Anda di halaman 1dari 6

KASUS LINGKUNGAN HIDUP

DISUSUN OLEH:

NAMA: SATRIA NOVPATRA


NPM: 181010125

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
Kasus Pencemaran Lingkungan di Karawang Sepanjang 2019

Lumpur beracun yang sengaja dibuang di Karawang

Karawang - Sepanjang tahun 2019 terdapat puluhan kasus pencemaran lingkungan di


Karawang, Jawa Barat. Kejahatan terhadap lingkungan terjadi hampir di semua lanskap. Limbah
mencemari hutan, sungai, tanah, laut hingga lahan pemukiman dan udara.
"Tahun 2019 kita menerima 36 laporan kasus pencemaran lingkungan," kata Kepala Dinas
Lingkungan Hidup dan Kebersihan Karawang, Wawan Setiawan saat ditemui detikcom, Selasa
(31/12/2019). Namun di antara puluhan kasus tersebut, ungkap Wawan, sangat sedikit diketahui
dalangnya. Dari kasus pencemaran secara sembunyi-sembunyi, hanya ada satu kasus pencemaran
yang mengalami titik terang. "Baru kasus lumpur beracun yang sudah diketahui dalangnya," kata
Wawan.
Berikut ini berbagai kasus pencemaran lingkungan yang menonjol di Karawang sepanjang
2019.
Minyak Mentah Milik Pertamina Tumpah di Pesisir
Masyarakat pesisir Karawang dikagetkan dengan kemunculan oil spill pada Minggu
(21/6/2019). Bentuknya seperti bola, warnanya hitam dan baunya seperti minyak tanah. Setelah
berserakan di pantai, oil spill itu mencair. Baunya menyeruak hingga tercium warga dan
pengunjung yang berenang. Dalam hitungan hari, sejumlah ekosistem laut terdampak. Selain
pohon mangrove juga tercemar, ikan juga menjauh. Alhasil nelayan pun harus lebih jauh saat
melaut, apalagi beberapa melaporkan jaring mereka terkena minyak. Pertamina Hulu Energi
ONWJ mengkonfirmasi jika minyak mentah tersebut berasal dari sumur mereka. Pencemaran
dipicu oleh bocornya sumur YYA-1. Pertamina berupaya menangani pencemaran yang
berlangsung hampir 5 bulan itu. "Kami tidak akan lari dari tanggung jawab. Kami akan
memulihkan lingkungan dan mengganti kerugian pada masyarakat," kata Ifki Sukarya, Humas
PHE ONWJ.
Pencemaran di Anak Sungai Citarum
Sungai Cibeet di Desa Taman Mekar, Kecamatan Pangkalan dipenuhi limbah berbusa pada
Rabu (8/4/2019). Masyarakat setempat melaporkan hal itu kepada DLHK. Rupanya limbah
berasal dari PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills 3.
DLHK telah meminta bantuan pihak Satuan Polisi Pamong Praja untuk menyegel pabrik
tersebut. "Permohonan penindakan itu kami sampaikan ke Satpol PP melalui surat
No.180/981/PPL tertanggal 7 Mei 2019," kata Sekretaris DLHK Karawang Rosmalia Dewi saat
dikonfirmasi usai sidang adendum di Kantor DLHK, Jalan Lingkar Luar Tanjungpura, Kamis
(9/5/2019).
Lima bulan berselang, pencemaran terulang di lokasi yang sama. Unit Tipiter Satuan
Reskrim Polres Karawang kemudian bergerak ke lokasi kejadian. Pengecekan juga melibatkan
Satgas Citarum Harum Sektor 18 dan Dinas Lingkungan Hidup Karawang.
"Setelah dicek, ternyata benar ada kegiatan (pencemaran) tersebut," kata Kapolres Karawang saat
itu masih dijabat AKBP Nuredy Irwansyah Putra.
Pencemaran, Nuredy mengungkapkan, disebabkan oleh pengolahan limbah cair yang gagal.
Pencemaran dipicu oleh melubernya limbah cair dalam Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Lantaran tak tertampung dalam IPAL, limbah cair kemudian luber dan gagal ditampung pada bak
penampung.
"Karena outlet-nya (bak penampung) sedang diperbaiki, limbah ditampung sementara dalam
empang. Karena empang tak dapat menampung seluruh limbah, akhirnya limbah cair limpas dan
mengalir ke sungai Cibeet," kata Nuredy. Sebagaimana diketahui, limbah cair wajib dikelola
