Anda di halaman 1dari 5

NAMA : RIDHA GITA PANGESTU

NIM : 1810611013

HUKUM LINGKUNGAN, KELAS G

RABU, 15:10-17:40 (MH 202)

Berikan Penjelasan Mengenai Penyelesaiann Sengketa Lingkungan dari Film

“Erin Brokovich (2000)”

1. Dua puluh tahun lalu, perusahaan energi California, Pacific Gas & Electric
(PG&E) membayar ratusan juta dolar untuk membayar tuntutan para warga
bahwa PG&E telah meracuni air sumur mereka dengan membuang limbah
industri secara tidak benar ke tanah. Dalam hukum lingkungan ganti
kerugian perusakan lingkungan termasuk dalam prinsip “Poluters Pay
Principle”,
a. Jelaskan Prinsip tersebut ?
b. Sebutkan regulasi apa saja yang mengatur prinsip tersebut dalam regulasi
di Indonesia?

2. Pada 1990an, Walker merupakan penuntut utama dalam tuntutan hukum oleh
ratusan warga Hinkley terhadap PG&E karena membuang air pendingin dari
pabrik kompresi gas alam di sebelah selatan kota itu ke kolam-kolam yang
tidak memiliki dinding pembatas. Limbah tersebut, dipenuhi kromium 6 yang
beracun, mencemari sumur-sumur air tanah Hinkley, dan tuntutan itu
menyalahkan perusahaan karena peningkatan kasus kanker dan penyakit
imunitas sesudahnya?
a. Regulasi apa saja yang mengatur tentang pembuangan limbah di
indonesia, Sebutkan dan jelaskan?
b. Jelaskan Sanksi apa saja yang di atur di Indonesia mengenai pencemaran
melalui pembuangan limbah?
c. Berikan satu contoh kasus pembuangan limbah di Indonesia?

JAWABAN :

1.A. Prinsip ini lebih menekankan pada segi ekonomi dari pada segi hukum, karena
mengatur mengenai kebijaksanaan atas penghitungan nilai kerusakan dan pembebanannya.
Jadi setiap orang yang kegiatannya berpotensi menyebabkan dampak penting terhadap
lingkungan, harus memikul biaya pencegahan (preventive) atau biaya penanggulangan
(restorative). Secara sederhana, pengertian asas pencemar membayar (polluter pays
principle) adalah, bahwa setiap pelaku kegiatan/ usaha yang menimbulkan pencemaran,
harus membayar biaya atas dampak pencemaran yang terjadi. Prinsip pencemar yang
mewajibkan para pencemar untuk memikul biaya-biaya yang diperlukan dalam rangka
upaya-upaya yang diambil oleh pejabat publik untuk menjagaagar kondisi lingkungan berada
pada kondisi yang dapat diterima atau dengan kata lain bahwa biaya yang diperlukan untuk
menjalankan upaya-upaya ini harus mencerminkan harga barang dan jasa yang telah
menyebabkan pencemaran selama dalam proses produksi atau proses konsumsinya.
B. -UU No. 32 tahun 2009 tentang PPPLH.
- UU No. 27 tahun 2007 Pengaturan mengenai Pencemar Membayar di sektor kelautan
dan perikanan

- UU No. 31 tahun 2004 jo. UU No. 45 tahun 2009Selain itu UU No. 31 tahun2004 jo.
UU No. 45 tahun 2009 ttg perikanan terdapat sanksi Administrasi

- UU No. 32 tahun 2014Walaupun UU No. 32 tahun 2014 ttg Kelautan

- UU No. 26/2007 ttg penataan ruang

- UU 23 Tahun 2014UU23 Tahun 2014 mengatur mengenai Pemerintahan Daerah

2. A. -Pencemaran lingkungan hidup menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 32


Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU PPLH”) adalah
masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup
yang telah ditetapkan.

Pada dasarnya setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan serta melakukan
pemulihan lingkungan hidup.

Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilakukan dengan:


a. pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
kepada masyarakat;
b. pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
c. penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau
d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sedangkan pemulihan fungsi lingkungan hidup dilakukan dengan tahapan:


a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar;
b. remediasi (upaya pemulihan pencemaran lingkungan hidup untuk memperbaiki mutu
lingkungan hidup);
c. rehabilitasi (upaya pemulihan untuk mengembalikan nilai, fungsi, dan manfaat lingkungan
hidup termasuk upaya pencegahan kerusakan lahan, memberikan perlindungan, dan
memperbaiki ekosistem);
d. restorasi (upaya pemulihan untuk menjadikan lingkungan hidup atau bagian-bagiannya
berfungsi kembali sebagaimana semula); dan/atau
e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Jadi, seharusnya perusahaan yang mengakibatkan pencemaran lingkungan melakukan


penanggulangan pencemaran, yang salah satunya adalah memberikan informasi peringatan
pencemaran kepada masyarakat. Adanya informasi peringatan dapat mencegah adanya
masyarakat yang meminum air sungai yang sudah tercemar. Selain itu, perusahaan juga wajib
melakukan pemulihan terhadap pencemaran yang terjadi pada sungai tersebut.

-Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun mendefinisikan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sebagai zat,
energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan
hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup
manusia dan makhluk hidup lain.

