Anda di halaman 1dari 17

LIMBAH INDUSTRI TAPIOKA

Kelompok 3:

1. Bosta Saejore Girsang (170407031)


2. Hafiza Rahmi Lubis (190407013)
3. Jesica Vina Pelawi (190407033)

Mata Kuliah: Teknik Pengolahan Limbah Industri

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. karena atas rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Limbah Industri Tapioka”
ini dengan baik meskipun terdapat banyak kekurangan di dalamnya.

Penulis menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Perencanaan
Tempat Pembuangan Akhir. Atas dukungan moral dan materi yang diberikan dalam
penyusunan makalah ini, maka penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu
Ir. Netti Helina, M.T. selaku dosen Teknik Pengolahan Limbah Industri.

Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai identifikasi dan penanggulangan limbah suatu industri
khususnya industri tapioka. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis
berharap adanya usulan, saran, dan kritik yang membangun demi perbaikan makalah
ini.

Medan, 19 Desember 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan..................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Proses Produksi Industri Tapioka .............................................................................. 3
2.2 Identifikasi Limbah Industri Tapioka ........................................................................ 5
2.3 Penanggulangan Limbah Industri Tapioka ................................................................ 6

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 13
3.2 Saran ........................................................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jika semakin maju tingkat perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah, maka
makin banyak jumlah dan macam industri. Akibatnya akan memunculkan sifat kegiatan dan
usaha tersebut serta besarnya dan banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi secara
kompleks. Hal tersebut selaras dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga akan
menambahkan jumlah penduduk dengan mobilitas yang sangat cepat sebagai pengaruh
terhadap upaya pemenuhan keutuhan manusia (baik kebutuhan dasar seperti pangan dan
sandang, serta kebutuhan materil sebagai hasil proses industri). Akibatnya, akan
memunculkan kecenderungan peningkatan aktivitas yang menghasilkan buangan seperti
limbah. Berdasarkan perkembangan pesat industri yang semakin meningkat, maka akan
menghasilkan buangan (limbah) yang diperoleh dari hasil industri.

Dalam kasus limbah cair industri tepung tapioka, limbah yang dihasilkan oleh pengolahan
singkong bisa padat dan cair. Beberapa kriteria Limbah padat yang dihasilkan dapat
digunakan kembali sebagai pakan ternak atau diolah menjadi kompos. Sedangkan untuk
limbah cair tidak hanya tercipta dari proses pencucian atau pengupasan saja. Sebagian besar,
kasus dari limbah cair dari pabrik pengolahan menjadi perhatian utama bagi masyarakat.
Limbah cair yang dihasilkan dari pengolahan singkong dari industri tepung tapioka sangat
berbau tidak sedap. Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan mikroba yang tinggi pada
limbah cair tersebut. Tetapi dengan efek berbahaya yang mungkin terjadi, air ini entah
kenapa dibuang langsung oleh pabrik begitu saja ke tanah dan sungai atau aliran terdekat.
Akibatnya bisa berisiko tinggi bagi lingkungan melalui pengurangan kualitas aliran. Dari
kasus ini, menjadikan lebih banyak kendala bisnis jika manajemen yang tepat tidak
diperhitungkan. Semuanya harus bergantung pada metode pengolahan dan teknologi yang
diterapkan di pabrik pengolahan singkong. Oleh karena itu, makalah ini ditulis dengan
maksud memberikan pengetahuan kepada pembaca agar dapat mengetahui tentang
identifikasi limbah industri tapioka dan bagaimana pengolahannya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasakan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalahnya, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana proses produksi industri tapioka?
2. Apa saja limbah yang dihasilkan industri tapioka?

1
3. Bagaimana pengolahan limbah yang dihasilkan dari industri tapioka?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui proses produksi industri tapioka
2. Mengidentifikasi limbah yang dihasilkan industri tapioka
3. Mengetahui pengolahan limbah yang dihasilkan dari industri tapioka

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat dari penulisan makalah ini adalah:
1. Salah satu aspek kelulusan mata kuliah Teknik Pengolahan Limbah Industri
2. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai identifikasi limbah dan pengolahan
limbah dari industri tapioka.

