Anda di halaman 1dari 9

PENCEMARAN YANG ADA DI SUMATERA

UTARA

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :

EPIPHA NIA BR GINTING


KELAS : VII-1
GURU : HS

SMP SWASTA ASISI TIGABIANNAG


T.A 2017/2018
15 Sungai di Sumut Tercemar dan Alami Pendangkalan

MEDAN - Sebanyak 15 sungai yang ada di wilayah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) dalam
kondisi yang mengkhawatirkan. Pasalnya, sungai-sungai yang tergolong sebagai daerah aliran
sungai (DAS) utama itu telah mengalami pendangkalan, bahkan sebagian besar juga sudah
tercemar.
Kepala Pengelolaan Sumber Daya Air Sumut, Dinsyah Sitompul menyebutkan, ke-15 sungai
itu yakni Sungai Batang Angkola-Batang Gadis, Sungai Wampu-Besitang, Sungai Bahbolon,
Sungai Barumun-Kualuh, Sungai Nias dan Sungai Cibundung-Batangtoru, yang berada dalam
kewenangan mereka.

Serta Sungai Singkil, Sungai Batang Natal-Batang Batahan, Sungai Rokan, Sungai Belumai-
Ular-Padang dan Sungai Toba-Asahan, yang diurusi Pemerintah Pusat melalui Balai Wilayah
Sungai (BWS)
Sejumlah sungai yang tercemar juga mengalir di Kota Medan, yaitu Sungai Deli, Sungai
Babura, Sungai Belawan dan Sungai Putih. Sungai-sungai tersebut dikelola BWS Sumatera II.
Menurut Dinsyah, penanganan ke-15 sungai tersebut tak bisa mereka selesaikan sendiri.
Seluruh jajaran, baik pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi harus secara bersama-
sama melakukan rehabilitasi terhadap sungai-sungai tersebut.
"Kami juga harus memperhatikan lingkungan di sekitar sungai yang sudah tercemar. Baik
akibat limbah maupun sampah. Semua harus ambil peran. Apalagi masih banyak perumahan
dan bangunan yang didirikan di pinggir sungai. Ini menjadi persoalan tersendiri, karena
menyebabkan erosi," jelasnya.
Dinsyah mengaku, untuk mengurusi sungai-sungai yang menjadi tanggungjawab mereka,
setidaknya dibutuhkan anggaran sekira Rp400 Miliar. Namun, saat ini mereka hanya
memperoleh dana sebesar Rp171 Miliar.
"Kami memang kesulitan anggaran. Padahal selain sungai, kami juga harus mengurusi rawa
dan irigasi yang jumlahnya juga cukup banyak. Tapi ya itu lah yang harus kami
maksimalkan," tukasnya.
Sementara, salah satu warga bantaran Sungai Deli, di Jalan Multatuli, Kota Medan,
Zulhamsyah (44) mengaku, kondisi sungai yang membelah Kota Medan itu memang sudah
sangat memprihatinkan. Khususnya sepuluh tahun terakhir, dimana banyak bangunan-
bangunan tinggi yang berdiri di pinggir sungai.
Menurutnya, sudah menjadi rahasia umum jika bangunan-bangunan tinggi yang berada di
pinggir sungai itu, membuang limbahnya langsung ke aliran sungai, yang notabene masih
menjadi sumber air bagi sebagian warga kota. Namun, pemerintah sepertinya tutup mata
dengan kondisi tersebut.
Temuan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Dibawa ke
KLHK

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ketua Komisi VII DPR-RI Gus Irawan Pasaribu


