Anda di halaman 1dari 11

HomePerforming ArtsEntertainment and ArtsDance

BookPDF Available

Pengelolaan Lingkungan Pertambangan (Bab 1 dari 22 Bab)

March 2019

Publisher: Kepak IndonesiaISBN: 978-602-53226-0-0

Authors:

Candra Nugraha

Download full-text PDF

Citations (2)

References (1)

Abstract

Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan,
dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,
konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan
pascatambang. Operasi tambang terbuka akan selalu merubah bentang alam dan aliran air permukaan,
sebagai contohnya. Perlu sebuah perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pertambangan
yang baik untuk menghindari/meminimalkan dampak lingkungan yang besar, seperti lansekap yang tidak
beraturan, lubang tambang yang ditinggalkan, erosi dan sedimentasi yang tinggi, kesuburan tanah yang
rendah yang tidak layak untuk pertumbuhan tanaman, produksi air asam tambang yang dapat
berlangsung hingga ratusan tahun sehingga dapat mematikan biota di perairan umum, dan lain
sebagainya. Secara umum terdapat 4 lingkup kegiatan penting dalam pengelolaan lingkungan
pertambangan, yaitu: 1. pengelolaan dan pemantauan kualitas air, 2. pengelolaan dan pemantauan
kualitas udara, 3. pengelolaan tanah, reklamasi, dan keanekaragaman hayati, 4. pengelolaan sampah,
bahan berbahaya dan beracun (B3), dan limbah B3. Pelaksanaan kegiatan penting tersebut perlu diatur
dalam sebuah sistem manajemen pengelolaan dan pemantauan, termasuk aspek kepatuhan terhadap
izin/peraturan/ standar yang diperlukan untuk kegiatan tersebut.

ResearchGate Logo

Discover the world's research


20+ million members

135+ million publications

700k+ research projects

Join for free

Public Full-text 1

Content uploaded by Candra Nugraha

Author content

Content may be subject to copyright.

BAB 1. PENGANTAR 1.1. Karakteristik Geologi Dan Pertambangan Pertambangan adalah sebagian
atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan, dan pengusahaan mineral
atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,
penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan
pascatambang. Pada definisi tersebut, yang dimaksud dengan mineral adalah senyawa anorganik yang
terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau
gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu. Sedangkan batubara
adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-
tumbuhan. Secara geologi, Indonesia adalah salah satu wilayah kepulauan yang memiliki kondisi geologi
yang unik karena gugusan kepulauannya yang dibentuk oleh tumpukan lempeng-lempeng tektonik
besar, termasuk didalamnya adalah kekayaan bahan galian. Hampir seluruh kepulauan Indonesia
mengandung potensi mineral (logam dan non logam, batubara, dan/atau bahan galian lainnya,
seperti yang diwakili oleh peta kepemilikan izin usaha wilayah pertambangan pada Gambar 1.
Kekayaan alam ini merupakan anugerah yang semestinya dimanfaatkan dengan optimal dan hati-
hati mengingat sifatnya yang tidak dapat diperbaharui. Dari peta tersebut, tampak cukup jelas bahwa
pulau Kalimantan paling banyak mengandung potensi bahan galian, yang saat ini sedang dikelola sesuai
dengan tahapannya masing-masing. Beberapa diantaranya bahkan sedang dan telah memasuki tahap
penutupan tambang, yang artinya bahwa bahan galian di wilayah izin tersebut telah habis atau sudah
tidak ekonomis untuk dilakukan penambangan. Gambar 1. Peta sebaran izin usaha pertambangan
(Sumber: ESDM, 2019)

