Anda di halaman 1dari 4

Nama : Teddy Ilhami

NPM : 3015210362
Kelas : B

ANALISIS KASUS PELANGGARAN KODE ETIK

A. Kasus Posisi
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Mantan wakil ketua Pengadilan Negeri
Bandung yang juga sempat menjadi hakim Tipikor, Setyabudi Tejocahyono, kini menjadi
terdakwa kasus korupsi. Bahkan sesuai dengan surat dakwaan jaksa penuntut, Setyabudi
terancam hukuman penjara maksimal 20 tahun penjara atau seumur hidup jika terbukti
menerima suap dalam penanganan sidang Tipikor Penyimpangan Dana Bansos Kota
Bandung TA 2009-2010.
Hal itu dikatakan jaksa penuntut umum dari KPK, Ali Fikri SH MKn, kepada
wartawan seusai persidangan perdananya yang mengagendakan pembacaan dakwaan di luar
ruang sidang Tipikor, Pengadilan Negeri Bandung, Kamis (15/8/2013). "Hukumannya bisa
seumur hidup atau penjara 20 tahun karena pasal yang didakwakan berlapis," kata Ali.
Ali menuturkan, Setyabudi didakwa dengan pasal berlapis, yakni tiga dakwaan primer
ditambah dengan beberapa dakwaan subsider. Terdakwa bersama dengan hakim anggotanya
H Ramlan Comel dan Djodjo Djohari pada bulan April 2012 hingga Januari 2013 menerima
uang suap Rp 1.810.000.000 dari Wali Kota Bandung Dada Rosada, Sekda Kota Bandung
dan Edi Siswadi dan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kota
Bandung H Herry Nurhayat. Selain itu, terdakwa menerima 160 ribu dolar AS, dan barang
perabotan rumah serta fasilitas hiburan di Venetian Spa Launge & Karaoke di Pasirkaliki.
"Uang tersebut diserahkan ke terdakwa melalui Toto Hutagalung dan Asep Triana," ujar Ali.
Pemberian uang suap untuk terdakwa yang diberikan oleh Dada Rosada, Edi Siswadi,
dan Herry Nurhayat melalui Toto Hutagalung ditujukan agar terdakwa menjadikan putusan
kasus tipikor penyimpangan bansos Kota Bandung TA 2009-2010 tidak mengaitkan dengan
nama Dada Rosada, Edi Siswadi, dan Herry Nurhayat serta memberikan hukuman yang
ringan kepada terdakwa Rochman, Firman Himawan, Luthfan Barkah, Yanos Septiadi, Uus
Ruslan, Havid Kurnia, dan Ahmad Mulyana. Pada putusannya ketika itu, terdakwa
memutuskan hukuman masing-masing 1 tahun penjara dan denda Rp 50 juta atau diganti
hukuman penjara 1 bulan, lebih rendah dari tuntutan jaksa.
Sesuai dengan fakta pembacaan dakwaan terungkap bahwa awalnya terdakwa minta
Rp 3 miliar kepada Toto Hutagalung setelah Toto beberapa kali bertemu dan mengenalkan
diri sebagai orang kepercayaan Dada yang ingin meminta kemudahan proses hukuman para