Bahan-bahan tersebut selanjutnya dapat diklasifikasikan dalam kelompok-kelompok bahan


yang bersifat:

1. mudah meledak (explosive);


2. pengoksidasi (oxidizing);
3. sangat mudah sekali menyala (extremely flammable);
4. sangat mudah menyala (highly flammable);
5. mudah menyala (flammable);
6. amat sangat beracun (extremely toxic);
7. sangat beracun (highly toxic);
8. beracun (moderately toxic);
9. berbahaya (harmful);
10. korosif (corrosive);
11. bersifat iritasi (irritant);
12. berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment);
13. karsinogenik (carcinogenic);
14. teratogenik (teratogenic);
15. mutagenik (mutagenic).

B. Berdasarkan peristiwa tersebut ada beberapa ancaman pidana terhadap pencemar


lingkungan menurut UU PPLH.

Jika perusahaan tersebut sengaja membuang limbah ke sungai maka diancam pidana
berdasarkan Pasal 60 jo. Pasal 104 UU PPLH sebagai berikut:

Pasal 60 UU PPLH:
Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media
lingkungan hidup tanpa izin.

Pasal 104 UU PPLH:


Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan
hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah).

Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan


limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan
persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.

Selain pidana karena pembuangan limbah, ada beberapa pidana lain yang bisa dikenakan
kepada perusahaan tersebut:
1. Jika pencemaran lingkungan tersebut terjadi karena perusahaan sengaja melakukan
perbuatan (misalnya membuang limbah) yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu
udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup, yang mana hal tersebut mengakibatkan orang mati maka diancam pidana dengan
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling
sedikit Rp5 miliar dan paling banyak Rp15 miliar.
2. Jika pencemaran lingkungan tersebut terjadi karena perusahaan lalai sehingga
mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air
laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, yang mana hal tersebut
mengakibatkan orang mati, maka dipidana dengan pidana penjara paling singkat paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp3
miliar dan paling banyak Rp9 miliar.

C. Pencemaran Sungai Ciujung Akibat Limbah PT IKPP Semakin Membahayakan

Pencemaran yang terjadi pada Sungai Ciujung, akibat limbah dari pabrik kertas yakni PT
Indah Kiat Pulp & Paper (IKPP) yang terletak di Kecamatan Keragilan, Kabupaten Serang
semakin membahayakan. Namun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Serang sendiri
belum memiliki langkah konkrit untuk mengatasi pencemaran Sungai Ciujung tersebut.

Bahkan audit lingkungan yang saat ini sedang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan
Hidup terhadap beberapa perusahaan yang diduga melakukan pencemaran dianggap tidak
akan objektif. Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Serang, Ahmad Soleh mengaku sangat
pesimistis dengan hasil audit wajib tersebut. Sebab, seluruh pembiayaan audit ditanggulangi
oleh perusahaan yang diaudit, dalam hal ini PT IKPP. “Kendati diserahkan kepada tim
independen, hasilnya tidak akan objektif selama biaya audit lingkungan itu dibiayai oleh
perusahaan yang diaudit. Logikanya, kalau saya memberikan uang untuk mereka, saya pun
bisa memberikan pesanan terhadap mereka. Artinya hasilnya bisa saja disetir oleh saya
meskipun hanya sekian persennya. Sama halnya dengan yang terjadi pada PT IKPP. Hasilnya
sudah bisa diduga pasti tidak akan objektif,” tegas Ahmad Soleh di Serang, Senin (10/9).
Soleh memaparkan bahwa tempat penampungan limbah yang dimiliki PT IKPP, tidak cukup
untuk menampung seluruh limbah yang dikeluarkan yang kemudian diproses agar saat
dialirkan ke Sungai Ciujung sesuai dengan buku mutu air yang dapat digunakan. “Faktanya,
kekuatan penampung ipalnya hanya 32 ribu meter kubik per hari. Sementara setiap harinya
PT IKPP membuang limbahnya hampir 38 ribu meter kubik,” jelasnya.

Dikatakan, berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukannya, saat ini saja bau Sungai
Ciujung tercium hingga satu kilometer. Sementara airnya sendiri sudah tidak dapat
digunakan lagi. “Mata saja sampai berair jika kita terlalu dekat akibat aroma limbah dari PT
IKPP yang begitu menyengat,” katanya. Menurut Soleh, Pemkab Serang dan Pemprov
Banten belum menemukan solusi yang tepat untuk mengatasi limbah dari PT IKPP tersebut.
Karena itu, masyarakat harus berani bersuara.

“Manajemen PT IKPP secara perlahan telah membunuh masyarakat Serang Timur dan
Utara. Sementara pemerintah tidak pernah tegas menutup perusahaan yang jelas-jelas
sudah melanggar undang-undang,” tegasnya. Sementara, Kepala Badan Lingkungan
Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Serang, Anang Mulyana hingga saat ini masih menunggu
hasil audit tim independen dari Kementerian LH. Sebelum lebaran, kata Anang, pihaknya
bersama dewan sudah menanyakan hasil audit tersebut. “Kita juga sudah melayangkan
surat ke Kementerian LH untuk segera memberitahu hasil auditnya. Katanya, September
2012 ini akan diberikan,” jelasnya.

Dikatakan Anang, audit tersebut merupakan audit wajib karena pencemaran limbah dari PT
IKPP sudah dianggap membahayakan. Anang juga tidak menyangkalnya jika PT IKPP masih
membuang limbahnya ke Sungai Ciujung meskipun debit airnya saat ini minim akibat musim
kemarau.

Anda mungkin juga menyukai