Anda di halaman 1dari 8

Tugas.

HANI HARDIYANTI

030025271

Buang Limbah Cair ke Sungai Deli, Perusahaan Ini Disegel KLHK

Seksi Wilayah I Balai Pengamanan dan Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup Wilayah
Sumatera, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menyegel PT. Expravet
Nasuba, Senin (17/8/2018). Perusahaan yang beralamat di Jalan K.L Yos Sudarso KM.8,8,
Kelurahan Mabar, Kecamatan Medan Deli, Kota Medan, Sumatera Utara, ini dianggap
melanggar undang-undang lingkungan hidup, membuang limbah cair ke aliran Sungai Deli.

Operasi penegakkan hukum terhadap perusahan yang bergerak pada pemotongan dan
pengolahan daging serta unggas ini dipimpin Kepala Balai Gakkum LHK Wilayah Sumatera,
Edward Sembiring. Di lokasi, tim gakkum bersama Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat
(SPORC) Brigade Macan Tutul, dan tim penyidik Seksi Wilayah I mengumpulkan sejumlah
barang bukti beserta sampel limbah cair perusahaan.

Pantauan Mongabay di lokasi, tim penyidik gakkum menelusuri arah pipa terakhir


pembuangan limbah cair ke Sungai Deli. Edward tampak geram dengan pencemaran
lingkungan yang dilihatnya itu.

“Tim silakan segel lokasi ini. Air yang mengalir dari pipa segera hentikan, jangan ada setetes
pun terbuang ke aliran Sungai Deli ini. Silahkan tutup dengan semen,” tegas Edward yang
mendapat pengawalan bersenjata lengkap SPORC Brigade Macan Tutul.

Namun, ketika penyegelan berlangsung, seorang pria datang menghampiri dan ingin
penyegelan dihentikan. “Apa-apaan ini? Kok berani menyegel dan menyemen lubang
pembuangan akhir limbah kami? Saya minta dicabut plang penyegelan,” katanya kepada
petugas. Lelaki itu bernama Hasman, HRD perusahaan. Adu argumen sempat terjadi antara
dia dan petugas.

Edward langsung menjelaskan, perusahaan diminta menaati aturan hukum. Keterangan dapat
diberikan saat proses pemeriksaan di Balai PamGakkum KLHK wilayah Sumatera, di Medan.
“Kita bisa bicarakan ini baik-baik. Tolong jangan begitu, kalau disegel proses produksi bisa
terganggu,” tutur Hasman.
Hasman mengatakan, proses pengolahan limbah perusahaan sedang dalam proses di Balai
Lingkungan Hidup (BLH) Kota Medan. Dia menjelaskan, perusahaan sudah menyerahkan
pengajuan dokumen Analis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) pembuangan limbah
akhir. Namun, masih ada penolakan dan perbaikan dari BLH Kota Medan.

“Semua masih dalam proses, Pak. Kan tahu sendiri, birokrasi kita lamban jadi saya minta
tolong ada kelonggaran,” katanya lagi.

Edward kembali bertanya tentang surat peringatan Pemerintahan Kota Medan kepada
perusahaan ini yang membuang limbah cairnya tidak sesuai aturan, Hasman hanya diam, lalu
mengakui surat peringatan itu sudah diterima sejak 2013 lalu.

Edward makin berang, karena sejak 2013 hingga 2018, tidak ada itikad dari perusahaan untuk
memperbaiki pembuangan limbah akhir yang masih dilakukan ke aliran Sungai Deli. Namun,
Hasman masih bersikeras agar penyegelan tidak dilakukan. Menurut dia, perusahaan sudah
mengikuti anjuran BLH Medan agar sebelum dibuang, limbah akhir diendapkan 24 jam dan
itu sudah dilakukan. “Kami juga terus memberbaiki proses pembuangan limbah akhir,”
terangnya.

Namun, pihak Gakkum Wilayah Sumatera tetap menyegel perusahaan. Menurut Edward,
yang dilakukan ini adalah perintah undang-undang. Ada Pasal 100 ayat (2) jo Pasal 20 ayat
(3) huruf a dan b jo Pasal 68 huruf b dan c; Pasal 114 dan Pasal 116 Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jo Pasal 37 Jo
Pasal 40 ayat (1), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Jo Permen LH Nomor 5 Tahun
2014 tentang Baku Mutu Air Limbah. Ancaman pidana penjara paling lama tiga tahun dan
denda paling banyak tiga miliar Rupiah.

 Laporan masyarakat

Edward mengatakan, penghentian kegiatan PT. Expravet Nasuba (EN) berawal dari
pengaduan masyarakat terkait pencemaran Sungai Deli. Pada 25 Agustus 2018, Pejabat
Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) memverifikasi pengaduan, ditemukan fakta bahwa
perusahaan tidak memiliki izin pembuangan limbah cair serta ada saluran pembuangan tanpa
pengolahan.

