19
20
Dapat dilihat dari kurva standar yang terbentuk pada Gambar 4.1
menunjukkan bahwa konsentrasi etanol (% v/v) berbanding lurus dengan oBrix.
Semakin tinggi konsentrasi etanol (% v/v) yang digunakan, maka nilai oBrix akan
semakin tinggi pula. Hal ini disebabkan karena oBrix merupakan satuan yang
menunjukkan konsentrasi etanol dalam campuran etanol dan air. Sehingga apabila
fraksi volume etanol semakin besar maka oBrix yang dihasilkan juga semakin besar.
Namun batas kemampuan refraktometer hanya dapat mengukur %etanol <80%,
Sehingga pada kondisi konsentrasi sangat tinggi refraktometer ini tidak dapat
mengukur %etanol sampel secara tepat.
Dari Gambar 4.1 diperoleh persamaan linear yaitu y = 19x + 3,63. Persamaan
inilah yang digunakan untuk mensubstitusikan nilai oBrix sebagai nilai y, sehingga
didapatkan nilai x yang dijadikan sebagai konsentrasi etanol fasa cair setelah
keadaan kesetimbangan. Dari kurva juga diperoleh nila R2 = 0,9304. Nilai R2
merupakan gradien atau garis lurus yang menyatakan tingkat ketelitian dari data
yang diperoleh. Untuk standar penelitian biasanya nilai R 2 berkisar antara 0,98
hingga 1,00. Namun dalam percobaan didapat nilai R2 hanya sebesar 0,9304, jauh
dari nilai standar. Kesalahan ini disebabkan karena ketidaktelitian dalam
pembacaan skala oBrix pada alat hand refractometer, sehingga secara tidak
langsung mempengaruhi nilai R2.
Tabel 4.2 Hubungan Komposisi Etanol dengan oBrix pada Titik Kesetimbangan
Konsentrasi
Komposisi Temperatur Konsentrasi
Etanol
Umpan 𝒙𝒇 Kesetimbangan Waktu Etanol Cair,
Distilat, 𝒙𝑫
(% Volume) (K) 𝒙𝒘 (oBrix)
(oBrix)
0,23 371 24ꞌ 4 2
0,33 370 23 ꞌ54ꞌꞌ 5 8
0,43 369 23 ꞌ 6 9
0,53 362,5 20 ꞌ30ꞌꞌ 9 7
0,63 355,5 16 ꞌ15ꞌꞌ 14 9
105
100
95
Temperatur oC
90
85 Xw Percobaan
80 Yd Percobaan
Xw Literatur
75
Yd Literatur
70
65
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1
Gambar 4.2 Kurva Hubungan Temperatur Tehadap Fraksi Mol x dan y Percobaan
dan Literatur
Berdasarkan Gambar 4.2 diatas dapat dilihat bahwa adanya hubungan yang
berbanding terbalik antara fraksi mol etanol percobaan dan literatur, baik fasa uap
maupun cair terhadap temperatur. Semakin tinggi temperatur maka fraksi mol
etanol akan semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh titik didih etanol lebih
24
rendah daripada titik didih air sehingga campuran etanol-air akan menyebabkan
temperatur kesetimbangan semakin rendah. Untuk perbandingan secara
keseluruhan, nilai fraksi mol etanol pada percobaan berkisar diantara harga fraksi
mol etanol literatur.
Keadaan kesetimbangan uap cair dapat dinyatakan dalam bentuk kurva
kesetimbangan uap cair. Kurva ini merupakan nilai K (konstanta kesetimbangan)
vs T (temperatur kesetimbangan). Konstanta kesetimbangan merupakan
perbandingan fraksi komponen etanol pada fasa distilat dengan fasa cair (Y1/X1).
Fraksi mol etanol dapat dihitung dengan data konsentrasi % v/v etanol, mol jenis
dari etanol dan mol jenis dari air serta mol molekul masing masing senyawa. Pada
praktikum yang telah dilakukan didapatkan data K pada Tabel 4.6 dan selanjutnya
digambarkan dalam bentuk kurva kesetimbangan pada Gambar 4.3.
12
10
8
Nilai K
6
K literatur
4 K Percobaan
0
80 85 90 95 100
Temperatur (oC)
Hasil percobaan dan literatur terdapat kecenderungan yang sama dimana nilai
K akan semakin besar dengan kenaikan temperatur kesetimbangan. Keadaan ini
didukung secara teoritis dari hukum raoult yang menyatakan bahwa Y1/X1
sebanding dengan P2sat. Perbedaan nilai K yang didapatkan disebabkan karena tidak
optimalnya proses kondensasi dan menyebabkan hilangnya komponen etanol dari
sistem melaui penguapan. Akibatnya terjadi penyimpangan pada komposisi
kompenen kondisi kesetimbangan. Beberapa faktor lain juga disebabkan dalam
penanganan etanol yang kurang tepat ketika akan mengukur oBrix nya dengan alat
hand refractometer. Namun secara umum proses percobaan telah menunjukkan
kondisi sebenarnya dari kesetimbangan uap cair.