TERHADAP MASYARAKAT SEKITAR Tahun Selasa, 19 April 2016 Penulis Oleh : Suardi, M. Tahir Kasnawi. Sakaria Reviewer Vikri Wardhana 201310050311188 Tanggal 3 Agustus 2017
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan (1) Bagaimana sebaiknya pengelolaan
kawasan Karst dalam perspektif sosiologi lingkungan (2) Mengetahui bagaimana dampak sosial yang terjadi di Desa Salenrang akibat dari kegiatan penambangan Karst. Subyek Penelitian Informan penelitian terdiri atas 14 orang yakni; Kepala desa, pemerhati lingkungan, guide wisata, tokoh pemuda, karyawan bosowa, yang masing-masing terdiri dari 1 orang, 4 anggota masyarakat petani, 3 anggota masyarakat penambak/empang dan 2 ibu rumah tangga. Informan tersebut dianggap mengetahui secara mendalam tentang dampak, dan juga dianggap mampu memberikan seluruh informasi yang dibutuhkan. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis Normatif atau Penelitian Kepustakaan, yang dilakukan dengan meneliti bahan Pustaka atau Data sekunder yang di peroleh baik dari bahan hukum primer, sekunder maupun tersier. Setelah data terkumpul dilakukan pengolahan data dengan cara koding, disistematisir dan di kelompokkan sesuai dengan pokok permasalahan yang hendak dijawab. Selanjutnya dilakukan analisis data secara kualitatif dan hasilnya disajikan dalam bentuk deskriptif untuk ditarik suatu kesimpulan.
Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa karst dan potensinya disekitar
Desa Salenrang telah dimanfaatkan oleh pengusaha tambang (industri) untuk mencapai keuntungan materi (ekonomi) dalam skala besar. Pada penerapan undang-undang tentang pengelolaan kawasan karst merupakan bagian terpenting untuk diketahui oleh pengusaha tambang dan di implementasikan oleh pemerintah secara baik untuk kelestarian lingkungan yang sustainable, sebab potensi karst disekitar Desa Salenrang bukan hanya pada nilai tambang saja, namun karst sesungguhnya merupakan bentang alam yang sangat vital, sebagai destinasi alam yang alami, fungsi sebagai penyangga air, mampu menampung air sepajang tahun. Penting untuk dijaga kelestariannya karena karst bermanfaat dalam memenuhi pasokan air bersih bagi kelangsungan hidup masyarakat Maros-Pangkep. Beroperasinya industri tambang telah mengakibatkan dampak ekologi lingkungan dan dampak sosial ekonomi masyarakat. Untuk menghindari ekploitasi yang semakin luas undang-undang tentang pengelolaan kawasan karst perlu dipertegas, agar mampu mengimbangi dampak yang terus terjadi. Sebagaimana meluasnya dampak sangat mempengaruhi tindakan masyarakat, merubah keadaan sosial dan keadaan ekonomi, pola pikir masyarakat menjadi individualistik dan berperilaku konsumtif. Dari itu, penting untuk membangun kesadaran bersama dari seluruh pihak instansi dan lebih konsentrasi melestarikan lingkungan dibanding mengeksploitasi .