Dalam prakteknya, tidak mudah untuk mengeluarkan bahan galian tersebut dari bawah
permukaan tanah. Kondisi iklim Indonesia dengan curah hujan yang tinggi dibanding dengan negara lain
(rata-rata 2.000 – 3.000 mm/tahun, dan di beberapa lokasi tambang bisa mencapai 4.000
mm/tahun), mengharuskan adanya perhatian khusus pada potensi dampak kegiatan pertambangan
terhadap lingkungan hidup. Secara umum, industri p ertambangan memiliki karakteristik sebagai
berikut: • Bahan galian bersifat tak terbarukan (non-renewable) sehingga memerlukan sistem
pengelolaan yang baik dengan prinsip konservasi. • Harus ditambang di tempat bahan galian tersebut
ditemukan. • Cebakan bahan galian unik, tersebar tidak merata baik dari segi letak, bentuk,
kuantitas, dan kualitas. • Proporsi/kadar bahan galian sangat kecil dibanding batuan penutupnya
sehingga perlu digali sejumlah besar batuan untuk bahan galian tersebut. • Kegiatan pertambangan
berpotensi menimbulkan dampak lingkungan yang signifikan. • Risiko terutama pada tahap
penyelidikan umum dan eksplorasi karena tingkat ketidakpastian yang tinggi. • Umumnya bahan
galian memerlukan pasar internasional. • Umumnya merupakan pendorong pengembangan daerah. •
Seringkali memerlukan waktu yang relatif lama dalam pengembangannya (sejak dari ditemukan sampai
produksi). • Memerlukan investasi awal yang besar dengan waktu pengembalian yang lama (umur
tambang bisa mencapai puluhan tahun). • Agar kompetitif dan mengantisipasi fluktuasi harga,
seringkali diperlukan tingkat produksi yang besar dengan peralatan yang besar. Dengan karakteristik
tersebut diatas, munculnya isu terkait lingkungan hidup tidak bisa dihindari. Namun demikian,
seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, praktek penambangan terbaik yang
termasuk didalamnya upaya pengelolaan lingkungan terus digiatkan untuk meminimalkan dampak
kegiatan pertambangan terhadap lingkungan hidup dan sosial, baik skala lokal, regional, nasional, dan
global. 1.2. Isu Lingkungan Pertambangan Pada daerah yang akan ditambang, pertama-tama perlu
dilakukan pembukaan lahan (dapat berupa hutan, ladang, atau area lainnya), pemotongan pohon (jika
ada), dan pengupasan serta pemindahan tanah. Untuk memperolah bahan ekonomis (bijih
mineral/batubara), dilakukan pemindahan batuan penutup, yang jika diperlukan, diawali dengan
kegiatan peledakan batuan penutup tersebut. Setelah batuan penutup dipindahkan dan ditimbun di
daerah penimbunan, selanjutnya dilakukan penggalian mineral atau batubara. Pemrosesan mineral
dan/atau batubara diperlukan untuk memurnikan sumber daya tersebut sebelum dipasarkan.
Pemrosesan batubara relatif lebih sederhana, yang umumnya hanya berupa pencucian dan/atau
peremukan menjadi ukuran tertentu. Sedangkan untuk mineral, proses lebih kompleks dengan
melibatkan unit pemrosesan, mesin, bahan kimia pendukung proses pengolahan, energi yang besar, dan
sebagainya.

