Ketua DPRD Dumai meminta Pemko menindak tegas PT Nagamas, jika terbukti
perusahaan tersebut membuat limbah cair ke laut.
Riauterkini-DUMAI- Perusahaan yang bergerak di bidang pengelohan minyak kelapa
sawit yaitu PT. Nagamas Palmoil Lestari kembali mengulah di Kota Dumai. Jumat
(31/5/13) dini hari kemarin ketahuan membuang limbah ke laut Dumai. Kejadian ini
tentunya menjadi coretan hitam bagi perusahaan tersebut terhadap kepedulian untuk
lingkungan.
Perusahaan PT Nagamas sebelumnya juga ketahuan melubernya minyak kelaut Dumai
dan kebakaran pabrik industri Refenery hingga memakan korban luka. Yang ironisnya
lagi, belum tuntas masalah itu, perusahaan ketahuan publik membuang limbah pada
malam hari di kawasan PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I Cabang Dumai, dengan
jumlah yang tidak bisa diperkirakan.
Atas kejadian itu wakil rakyat ikut angkat bicara dan meminta ketegaskan Pemerintah
Kota Dumai untuk menindak perusahaan tersebut sesuai undang-undang lingkungan
hidup. Upaya tindakan tegas itu disampaikan Ketua DPRD Dumai, Zainal Effendi ketika
dikonfirmasi riauterkinicom, Senin (3/6/13) siang ini. " Bila membuang limbah
sembarangan, karena bila limbah yang dihasilkan dengan sengaja dibuang, serta
berpotensi mencemari lingkungan, mereka akan terjerat sanksi berat sesuai UU No. 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup," katanya.
Kemudian didalam Undang-undang ini, kata dia, mengatur semua prihal tentang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Makanya, untuk menumbuhkan efek
jera bagi para penghasil limbah yang tidak bisa mengolah limbahnya dengan baik, mereka
akan diberikan sanksi berat. Dalam Undang-undang tersebut diatur setiap orang yang
dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu
udara, baku mutu air, dan baku mutu air laut atau kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 10
tahun. Dendanya sedikit Rp 3 miliar, paling banyak Rp 10 miliar.
"Namun, bila mengakibatkan orang luka dan atau membahayakan kesehatan manusia,
dipidana paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun. Dendanya minimal Rp 4 miliar
dan maksimal Rp 12 miliar. Yang paling berat, jika limbah itu menyebabkan kematian.
Ancaman pidananya minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun. Sedangkan dendanya
minimal Rp 5 miliar dan maksimal Rp 15 miliar," tegas Zainal Effendi kepada
riauterkinicom.
Sedangkan mengenai akibat yang ditimbulkan dalam kejadian itu, kata Ketua DPRD
Dumai, ibarat suatu rantai yang mengikat dan saling mempengaruhi suatu ekosistem
ataupun lambat laun akan berpengaruh pada rantai kehidupan. Dikatakan dia, satu sama
lain saling mempengaruhi dan mengikat, namun disini itu akan dibicarakan dampak
lingkungan yang terjadi pada penduduk setempat.
"Dalam pasal 4 UU Perikanan Republik Indonesia salah satu butirnya mengatakan bahwa
dalam melaksanakan pengelolaan sumber daya ikan Menteri menetapkan ketentuan-
keteentuan mengenai antara lain pencegahan kerusaskan rehabilitasi, dan peningkatan
sumberdaya ikan serta lingkungannya.Pasal 7 juga mengatakan bahwa setiap organisasi
atau Badan Hukum dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan
sumber daya ikan dan lingkungannya," katanya.
Jelas disebutkan ketentuan pidana dalam pasal 22 UU Perikanan RI, “Barang siapa di
dalam wilayah perikanan RI sebagaiman dimaksud dalam passal 2 huruf a dan b
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) dan pasal 7 dengan
pidana penjara selama-lamanya 10 ahun dan atau denda sebanyak-banyaknya
Rp.100.000.000, (seratus juta rupiah). Musibah limbah PT Nagamas yang terjadi
beberapa hari belakangan ini berdampak rusaknya lingkungan.