2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Proses Produksi
Untuk menghasilkan tapioka dengan kualitas yang baik, proses pengolahan ubi kayu harus
dilakukan segera setelah dipanen. Penundaan waktu olah akan menyebabkan aktivitas enzim
pendegradasi pati menjadi aktif dan menyebabkan penurunan kualitas pati (tapioka) yang
dihasilkan. Ubi kayu yang sudah dipanen harus segera diolah dengan waktu tunda tidak lebih
dari 2 (dua) hari. Dilihat dari proses pengolahan, industri tapioka digolongkan dalam dua
kelompok. Kelompok pertama merupakan industri besar yang menggunakan mesin-mesin
dengan kapasitas besar, modal kuat dan tenaga kerja sedikit, dan kelompok kedua
menggunakan mesin-mesin sederhana, modal kecil dan lebih banyak menggunakan tenaga
kerja.

Ubi Kayu

Pengupasan Kulit dan Kotoran

Air Pencucian Limbah Cair

Pemarutan

Air Ekstrasi Onggok

Pengendapan Limbah Cair

Penjemuran

3
Penggilingan dan Pengayakan

Pengepakan

Gambar 2.1 Skema Proses Produksi Tepung Tapioka

Secara umum tahapan proses produksi pada industri tapioka adalah:

1. Pembersihan
Ubi kayu dikupas kulitnya lalu dimasukkan ke dalam bak cuci. Selama pengupasan.
dilakukan sortasi bahan baku dengan pemilihan ubi kayu yang bagus atau tidak busuk. Ubi
kayu yang jelek dipisahkan dan tidak diikutkan pada proses berikutnya.

2. Pencucian
Ubi kayu yang telah dikupas, dicuci dengan air bersih agar kotoran dari sisa tanah dan getah
ubi kayu yang masih menempel dapat hilang. Pencucian dilakukan dengan cara meremas-
remas singkong di dalam bak yang berisi air. Air bekas cucian tersebut kemudian dialirkan ke
bak penampung limbah cairo Pada tahap ini dihasilkan limbah cair berupa air bekas cucian
yang mengandung tanah dan getah ketela pohon.

3. Pemarutan
Setelah dicuci hingga bersih maka singkong kemudian dimasukkan ke dalam mesin pemarut
untuk dipotong dan diparut sehingga menjadi bubur singkong. Mesin pemarut harus selalu
dicuci dengan air. Air ini akan mengalikan bubur ke dalam suatu bak yang berfungsi untuk
mengkocok bubur singkong. Dari bak pengocokan, bubur singkong kemudian dimasukkan ke
alat penyaring.

4. Ekstraksi
Proses penyaringan dan pemerasan dilakukan dengan mesin (saringan getar). Bubur
dimasukkan dalam alat dan harus selalu disiram air. Air dari proses penyaringan ditapis
dengan kain tipis yang dibawahnya disediakan wadah untuk menampung aliran air tersebut.
Diatas saringan ampas tertahan sementara air yang mengandung pati ditampung dalam wadah
pengendapan.

4
5. Pengendapan
Pati hasil ekstraksi diendapkan dalam bak pengendapan selama 24 jam. Setelah 24 jam, air di
bagian atas endapan dialirkan ke bak penampung limbah cair. Sedangkan endapan pati
diambil dan siap dikeringkan.

6. Penjemuran
Endapan pati yang terbentuk dari proses sebelumnya memiliki kanduangan air sekirar 40%
sehingga harus dikeringkan. Proses pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air
dalam tepung tapioka. Proses pengeringan bisa menggunakan sinar matahari atau alat
pengering buatan. Sistem pengeringan menggunakan siner mataharl dengan cara menjemur
tapioka dalam nampan atau widig yang diletakkan di atas rak-rak bambu selama 1-2 hari
(tergantung dan cuaca). Tepung tapioka hasil proses pengeringan akan memiliki kandungan
air sekitar 15%. Dalam proses pengeringan dengan alat pengering buatan harus
memperhatikan temperatur proses. Temperatur proses pengeringan tidak boleh melewati
80℃.