Berdasarkan pada proses tersebut, dampak terhadap lingkungan yang timbul akibat kegiatan
pertambangan secara umum antara lain adalah: - penurunan kualitas habitat akibat pembukaan lahan
dan perubahan bentang alam, - terganggunya flora dan fauna, - terjadinya erosi dan sedimentasi, -
penurunan kualitas air, seperti terjadinya kekeruhan air yang tinggi, air asam tambang, dan terlarutnya
logam berat, - debu, getaran, dan kebisingan, - kontaminasi limbah B3, - dan beberapa dampak lainnya.
Operasi tambang terbuka akan selalu merubah bentang alam dan aliran air permukaan sehingga
diperlukan sebuah upaya komprehensif, yaitu rehabilitasi lahan bekas tambang secara progresif
untuk mengelola lahan dan air dengan baik. Contoh yang nyata terjadi dengan perubahan
bentang alam adalah timbulnya lubang-lubang bekas tambang (void). Data dari Direktorat Teknik dan
Lingkungan Mineral dan Batubara tahun 2017 menyebutkan, terdapat 45 lubang tambang aktif seluas
4.402 ha, 183 lubang tambang tidak aktif seluas 3.227 ha, dan 24 lubang tambang yang sedang
diisi/ditimbun kembali seluas 273 ha. Secara jumlah, lebih banyak lubang tambang yang tidak aktif,
yang berarti resiko kejadian berbahaya lebih besar, yang bisa disebabkan oleh pengawasan dan
pengamanan yang tidak intensif dan tidak memadai (Hendrasto, 2018). Selain itu, telah sering dimuat
di media cetak dan elektronik mengenai dampak kegiatan pertambangan terhadap lingkungan hidup
dan keselamatan masyarakat. Juga dalam bentuk buku, seperti buku yang menyoroti perihal penutupan
tambang dari Paripurno, dkk. (2010), dan konflik pertambangan, isu lingkungan, dan lainnya dari
Maimunah (2012). Hal-hal seperti ini penting untuk disikapi secara bijaksana, baik oleh pelaku usaha
pertambangan maupun pemerintah. Perlu sebuah perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan
pertambangan yang baik untuk menghindari/meminimalkan dampak lingkungan yang besar, seperti
lansekap yang tidak beraturan, bahkan lubang tambang, erosi dan sedimentasi yang tinggi,
kesuburan tanah yang rendah tidak layak untuk budidaya, produksi air asam tambang yang dapat
berlangsung hingga ratusan tahun sehingga dapat mematikan biota di perairan umum. Disamping
itu, setelah usaha penambangan berakhir, kota-kota yang semula ramai dengan pertumbuhan ekonomi
yang tinggi berangsur-angsur akan menjadi kota-kota mati. Kondisi seperti ini dikenal sebagai kota hantu
atau ‘ghost town’ seperti banyak terjadi di negara lain. Lebih menyedihkan lagi, penduduk lokal yang
dulu biasa bertani atau mengumpulkan hasil hutan dari hutan sekitar, akan hilang kemampuan tersebut
setelah lama bekerja di tambang (Mansur, 2017b). Sebagaimana lazimnya sebuah industri, penilaian
potensi dan besaran dampak lingkungan dari sebuah kegiatan, termasuk kegiatan pengelolaan dan
pemantauan dampak, wajib untuk dikaji yang kemudian dituangkan dalam dokumen Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL) dan/atau Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL).
Dokumen tersebut, beserta dokumen-dokumen teknis lainnya seperti Rencana Reklamasi dan Rencana
Pascatambang disusun untuk memastikan kegiatan pertambangan dilakukan dengan
memperhatikan pengelolaan lingkungan secara bertanggungjawab yang berkesinambungan.

