Anda di halaman 1dari 3

Biofertilizer Berbasis Mikroalga: Pendekatan Biorefinery untuk

Phycoremediate Air Limbah

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pupuk kimia, bahan bakar fosil dan air limbah adalah tiga masalah besar di seluruh
dunia karena terjadi peningkatan populasi, urbanisasi, perubahan iklim, dan gaya hidup
modern ( Singh et al., 2013 ; Fagodiya et al., 2017 ). Masalah-masalah ini membutuhkan
suatu solusi berkelanjutan untuk memperbaiki alam dan kualitas hidup manusia. Volume air
limbah yang dihasilkan setiap hari dalam jumlah yang besar dan secara global lebih dari 80%
dari semua air limbah dibuang tanpa adanya pengolahan limbah terlebih dahulu. Oleh karena
itu, secara global berkisar 20% dari semua air limbah dibuang dengan adanya pengolahan air
limbah. Di mana pada negara yang berpenghasilan tinggi, berpenghasilan menengah dan
berpenghasilan rendah memiliki berkontribusi dalam pengolahan limbah masing-masing
38%, 28% dan 8% (WWDR, 2017 ). India menghasilkan 61.948 juta liter per hari (MLD)
namun hanya 23.277 MLD yang dilakukan pengelolaan air limbah. Air limbah yang diolah di
India hanya 37% (MoEF&CC, GOI, 2018). Negara-negara berpenghasilan rendah (paling
tidak negara berkembang) menyumbang proporsi tertinggi dari air terpakai mereka karena
kekurangan infrastruktur, kapasitas teknis, kelembagaan, dan pembiayaan .Secara global,
mengurangi air limbah yang tidak diolah, mendaur ulang limbah dan penggunan kembali
sangat diperlukan ( Khan et al., 2018; Zhou et al., 2018a , 2018b ). 
Produksi biofuel menggunakan mikroalga yang tumbuh di air limbah juga dapat
menjadi sumber energi yang banyak nilai nutrisi, bahan organik, hemat biaya dan
berkelanjutan. Mikroalga mengalami peningkatan efisiensi fotosintesis (fiksasi karbon)
daripada tanaman yang ditamam dalam kurun waktu yang singkat dan menghasilkan hasil
biomassa tinggi (Yu et al., 2018 ). Produktivitas global biodiesel mikroalga diperkirakan dari
52000 untuk 121000 kg ha-1 y-1 dan di India Itu adalah 16.70-22.26 m3 ha-1 y-1 ( Han et al.,
2015). Potensi dari manfaat biorefinery mikroalga untuk manusia dan kesehatan lingkungan
(phycoremediation dan mitigasi GRK) dengan implikasi pada energi dan keamanan pangan.
saat ini tersedia teknik pengolahan air limbah efektif namun tidak berkelanjutan karena
harganya yang tinggi, kendala lingkungan dan pembentukan lumpur. Setelah proses
pengolahan air limbah secara konvensional, limbah yang dihasilkan harus dikirim pada suatu
situs untuk perawatan dan pembuangan, semakin meningkatkan biaya operasional (Bosnic et
al., 2000 ; Kabdasli et al., 2002 ). 
Dibandingkan dengan teknologi pengolahan fisikokimia untuk air limbah, pengolahan
limbah berbasis alga (phycoremediation) selama proses pengolahan air limbah secara
sekunder lebih efisien dan aman ( Malla et al., 2015 ). Setelah biomassa alga dihasilkan, ia
dapat digunakan untuk itu menghasilkan biomanure, obat-obatan, biodiesel, etanol, hidrogen,
memberi makan ikan dan banyak produk berharga lainnya (Chisti, 2007 ; Khan et al.,
2009; Sturm and Lamer, 2011). Berbagai spesies Chlorella dan Scenedesmus bisa
menyediakan produk yang sangat tinggi (> 80%) dan mampu mereduksi kadar amonia, nitrat
dan fosfor total dari air limbah olahan sekunder (Martinez et al., 2000; Ruiz-Marin et al.,
2010 ; Zhang et al., 2008). Mikroalga memiliki dua kelebihan signifikan yang lebih tinggi
mengenai generasi biomassa (Sheehan et al., 1998 ). Pertama, hasil biomassa secara nyata
lebih besar untuk mikroalga; dengan produktivitas diproyeksikan sekitar 70 metrik ton per
hektar per tahun (ha-1 yr-1) dari berat kering. Kedua, budidaya mikro ganggang tidak
membutuhkan tanah yang subur atau air tawar serta dapat dipanen dalam kurun waktu yang
singkat. Budidaya alga juga bisa dilakukan dalam air limbah. Saat ini, mikroalga digunakan
sebagai bahan baku untuk biofuel, selain dari biomassa alga yang dipanen juga dapat
digunakan sebagai aplikasi pupuk untuk pertanian yang juga setelah memanfaatkan biofuel
dari biomassa (Fayza dan Fattah, 2008 ). Namun, pengembangan budidaya alga hingga
panen yang layak secara ekonomi masih memerlukan metode yang tepat dan menjadi
tantangan utama saat ini. Banyak penelitian yang telah dilakukan bahwa ganggang
merupakan salah satu media terbaik untuk menghilangkan atau mereduksi kelebihan nutrisi
seperti nitrat, fosfat, amonia pada air limbah limbah (Chevalier et al., 2000). Chlorella
minutissima  memanfaatkan dengan baik kandungan amonia atau nitrat sebagai sumber N
dalam air limbah (Bhatnagar et al., 2010 ; Rawat et al., 2011). Ganggang kering yang telah
dipanen dapat menjadi biomassa yang menggantikan pupuk kimia komersial setelah nessing
potensi biofuel.
Melalui pembahasan ini, seseorang dapat mengaplikasikan sistem phycoremediation,
produksi biomassa dan potensi sinergi kombinasi dari ketiganya ganggang dan konsorsium
biomassa alga yang dipanen setelah lipid diekstraksi. Diperlukan studi lebih lanjut untuk
mengoptimalkan proses di skala percontohan dan untuk menilai potensi manurial jangka
panjang di tanaman yang berbeda dalam kondisi lapangan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah proses phycoremediation dapat mereduksi kadar ammonium, nitrat, phospat,
dan total disolve solid dalam air limbah?
2. Berapa hasil produksi biomassa dan berat kering dari budidaya alga Chlorella
minutissima , Scendesmus spp, dan Nostoc muscorum?
3. Berapa kandungan asam lemak yang terdapat pada Chlorella minutissima ,
Scendesmus spp, dan Nostoc muscorum?
4. Bagaimana analisis kelayakan phycoremediation air limbah dan produksi pupuk
kandang ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui proses kelayakan phycoremediation air limbah dan produksi pupuk
kandang.
2. Mengetahui hasil produksi biomassa dan berat kering dari budidaya alga Chlorella
minutissima , Scendesmus spp, dan Nostoc muscorum.
3. Mengetahui kandungan asam lemak yang terdapat pada Chlorella minutissima ,
Scendesmus spp, dan Nostoc muscorum.
4. Mengetahui analisis kelayakan phycoremediation air limbah dan produksi pupuk
kandang.

Anda mungkin juga menyukai