7. Penghalusan dan Pengayakan


Tapioka kering yang setelah dijemur masih berbutir kemudian dimasukkan ke dalam mesin
penghalus, dan akhirnya lewat saringan terkumpul dalam bak.

8. Pengepakan
Tapioka kering dan halus dalam bak dimasukkan ke dalam karung, tetapi hal ini tidak dapat
dilakukan bersama-sama saat mesin penghalus sedang berjalan sebab bak pengumpul tersebut
tertutup rapat agar tapioka tidak berterbangan.

2.2 Identifikasi Limbah Industri Tapioka


1. Limbah Padat
Limbah padat industri tapioka ini berasal dari proses pengupasan yaitu berupa kulit singkong
dan proses ekstraksi yang berupa ampas singkong. Limbah padat dari industri tapioka terbagi
menjadi beberapa macam yaitu:

a. Kulit yang berasal dari pengupasan ubi kayu/singkong


b. Sisa-sisa potongan ubi kayu/singkong yang tidak terparut berasal dari proses pemarutan.
c. Ampas onggok yang merupakan sisa dari proses ekstrasi pati dengan air, terdiri dari sisa-
sisa pati dan serat-serat.

5
Limbah meniran kulit singkong bersumber dari proses pengupasan kulit singkong. Limbah
meniran terdiri dari 80-90% kulit dan 10-20% potongan singkong atau bonggol. Persentase
jumlah limbah kulit singkong bagian luar dan limbah kulit singkong bagian dalam dari berat
total singkong adalah masing masing 0.5-2% dan 8-15%.

Onggok adalah limbah industri tepung tapioka yang dihasilkan dari proses pemerasan dan
penyaringan. Banyaknya jumlah onggok yang dihasilkan dipengaruhi oleh varietas singkong,
umur singkong dan kasar halusnya parutan yang digunakan. Jenis singkong yang bermutu
baik adalah yang menghasilkan pati dengan rendemen tinggi.

2. Limbah Cair
Limbah cair hasil pengolahan tepung tapioka yaitu berupa air tajin dan elod atau cai
balendrang. Air tajin merupakan air yang berasal dari pati singkong yang telah di endapkan,
setelah tepung tapioka mengendap terdapat air yang ada di atas tepung tapioka ini biasanya
berwarna kuning. Elod dan cai balendrang merupakan kumpulan limbah yang berasal dari
getah dan air bekas proses pengolahan singkong, yaitu air yang berasal dari pencucian
singkong, air buangan, air sisa pengepressan onggok, pencucian mesin merupakan limbah
yang berada paling akhir dan limbah yang paling kotor pada industri ini.

Kualitas limbah cair industri tapioka dapat ditentukan dengan beberapa parameter uji yaitu :
BOD, COD, padatan terlarut, padatan tersuspensi, sianida, dan pH serta beberapa parameter
yang sangat sensitif dipandang dan segi visual seperti warna dan kekeruhan. Limbah cair
tepung tapioka juga mengandung mikroorganisme seperti bakteri dan jamur karena limbah
tapioka yang belum diolah masih mengandung selulosa.

2.3 Penanggulangan Limbah Industri Tapioka


1. Limbah Padat
Limbah padat dari proses produksi tepung tapioca dapat dimanfaatkan sebagai berikut:
a. Pakan Ternak
Kulit singkong menurut Tim Kementrian Lingkungan Hidup (2009: 23) adalah bagian
yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Selain kulit singkong, ampas yang
dihasilkan pada proses ekstraksi kemudian dikeringkan, setelah kering ampas digunakan
sebagai pakan ternak.