Pada 13 Maret 2013, Wali Kota Medan telah memberikan sanksi administrasi, paksaan
pemerintah, kepada PT. EN berdasarkan SK No: 660.2/396.X/III/2013 atas pelanggaran yang
dilakukan. Namun, perusahaan tidak melaksanakan isi surat tersebut, bahkan tetap
membuang limbah cair langsung ke Sungai Deli.

“PT. EN diduga melanggar peraturan. Atas dasar itu, kami menyegelnya. Kami hanya
menghentikan pembuangan limbah, bukan kegiatan perusahaan,” terangnya.

Edward menyatakan, pihak perusahaan menolak menandatangani berita acara penyegelan.


“Namun, kami sudah lampirkan berita acara penolakan itu. Jika plang penyegelan dicabut, itu
pidana dan akan diproses hukum. Kasus ini akan diusut hingga tuntas,” tegasnya.
ANALISA

1. Perbuatan melawan hukum berdasarkan hukum pidana yang dilakukan oleh perusahaan
tersebut! Sebutkan melanggar Undang-Undang apa dan Pasal berapa?

Jawab :

Melanggar UU (PPLH) Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pasal 100 Ayat 2 Jo. Pasal 20 Ayat 3a dan 3b Jo. Pasal 68b dan 68c, Pasal 114 dan
Pasal 116, Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Jo Pasal 37 Jo Pasal 40 Ayat 1, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Jo.
Perusahaan juga melanggar Permen LH No 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah.
PT EN diancam pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 3 miliar.

Karena perusahaan tersebut sengaja membuang limbah ke sungai maka diancam pidana


berdasarkan Pasal 60 jo. Pasal 104 UU PPLH sebagai berikut:
 
Pasal 60 UU PPLH:
Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media
lingkungan hidup tanpa izin.
 
Pasal 104 UU PPLH:
Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan
hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).
2. Apakah masyarakat dapat mengajukan gugatan perdata terhadap pelaku untuk memberikan
kompensasi ganti rugi? Bila ya jelaskan bagaimana?

Jawab :

Bisa,

Karena Pada Prinsipnya, setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan
perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang
menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi
dan/atau melakukan tindakan tertentu.
 
Selain diharuskan membayar ganti rugi, Terhadap PT. Expravet Nasuba (EN) Yang
Membuang Limbah Ke Sungai pencemar dan/atau perusak lingkungan hidup dapat pula
dibebani oleh hakim untuk melakukan tindakan hukum tertentu, misalnya perintah untuk:
a.    memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai dengan
baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan;
b.    memulihkan fungsi lingkungan hidup; dan/atau
c. menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup.
 
Mengenai kerugian yang diderita warga masyarakat bisa mengajukan gugatan perwakilan
kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila
mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
 
Gugatan dapat dilakukan jika memenuhi syarat yaitu adanya terdapat kesamaan fakta atau
peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok dan anggota
kelompoknya.
 
Jadi warga masyarakat dapat melakukan gugatan perwakilan kelompok dengan tujuan
untuk meminta ganti rugi Terhadap PT. Expravet Nasuba (EN) Yang Membuang Limbah
Ke Sungai karena pencemaran lingkungan. Di samping itu perusahaan juga dapat
dipidana karena pencemaran tersebut mengakibatkan Wabah Penyakit.
3. Jika Masyarakat menempuh alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan (misal
arbitrase), apakah proses arbitrase tersebut dapat meniadakan pemidanaan terhadap pelaku?
Jelaskan Pendapat anda

Jawab :

Mengenai Proses Pemidanaan terhadap Pelaku dalam hal ini dilakukan oleh PT.
Expravet Nasuba (EN) Yang Membuang Limbah Ke Sungai , Apabila dilakukan diluar
Pengadilan dan Kedua Belah Pihak Sepakat dengan Perjanjian Penyelesaian Perkara
dalam hal ini warga sungai deli dan PT EN, Sengketa tersebut mungkin tidak perlu
dilanjutkan Ke Pengadilan, Tetapi diselesaikan Melalui cara cara yang disepakati Di Luar
Pengadilan, Sehingga pemidanaan mungkin saja ditiadakan dalam hal Pidana, akan
tetapi Sanksi dari Perjanjian yang di telah disepakati Oleh PT EN, wajib dilaksanakan,
dan Jika Setelah kesepakatan diluar Pengadilan PT tersebut tidak menjalankan Putusan
dari Hasil Penyelesaian di luar pengadilan, Masyarakat dapat menuntut dan
menindaklanjuti Permasalahan Tersbut Ke Pengadilan.

Penyelesaian sengketa diluar pengadilan adalah respons atas ketidakpuasan (dissatisfaction)


penyelesaian sengketa lingkungan melalui “proses litigasi” atau (di dalam pengadilan) yang
konfrontatif dan njelimet adalah extrajudicial settlement of disputes atau populer disebut
alternative dispute resolution (ADR) yaitu penyelesaian konflik lingkungan secara
komprehensif di luar pengadilan. ADR merupakan pengertian konseptual yang
mengaksentuasikan mekanisme penyelesaian sengketa lingkungan melalui upaya:
negotiation, conciliation, mediation, fact finding dan arbitration. Terdapat juga bentuk-bentuk
kombinasi yang dalam kepustakaan dinamakan (hybrid) semisal mediasi dengan arbitrasi
yang disingkat (med-arb).

