UTARA
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
MEDAN - Sebanyak 15 sungai yang ada di wilayah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) dalam
kondisi yang mengkhawatirkan. Pasalnya, sungai-sungai yang tergolong sebagai daerah aliran
sungai (DAS) utama itu telah mengalami pendangkalan, bahkan sebagian besar juga sudah
tercemar.
Kepala Pengelolaan Sumber Daya Air Sumut, Dinsyah Sitompul menyebutkan, ke-15 sungai
itu yakni Sungai Batang Angkola-Batang Gadis, Sungai Wampu-Besitang, Sungai Bahbolon,
Sungai Barumun-Kualuh, Sungai Nias dan Sungai Cibundung-Batangtoru, yang berada dalam
kewenangan mereka.
Serta Sungai Singkil, Sungai Batang Natal-Batang Batahan, Sungai Rokan, Sungai Belumai-
Ular-Padang dan Sungai Toba-Asahan, yang diurusi Pemerintah Pusat melalui Balai Wilayah
Sungai (BWS)
Sejumlah sungai yang tercemar juga mengalir di Kota Medan, yaitu Sungai Deli, Sungai
Babura, Sungai Belawan dan Sungai Putih. Sungai-sungai tersebut dikelola BWS Sumatera II.
Menurut Dinsyah, penanganan ke-15 sungai tersebut tak bisa mereka selesaikan sendiri.
Seluruh jajaran, baik pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi harus secara bersama-
sama melakukan rehabilitasi terhadap sungai-sungai tersebut.
"Kami juga harus memperhatikan lingkungan di sekitar sungai yang sudah tercemar. Baik
akibat limbah maupun sampah. Semua harus ambil peran. Apalagi masih banyak perumahan
dan bangunan yang didirikan di pinggir sungai. Ini menjadi persoalan tersendiri, karena
menyebabkan erosi," jelasnya.
Dinsyah mengaku, untuk mengurusi sungai-sungai yang menjadi tanggungjawab mereka,
setidaknya dibutuhkan anggaran sekira Rp400 Miliar. Namun, saat ini mereka hanya
memperoleh dana sebesar Rp171 Miliar.
"Kami memang kesulitan anggaran. Padahal selain sungai, kami juga harus mengurusi rawa
dan irigasi yang jumlahnya juga cukup banyak. Tapi ya itu lah yang harus kami
maksimalkan," tukasnya.
Sementara, salah satu warga bantaran Sungai Deli, di Jalan Multatuli, Kota Medan,
Zulhamsyah (44) mengaku, kondisi sungai yang membelah Kota Medan itu memang sudah
sangat memprihatinkan. Khususnya sepuluh tahun terakhir, dimana banyak bangunan-
bangunan tinggi yang berdiri di pinggir sungai.
Menurutnya, sudah menjadi rahasia umum jika bangunan-bangunan tinggi yang berada di
pinggir sungai itu, membuang limbahnya langsung ke aliran sungai, yang notabene masih
menjadi sumber air bagi sebagian warga kota. Namun, pemerintah sepertinya tutup mata
dengan kondisi tersebut.
Temuan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Dibawa ke
KLHK
RMOLSumut. Air merupakan sumber kehidupan yang teramat penting bagi makhluk hidup,
jika sumber air sudah tercemar maka akan berdampak pada kehidupan. Dampak pencemaran
air ini terjadi di Kabupaten Tapanuli Selatan tepatnya di area pertambangan emas Martabe di
kecamatan Batang Toru.
Pencemaran air sungai yang sudah diambang batas ini sangat di keluhkan masyarakat dan
pemerhati lingkungan hidup setempat. Domion Pohan selaku ketua Lembaga Pemuda
Pemerhati Lingkungan Hidup (LPPLH) Tapanuli Selatan yang hadir dalam kegiatan
Penghijauan di Taman Bacaan AL-Azhari Martubung, kota Medan, Minggu (21/1),
mengatakan, dampak pencemaraan air sungai yang terjadi di Batang Toru yang disebabkan
aktivitas penambangan emas Martabe yang dikelola PT. Aginncourt Recourse sudah sangat
memperihatinkan, hampir seluruh masyarakat sekitar yang menggantungkan hidupnya
disungai dari mencari rezeki hingga aktivitas lain seperti mandi dan mencuci kini tidak lagi
dapat menikmati sungai mereka.
Beberapa anak sungai yang ada di Batang Toru sudah tidak lagi dapat digunakan karena
pencemaran limbah berbahaya dari tambang emas Martabe, dan juga terjadi pendangkalan air
sungai dibeberapa desa. "Masyarakat yang bekerja sebagai nelayan penangkap ikan sekarang
ini sudah tidak lagi bisa menangkap ikan karena ikan sudah tidak ada lagi yang dapat hidup
disungai karena limbah dari tambang itu, banyak juga sungai yang sudah dangkal karena
penggundulan hutan di atas gunung yang digunakan oleh pihak Martabe untuk melakukan
penambangan," kata Domion Pohan. Domion mencurigai adanya kerja sama pemerintah
daerah dengan pihak PT. Aginncourt Recourse dalam penanganan pencemaran air sungai ini.
PT. Agincourt Recourse dan pemerintah mengklaim bahwa air yang dialirkan dari tempat
penampungan air limbah ke sungai sudah seteril dan tidak berbahaya.
"Air sungai yang berwarna pekat itu kata pihak PT. AR karena air hujan, pernyataan mereka
itu tidak masuk akal bagi kami sebab dulu sebelum ada tambang air sungai sangat jernih
sekali," ungkap Domion.Masyarakat dan pemerhati lingkungan hidup mengharapkan
ketegasan pemerintah daerah dan pusat untuk serius menangani pencemaran air sungai ini dan
menindak tegas pihak-pihak yang telah merugikan masyarakat.
"Sebanyak 15 desa yang berada dilingkaran dalam pertambangan dan 10 desa yang berada
diluar lingkaran pertambangan emas Martabe sekarang sudah tidak lagi dapat memanfaatkan
air dari sungai jadi tolonglah pemerintah lebih peduli kepada mereka, karena mereka juga
bagian dari NKRI," tutup Domion.
BLH Medan: Pencemaran Sungai Disebabkan Limbah
Domestik