05101181621011
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
BAB 1
PENDAHULUAN
Sektor pertambangan telah lama menjadi salah satu tulang punggung pendapatan negara
dan telah memberikan kontribusi yang besar dalam penyediaan sumber energi, penyerapan
tenaga kerja, dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Namun, dibalik dampak positif yang
dihasilkan timbul dampak negatif terhadap lingkungan. Seiring berjalannya kegiatan
penambangan, terjadi kerusakan lingkungan seperti kerusakan vegetasi penutup lahan,
peningkatan laju erosi, penurunan produktivitas dan stabilitas lahan, dan penurunan biodiversitas
flora dan fauna (Darwo, 2003).
Kegiatan penambangan adalah kegiatan mengekstraksi bahan tambang terencana dengan
menggunakan berbagai metode sesuai dengan karakteristik bahan tambang (Mulyanto, 2008).
Penambangan batubara dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu metode
tambang terbuka (open pit mining method) dan metode tambang bawah tanah (underground
mining method). Metode tambang terbuka pada umumnya lebih banyak digunakan karena
memberikan proporsi endapan batubara yang lebih banyak dibandingkan metode tambang bawah
tanah. Hal ini disebabkan metode tambang terbuka memungkinkan seluruh lapisan batubara
dapat dieksploitasi.
Penurunan kualitas tanah menjadi masalah paling besar dari kerusakan lingkungan yang
ditimbulkan dalam proses penambangan batubara khususnya dengan metode tambang terbuka.
Hal ini disebabkan pada saat sampai setelah bahan-bahan tambang dieksploitasi, lahan tambang
tersebut akan mengalami perubahan topografi, vegetasi penutup, pola hidrologi, dan kerusakan
tubuh tanah, bahkan sampai terbentuk lubang-lubang bekas tambang. Reklamasi lahan bekas
tambang dilakukan dengan cara mengembalikan batuan penutup (overburden) dan bahan tanah
ke dalam lubang bekas tambang tersebut. Penggunaan alat-alat berat dalam kegiatan ini
memberikan efek negatif terhadap sifat fisik tanah seperti pemadatan tanah. Pencampuran bahan
tanah lapisan atas dengan lapisan bawah juga terjadi pada saat pengembalian bahan tanah bahkan
dimungkinkan terjadi pencampuran bahan tanah dengan bahan induk tanah dan overburden. 2
Pencampuran ini membuat tanah pada lahan bekas tambang mempunyai tingkat kesuburan yang
bervariasi, tetapi pada umumnya rendah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
Adapun Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk memberikan informasi kepada
masyarakat sekitar tentang bagaimana pemahaman mengenai masalah yang berkaitan tentang
pengerukan dan Beberapa sifat-sifat lahan bekas pertambangan batubara, emas, timah dan
lahan pasca bioremediasi minyak bumi diungkapkan dalam upaya reklamasi lahan bekas
pertambangan.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Kegiatan Pertambangan Dan Aspek Lingkungan
Kegiatan pertambangan merupakan kegiatan usaha yang kompleks dan sangat rumit,
sarat risisko, merupakan kegiatan usaha jangka panjang, melibatkan teknologi tinggi, padat
modal, dan aturan regulasi yang dikeluarkan dari beberapa sektor. Selain itu, kegiatan
pertambangan mempunyai daya ubah lingkungan yang besar, sehingga memerlukan perencanaan
total yang matang sejak tahap awal sampai pasca tambang. Pada saat membuka tambang, sudah
harus diPahami bagaimana menutup tambang. Rehabilitasi/reklamasi tambang bersifat progresif,
sesuai rencana tata guna lahan pasca tambang.
· Eksplorasi
Kasus-kasus umum yang banyak terjadi pada lahan-lahan terekspose akibat galian adalah
erosi, kelongsoran dan degradasi kuat pergeseran tanah pada tanah-tanah ekspansif. Pengupasan
tanah atasan (top soil) yang dilakukan pada saat menambang batubara, seringkali berpengaruh
terhadap benih-benih yang tersimpan alami dalam top soil tersebut yang berpotensi dalam
regenerasi hutan. Erosi adalah perpindahan dan kehilangan massa tanah yang disebabkan oleh
air, gravitasi atau angin.
Pada kegiatan penambangan batubara, erosi diyakini banyak disebabkan oleh gaya yang
berasal dari air jatuh atau aliran air. Aliran air pada permukaan tanah membawa partikel-partikel
tanah yang telah diceraiberaikan; semakin cepat aliran pada permukaan tanah semakin banyak
pula partikel-partikel tanah yang bisa diceraiberaikan dan dibawa oleh aliran sehingga terbentuk
“riil” dan “gully” pada daerah datar. Potensi erosi di berbagai lokasi dipengaruhi antara lain oleh
4 faktor yaitu :
Sedimentasi adalah peristiwa pengendapan partikel-partikel tanah yang telah dibawa oleh
aliran air. Sedimentasi terjadi pada saat kecepatan aliran dimana partikel tanah menjadi suspensi
melambat mencapai kondisi dimana partikel air tersebut mengendap. Sedimentasi yang terjadi
dapat menimbulkan pendangkalan pada sungai, kolam dan penimbunan sedimen pada lokasi-
lokasi tertentu. Dengan mempertimbangkan kemungkinan bahaya atau dampak negatif yang
ditimbulkan berupa erosi dan sedimentasi, maka rehabilitasi lahan pasca penambangan batubara
mutlak harus segera dilakukan, tanpa harus menunggu kontrak kerja penambangan berakhir.