Kekuatan Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan penambangan kars di
sekitar Desa Salenrang dominan berdampak negatif terhadap keadaan sosial ekonomi masyarakat. Degradasi lingkungan yang terjadi menyebabkan menurunnya produktifitas pertanian (sawah dan tambak) milik masyarakat. Hal tersebut tidak terlepas dari menurunnya fungsi hidrologi karst yang menjadi sumber pengairan bagi pertanian masyarakat. Selain itu, debu yang dihasilkan dari kegiatan penambangan secara nyata berakibat pada kerusakan tanaman dan menurunnya kualitas air yang masih mengairi sawah dan tambak milik masyarakat. Problem tersebut kemudian menggiring masyarakat pada kemiskinan yang terus meluas karena semakin tingginya persaingan antar masyarakat pada profesi tertentu, karena profesi sebagai petani tidak bisa lagi diandalkan. Kemiskinan yang terjadi kemudian berdampak luas dengan munculnya berbagai masalah sosial yang lain, seperti sifat individualis dan lain-lain. Selain problem tersebut, kegiatan penambangan juga berdampak langsung dan nyata terhadap kesulitan masyarakat dalam mengakses air bersih, dimana kaum perempuan menjadi pihak yang paling menderita, meskipun kaum laki-laki pun menderita. Kelemahan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, nomor 1456 K/20/MEM/2000, tentang pedoman pengelolaan kawasan karst. Satu lagi keputusan Menteri tentang pedoman pengelolaan kawasan karst, mengatur soal klasifikasi kawasan karst, yaitu kawasan karst kelas I merupakan kawasan lindung sumber daya alam, yang tidak boleh ditambang, atau tidak boleh diubah sifat bentang alamnya. Kawasan Karst kelas II dapat dilakukan kegiatan usaha pertambangan dan kegiatan lain, tetapi harus dilengkapi dengan studi lingkungan (amdal). Kawasan Karst kelas III merupakan kawasan yang tidak memiliki kriteria sebagaimana dimaksud dalam kawasan karst kelas I dan II, dalam hal ini kawasan karst kelas III dapat dilakukan pertambangan. Karst Maros – Pangkep merupakan karst klas I, karena di bagian bawahnya terdapat sungai yang mengalir yang membuatnya bisa menyimpan air dalam debet besar dan kualitas yang baik sepanjang tahun. Karst Maros – Pangkep merupakan hulu dari sungai Wallanae yang merupakan sumber air untuk pertanian di beberapa kabupaten di wilayah Sulawesi Selatan, dan juga menjadi hulu dari beberapa sungai besar lainnya. Selain itu, terdapat juga situs budaya dan situs sejarah di karst Maros – Pangkep. Khusus di Salenrang terdapat beberapa gua yang merupakan situs sejarah, misalnya gua telapak tangan. Sehingga kegiatan yang dibolehkan untuk dilakukan di dalam kawasan karst Maros – Pangkep adalah kegiatan yang tidak mengubah sifat bentang alam. Hal itulah yang menjadi dasar ditetapkannya karst Maros – Pangkep menjadi Taman Nasional Bantimurung – Bulusaraung (Rahmadi, 2010). Peraturan di atas menegaskan klasifikasi karst yang bisa dan tidak bisa ditambang. Namun potensi karst yang sangat besar seringkali menjadi alasan bagi para pelaku bisnis yang kemudian mengabaikan peraturan tersebut. Peraturan tersebut seharusnya berlaku di Desa Salenrang dan sekitarnya, namun belakangan ini diketahui bahwa Desa Salenrang berada dalam kepungan industri tambang, yang berarti ancaman kerusakan lingkungan juga sedang mengintai bagi lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat. Tahun 2012, data Dinas Energi dan Sumber daya Mineral Provinsi Sulawesi Selatan menyebutkan sebanyak 29 izin usaha pertambangan (IUP) jenis marmer dikeluarkan di Kabupaten Maros (Yusuf, 2014). Asumsi dasarnya, setiap kegiatan penambangan pastinya akan menyebabkan degradasi lingkungan, karena secara umum akan mengubah sifat bentang alam. Hal tersebut tentunya akan menyebabkan terjadinya disfungsi antara suatu bagian alam terhadap bagian alam lainnya yang menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan (dampak ekologi) dan dampak sosial ekonomi. Lingkungan merupakan struktur yang fungsional terhadap kehidupan manusia, yang berarti bahwa ketika lingkungan mengalami degradasi maka hal tersebut akan berdampak sosial. Berdasarkan lingkungan dan kebutuhan masyarakat seperti air, udara, tanah dan sumber kekayaan alam lainnya harus dilestarikan untuk diteruskan ke generasi yang akan datang, praktek-praktek etika merupakan hal yang sangat dibutuhkan untuk memberikan kearifan dalam pengelolaan dan pemanfaatan lingkungan serta member solusi terhadap krisis lingkungan yang terjadi saat ini (Marfai, 2013).