"Perlu pemulihan beberapa puluh tahun lagi tersebut, ganti rugi yang diberikan tidak
sebanmding dengan kerugian dan kerusakan yang ditimbulkan. Bayangkan jika
pemulihan kerusakan ekosistem pantai dan sungai yang butuh puluhan tahun, dan akibat
hilangnya nyawa manusia, bibit penyakit yang mewabah serta kerugian materi yang
diderita oleh penduduk setempat cukup banyak tetapi si pelaku pencemaran tersebut
hanya dikenai denda 1000.000 untuk pencemaran yang ditimbulkannya, dan paling
banyak 100.000.000 untuk hilangnya nyawa manusia atau kerugian materi yang mencapai
milyaran rupiah," urai Zainal Effendi.
Apabila UU yang ada tetap seperti ini, lanjut dia, maka kasus pencemaran lingkungan
khususnya lingkungan perairan laut Indonesia tidak akan pernah berhenti dan pelaku
tidak akan pernah jera. Banyak perusahaan penghasil industri berat mungkin lebih
memilih memangkas biaya pengolahan limbah yang puluhan juta rupiah dengan
membuang saja limbahnya ke perairan saja, karena dengan demikian biaya yang akan
dikeluarkan hanya sedikit. Dan yang akan terjadi adalah kasus-kasus pencemaran yang
terjadi, penyelesaian Hukumnya tidak pernah tuntas. Dan salah satu pihak masih ada yang
dirugikan.
"Oleh karenanya pemerintah harus lebih tegas dalam menegakkan dan memberlakukan
UU yang ada agar berkurangnya pencemaran lingkungan khususnya yang diakibatkan
oleh limbah industri. Karena kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam hayati dan
kelestarian lingkungan ekosistem serta lingkungan laut merupakan satu investasi yang
tidak ternilai harganya. Ketegas yang kita minta itu sesuai dengan undang-undang itu,
jangan hanya sebatas teguran belaka," pungkas Ketua DPRD Dumai, Zainal Effendi.
Sementara, Manager Area PT Nagamas Palmoil Lestari, P. Tarigan kepada awak media
mengatakan, bahwa kejadian itu tidak dibenarkannya jika perusahaan telah membuang
limbah ke laut Dumai pada tengah malam. Kemudian ketika sejumlah awak media
menunjukkan sempel limbah yang diambil pada malam itu, Tarigan mengatakan kalau
limbah tersebut tidak menganduk efek berbahaya terhadap biota laut. Karena, limbah itu
kadar racunnya tidaklah banyak.
"Kami tidak ada membuang limbah pada malam itu. Kalau untuk sempel yang diambil
itu, menurut saya tidaklah berbahaya kepada hewan penghuni laut Dumai. Kita sendiri
saat ini sedang melakukan pencarian informasi kepada karyawan tentang apa saja terjadi
pada malam kemarin itu. Jadi, saya tegaskan lagi, bahwa limbah yang diambil untuk
sempel media itu tidak mengandung unsur zat berbahaya," ungkap Tarigan memberikan
keterangan di Dumai.
4. PDAM
Air Sungai Siak tidak layak dipakai sebagai bahan baku air bersih oleh PDAM, karena tingkat
pencemarannya sudah sangat parah. “Kualitas air Sungai Siak, dari hulu sampai hilir, saat ini
sudah dalam kondisi tercemar yang sangat parah, masuk dalam kelas III. Bahkan sejak tahun
1980-an air sungai tersebut sudah tidak layak lagi dijadikan sebagai bahan baku air bersih,” kata
Antung, kemarin (24/1).Kerusakan air Sungai Siak itu, kata Untung, di antaranya disebabkan
pembuangan limbah pabrik yang ada di sepanjang DAS Siak, yang tidak mengacu pada PP No 81
Tahun 2001 tentang Pengendalian dan Pencemaran Lingkungan dan Pembuangan Limbah
Domestik (rumah tangga). Jika air sungai tersebut tetap digunakan sebagai bahan baku air bersih
oleh PDAM, kata Antung, diperlukan biaya yang sangat mahal untuk mengolahnya sehingga
memenuhi syarat untuk dimanfaatkan sebagai air minum. “Kalau biaya pengolahannya terlalu
mahal, tentu masyarakat pelanggan yang akan terbebani,” ujarnya. “Saya tidak ingin memberikan
solusi agar sumber air bersih PDAM Pekanbaru dipindahkan ke Sungai Kampar, karena bisa saja
nanti tingkat pencemaran Sungai Kampar juga tinggi. Satu-satunya jalan adalah pemulihan mutu
air Sungai Siak itu,” tambah Antung.Menurut Antung, KLH telah menyusun draft pemulihan
kualitas air sungai, sehingga diharapkan nantinya air Sungai Siak dapat kembali pada kelas II dan
layak dijadikan sumber air bersih bagi PDAM. Sebagai bagian dari implementasi rencana
tersebut.