sedemikian rupa untuk mengurangi residu zat berbahaya. Sebelum dibuang, limbah cair wajib
dikelola melalui IPAL. Setelah melalui IPAL, limbah cair lazimnya ditampung dalam bak
khusus. Saat ini, polisi masih menyelidiki secara mendalam ihwal kasus pencemaran tersebut.
Sejumlah sampel limbah berwarna hitam dan berbau tak sedap telah diambil untuk diuji di lab.
Adapun Pindo Deli 3, kata Nuredy, disangkakan UURI Nomor 32 Tahun 2009 tentang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. "Kami sedang menunggu hasil uji lab air
limbah tersebut. Kami juga akan meminta keterangan pihak perusahaan," kata Nuredy.
Tersisa Setengah, Gunung Sirnalanggeng akan Kembali Ditambang
Gunung Sirnalanggeng di Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Karawang, Jawa Barat
terancam makin rusak. Sebab, gunung yang tinggal setengah itu bakal kembali ditambang.
Penambang bakal menggunakan dinamit dan peledak lainnya saat beroperasi. Dalam dokumen
UKL dan UPL yang diajukan, gunung tersisa separuh tersebut bakal dikupas tanahnya
menggunakan ekskavator, dibor menggunakan mesin blasting hingga diledakkan menggunakan
dinamit.
Untuk menghancurkan batuan, Atlasindo rencananya bakal menggunakan bahan peledak
campuran seperti Ammonium Nitrate Fuel Oil (ANFO) dan Dinamit lengkap dengan
detonatornya. Untuk satu tahun operasi, rencananya Atlasindo bakal menggunakan 4 ribu Kg
dinamit, 175 ribu Kg ANFO dan 6.500 buah detonator. Aris Wijaya, Kepala Teknik Tambang PT
Atlasindo Utama menuturkan dalam dokumen UKL dan UPL yang diajukan saat ini, Atlasindo
bakal menambang batu andesit yang tersisa di Sirnalanggeng. Cadangan batu di gunung itu,
mencapai 2.609.760 bank meter cubic (bcm) atau setara 6.785.376 Ton. "Masih lama untuk
(bisa) memperluas tambang sampai 3-4 tahun," kata Aris saat sidang UKL - UPL bersama Dinas
Lingkungan Hidup di Karawang, Rabu (16/10/2019). Masyarakat pun pro-kontra terhadap
pertambangan itu. Yang protes ingin sisa gunung diselamatkan. Sementara yang mendukung
berdalih alasan mata pencaharian. Menyikapi hal itu, DLHL Karawang meminta saran dari
Kejaksaan Negeri Karawang. "Kami meminta legal opinion dari kejaksaan dalam proses
penanganan tambang di Gunung Sirnalanggeng," ucap Kadis DLHK Karawang Wawan
Setiawan.
Lumpur Beracun di Lahan Pemukiman
Puluhan Ton lumpur beracun dikubur dalam tanah perumahan di Desa Darawolong,
Kecamatan Purwasari, Rabu (30/10/2019). Kasus itu jadi satu-satunya kejahatan lingkungan
yang terungkap tahun ini. Satuan Reskrim Polres Karawang mengungkap kasus tersebut.
Rupanya lumpur beracun itu berasal dari tiga perusahaan tekstil di Bandung.
"Limbahnya diambil dari PT FJ, PT BCP, PT TB. Bukannya dimusnahkan, limbah malah
dikubur dalam lahan pemukiman di Karawang," kata Kasat Reskrim Polres Karawang, AKP
Bimantoro Kurniawan kepada detikcom, Jumat petang (20/12/2019).
Padahal, menurut Bimantoro, limbah tersebut seharusnya diantar ke PT WI di Tangerang
untuk dimusnahkan. Namun demi meraup keuntungan, PT RPW dan PT LSA selaku pihak ke-3
yang mengantar limbah malah menyelundupkan limbah itu. "Diduga motif mereka untuk
mendapat keuntungan," ucapnya. Bimantoto menuturkan, PT RWP dan PT LSA adalah
perusahaan transporter yang menjalin kesepakatan dengan tiga pabrik tekstil penghasil limbah.
Namun NH selaku direktur PT RPW dan PT LSA malah bersekongkol dengan koordinator
lapangan berinisial SI untuk tidak memproses uang itu. "Kami sudah tetapkan NH dan SI sebagai
tersangka dalam kasus ini. SI berperan menggiring para sopir membuang limbah ke Karawang,"
katanya.
Sebanyak puluhan ton lumpur beracun diangkut menggunakan 5 dump truk bergerak dari
