Anda di halaman 1dari 2

Harinda Ishmah Nabiilah

A.111.18.0170
Kelas C Hukum pagi

ANALISIS KASUS PERUSAHAAN PABRIK BUMBU PT.CHEIL JEDANG INDONESIA

Kasus : Warga yang mengeluhkan bau limbah yang sangat menyengat.


Kamis, 09 Desember 2010 | 13:23 WIB

TEMPO Interaktif, Jombang – Puluhan warga dari dusun Jati Gedong, Ploso, dan Pager Tanjung
di Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, Jawa Timur meluruk pabrik bumbu masakan milik
Korea, PT. Cheil Jedang Indonesia.
Mereka mengeluhkan bau limbah yang menyengat hidung. “Baunya mengganggu, dan bikin tak
tenang warga,” kata Parman, warga Desa Jati Gedong setempat, Kamis (9/12).

Terlebih, lanjut dia, kompensasi dampak limbah sebesar Rp12 juta dalam satu tahun untuk tiga
desa itu dirasakan terlalu kecil oleh warga. Mengingat baunya yang terus mengganggu, warga
meminta pabrik menambah kompensasi lebih besar lagi bagi warga.

Dalam demo tadi, warga mengusung empat tuntutan. Selain menambah kompensasi atas dampak
limbah, warga juga meminta pabrik memperbaiki penyaringan limbah, serta mendesak agar
proses perekrutan tenaga memprioritaskan warga sekitar sebanyak 60 persen.

Masalah ini menurut dia pernah diselesaikan melalui jalan musyawarah di kantor kelurahan Jati
Gedong pada April lalu. Namun hingga kini hasil rapat belum direalisasikan oleh manajemen
pabrik.. “Sampai saat ini tidak ada realisasinya,” ujarnya.

Akibat itu, puluhan warga yang gerah pun meluruk pabrik dengan menenteng berbagai macam
spanduk. Diangkut mobil pick up kecil mereka berorasi dengan berteriak-teriak di depan pabrik
yang berdiri sejak tahun 1996 lalu itu. Demo baru berakhir setelah perwakilan manajemen
menemui mereka. Massa kemudian pulang dengan pengawalan polisi.

Manager General Affair perusahaan itu Mulyono menyatakan, semua tuntutan warga sudah
dipenuhi oleh perusahaan. Penanganan limbah misalnya. Setiap sebulan sekali Badan
Lingkungan Hidup (BLH) datang mengontrol limbah hasil fermentasi yang dibuang melalui kali
sekitar.

Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) juga dibuat modern dan berstandar Internasional (ISO).
Sehingga kondisi air limbah masih sesuai ambang batas. Kendati begitu, dia mengakui limbah
masih menimbulkan bau. Tapi bau itu sifatnya tak permanen.”Ya wajar, namanya pabrik
fermentasi. Kadang bau limbah muncul, kadang tidak, ditiup angin langsung hilang,” ucapnya.

Meski demikian, menurut Mulyono, limbah kini tidak lagi berbahaya. Kondisi itu jelas berbeda
dengan saat pertama kali pabrik berdiri pada periode 1996 hingga 1999. Saat itu kondisi limbah
masih buruk. Warga pun demo. Hingga akhirnya pabrik mengucurkan kompensasi dana untuk
tiga desa.

Akhir tahun ini, pabrik juga setuju menambah dana. Rencananya, mulai akhir tahun ini
kompensasi ditambah menjadi Rp14 juta. Masalahnya, dana belum bisa cair karena surat
kesepakatan dengan warga belum ditembuskan ke pabrik. “Kami sudah penuhi semua tuntutan.
Kami justru curiga ada muatan lain dalam demo tadi,” ujar Mulyono.

Adapun untuk perekrutan pegawai, Mulyono mengaku manajemen perusahaan sudah


memperhatikan itu. Dari total pegawai tetap, 40 persen diambil dari warga sekitar. Sementara
pegawai outsourcing juga demikian. “Urusan perekrutan pegawai pabrik harus realistis. Masak
butuh tenaga operasional komputer, yang ada tenaga operasional traktor. Itu kan masalah,”
ujarnya.

ANALISIS

Menurut saya, dari kasus diatas perusahaan PT cheil jedang belum dapat mengatasi dampak dari
limbahnya sehingga warga dari dusun jati gedong, ploso, dan pager masih merasakan dampak
dari bau limbah yang sangat menyengat.
sebaiknya perusahaan dapat memenuhi tuntutan dari warga yaitu menambah kompensasi atas
dampak limbah dan memperbaiki penyaringan limbah sehingga limbah yang dihasilkan dapat
tersaring dan tidak mengganggu warga sekitar.

Anda mungkin juga menyukai