mengungkapkan kekecewaannya atas pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3)
di semua rumah sakit yang ada di Sumatera Utara karena tidak sesuai standar.
Hal itu diungkapkannya saat menjadi narasumber pada acara pembinaan kinerja pengelolaan
lingkungan hidup rumah sakit yang diselenggarakan Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK) Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan di Hotel
Aryaduta Medan, Senin (20/11).
Gus mengatakan, limbah medis dari rumah sakit masuk dalam kategori bahan berbahaya dan
beracun. Di Sumut baru ada empat rumah sakit yang kelayakannya dengan level paling tinggi
warna biru. “Ada empat rumah sakit masuk kategori biru pada tahun 2015. Warna biru itu
kalau nilai raport siswa masih enam saja. Di bawahnya ada yang merah. Padahal kita berharap
hijau. Saya kira itu harus dicapai,” kata Gus.Gus mengatakan, rumah sakit dengan kategori
merah itu tidak proper atau tidak patuh. “Padahal kita semua tahu limbah rumah sakit serta
limbah medis mengadung racun,” kata dia.Atas kondisi tersebutlah kemudian Gus Irawan
meminta Kementerian LHK mengundang pengelola rumah sakit untuk pengelolaan
limbah.“Saya prinsipnya kalau mereka tidak bisa dibina, tidak mau dibina ya binasakan
sajalah. Karena dalam sosialisasi itu rumah sakit besar diundang. Termasuk, misalnya rumah
sakit Colombia Asia yang tarifnya kalah dengan hotel yang kita duduki sekarang,” jelasnya.
Jika rumah sakit tersebut sebagai representasi rumah sakit terbaik di Sumut, maka sebenarnya
pengelolaan limbah mereka pun masuk kategori biru dan dikeluarkan pada tahun 2015.
“Tahun 2016 belum ada. Padahal pengelolaan limbah ini sangat beresiko dan bisa masuk
dalam praktik kejahatan,” tegas Gus.
Gus Irawan mencontohkan, di Jawa Timur ada enam rumah sakit yang masuk dalam kategori
penyelidikan pihak kepolisian karena mengabaikan pengelolaan limbah B3. “Sekarang
berurusan dengan hukum. Dalam waktu dekat saya mau turun dengan tim termasuk dari
Kementerian Lingkungan Hidup ke rumah sakit yang ada di Sumut. Tujuannya bukan lagi
sosialisasi tapi penegakan hukum,” ujar Gus.
Gus meminta Kementerian LHK membuat acara sosialisasi di Sumut agar kasus Jawa Timur
tidak terjadi di daerah ini. “Ini ada 30 rumah sakit yang mereka undang tapi yang datang
hanya 13 saja. Ini bukti rumah sakit di Sumut tidak konsern pada pengelolaan limbah,” ujar
Gus kesal.Padahal, lanjut di rumah sakit semakin besar kelas dan tipenya penggunaan
chemical, radioaktif dan mercuri akan lebih tinggi. Kita mau rumah sakit mengelola
limbahnya dengan standar. “Kesimpulan awal saya hari ini mereka tidak hadir pada sosialisasi
untuk menghindarkan kewajiban,” ujar Gus.
Pencemaran Udara di Kota Medan di Atas Level
Berbahaya

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Semakin tebalnya kabut asap yang menyelimuti langit


Kota Medan sebabkan pencemaran udara memasuki level berbahaya dan tidak sehat. Hal ini
disampaikan Staf Pelayanan Jasa Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Wilayah-1
Medan, Endah Paramita, di Jalan Ngumbang Surbakti, Minggu (25/10/2015)
Dia mengatakan, pencemaran udara dapat dikatakan berbahaya bila mencapai 250- 350
ugram/m3. Sedangkan, pencemaran udara di Kota Medan, Minggu (25/10/2015), pukul 10.00
WIB mencapai 564 ugram/m3 atau hampir dua kali level berbahaya.
"Nilai ambang batas (NAB) konsentrasi polusi udara yang diperbolehkan berada dalam
ruangan atau normalnya 150 ugram/m3. Artinya kondisi udara di Medan sangat tidak sehat.
Jadi masyarakat harus mengurangi aktivitas di luar rumah," ujarnya.
Ia menuturkan, pencemaran udara di Kota Medan itu sudah mengalami penurunan jika
dibandingkan Minggu (25/10/2015) dinihari, yang mencapai 937 ugram/m3. Bahkan,
pencemaran udara di Kota Medan lebih parah dari daerah lain di Sumatera.
"Data kami melihat, pada Minggu (25/10/2015) dinihari pencemaran udara di Kota Medan
lebih parah dibandingkan Jambi pada Minggu (25/10/2015) dinihari, yang mencapai 697
ugram/m3, dan pada pukul 10.00 WIB hanya 177 ugram/m3. Sedangkan, di Palembang
pencemaran udara, pada Minggu dinihari mencapai 211 ugram/m3 dan pukul 10.00 WIB pagi,
mencapai 533 ugram/m3," katanya.
Dia mengungkapkan, berbagai kawasan di Provinsi Sumatera Utara khususnya bagian barat
berpeluang hujan dengan intensitas ringan hingga tinggi. Tapi, hujan dengan intensitas ringan
dapat menebalkan kabut asap, karena gas yang bercampur air berkesan memadatkan asap.
LPPLH: Tambang Emas Martabe Cemari Sungai Di
Batang Toru