1.3. Arah Pengelolaan Lingkungan Secara umum terdapat 4 lingkup kegiatan penting dalam
pengelolaan lingkungan pertambangan, yaitu: 1. pengelolaan dan pemantauan kualitas air, 2.
pengelolaan dan pemantauan kualitas udara, 3. pengelolaan tanah, reklamasi, dan keanekaragaman
hayati, 4. pengelolaan sampah, bahan berbahaya dan beracun (B3), dan limbah B3. Pelaksanaan
kegiatan penting tersebut perlu diatur dalam sebuah sistem manajemen pengelolaan dan
pemantauan, termasuk aspek kepatuhan terhadap izin/peraturan/ standar yang diperlukan untuk
kegiatan tersebut. Terdapat 3 (tiga) aspek penting pengelolaan lingkungan yang saling bersinergi
selama operasi pertambangan berlangsung, yaitu: praktek, sistem manajemen, dan perizinan.
Hubungan ketiga aspek tersebut dapat digambarkan oleh skema seperti pada Gambar 3. Gambar 2.
Contoh lubang bekas tambang sebelum dan setelah ditimbun kembali (Sumber: Hendrasto, 2018) Pada
periode awal kegiatan, perusahaan akan memerlukan upaya yang tinggi untuk mendapatkan
seluruh perizinan inti yang diperlukan, misalnya izin lingkungan, izin operasi Tempat Penyimpanan
Sementara Limbah B3 (TPS Limbah B3), dsb. Pada saat yang bersamaan, sistem manajemen
pengelolaan mulai disusun berdasarkan ‘kebiasaan umum’ yang dilakukan oleh industri
pertambangan. Sangat wajar apabila pada periode awal ini seringkali terjadi perubahaan dalam
prosedur, yang disesuaikan dengan praktek pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang dilakukan.
Pada periode menengah, dimana operasional telah berjalan dengan perizinan lingkungan yang
memadai, perusahaan perlu untuk menetapkan target kinerja praktek pengelolaan lingkungan.
PROPER dapat digunakan sebagai salah satu target untuk hal ini, dimana PROPER akan menilai
kepatuhan pada aspek perizinan, administrasi, dan teknis operasional.
Gambar 3. Upaya pemenuhan ketaatan perusahaan berdasarkan waktu operasi Seiring dengan
berjalannya waktu, perusahaan seharusnya terus memfokuskan pada perbaikan sistem manajemen
lingkungan dan praktek pertambangan terbaik, dimana kedua kegiatan ini dapat saling membantu
untuk memastikan keseluruhan upaya operasional berjalan dengan baik. Perusahaan dapat
menetapkan target pencapaian seperti PROPER “Hijau” atau “Emas” dan sertifikasi Sistem
Manajemen Lingkungan ISO 14001. Hasil dari pencapaian target tersebut akan memudahkan proses
perizinan lingkungan yang diperlukan, baik perizinan baru, perpanjangan, atau revisi, termasuk
proses Addendum atau Revisi dokumen AMDAL yang kerap terjadi pada kegiatan pertambangan,
seiring dengan terjadinya perubahan/temuan cadangan batubara atau mineral, atau adanya kegiatan
lain. Bagi perusahaan pertambangan yang juga melibatkan penanaman modal asing dimana dana
berasal dari sindikasi perbankan internasional, penerapan standar lingkungan internasional seperti
standar dari International Finance Corporation (IFC) seringkali diwajibkan untuk dipatuhi. Catatan:
Saat ini telah banyak contoh prosedur kerja pengelolaan dan pemantauan lingkungan perusahaan
tambang yang bisa digunakan sebagai referensi. Pilih yang menggambarkan praktek penambangan
terbaik, dan sesuaikan dengan kondisi di masing-masing tempat. 1.4. Peraturan Pengelolaan Lingkungan
Pertambangan Peraturan dasar dari kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah
UU No. 32/2009, yang menyebutkan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah
‘upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan
mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum’.
Selanjutnya terkait dengan kegiatan yang berpotensi menghasilkan pencemaran pada lingkungan,
ditetapkan definisi pencemaran lingkungan adalah sebagai ‘masuk atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga
melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan’ (Pasal 1 Angka 14). Baku mutu
lingkungan hidup yang dimaksud

adalah baku mutu air, baku mutu air limbah, baku mutu air laut, baku mutu udara ambien, baku mutu
emisi, baku mutu gangguan, dan baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan &
teknologi (Pasal 20). Dari dua definisi tersebut, terdapat ketentuan pidana bagi yang melanggarnya.
Beberapa peraturan terkait dengan kegiatan pengelolaan lingkungan pertambangan adalah seperti
dirangkum pada Tabel 1. Selain membahas hal-hal operasional yang harus dilakukan oleh sebuah usaha
pertambangan, peraturan juga menetapkan izin-izin operasi yang harus dimiliki oleh usaha
pertambangan. Izin-izin ini penting untuk dimiliki oleh perusahaan yang diantaranya harus dimiliki
sebelum kegiatan dimulai. Catatan: Kata-kata kunci seperti “pencemaran lingkungan”, “baku mutu
lingkungan”, dan konsekuensinya (apabila terjadi pelanggaran) terhadap perusahaan dan personil
pelaksana, wajib dipahami oleh seluruh pelaksana kegiatan pertambangan sesuai dengan tugas
pokok dan fungsi kerjanya masing-masing. Tabel 1. Beberapa peraturan terkait kegiatan pengelolaan
lingkungan pertambangan (Status 26 Februari 2019) No. Peraturan Tentang Hal pokok bagi kegiatan
pertambangan 1 UU No. 32 Tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Acuan umum
dalam kegiatan pengelolaan dan pemantauan, termasuk aturan terkait sanksi. 2 UU No. 41 Tahun 1991
Kehutanan Salah satu acuan penggunaan hutan termasuk untuk kegiatan pertambangan. 3 UU No. 18
Tahun 2008 Pengelolaan Sampah Acuan dalam pengelolaan sampah yang umum timbul dari kegiatan
pertambangan dan fasilitas pendukungnya. 4 PP No. 27 Tahun 2012 Izin Lingkungan Setiap usaha
dan/atau kegiatan yang wajib memiliki Amdal wajib memiliki ijin lingkungan. 5 PP No. 101 Tahun 2014
Pengelolaan Limbah B3 Acuan dalam pengelolaan limbah B3 yang dihasilkan pertambangan, mengatur
aspek perizinan dan juga praktek pengelolaannya. 6 PP No. 82 Tahun 2001 Pengelolaan Kualias Air dan
Pengendalian Pencemaran Air Kegiatan penambangan akan menimbulkan dampak negatif dan penting
terhadap kualitas air sehingga perlu upaya pencegahan dan penanggulan pencemaran air. 7 PP No. 74
Tahun 2001 Pengelolaan Bahan Berbahaya Dan Beracun Acuan dalam pengelolaan B3 yang digunakan
dalam kegiatan pertambangan, seperti proses pengolahan mineral, dsb. 8 PP No. 41 Tahun 1999
Pengendalian Pencemaran Udara Kegiatan penambangan akan menimbulkan dampak negatif berupa
penurunan kualitas udara. 9 PermenLH No. 05 Tahun 2012 Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang
Wajib Memiliki Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Cara penapisan jenis kegiatan untuk
penentuan dokumen lingkungan yang diperlukan. 10 PermenLH No. 04 Tahun 2014 Baku Mutu Emisi
Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Pertambangan Acuan kualitas emisi dari kegiatan
pertambangan.