Bandung ke Karawang. Supaya tak mengundang perhatian, truk-truk tersebut tiba pada malam
hari. Namun pada 29 Oktober 2019 lalu aksi mereka diketahui warga. "Pengembang perumahan
awalnya tidak mengetahui penimbunan limbah di lahan mereka. Sebab pelaku seringkali buang
limbah dimalam hari saat situasi gelap dan sepi. Meski dilakukan berulang kali," tutur
Bimantoro. Setelah mendapat laporan warga, polisi kemudian mengintai dan menangkap 5 sopir.
Penyelidikan kemudian membawa polisi ke NH dan SI. Atas perbuatan mereka, NH dan SI
terancam hukuman 3 tahun penjara dan denda maksimal Rp 30 miliar. "Kami jerat pasal 104 UU
no 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup," kata Bimantoro.
Limbah Bau Menyengat di Hutan Kutatandingan
Sejumlah warga Dusun Pagadungan, Desa Tamanmekar, Kabupaten Karawang terkejut
dengan 11 drum diduga berisi limbah beracun. Bau yang amat menyengat keluar dari drum
tersebut. Polisi menyelidiki dan mencari pembuang limbah. "Sudah dua hari tergeletak di lahan
kosong. Saya sudah melapor ke Dinas Lingkungan Hidup dan Polres Karawang,"kata Nace
Permana, Koordinator Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Karawang, Kamis
(3/10/2019).
Berdasarkan pantauan, terdapat logo Chevron Philips Chemical Company pada drum
berwarna putih itu. Pada malam hari sebelum ditemukan, sekira pukul 01.00 WIB, kata Nace,
warga melihat truk masuk ke wilayah tersebut. "Pagi harinya, warga mencium bau busuk sangat
menyengat," tutur Nace.
Kapolres Karawang, AKBP Nuredy Irwansyah Putra menuturkan, pihaknya sedang
menyelidiki kasus tersebut. Ia telah mengerahkan anakbuahnya melakukan olah TKP. "Bahwa
benar ada pembuangan atau dumping Limbah B3, jenis limbah sisa dari sebuah perusahaan,"
kata Nuredy melalui pesan singkat, Kamis (3/10/2019). Nuredy mengungkapkan, dari 11 drum
tersebut, 4 drum masih berisi cairan limbah B3. Adapun 7 drum sisa yang sudah kosong diduga
tumpah di lokasi. "Tim telah melakukan pengamanan (status quo) di TKP agar masyarakat tidak
mendekati lokasi kejadian karena dikhawatirkan dapat berbahaya bagi kesehatan masyarakat
sekitar," kata Nuredy.
Menyebar di Udara, Limbah Fly Ash Teror Warga Klari
Sejumlah warga di Dusun Jatirasa, Desa Duren, Kecamatan Klari, Kabupaten Karawang
mengeluhkan limbah fly ash dari cerobong asap pabrik K2 Industries. Debu hitam sisa
pembakaran batu bara dari pabrik sabun itu terbawa angin dan menyebar ke rumah - rumah
warga sejak dua pekan terakhir.
"Saya sangat khawatir dan kecewa dengan polusi ini. Apalagi saya punya bayi. Anak - anak
di lingkungan ini sering banget batuk dan flek," kata Nayla Aryani seorang ibu rumah tangga di
sekitar pabrik kepada detik, Rabu (24/4/2019).
Nayla menuturkan, rumahnya kerap terpapar debu berwarna hitam setiap siang dan sore hari.
Ia bertambah kesal lantaran pakaian yang ia jemur kerap dikotori debu - debu tersebut. "Yang
paling bikin khawatir kalau debu hitam itu nempel di pakaian bayi saya. Saya takut bayi saya
terpengaruh," kata Nayla.
Ia menuturkan tak sedikit anak kecil di lingkungannya yang mendadak batuk dan sakit.
Apalagi semenjak pabrik itu kerap mengeluarkan asap hitam. "Kalau ada warga yang sakit
berobat pakai biaya sendiri, tak pernah ada kompensasi dari perusahaan," ujarnya.
Paparan debu hitam itu, kata Nayla, tak hanya menerpa atap rumah. Bahkan kerap masuk ke
dalam dan lantai rumah. Pantauan detik, saat dikumpulkan debu hitam itu seperti serbuk kopi
yang pekat. "Entah berapa kali harus nyapu dan ngepel," ucap Nayla.

Sumber: news.detik.com

Anda mungkin juga menyukai