Kondisi lahan yang merupakan perpaduan sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah,
merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan revegetasi lahan pasca penambangan
batubara. Revegatasi lahan pasca penambangan tidak semudah yang diperkirakan karena pada
lahan bekas penambangan biasanya tidak mudah memperoleh tanah atasan. Kalaupun ada, tanah
tersebut seringkali tererosi, telah menjadi padat, dan kadang-kadang masih tercampur dengan
bahan tambang kemudian permukaan tanah masih belum stabil atau sukar distabilkan.
Disamping itu keadaan lahan tersebut sangat tidak subur atau terlalu asam/basa atau kadang-
kadang mengandung senyawa toksik, (Kustiawan, 1990).
Suksesi terbentuknya suatu hutan terdiri dari tahap-tahap yang teratur dimulai dengan
tahap datangnya suatu jenis tumbuhan baru ke suatu tempat tumbuh yang disebut tahap invasi,
kemudian tumbuhan tadi mengadakan penyesuaian atau adaptasi, dan setelah beradaptasi hidup
bersamaan dengan tumbuhan pendatang lain, yang disebut dengan tahap agregasi, kemudian
berlanjut dengan tahap persaingan dan bila telah mengalami keseimbangan disebut sebagai tahap
stabilisasi, (Soerianegara dan Indrawan, 1976).
Sesuai dengan sifat tanaman jarak yang dapat tumbuh di semua jenis tanah, tetapi yang baik
adalah tanah ringan, lempung berpasir dengan aerasi baik, pH tanah 5 - 6.5 dan iklim kering.
Tanaman tidak tahan terhadap air yang menggenang dan kadar air tinggi. Dari sifat ini, beberapa
kemungkinan untuk reklamasi lahan bekas pertambangan emas dan timah menjadi kedL karena
relatif komponen utama tailing adalah pasir. Tailing perlu dicampur dengan pupuk organic (sektiar
10%) agar bisa ditanami tanamn lain. termasllk jarak. Upaya-upaya reklamasi lahan bekas
pertambangan emas dan timah yang berupa tailing inL perlu dilakukan ul1luk mcmperbaiki solum
tanah dan kesuburannya .
Lahan bekas pertambangan batubara dapat menggunakan timbunan tanah permukaan (top
soil) dengan pengelolaan yang baik. Lahan bekas pertambangan yang sudah kering dan kritis
sebaiknya direklamasi terlebih dahulu dengan tanaman penutup (legum) untuk meningkatkan
kesuburan tanah. Lahan bekas bioremediasi memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan tanaman
jarak. Umumnya lahan tersebut merupakan pasca pengolahan bioremediasi dengan teknik
landfarming atau biopile, yang banyak mengandung komponen kimia (N,P,K) yang kaya walaupun
masih mengandung minyak bumi (maksimum 1% TPH). Dengan alternatif penanaman jarak pagar ini
akan membuka peluang pemanfaatan tanah atau lahan pasca bioremediasi. Produk biji jarak akan
dipane'n dan diekstrak minyaknya untuk keperluan biodiesel. Dengan demikian, produk biji dan
minyak jarak ini bukan merupakan bahan pangan atau pakan yang dikawatirkan akan ada residu
bahan berbahaya dari minyak bumi.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Lahan bekas pertambangan batubara dapat menggunakan timbunan tanah permukaan (top
soil) dengan pengelolaan yang baik. Lahan bekas pertambangan yang sudah kering dan kritis
sebaiknya direklamasi terlebih dahulu dengan tanaman penutup (legum) untuk meningkatkan
kesuburan tanah. Lahan bekas bioremediasi memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan tanaman
jarak. Umumnya lahan tersebut merupakan pasca pengolahan bioremediasi dengan teknik
landfarming atau biopile, yang banyak mengandung komponen kimia (N,P,K) yang kaya walaupun
masih mengandung minyak bumi (maksimum 1% TPH). Dengan alternatif penanaman jarak pagar ini
akan membuka peluang pemanfaatan tanah atau lahan pasca bioremediasi. Produk biji jarak akan
dipane'n dan diekstrak minyaknya untuk keperluan biodiesel. Dengan demikian, produk biji dan
minyak jarak ini bukan merupakan bahan pangan atau pakan yang dikawatirkan akan ada residu
bahan berbahaya.
DAFTAR PUSTAKA
Kustiawan W., 1990. Some Consequences of Plantation Establishment Proceeding of Regional
Seminar or Conservation for Development of Tropical Forest in Kalimantan, Indonesia-
German Forestry Project in Mulawarman University, Samarinda.
Nuripto, 1995. Analisis Vegetasi Pada Lahan Bekas Tambang Batubara Sistem Terbuka di PT.
Kitadin, Embalut, Kabupaten Kutai. Skripsi Fakultas Kehutanan Unmul, Samarinda
Padlie, 1997. Pengkajian Sifat-sifat Tanah pada Areal Bekas Penambangan Batubara Terbuka 1,
4 dan 6 Tahun, di PT. Multi Harapan Utama, Bukit Harapan, Kabupaten Kutai. Skripsi
Fakultas Kehutanan Unmul, Samarinda
Sarwono Hardjowigeno, 1985. Kalsifikasi Tanah, Survei Tanah, dan Evaluasi Kemampuan
Lahan. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor
Stefanko, R, 1983. Coal Mining Technology Theory & Practice. Published by Society of Mining
Engineers of The American Institute of Mining, Metallurgical, and Petroleum Engineers
Inc New York, New York
Soerianegara, I. dan Indrawan, 1976. Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor, Bogor.