Pencemaran yang terjadi pada Sungai Ciujung, akibat limbah dari pabrik kertas yakni PT Indah
Kiat Pulp & Paper (IKPP) yang terletak di Kecamatan Keragilan, Kabupaten Serang semakin
membahayakan. Namun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Serang sendiri belum memiliki
langkah konkrit untuk mengatasi pencemaran Sungai Ciujung tersebut.
Bahkan audit lingkungan yang saat ini sedang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup
terhadap beberapa perusahaan yang diduga melakukan pencemaran dianggap tidak akan objektif.
Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Serang, Ahmad Soleh mengaku sangat pesimistis dengan
hasil audit wajib tersebut. Sebab, seluruh pembiayaan audit ditanggulangi oleh perusahaan yang
diaudit, dalam hal ini PT IKPP. “Kendati diserahkan kepada tim independen, hasilnya tidak akan
objektif selama biaya audit lingkungan itu dibiayai oleh perusahaan yang diaudit. Logikanya,
kalau saya memberikan uang untuk mereka, saya pun bisa memberikan pesanan terhadap mereka.
Artinya hasilnya bisa saja disetir oleh saya meskipun hanya sekian persennya. Sama halnya
dengan yang terjadi pada PT IKPP. Hasilnya sudah bisa diduga pasti tidak akan objektif,” tegas
Ahmad Soleh di Serang, Senin (10/9). Soleh memaparkan bahwa tempat penampungan limbah
yang dimiliki PT IKPP, tidak cukup untuk menampung seluruh limbah yang dikeluarkan yang
kemudian diproses agar saat dialirkan ke Sungai Ciujung sesuai dengan buku mutu air yang dapat
digunakan. “Faktanya, kekuatan penampung ipalnya hanya 32 ribu meter kubik per hari.
Sementara setiap harinya PT IKPP membuang limbahnya hampir 38 ribu meter kubik,” jelasnya.
Dikatakan, berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukannya, saat ini saja bau Sungai Ciujung
tercium hingga satu kilometer. Sementara airnya sendiri sudah tidak dapat digunakan lagi. “Mata
saja sampai berair jika kita terlalu dekat akibat aroma limbah dari PT IKPP yang begitu
menyengat,” katanya. Menurut Soleh, Pemkab Serang dan Pemprov Banten belum menemukan
solusi yang tepat untuk mengatasi limbah dari PT IKPP tersebut. Karena itu, masyarakat harus
berani bersuara.
“Manajemen PT IKPP secara perlahan telah membunuh masyarakat Serang Timur dan Utara.
Sementara pemerintah tidak pernah tegas menutup perusahaan yang jelas-jelas sudah melanggar
undang-undang,” tegasnya. Sementara, Kepala Badan Lingkungan Lingkungan Hidup (BLH)
Kabupaten Serang, Anang Mulyana hingga saat ini masih menunggu hasil audit tim independen
dari Kementerian LH. Sebelum lebaran, kata Anang, pihaknya bersama dewan sudah
menanyakan hasil audit tersebut. “Kita juga sudah melayangkan surat ke Kementerian LH untuk
segera memberitahu hasil auditnya. Katanya, September 2012 ini akan diberikan,” jelasnya.
Dikatakan Anang, audit tersebut merupakan audit wajib karena pencemaran limbah dari PT IKPP
sudah dianggap membahayakan. Anang juga tidak menyangkalnya jika PT IKPP masih
membuang limbahnya ke Sungai Ciujung meskipun debit airnya saat ini minim akibat musim
kemarau.