6
b. Daur Ulang
Saat ini pemanfaatan onggok sudah sangat berkembang, mulai dari bahan baku asam
sitrat, bahan pengisi obat nyamuk bakar, sampai berbagai produk pangan seperti bahan
pengisi saus dan sambal serta bioethanol. Limbah padat tapioka bermanfaat juga untuk
dijadikan bahan baku industri makanan jadi berupa kripik, enyek-enyek, emping, dan
biskuit.
c. Kompos
Biomassa lain yang dihasilkan dari produksi tepung tapioka adalah kulit dan potongan
kecil-kecil ubi kayu atau lebih dikenal sebagai meniran. Biomassa ini umumnya
digunakan sebagai pakan atau dikomposkan untuk dijadikan pupuk

2. Limbah Cair
Menurut Nayono (2010), dalam limbah cair industri tepung tapioka, terdapat lima parameter
umum yang harus diperhatikan. Lima parameter tersebut antara lain:
1. Padatan (Solids)
Padatan (Solids) diklasifikasikan menjadi dua golongan umum yakni padatan terlarut
(Dissolved Solid) dan padatan tersuspensi (Suspended Solid). Jenis padatan terlarut maupun
padatan tersuspnsi dapat bersifat organik ataupun anorganik tergantung dari sumber asal
limbahnya (termasuk limbah cair). Padatan tersuspensi memiliki diameter yang lebih besar
daripada padatan terlarut, yakni antara 0,01 mm sampai dengan 0.001 mm.

2. BOD (Biological Oxygen Demand)


BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan mengoksidasi senyawa organik dalam limbah
cair oleh mikroba pada suhu 20oC selama waktu inkubasi 5 hari. Biasanya BOD digunakan
sebagai parameter dengan bertujuan untuk mengetahui senyawa kimia organik dalam limbah
cair.

3. COD (Chemical Oxygen Demand)


Nilai kadar COD di dalam air buangan/air limbah selalu lebih tinggi daripada nilai kadar
BOD. Hal ini disebabkan oleh senyawa kimia dalam komposisi lebih banyak dapat dioksidasi
secara kimia jika dibandingkan dengan oksidasi biologis. Jika tinggi nilai kadar COD dalam
air limbah tersebut dapat menandakan bahwa derajat pencemaran pada suatu perairan juga
tinggi.

7
4. pH
Dalam keadaan normal, air memiliki tingkat keasaman sekitar 6.0-7.5. Tetapi tingkat
keasaman pada air dapat berubah diakibatkan oleh adanya senyawa kimia buangan pada air.
Sumber utama asam di dalam air berasal dari air limbah pertambangan dan bahan buangan
industri. Sumber utama penyebab basa pada air disebabkan oleh peningkatan aktivitas
manusia seperti penambahan jenis pupuk tertentu untuk meningkatkan pH air atau
penambahan senyawa basa ke dalam air di dalam proses pengolahan produk tambang. Tentu
saja berbeda dengan pH garam dimana sumber penyebabnya yakni dari aktivitas manusia
seperti penambahan pupuk ke dalam pengairan sawah. Hal tersebut menyebabkan
peningkatan salinitas air atau peningkatan konsentrasi senyawa kimia di dalam air yang bisa
membuat air menjadi menguap secara alamiah ketika musim kemarau terjadi

5. Sianida
Senyawa beracun sianida juga menjadi senyawa kimia pencemar air, terkhusus untuk daerah
tambang emas dan perak. Senyawa sianida seperti natrium sianida (NaCN) dan Kalium
Sianida (KCN) digunakan untuk mengekstraksi emas dan perak dari mineral. Limbah dari
senyawa sianida akan menyebabkan pencemaran air yang berasal dari hasil pencucian dan
dibuang ke dalam saluran air dan tanah. Untuk nilai baku mutu air limbah dari industri tepung
tapioka, bisa diketahui kadar dan beban pencemaran paling tinggi juga. Hal ini bertujuan agar
mengetahui dan menerapkan proses pembuangan akhir air limbah industri tepung tapioka
tersebut dapat diterima ke badan air dalam angka kadarnya lebih kecil dari nilai baku mutu
yang ditentukan. Nilai baku mutu dapat diperlihatkan dalam tabel berikut.

8
Untuk mengatasi masalah pada bentuk maupun kadar limbah cair industri tepung tapioka
tersebut, maka harus dibangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Tujuan utama
adanya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) adalah untuk memenuhi standar kualitas
efluen yang ditetapkan oleh otoritas pengaturan atau peraturan federal, negara bagian,
nasional, regional, dan lokal; dan untuk mencegah banyak kondisi lingkungan yang
merugikan yang mungkin berkembang karena pengolahan air limbah yang tidak memadai.