terdakwa kasus penyimpangan bansos. Terdakwa juga menyampaikan putusan di PN
Bandung akan diatur oleh Ketua PN Bandung Singgih Budi Prakoso, dan putusan di PT
Bandung akan diatur oleh Ketua PT Bandung Sareh Wiyono. Ia juga minta Pemkot Bandung
membayar kerugian negara sesuai hasil penghitungan BPKP, sebesar Rp 9.440.225.000.
Toto menyampaikan permintaan itu kepada Dada Rosada dan Edi Siswadi. Lalu Dada
minta Edi dan Herry untuk memenuhi permintaan itu melalui Toto. Dada juga minta Edi dan
Herry untuk mengumpulkan para SKPD agar memberikan sejumlah uang guna pelunasan
kerugian keuangan negara.
Uang itu diberikan kepada terdakwa secara bertahap. Pertama Edi memberikan 100
ribu dolar AS melalui Toto. Toto menyerahkan 80 ribu dolar kepada terdakwa di rumah Toto.
Uang itu diberikan dalam tiga amplop masing-masing untuk Singgih Budi Prakoso sebagai
Ketua PN Bandung, Rina Pratiwi selaku Wakil Panitera PN Bandung, dan satu amplop untuk
majelis hakim yakni terdakwa, Ramlan Comel dan Djojo Djohari. Untuk sisa uang
pelunasannya, terdakwa mengeluarkan penetapan penitipan uang yang akan dikembalikan ke
rekening Rumah Penitipan Barang Rampasan dan Sitaan (Rupbasan).
Selain itu, kata Ali, saat proses persidangannya, terdakwa yang menjadi ketua majelis
hakim tipikor juga menerima hadiah dari Dada, Rp 500 juta untuk perubahan status tahanan
ketujuh terdakwa dari tahanan penjara di rumah tahanan menjadi tahanan kota. Bahkan
terdakwa juga melalui Toto Hutagalung dan Asep Triana menerima 40 ribu dolar AS di
depan kantor Jefri Sinaga, Rp 500 juta di Hotel Grand Serella, Rp 300 juta di Villa
Ujungberung, 40 ribu dolar AS di kantor PN Bandung, Rp 200 juta di Coffee Shop, Rp 300
juta di rumdin wakil ketua PN, Rp 300 juta, Rp 200 juta di kafe Bali, dan Rp 10 juta untuk
pembelian tiket pesawat.
Setyabudi langsung menyela jalannya persidangan kepada majelis hakim sebelum
dakwaan dibacakan jaksa penuntut umum. Setyabudi meminta kepada majelis hakim agar
surat dakwaan yang akan dibacakan jaksa tidak seluruhnya atau tidak detail. Permintaan itu
diajukan Setyabudi, dengan alasan ia dan penasihat hukumnya sudah menerima surat
dakwaannya. Namun majelis hakim yang diketuai Nur Hakim SH meminta Setyabudi
mengulang apa yang dikatakannya karena kurang jelas.
Atas permintaan itu, Nur Hakim mengatakan bahwa dibacakan seluruhnya atau
sebagian dakwaan, itu adalah hak JPU. Namun sesuai dengan prinsip persidangan itu terbuka
sehingga perlu adanya keterbukaan kepada publik.