"Iya benar, ini terkait limbah B3 berupa oli bekas," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang
menangani kasus tersebut, Syafrial di Pekanbaru, Sabtu.
Ia menjelaskan, ada dua terdakwa yang menjadi "pesakitan" dalam perkara tersebut. Salah
satunya adalah General Manager PT NSP Erw, dan NDP selaku manajer pabrik.
JPU dari Kejaksaan Tinggi Riau itu mengatakan, berkas penuntutan sudah dibacakan pada
persidangan pekan lalu di PN Bengkalis. Sidang tersebut dipimpin oleh Majelis Hakim yang
diketuai Sarah Louis, hakim anggota Melky Salahudin dan Renny Hidayati.
"Kedua terdakwa dituntut hukuman pidana satu tahun enam bulan penjara, dan denda masing-
masing Rp1 miliar subsider tiga bulan kurungan," katanya.
Ia mengatakaan, kedua terdakwa disangkakan dengan Pasal 103 Undang-Undang (UU) No.
32/2009 tentang Lingkungan Hidup terkait limbah B3, serta Pasal 109 UU Lingkungan Hidup
tentang izin lingkungan.
Air laut adalah suatu komponen yang berinteraksi dengan lingkungan daratan, di mana
buangan limbah dari daratan akan bermuara ke laut. Selain itu air laut juga sebagai tempat
penerimaan polutan (bahan cemar) yang jatuh dari atmosfir. Limbah tersebut yang
mengandung polutan kemudian masuk ke dalam ekosistem perairan pantai dan laut. Sebagian
larut dalam air, sebagian tenggelam ke dasar dan terkonsentrasi ke sedimen, dan sebagian
masuk ke dalam jaringan tubuh organisme laut (termasuk fitoplankton, ikan, udang, cumi-
cumi, kerang, rumput laut dan lain-lain).
Kemudian, polutan tersebut yang masuk ke air diserap langsung oleh fitoplankton. Fitoplankton adalah
produsen dan sebagai tropik level pertama dalam rantai makanan. Kemudian fitoplankton dimakan zooplankton.
Konsentrasi polutan dalam tubuh zooplankton lebih tinggi dibanding dalam tubuh fitoplankton karena
zooplankton memangsa fitoplankton sebanyak-banyaknya. Fitoplankton dan zooplankton dimakan oleh ikan-ikan
planktivores (pemakan plankton) sebagai tropik level kedua. Ikan planktivores dimangsa oleh ikan karnivores
(pemakan ikan atau hewan) sebagai tropik level ketiga, selanjutnya dimangsa oleh ikan predator sebagai tropik
level tertinggi.
Ikan predator dan ikan yang berumur panjang mengandung konsentrasi polutan dalam tubuhnya paling
tinggi di antara seluruh organisme laut. Kerang juga mengandung logam berat yang tinggi karena cara makannya
dengan menyaring air masuk ke dalam insangnya setiap saat dan fitoplankton ikut tertelan. Polutan ikut masuk ke
dalam tubuhnya dan terakumulasi terus-menerus dan bahkan bisa melebihi konsentrasi yang di air.
Polutan tersebut mengikuti rantai makanan mulai dari fitoplankton sampai ikan predator dan pada
akhirnya sampai ke manusia. Bila polutan ini berada dalam jaringan tubuh organisme laut tersebut dalam
konsentrasi yang tinggi, kemudian dijadikan sebagai bahan makanan maka akan berbahaya bagi kesehatan
manusia. Karena kesehatan manusia sangat dipengaruhi oleh makanan yang dimakan. Makanan yang berasal dari
daerah tercemar kemungkinan besar juga tercemar. Demikian juga makanan laut (seafood) yang berasal dari
pantai dan laut yang tercemar juga mengandung bahan polutan yang tinggi.
Salah satu polutan yang paling berbahaya bagi kesehatan manusia adalah logam berat. WHO (World
Health Organization) atau Organisasi Kesehatan Dunia dan FAO (Food Agriculture Organization) atau Organisasi
Pangan Dunia merekomendasikan untuk tidak mengonsumsi makanan laut (seafood) yang tercemar logam berat.