No. Peraturan Tentang Hal pokok bagi kegiatan pertambangan 11 PermenLHK No. P.63-2016
Persyaratan dan Tata Cara Penimbunan LB3 di Fasilitas Penimbusan Akhir Acuan untuk kegiatan
penimbunan limbah B3, termasuk yang umum dihasilkan kegiatan pertambangan dan pendukungnya,
seperti tailing, fly ash, bottom ash, dll. 12 PermenESDM No. 26 tahun 2018 Pelaksanaan Kaidah
Pertambangan Yang Baik Dan Pengawasan Pertambangan Mineral Dan Batubara Mengatur tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup Pertambangan, Reklamasi, dan Pasca Tambang, serta Pascaoperasi. 13
PermenLH No. 03 Tahun 2013 Audit Lingkungan Hidup Tambang dengan kriteria tertentu diwajibkan
untuk melakukan audit lingkungan, seperti tambang yang memiliki tailing storage facility, dll. 14
PermenLHK No. P.59 Tahun 2016 Baku Mutu Lindi Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan TPA Sampah Acuan
baku mutu air lindi bagi tambang yang memiliki TPA. 15 PermenLH No. 4 Tahun 2012 Indikator Ramah
Lingkungan Untuk Usaha Dan/Atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batubara Identifikasi indikator
lingkungan pada kegiatan penambangan batubara yang meliputi perlindungan dan pengelolaan
lingkungan untuk komponen lahan dan air pada tahap penambangan dan reklamasi. 16 KepmenESDM
No. 1827 Tahun 2018 Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan Yang Baik Acuan kegiatan
pertambangan yang baik. 17 KepmenLH No. KEP-13 Tahun 1995 Baku Mutu Emisi Sumber Tidak
Bergerak Acuan dalam baku mutu emisi sumber tidak bergerak yang akan dihasilkan ketika kegiatan
pertambangan dilakukan. 18 KepmenLH No. KEP-48 Tahun 1996 Baku Mutu Tingkat Kebisingan Acuan
dalam pengelolaan dampak kebisingan dari kegiatan konstruksi dan operasi, seperti misalnya dari
kegiatan transportasi alat berat, dll. 19 KepmenLH No.KEP-49 Tahun 1996 Baku Mutu Tingkat Getaran
Acuan dalam pengelolaan getaran dari kegiatan konstruksi dan operasi, seperti misalnya dari kegiatan
peledakan batuan. 20 KepmenLH No.KEP-50 Tahun 1996 Baku Mutu Kebauan Acuan dalam pengelolaan
bau dari kegiatan konstruksi dan operasi, seperti misalnya yang berasal dari IPAL. 21 KepKaBapedal No.
KEP-68 Tahun 1994 Tata Cara Memperoleh Izin Penyimpanan, Pengumpulan, Pengoperasian Alat
Pengolahan, Pengolahan, dan Penimbunan Akhir Limbah B3. Acuan tata cara memperoeh izin terkait
pengelolaan limbah B3. 22 Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 01 Tahun
1995 Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun. Acuan tata cara penyimpanan sementara limbah B3 yang dihasilkan, termasuk dari kegiatan
pertambangan. 23 Keputusan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup No. 03 Tahun 1995
Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Acuan dalam pengolahan limbah
B3, termasuk yang dihasilkan dari kegiatan pertambangan. 24 Keputusan Kepala Badan Pengendalian
Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 1995 Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Acuan
dalam penggunaan simbol dan label bagi limbah B3 yang dihasilkan.

