Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS KASUS PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI

INDONESIA

“PENCEMARAN SUNGAI MALINAU-KALTARA OLEH PERUSAHAAN


BATUBARA”

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pengelolaan dan


Konservasi Lingkungan dan Sumber Daya Alam

Dosen Pengampu:
Dr. Tien Aminatun, S. Si., M. Si

Disusun Oleh:
Nur Fadilah (20725251034)

PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2021
BERITA

https://www.mongabay.co.id/2021/02/13/ketika-kolam-limbah-perusahaan-
batubara-jebol-cemari-sungai-malinau/

Warga yang tinggal di sekitar Sungai Malinau, seperti di Desa Langap Sengayan,
Malinau Selatan, terkejut karena ikan-ikan mengambang, mati, Senin, 8 Februari
lalu. Beberapa warga mengambil foto sungai dengan air keruh, berwarna cokelat
kental bahkan berlumpur. Ikan-ikan mati mereka kumpulkan di perahu sampan.
Foto-foto ini pun menyebar di media sosial dan menuai banyak respon.

Rosiena Kila, warga Malinau membagikan foto-foto Sungai Malinau tercemar


berikut ikan-ikan mati. Hampir 1.000-an akun ikut membagikan postingan Rosi ini.

“Kasihan masyarakat Malinau yang bergantung pada air dan hasil alam,” kata Rosi
dalam postingan yang juga meminta tindakan dari aparat hukum dan pihak terkait.

Kasus ini bermula saat tanggul penampung limbah batubara diduga dari kolam
Tuyak milik PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC) jebol pada Minggu (7/2/21),
sekitar pukul 21.00 waktu setempat. Limbah tambang itupun mengalir dan
mencemari Sungai Malinau.

Buntut pencemaran itu, air sungai jadi keruh kecoklatan, ikan-ikan pun ditemukan
mati mengambang. Ekosistem sungai makin rusak.
Kondisi ini setidaknya berdampak pada warga yang tersebar di 14 desa sekitar DAS
Malinau. Yakni, Desa Sengayan, Langap, Long Loreh, Gongsolok, Batu Kajang,
Setarap, Setulang, Setaban). Lalu, DAS Mentarang (Lidung Keminci dan Pulau
Sapi) dan DAS Sesayap (Desa Tanjung Lapang, Kuala Lapang, Malinau Hulu, dan
Malinau Kota).

Bahkan, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Apa’ Mening menghentikan


layanan air bersih sejak Senin, 8 Februari 2021 karena sumber air baku PDAM dari
Sungai Malinau yang tercemar ini.

“Kemarin air PDAM mati total dua hari,” kata Rosi.

Guna memenuhi keperluan air bersih, warga pun terpaksa menadah air hujan.
Kebetulan sedang musim penghujan.

“Saya harap pemerintah Kabupaten Malinau dan pihak berwajib segera


memberikan teguran maupun sanksi dengan efek jera kepada perusahaan. Supaya
ini tidak terulang lagi,” kata Rosi kala dihubungi Mongabay.

DPD perwakilan Kaltara pada 10 Februari lalu, sudah menyurati beberapa pihak
terkait agar menyikapi kasus pencemaran sungai ini. Surat ini ditujukan kepada
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, maupun Kepala Polri.

Dalam surat yang ditandatangani Hasan Basri, selaku perwakilan anggota DPD dari
Kaltara ini menyebutkan, soal pencemaran sungai dugaan karena tanggul limbah
KPUC jebol hingga menyebabkan air limbah mengalir ke sungai.

Surat DPD sebutkan soal pasokan bahan baku air PDAM terganggu. Bahan baku
air PDAM dari aliran Sungai Sesayap, juga saling terhubung dengan Sungai
Malinau. Ekosistem di sepanjang Sungai Malinau, katanya, juga terganggu.

Dia meminta pemerintah terutama KESDM, KLHK, Kapolri, melakukan langkah-


langkah sesuai kewenangan mereka.

“Apabila terbukti, pencemaran lingkungan itu terjadi akibat dari korporasi tertentu,
kami harap pemerintah tak ragu ambil sikap tegas, meminta pertanggungjawaban
korporasi baik secara administrasi, perdata, maupun pidana,” sebut surat dari
pimpinan Komisi II DPD ini.
ANALISIS KASUS PENCEMARAN SUNGAI MALINAU-KALTARA
OLEH PERUSAHAAN BATUBARA

Menurut saya kasus diatas termasuk dalam kasus “Lemahnya Sistem


Perundangan”. Kasus serupa pernah terjadi pada tahun 2014 tanggul limbah
batubara milik PT Kaltim Prima Coal (KPC) jebol di Sungai Bendili, Kutai Timur.
Terulang lagi pada Februari 2021, kali ini tanggul kolam limbah PT Kayan Putra
Utama Coal (KPUC) di Malinau, Kalimantan Utara, jebol dan mencemari Sungai
Malinau.
Pada hari yang sama (10 Februari) Pemerintah Kabupaten Malinau
mengeluarkan sanksi yang ditandatangani Bupati Malinau, Yansen. Dalam SK
Nomor 660.5/K/.86/2021 tentang sanksi paksaan pemerintah kepada perusahaan,
pemkab meminta perusahaan melakukan perbaikan tanggul, penimbunan tanah,
melibatkan tenaga ahli kompeten untuk mengatasi limbah. Juga, mengganti ikan
mati, membuat sistem penanganan dini penanganan tanggul jebol serta inspeksi
tanggul secara berkala.
Namun sanksi ini tidak cukup tegas, misalnya dibandingkan dengan kasus
tanggul kolam pengendapan di Pit Betung milik PT Baradinamika Muda Sukses
(BMS) jebol pada 4 Juli 2017. Saat itu, perusahaan mendapat sanksi pemberhentian
operasi selama 60 hari dan harus menandatangani kesepakatan yang menyatakan
kalau hal sama terjadi lagi izin perusahaan akan dicabut.
Banyak peluang penegakan hukum untuk memberikan efek jera bagi
perusahaan, diantaranya

1. UU Minerba yang mengatur kewajiban kaidah pertambangan yang baik


2. Peraturan Pemerintah No 55/2010 tentang pembinaan dan pengawasan
pertambangan minerba oleh menteri, gubernur, bupati/walikota.
3. Permen ESDM No 26/2018 yang memberikan wewenang kepada
pemerintah untuk menjatuhkan sanksi administrasi pada perusahaan yang
melanggar ketentuan, mulai peringatan hingga pencabutan izin.
4. UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
yang memungkinkan pidana untuk kasus perusakan lingkungan hidup.
5. Peraturan MA No 13/2016 tentang tata cara penanganan pidana korporasi
yang berkaitan dengan lingkungan hidup.
6. Perjanjian 4 Juli 2017, KPUC juga bisa kena pasal wanprestasi atas
kesepakatan bersama yang telah tertuang dalam akte notaris yang bisa
menjadi dasar evaluasi dan cabut izin di hulu badan daerah aliran Sungai
Malinau.
Sangat disayangkan karena Dinas Lingkungan Hidup Kaltara maupun PDAM
Kaltara tidak bicara tentang peraturan hukum diatas, karena dampak yang dirasakan
bukan hanya soal sungai saja tapi masyarakat yang tersebar di 14 desa sekitar DAS
Malinau juga terdampak. Warga menyatakan ikan-ikan sungai berkurang dan sulit
ditemukan, warga juga kehilangan hak atas akses air bersih.

Anda mungkin juga menyukai