B. Pelaku Pelanggar Kode Etik


Pelaku pelanggaran kode etik dalam kasus ini adalah mantan hakim Setyabudi
Tedjocahyono. Yaitu adalah Setyabudi Tejocahyon, S.H.,M.Hum

C. Kronologis
Penangkapan wakil ketua pengadilan negeri bandung Setyabudi Tejocahyono oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi pada tanggal 22 Maret 2013. Penangkapan itu bermula dari
informasi Mahkamah Agung dan masyarakat. MA curiga Setyabudi bermain dalam kasus
sebelumnya. Lembaga tersebut mulai mengamatinya saat menangani kasus dana bansos yang
membelit para tujuh pegawai pemkot tersebut. Kemudian MA menginformasikannya pada
KPK, KPK pun melakukan pengembangan.
Adapun kronologis penyuapan dan rekayasa hukuman kasus suap Bansos Pemkot
Bandung tahun anggaran 2009 2010 sebagai berikut:
1. Sekitar Mei 2012 terdakwa bertemu Toto Hutagalung di PN Bandung dan
meminta dana Rp 3 miliar untuk meringankan hukuman 7 terdakwa kasus
Bansos dan tidak akan melibatkan Dada Rosada, Edi Siswadi dan Herry
Nurhayat dan disuruh melunasi kerugian Negara. Setelah diberitahukan
kepada Dada, Edi siswadi kemudian memberikan USD 100 ribu kepada Toto.
2. 4 Mei 2012 terdakwa bersama Ramlan Comel mendatangi rumah toto dan
menerima uang USD 80 ribu dolar dalam tiga amplop untuk dibagikan kepada
kepala PN Bandung Singgih Budi Prakoso, Wakil Panitera PN Bandung Rina
Pratiwi dan satu amplop lagi untuk ketiga majelis hakim (Setyabudi, Ramlan
Comel dan Djojo Djauhari
3. 16 Mei 2012 terdakwa bersama Ramlan Comel, Djojo Djauhari mengeluarkan
penetapan tahanan kota untuk lima terdakwa, yakni Yanos, Luthfan, Firman,
Uu, dan Rochman.
4. 23 Juli, JPU melimpahkan dua kasus terdakwa bansos lainnya atas nama
Hafidz Kurnia dan Ahmad Mulyana. Kemudian Singgih Budi Prakoso
menetapkan terdakwa dengan dua hakim anggota yang sama sebagai
majelisnya.
5. 3 Agustus 2012 terdakwa dan dua hakim anggota mengabulkan permohonan
penahanan kota untuk Hafidz dan Ahmad. Setelah semua tahanan kota
terkabulkan kemudian meminta dana Rp 500 juta dan dibagi-bagi kepada
Singgih Budi Prakoso, terdakwa, Ramlan Comel dan Djojo Djauhari.
6. Terdakwa dengan tujuan untuk meringankan hukuman dan tidak melibatkan
Dada, Edi dan Herry kembali meminta uang dari Juli 2012 hingga Januari
2013 dengan rincian sebagai berikut : Uang USD 40 ribu diterima di depan
kantor Jefri Sinaga, uang Rp 500 juta diterima di grand Serela, uang Rp 300
juta diterima di villa Ujungberung, uang USD 40 ribu diterima di Kantor PN
Bandung, uang Rp 200 juta diterima di Caffe Shop, uang Rp 300 juta
sebanyak dua kali diterima di Rumdin terdakwa, uang Rp 200 juta diterima di
Cafe Bali dan uang Rp 10juta diterima terdakwa untuk tiket ke Bali. 7.
7. Selain uang terdakwa juga menerima perabotan untuk rumah dinas seperti
televisi, kursi dan kulkas. Serta meminta fasilitas hiburan di Venetian Spa,
Launge and Karaoke di Pasirkaliki.

D. Analisis
Dalam kasus ini terjadi sebuah pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh
Setyabudi Tejocahyono, ia adalah seorang wakil ketua hakim pengadilan negeri bandung.
Kode etik yang telah ia langgar adalah tindak pidana korupsi yang tidak semestinya
dilakukan oleh seorang hakim. Hakim ketua Nur hakim menjatuhkan pidana kepada
Setyabudi Tejocahyono diatur dalam pasal 6 ayat (1) huruf A, Pasal 12 huruf C dan Pasal
12 huruf A UU no. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi yang diperbarui
dalam UU No. 20 tahun 2001 memvonis 12 Tahun penjara dalam kasus dugaan suap
dana Bantuan Sosial (Bansos) Kota Bandung, dan juga didenda Rp 200 Juta dan Subsider
3 bulan.
Kemudian setyabudi tejocahyono dinilai tidak peka terhadap tindakan korupsi
yang dilakukannya, padahal terdakwa adalah seorang penegak hokum namun tidak
memberikan contoh yang baik kepada masyarakat. Semua itu dianggap bertentangan
dengan kode etik dan perilaku hakim.
Tidak hanya menerima uang, terdakwa juga menerima dan meminta beberapa
fasilitas seperti perabotan untuk di rumah dinas, serta fasilitas hiburan di Venetian Spa
launge and karaoke di Paskal Hypersquare Bandung.

Anda mungkin juga menyukai