Citations (2)

References (1)

... Asiditas secara umum dipengaruhi oleh mineral asam yang kuat konsentrasi ion H+ (yang merupakan
dasar perhitungan pH) dan asiditas yang berasal dari mineral.Jika data kualitas air lebih lengkap,
software bebas seperti ABATES (https://www.acidmetalliferousdrainage.com) dapat digunakan untuk
mengestimasi asiditas(Nugraha, 2019). ...

Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash untuk Pengelolaan Batuan dan Air Asam di Tambang Batubara

Book

Full-text available

Oct 2021

Candra NugrahaRolliyahEdy PurwantoAminullah Mawardi

View

Show abstract

... Mining is a way of mining natural resources by digging the mined land in an area that has been
studied previously [14], currently in [15] concerning Prevention and Management of Environmental
Damage and Pollution in General Mining Business Activities, it was explained that mining is an activity
carried out either manually or mechanically to obtain quarry materials. Coal is a hard sedimentary rock
and is black in color, formed through the process of freezing or coagulation of plant material that grew
more than 200 million years ago. ...

Effect of Coal Mining on the Abiotic Environment in Pantai Cabe Village, Tapin Selatan District Tapin
Regency

Conference Paper

Full-text available
Jan 2021

Sidharta Adyatma

Muhammad afiq Muhaimin

Aswin SaputraAkhmad Munaya Rahman

View

Recommendations

Discover more about: Dance

Project

Environment Indicators on Sustainability Report of Mining Industries

Candra Nugraha

Review and evaluate how the mining industries reporting the environment indicator on their report
based on GRI Standard.

View project

Article

Full-text available

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SABUN NATRIUM DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum
inophyllum L.) SERT...

May 2015 · Molekul

Mochamad Chasani

Senny WidyaningsihAdidyan Mubarok

Penelitian ini menggunakan minyak biji nyamplung sebagai bahan dasar sabun antibakteri. Pembuatan
sabun dari minyak biji nyamplung dilakukan dengan beberapa tahap yaitu sintesis sabun menggunakan
metode saponifikasi dan karakterisasi sabun berdasarkan SNI 06-3532-1994. Untuk mengetahui sifat
antibakteri sabun, dilakukan uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococus aureus. Hasil ...
[Show full abstract]View full-text

Article

Full-text available

Penelitian Pendahuluan (Preliminary Research) Intrusi Air Laut di Desa Sriwulan, Demak, Indonesia
November 2020

Edy Trihatmoko

Husein Sadewa Wiguna

Juhadi Juhadi[...]

David Milliano Josanova

Intrusi air asin adalah suatu peristiwa penyusupan air asin ke dalam akuifer di mana air asin
menggantikan atau tercampur dengan air tanah tawar yang ada di dalam akuifer. Permasalahan yang
timbul dengan adanya intrusi air asin adalah rusaknya air tanah akibat kontaminasi mineral garam laut.
karakteristik geomorfologi wilayah Desa Sriwulan, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak yang
cenderung datar ... [Show full abstract]View full-text

Article

Full-text available

Spot Rekrutmen Karang pada Terumbu Buatan Bioreeftek di Perairan Pesisir Desa Kerobokan, Buleleng,
B...

