge
dan dan Tokonanaka. Data sementara, nelayan terdampak sekitar 500 orang.

“Kami sudah berkali-kali demo ke DPRD, pemda, perusahaan, Dinas Lingkungan Hidup
dan mengirim laporan ke Bapak Presiden, Menteri Dalam Negeri, Menteri Lingkungan
Hidup dan gubernur. Perusahaan menempatkan oknum marinir sebagai sekuriti. Bila ada
masalah, masyarakat sering diintimidasi.

1. Temuan lapangan

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng dalam laporan investigasi lapangan 2018
menemukan fakta, mencengangkan. CORII Indonesia diduga mencemari lingkungan sekitar
Pantai Teluk Tomori. Pembuangan limbah cair dari pabrik smelter langsung ke laut.
Perusahaan juga terindikasi tak mengantongi izin pengelolaan limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3).

“Perusahaan membuang limbah, baik lumpur, cairan, hingga B3 langsung ke Teluk Tomori,
di Kolonedale,” kata Taufik, Manajer Kampanye Jatam Sulteng.

Temuan Jatam Sulteng, katanya, sejalan dengan surat dari Pemerintah Morowali, melalui
Dinas Lingkungan Hidup. Ia menindaklanjuti surat dari Kementerian Sekretaris Negara
bernomor B-4776 tentang dugaan pencemaran lingkungan oleh pabrik smelter pemurnian
bijih nikel milik PT Central Omega Resources Industri Indonesia di Dusun V Lambolo,
Desa Ganda-ganda, Kecamatan Petasia, Morowali Utara tertanggal 15 Desember 2017.

Surat yang ditandatangani Kepala Dinas Lingkungan Hidup Morowali Utara, H. Patta Toba,
menemukan delapan fakta hasil verifikasi lapangan. (lihat tabel)

Berdasarkan hasil temuan lapangan, katanya, aparat penegak hukum harus menindak
CORII yang didugat kuat melanggar ketentuan perundang-perundangan. CORII, telah
melakukan tindak pidana kejahatan lingkungan hidup karena tak mengantongi izin
pengelolaan limbah B3.

“Berdasarkan verifikasi lapangan, CORII telah melanggar Pasal 104 UU Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal itu menyebutkan, “setiap orang yang melakukan
dumping (pembuangan) limbah ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 dipidana, dengan penjara paling lama tiga tahun dan denda paling
banyak Rp3 miliar.”

CORRI, kata Taufik, seharusnya memperhatikan masyarakat di sekitar pabrik yang


terdampak langsung pembakaran nikel.

Selama pabrik dibangun pada 2014 dan beroperasi 2016, CORRI diduga mengabaikan hak-
hak keperdataan dan lingkungan masyarakat sekitar tambang.

Apalagi, jarak lokasi tambang dan pabrik smelter nikel milik CORRI hanya sekitar lima
kilometer dari Kolonedale, ibukota Morowali Utara. Sedang lokasi pabrik CORRI langsung
berhadapan dengan Teluk Tomori, pusat kegiatan aktivitas nelayan mencari ikan.
Zaenab Ishak, Kepala Bidang Sampah dan Pengelolaan Limbah B3, Badan Lingkungan
Hidup Sulawesi Tengah menerangkan, CORII, telah memiliki izin lingkungan Nomor
660.338 terbit 2014, oleh Gubernur Sulteng.

Dalam izin lingkungan, katanya, memutuskan bagian tiga, bahwa CORII harus memenuhi
izin lingkungan, harus mengurus izin limbah B3. “Setelah izin keluar, segala kegiatan
lapangan, mulai konstruksi sampai produksi harus mengurus izin penyimpanan limbah,”
katanya.

Pada pengawasan lapangan 23 November 2017, menemukan, CORII belum mengantongi


izin pengelolaan dan penyimpanan limbah B3.

“Temuan tim saat itu tercatat, flay ach, slag nikel, bottom ach, disimpan masih dalam
pabrik tapi belum ada izin. Juga oli bekas, dan filter bekas, semua disimpan dalam
workshop, itu kan tidak boleh,” katanya.

Saat itu, katanya, tim pengawas dari BLHD Sulteng telah membuat berita acara temuan dan
memberikan rekomendasi pada CORII, agar segera mengurus izin penyimpanan di
Morowali Utara. Sebab, katanya, aturan perundang-undangan mewajibkan perusahaan
harus mengurus izin.

“Kewenangan memberikan izin di kabupaten sesuai aturan perundang-undangan. Kalau


tidak dilaksanakan tentu ada sanksi. Mungkin saat ini sanksi administratif karena CORII
sudah memiliki izin lingkungan,” katanya.

2. Tunggakan ganti rugi lahan


Warga Ganda-ganda, Haris sehari-hari sebagai petani nelayan Dusun Lambolo, pernah
mengalami kerugian dampak tambang. Banjir tahun 2017 yang bercampur lumpur tambang
merendam 200 tanaman lada miliknya. Kerusakan ini tak pernah diganti rugi perusahaan.

Masyarakat juga mengeluhkan tidak tersalurkan dana tanggung jawab perusahaan hingga
mereka yang terdampak tidak bisa memperabiki kualitas hidup.

‘Kami menyarankan agar ada tindakan. Tuntutan CSR dari masyarakat harus segera
direalisasikan sebagai janji investasi,” kata Taufik.
MPR menunggak utang pembayaran lahan warga di Desa Tontowea, Kecamatan Petasia
Barat, Morowali Utara. Lokasi tambang ini masuk hutan produksi. Warga yang bermukim
di desa itu menyebutkan mereka memiliki alas hak tanah berupa surat keterangan
pendaftaran tanah (SKPT).

Chris, warga Desa Tontowea kecewa dengan CORII karena lahan mereka yang digarap jadi
tambang nikel tak diganti rugi. Sebanyak 200 hektar, dari 100 pemilik lahan digarap, tak
satu pun menerima pembayaran lahan dari perusahaan.

Perusahaan, katanya, hanya berjanji kalau diolah, akan diganti rugi. Faktanya, hingga kini,
perusahaan tak kunjung menunaikan janji.

“Kami sangat menyesalkan tindakan MPR terhadap warga Desa Tontowea yang tak
memberikan ganti rugi kepada masyarakat yang lahan telah diolah sebagai lokasi tambang
nikel,” kata Taufik.

Mongabay berusaha mengkonfirmasi kepada CORII, soal beragam permasalahan ini, lewat
pesan singkat dan telepon tetapi sampai berita ini terbit belum memberikan jawaban.

Anda mungkin juga menyukai