Logam berat telah lama dikenal sebagai suatu elemen yang mempunyai daya racun yang sangat potensil dan
memiliki kemampuan terakumulasi dalam organ tubuh manusia. Bahkan tidak sedikit yang menyebabkan
kematian.
Pencemaran laut merupakan suatu ancaman yang benar-benar harus ditangani secara sungguh-sungguh.
Untuk itu, kita perlu mengetahui apa itu pencemaran laut, bagaimana terjadinya pencemaran laut, serta apa yang
solusi yang tepat untuk menangani pencemaran laut tersebut.
Tumpahan minyak
Minyak yang mengapung berbahaya bagi kehidupan burung laut yang suka berenang diatas
permukaan air. Tubuh burung akan tertutup minyak. Untuk membersihkannya, mereka menjilatinya.
Akibatnya mereka banyak minum minyak dan mencemari diri sendiri serta dapat menyebabkan
keracunan pada burung tersebut.
Sampah
Banyak hewan yang hidup pada atau di laut mengonsumsi plastik karena tak jarang plastik yang
terdapat di laut akan tampak seperti makanan bagi hewan laut. Plastik tidak dapat dicerna dan akan
terus berada pada organ pencernaan hewan ini, sehingga menyumbat saluran pencernaan dan
menyebabkan kematian melalui kelaparan atau infeksi. Selain berpengaruh terhadap kesehatan biota
laut, adanya sampah dilaut juga nerpengaruh terhadap kesehatan manusia. Penyakit yang paling
sederhana seperti gatal-gatal pada kulit setelah bersentuhan dengan air laut, dll.
Pestisida
Pengaruh pestisida terhadap kehidupan organisme air :
Penumpukan pestisida dalam jaringan tubuh, bersifat racun dan dapat mempengaruhi system syaraf
pusat.
Bahan aktifnya selain bisa membunuh organism perairan (ikan) juga dapat merubah tingkah laku ikan
dan menghambat perkembangan telur moluska dan juga ikan.
Daya racun berkisar dari rendah-tinggi. Moluska cenderung lebih toleran terhadap racun pestisida
dibandingkan dengan Crustacea dan teleostei (ikan bertulang sejati), dll.
Eutrofikasi
Eutrofikasi adalah perairan menjadi terlalu subur sehingga terjadi ledakan jumlah alga dan
fitoplankton yang saling berebut mendapat cahaya untuk fotosintesis. Karena terlalu banyak maka alga
dan fitoplankton di bagian bawah akan mengalami kematian secara massal, serta terjadi kompetisi
dalam mengonsumsi O2 karena terlalu banyak organisme pada tempat tersebut. Sisa respirasi
menghasilkan banyak CO2 sehingga kondisi perairan menjadi anoxic dan menyebabkan kematian
massal pada hewan-hewan di perairan tersebut.
Peningkatan keasaman
Selain menyebabkan kerusakan pada terumbu karang, kehidupan laut terpengaruh karena
perubahan itu, khususnya hewan dan tumbuhan yang memiliki tulang karbonat kalsium dan yang
menjadi sumber makanan bagi penghuni laut lainnya. Satu miliar orang yang bergantung pada ikan
sebagai sumber utama penghasil protein akan terkena dampak dari peningkatan keasama laut
tersebut
Usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat pencemaran laut
diantaranya adalah :
1. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya laut bagi
kehidupan.
2. Menggalakkan kampanye untuk senantiasa menjaga dan melestarikan laut beserta isinya.
3. Tidak membuang sampah ke sungai yang bermuara ke laut.
4. Tidak menggunakan bahan-bahan berbahaya seperti bom, racun, pukat harimau, dan lain-lain yang
mengakibatkan rusaknya ekosistem laut.
5.Tidak menjadikan laut sebagai tempat pembuangan limbah produksi pabrik yang akan mencemari laut.
Daftar Pustaka:
Anonim.2012.Pencemaran laut oleh limbah kapal.[online].Tersedia
http://www.kompasiana.com/pauluslondo/pencemaran-laut-oleh-limbah-
kapal_551096c1a33311cf39ba8559
(di akses 29 november 2016)