Penyelesaian sengketa diluar pengadilan memiliki kelebihan yang utama dengan


menghasilkan keputusan yang dapat diterima oleh dan memuaskan semua pihak (high level
of acceptance), kelebihan ini menjelaskan bahwa penyelesaian sengketa melalui ADR dapat
menghasilkan sebuah keputusan yang dirasa oleh dan untuk para pihak yang bertikai
”ADIL”, sebab apabila salah satu pihak merasa dirugikan ia tidak akan mau menerima
kesepakatan yang dihasilkan melalui proses ADR dan melanjutkannya penyelesaian sengketa
tersebut ke pengadilan. Hal inilah yang menjadi acuan bahwa hasil dari ADR merupakan
sebuah kesepakatan yang adil bagi para pihak yang bersengketa.
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau menggunakan Alternatif Penyelesaian sengketa
(ADR/APS) diatur dalam perangkat hukum Indonesia yaitu :
1. Pasal 30 ayat (1) UU No.23 Th.1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2. UU No.30 Th.1999 tentang arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
3. PP No.54 tahun 2000 tentang lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa
lingkungan hidup di luar pengadilan.
Ketiga perangkat hukum diatas merupakan dasar hukum dalam menyelesaikan sengketa
Lingkungan Hidup di luar pengadilan.

Setelah lahirnya UU No.23 Th. 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) di


Indonesia maka penyelesaian sengketa lingkungan hidup memiliki pilihan ”opsi” untuk
menyelesaikan sengketa lingkungan. Seperti yang telah diuraikan di Pendahuluan, sebelum
berlakunya UUPLH, atau dalam UU No. 4 Tahun 1982 (UULH) tidak diberikan suatu pilihan
dalam menyelesaikan sengketa lingkungan. Tetapi dengan berlakunya UUPLH masyarakat
yang bersengketa di bidang Lingkungan Hidup dapat memilih atau menentukan pilihan
mereka dalam menempuh penyelesaian sengketa tersebut.

hal ini sesuai dengan yang diatur dalam pasal Pasal 30 ayat (1) UU No.23 Th. 1997
(UUPLH), ”penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa”.

Berdasar pasal 30 UUPLH diatas menjelaskan bahwa masyarakat Deli PT. Expravet Nasuba
(EN) Yang Membuang Limbah Ke Sungai pencemar berhak menyelesaikan sengketa mereka
diluar pengadilan. Selain itu sengketa tersebut juga tergolong sengketa lingkungan hidup
seperti yang dijelaskan di Pasal 1 a.2 PP No.54 tahun 2000 tentang lembaga penyedia jasa
pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan, ”Sengketa lingkungan
hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang ditimbulkan oleh adanya atau
diduga adanya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup”. Dan penyelesaian
sengketa melalui penunjukan mediator untuk menyelesaikan sengketa tersebut telah
disepakati oleh kedua belah pihak dan telah sesuai dengan yang diatur dalam pasal 15
PP no.54 Tahun 2000.

Akan Tetapi , Berdasarkan kasus PT. Expravet Nasuba (EN) dan Warga Masyarakat Deli,
Dalam hal penyelesaian sengketa melalui ADR/ diluar pengadilan, Kemungkinan memiliki
banyak kelebihan ketimbang penyelesaian sengketa melalui Pengadilan. Kelebihan tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Tercapainya penyelesaian sengketa yang menghasilakan keputusan yang dapat diterima
oleh dan memuaskan semua pihak (high level of acceptance). Penyelesaian melalui
pengadilan sering memberikan hasil yang kurang memuaskan bagi salah satu pihak yang
dikalahkan.

2. Mempercepat waktu dalam hal penyelesaian sengketa lingkungan. Banyaknya kasus yang
diajukan ke pengadilan (court congestion) menyebabkan proses pengadilan sering kali
berkepanjangan serta memakan waktu.

3. Meringankan biaya dalam proses penyelesaian sengketa. Dalam proses penyelesaian


sengketa melalui pengadilan biasanya memakan biaya yang tinggi.

4. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan otonomi masyarakat dalam suatu proses


penyelesaian perkara Untuk memperlancar serta memperluas akses kepada keadilan (acces to
justice).

Berdasar hal diatas sebaiknya penggunaan ADR dalam kasus-kasus perdata tertentu lebih
diutamakan terlebih dahulu sebelum memasuki proses penyelesaian sengketa melalui
pengadilan, dalam hal ini peran aktif Pengadilan sangat diharapkan, dengan memberikan
saran kepada pihak yang bersengketa agar mencoba menyelesaikan perkaranya melalui
prosedur ADR terlebih dahulu. Selain penyelesaian sengketa di bidang lingkungan ADR juga
dapat diterapkan di bidang perdata yang lain.

Anda mungkin juga menyukai