July 2021

Eghbert Elvan Ampou

Camellia TitoIis Triyulianty[...]Putu Mangku Mariasa

Abstrak Perairan pesisir Desa Kerobokan memiliki wilayah terumbu karang yang penting karena terdapat
spot rekrutmen sebagai wilayah terumbu buatan alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai
indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominansi karang pada terumbu buatan alami "Bioreeftek"
di salah satu spot perairan pesisir Desa Kerobokan, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng, Provinsi ...
[Show full abstract]View full-text

Book

Full-text available

Plastisitas dan Struktur Tanah

January 2017

Tri Mulyono

Keadaan relatif tanah ketika tanah masih mudah untuk dibentuk merupakan konsistensi tanah.
Konsistensi dari tanah berbutir halus dapat di deskripsikan dari tiga parameter yaitu batas cair (LL), batas
plastis (PL) dan batas susut (SL) dikenal sebagai batas-batas Atterberg atau Atterberg limits. Parameter
ini sebagai ukuran plastisitas tanah. Struktur tanah didefinisikan sebagai susunan geometrik ... [Show full
abstract]View full-text

Article

Full-text available

Evaluasi Nilai Gizi Masakan Daging Khas Aceh (Sie Reuboh) Berdasarkan Variasi Penambahan Lemak
Sapi...

April 2018 · Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia

Novia Erfiza

Dian HasniUlva Syahrina

Sie reuboh merupakan olahan daging yang diolah secara tradisional dengan merebus daging
menggunakan garam, asam cuka, lemak, dan beberapa jenis rempah-rempah. Perubahan selera dan
pola konsumsi masyarakat Aceh menyebabkan formulasi sie reuboh menjadi bervariasi.
Keanekaragaman formulasi menyebabkan takaran dan jenis bahan yang digunakan dalam pengolahan
sie reuboh ikut bervariasi terutama lemak ... [Show full abstract]View full-text

ResearchGate Logo

Recruit researchers

Join for free

Login

App Store

Get it on Google Play

Company

About us

News

Careers

Support

Help Center

Business solutions
Advertising

Recruiting

© 2008-2023 ResearchGate GmbH. All rights reserved.

TermsPrivacyCopyrightImprint

1 UU No. 32 Tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Acuan umum dalam kegiatan
pengelolaan dan pemantauan, termasuk aturan terkait sanksi. 2 UU No. 41 Tahun 1991 Kehutanan Salah
satu acuan penggunaan hutan termasuk untuk kegiatan pertambangan. 3 UU No. 18 Tahun 2008
Pengelolaan Sampah Acuan dalam pengelolaan sampah yang umum timbul dari kegiatan pertambangan
dan fasilitas pendukungnya. 4 PP No. 27 Tahun 2012 Izin Lingkungan Setiap usaha dan/atau kegiatan
yang wajib memiliki Amdal wajib memiliki ijin lingkungan. 5 PP No. 101 Tahun 2014 Pengelolaan Limbah
B3 Acuan dalam pengelolaan limbah B3 yang dihasilkan pertambangan, mengatur aspek perizinan dan
juga praktek pengelolaannya. 6 PP No. 82 Tahun 2001 Pengelolaan Kualias Air dan Pengendalian
Pencemaran Air Kegiatan penambangan akan menimbulkan dampak negatif dan penting terhadap
kualitas air sehingga perlu upaya pencegahan dan penanggulan pencemaran air. 7 PP No. 74 Tahun 2001
Pengelolaan Bahan Berbahaya Dan Beracun Acuan dalam pengelolaan B3 yang digunakan dalam
kegiatan pertambangan, seperti proses pengolahan mineral, dsb. 8 PP No. 41 Tahun 1999 Pengendalian
Pencemaran Udara Kegiatan penambangan akan menimbulkan dampak negatif berupa penurunan
kualitas udara. 9 PermenLH No. 05 Tahun 2012 Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib
Memiliki Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Cara penapisan jenis kegiatan untuk
penentuan dokumen lingkungan yang diperlukan. 10 PermenLH No. 04 Tahun 2014 Baku Mutu Emisi
Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Pertambangan Acuan kualitas emisi dari kegiatan
pertambangan

Anda mungkin juga menyukai