Untuk itu, kami mengambil contoh salah satu kajian yang membahas mengenai proses
pegolahan limbah cair industri tapioka dengan judul ‘Evaluasi Instalasi Pengolahan Air
Limbah Industri Tepung Tapioka PT Sari Tani Sumatera, Serdang Bedagai’. Untuk
permasalahan limbah cair PT Sari Tani Sumatera, dibalik proses pengolahan singkong
menjadi tepung tapioka tentu saja akan menghasilkan limbah cair dari sisa proses pengolahan
tersebut. Walaupun begitu, limbah cair tepung tapioka yang dihasilkan oleh PT Sari Tani
Sumatera dapat dikelola dan diolah dengan baik dengan menggunakan sistem Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan metode pengolahan sistem kolam stabilisasi (Husin
dkk, 2022).

Adapun parameter yang telah diuji, menunjukkan kandungan pencemar yang ada pada limbah
cair industri tapioka yang tertera pada tabel berikut.

9
Dengan identifikasi kadar pencemar limbah cair yang dihasilkan dari industri tapioka, maka
pengelolaan limbah cair yang digunakan oleh PT. Sari Tani Sumatera adala kolam stabilisasi
dengan alur proses pengolahannya sebagai berikut.

Kolam stabilisasi didefinisikan sebagai kolam dangkal buatan manusia yang menggunakan
proses fisis dan biologis untuk mengurangi kandungan bahan pencemar yang terdapat pada
air limbah. Proses tersebut antara lain meliputi pengendapan partikel padat, penguraian zat
organik, pengurangan nutrien (P dan N) serta pengurangan organisme patogenik seperti
bakteri, telur cacing dan virus (Polprasert, 1996; Pena-Varon and Mara, 2004 dalam Nayono,
2010). Kolam stabilisasi ini cukup banyak digunakan oleh negara-negara berkembang karena
biaya pembuatan dan pemeliharaannya murah serta lahan yang tersedia masih cukup banyak.

Kolam stabilisasi ini cukup banyak digunakan oleh negara-negara berkembang karena biaya
pembuatan dan pemeliharaannya murah serta lahan yang tersedia masih cukup banyak.
Prinsip dasar dari kolam stabilisasi adalah (Veenstra, 2000 dalam Nayono, 2010):
- Menyeimbangkan dan menjaga fluktuasi beban organik dan beban hidrolis limbah air,
- Mengendapkan partikel padatan dari air limbah di kolam pertama,
- Memanfaatkan proses fotosintesis yang dilakukan oleh algae sebagai sumber utama
oksigen,

10
- Proses penguraian zat organik secara biologis yang dilakukan oleh mikroorganisme (baik
secara aerobik maupun anaerobik), dan
- Pengurangan organisme patogenik melalui beberapa proses interaktif antara alga dan
bakteria.

kolam stabilisasi dapat diklasifikasikan berdasarkan pada proses biologis yang utama pada
kolam tersebut, pola pembebanan hidrolis atau tingkat pengolahan yang diinginkan.
Berdasarkan pada hal tersebut, kolam stabilisasi dapat digolongkankan menjadi: kolam
anaerobik, kolam fakultatif dan kolam pematangan (Polprasert, 1996 dalam Nayono, 2010).
1. Kolam anaerobik (anaerobic ponds). Kolam anaerobik didesain agar partikel padat yang
dapat terurai secara biologis dapat mengendap dan diuraikan melalui proses anaerobik.
Kolam ini biasanya mempunyai kedalaman 3 sampai 5 meter dengan masa tinggal hidrolis
(hydraulic retention time) antara 1 sampai 20 hari.

2. Kolam fakultatif (facultative ponds). Kolam fakultatif biasanya mempunyai kedalaman


berkisar 1 sampai 2 meter dengan proses penguraian secara aerobik dibagian atas dan
penguraian secara anaerobik di lapisan bawahnya. Jenis kolam ini mempunyai masa
tinggal hidrolis antara 5 sampai 30 hari. Penggunaan kolam fakultatif bertujuan untuk
menyeimbangkan input oksigen dari proses fotosintesis alga dengan pemakaian oksigen
yang digunakan untuk penguraian zat organik.