RMOLSumut. Air merupakan sumber kehidupan yang teramat penting bagi makhluk hidup,
jika sumber air sudah tercemar maka akan berdampak pada kehidupan. Dampak pencemaran
air ini terjadi di Kabupaten Tapanuli Selatan tepatnya di area pertambangan emas Martabe di
kecamatan Batang Toru.
Pencemaran air sungai yang sudah diambang batas ini sangat di keluhkan masyarakat dan
pemerhati lingkungan hidup setempat. Domion Pohan selaku ketua Lembaga Pemuda
Pemerhati Lingkungan Hidup (LPPLH) Tapanuli Selatan yang hadir dalam kegiatan
Penghijauan di Taman Bacaan AL-Azhari Martubung, kota Medan, Minggu (21/1),
mengatakan, dampak pencemaraan air sungai yang terjadi di Batang Toru yang disebabkan
aktivitas penambangan emas Martabe yang dikelola PT. Aginncourt Recourse sudah sangat
memperihatinkan, hampir seluruh masyarakat sekitar yang menggantungkan hidupnya
disungai dari mencari rezeki hingga aktivitas lain seperti mandi dan mencuci kini tidak lagi
dapat menikmati sungai mereka.
Beberapa anak sungai yang ada di Batang Toru sudah tidak lagi dapat digunakan karena
pencemaran limbah berbahaya dari tambang emas Martabe, dan juga terjadi pendangkalan air
sungai dibeberapa desa. "Masyarakat yang bekerja sebagai nelayan penangkap ikan sekarang
ini sudah tidak lagi bisa menangkap ikan karena ikan sudah tidak ada lagi yang dapat hidup
disungai karena limbah dari tambang itu, banyak juga sungai yang sudah dangkal karena
penggundulan hutan di atas gunung yang digunakan oleh pihak Martabe untuk melakukan
penambangan," kata Domion Pohan. Domion mencurigai adanya kerja sama pemerintah
daerah dengan pihak PT. Aginncourt Recourse dalam penanganan pencemaran air sungai ini.
PT. Agincourt Recourse dan pemerintah mengklaim bahwa air yang dialirkan dari tempat
penampungan air limbah ke sungai sudah seteril dan tidak berbahaya.
"Air sungai yang berwarna pekat itu kata pihak PT. AR karena air hujan, pernyataan mereka
itu tidak masuk akal bagi kami sebab dulu sebelum ada tambang air sungai sangat jernih
sekali," ungkap Domion.Masyarakat dan pemerhati lingkungan hidup mengharapkan
ketegasan pemerintah daerah dan pusat untuk serius menangani pencemaran air sungai ini dan
menindak tegas pihak-pihak yang telah merugikan masyarakat.
"Sebanyak 15 desa yang berada dilingkaran dalam pertambangan dan 10 desa yang berada
diluar lingkaran pertambangan emas Martabe sekarang sudah tidak lagi dapat memanfaatkan
air dari sungai jadi tolonglah pemerintah lebih peduli kepada mereka, karena mereka juga
bagian dari NKRI," tutup Domion.
BLH Medan: Pencemaran Sungai Disebabkan Limbah
Domestik

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Medan,


Arief Tri Nugroho mengatakan, tingginya volume sampah di Kota Medan disebabkan
kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan masih minim. Namun, kadar pencemaran air
sungai masih kategori sedang."Tingginya sampah rumah tangga di berbagai sungai, terjadi
hampir di seluruh Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian BLH 80 persen pencemaran air
sungai disebabkan limbah domestik, sehingga air sungai di Kota Medan masuk dalam
ketegori sedang, dan semakin ke hilir kondisinya semakin buruk," ujarnya saat dihubungi,
Jumat (3/4/2015).
Selain itu, lanjut dia, pencemaran air kategori sedang masih layak dikonsumsi apabila melalui
mekanisme pengelolahan yang bagus, artinya, ada tahapan untuk membersihkan air agar dapat
bersih. Apalagi, selama ini, PDAM Tirtanadi mengambil air sungai untuk kebutuhan air
bersih masyarakat."Kalau kondisi air kita sudah sangat parah, PDAM tidak bisa mengambil
air untuk kebutuhan masyarakat. Jadi kadar pencemarannya belum parah. Limbah domestik
pada umumnya disebabkan limbah rumah tangga, tidak hanya sampah, tapi masih tingginya
masyarakat yang menyuci sekaligus adanya pembuangan masyarakat ke arah sungai
mengakibatkan air tampak hitam," katanya.
Menurutnya, BLH Kota Medan punya tugas menyadarkan masyarakat tentang dampak
tingginya volume sampah di sungai di antaranya terjadi pendangkalan sungai, sehingga
mengakibatkan banjir. Oleh karena itu, kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan
sungai sangat penting."Saya rasa seluruh masyarakat sudah mengetahui dampak pembuangan
sampah ke sungai. Tapi kesadaran untuk menjaga kebersihan masih minim. Dan tugas kita
untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempat-tempat
yang disediakan pemerintah. Jangan nanti banjir masyarakat menyalahkan pemerintah saja.
Padahal, sebab lainnya ada," ujarnya.

Anda mungkin juga menyukai