3. Kolam pematangan (maturation ponds). Kolam pematangan adalah kolam dangkal dengan
kedalaman hanya 1 sampai 1,5 meter. Hal ini ditujukan agar keseluruhan kolam tersebut
dapat ditumbuhi oleh alga sehingga oksigen yang dihasilkan selama proses fotosintesis
dapat dipergunakan untuk proses penguraian secara aerobik. Kolam ini digunakan untuk
memperbaiki kualitas air yang dihasilkan oleh pengolahan di kolam fakultatif dan untuk
mengurangi jumlah organisme patogenik.

Selain cukup banyak digunakan di negara-negara tropis maupun sub-tropis, dikarenakan oleh
kehandalan dan efisiensinya, sistem ini juga digunakan dibeberapa negara maju seperti
Amerika Serikat dan Jerman. Kolam stabilisasi yang terdiri dari kolam anaerobik, fakultatif
dan pematangan mampu mengurangi kandungan BOD air limbah sampai dengan 90%,
sedangkan pengurangan bakteri e-coli (sebagai indikator adanya organisme patogen) dapat
mencapai 99% (Veenstra, 2000 dalam Nayono, 2010).

11
Gambar 2.2 Skema Kolam Stabilisasi

12
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari pembahasan limbah industri tapioka adalah:
1. Tahapan proses produksi pada industri tapioka adalah pembersihan, pencucian, pemarutan,
ekstrasksi, pengendapan, penjemuran, penghalusan dan pengayakan, dan pengepakan.
2. Limbah padat industri tapioka ini berasal dari proses pengupasan yaitu berupa kulit
singkong dan proses ekstraksi yang berupa ampas singkong. Limbah cair hasil pengolahan
tepung tapioka yaitu berupa air tajin yang merupakan air yang berasal dari pati singkong
yang telah di endapkan dan Elod dan cai balendrang yang merupakan kumpulan limbah
yang berasal dari getah dan air bekas proses pengolahan singkong.
3. Penganggulangan dari limbah padat dan cair yang dihasilkan oleh limbah industri tapioka
adalah untuk limbah padat mengolah limbah padat dengan kriteria tertentu menjadi pakan
ternak, didaur ulang menjadi bahan baku dan diolah menjadi kompos. Sedangkan untuk
pengolahan limbah cair mengginakan kolam stabilisasi untuk menghilangkan kandungan
organik, padatan tersuspensi, senyawa sianida, dan pencemar lainnya agar efluen yang
telah diolah dapat memenuhi baku mutu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan
Kehutanan No. 68 Tahun 2016.

3.2 Saran
Setelah menyusun makalah terkait Limbah Industri Tapioka, harapannya agar seluruh pihak
yang bekerja di industri tapioka dapat memanfaatkan dan mengolah limbah yang dihasilkan
dari industri ini dengan baik.

13
DAFTAR PUSTAKA

Adnan, Gempur. 2009. Pedoman Pengelolaan Limbah Industri Pengolahan Tapioka. Jakarta:
Asisten Deputi Urusan Pengendalian Pencemaran Agro Industri.

Indrianeu, Tineu dan Elgar Singkarwijaya. (2019). Pemanfaatan Limbah Industri Rumah
Tangga Tepung Tapioka Untuk Mengurangi Dampak Lingkungan. Jurnal Geografi,
17(2), 39–50.

Husin, A., Faisal, M., & Naibaho, T. U. (2021). Evaluasi Instalasi Pengolahan Air Limbah
Industri Tepung Tapioka PT Sari Tani Sumatera, Serdang Bedagai. Jurnal Serambi
Engineering, 7(1), 2607–2616. https://doi.org/10.32672/jse.v7i1.3822

Nayono, S. E. (2010). Metode Pengolahan Air Limbah Alternatif Untuk Negara Berkembang.
Inersia, 6(1), 52–64.

14

Anda mungkin juga menyukai