Anda di halaman 1dari 8

Ujian Tengah Semester

Meriview Jurnal

Dosen : Hendri Sutrisno, S.T., M.T.


Mata Kuliah : Reklamasi dan Penutupan Tambang

Program Studi :Teknik Pertambangan

Oleh:

MUHAMMAD AL MUHTADI BILAH


D1101171028

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2020
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Reklamasi atau bisa disebut reklamasi daratan, merupakan sebuah proses pembuatan
daratan baru dari dasar laut atau juga dasar sungai. Tanah yang direklamasi disebut juga tanah
relamasi atau landfill. Umumnya reklamasi daratan dilakukan dengan bertujuan sebagai
perbaikan serta pemulihan sebuah kawasan berair yang rusak atau tak berguna untuk menjadi
lebih baik serta bermanfaat. Kawasan tersbut dapat dijadikan sebuah lahan pemukiman, objek
wisata serta kawasan niaga.

Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan dengan tujuan menambah luasan daratan
untuk suatu aktivitas yang sesuai di wilayah tersebut dan juga dimanfaatkan untuk keperluan
konservasi wilayah pantai. Reklamasi ini dilakukan bilamana suatu wilayah sudah tererosi
atau terabrasi cukup parah sehingga perlu dikembalikan seperti kondisi semula, karena lahan
tersebut mempunyai arti penting bagi negara.

Kegiatan penambangan rakyat telah memberikan dampak yang cukup luas bagi
negara-negara berkembang pada beberapa dekade terakhir. Penelitian di beberapa negara
berkembang menunjukkan bahwa kegiatan penambangan rakyat telah memberi dampak
positif di bidang ekonomi yakni dengan tersedianya lapangan pekerjaan, sumber penghasilan
bagi penduduk pedesaan dan meningkatkan pajak (Amankwah dan Sackey, 2003; Shen dan
Gunson, 2006; dan Mallo dkk., 2011). Selain dampak positif tersebut, ternyata penambangan
rakyat juga memicu terjadinya masalah lingkungan yang erat kaitannya dengan degradasi
lahan, khususnya di lokasi lubang tambang yang tidak direklamasi sehingga menyebabkan
terjadinya erosi (Centre for Development Studies, 2004). Degradasi lahan tambang yang
terjadi juga meliputi perubahan bentang alam, perubahan kondisi fisik, kimia dan biologi
tanah, iklim mikro serta perubahan flora dan fauna (Siswanto dkk., 2012).

Untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dari kegiatan penambangan


rakyat, maka perlu dilakukan kegiatan reklamasi lahan bekas tambang. Reklamasi lahan bekas
tambang merupakan sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pelaku usaha
pertambangan sesuai UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Kegi-atan reklamasi lahan bekas tambang hendaknya dilakukan secara holistik dan tidak
hanya mencakup perbaikan fisik lingkungan semata, tapi juga dilakukan dengan kegiatan
pengembangan masyarakat. Berdasarkan pengalaman di negara berkembang maka dalam
program kegiatan pengembangan masyarakat sekitar pertambangan rakyat perlu dilakukan
upaya serius dalam mengkaji kearifan lokal, kekuatan dan kelemahan masyarakat serta
ketersediaan sumberdaya (Dariah dkk., 2010) .
Tujuan Penelitian
Untuk melakukan identifikasi kondisi biogeofisik (tanah, air, udara) pada lokasi
tambang batu apung Ijobalit, analisis terhadap keinginan (willingness) masyarakat terhadap
jenis reklamasi, dan merancang model reklamasi di lokasi bekas tambang.
1. Untuk memulihkan kesehatan kimia dan struktural tanah. Sebelum reklamasi, tanah
di tambang dapat memiliki komposisi kimia dan struktur yang dapat menghambat
pertumbuhan tanaman.
2. Untuk memulihkan kesehatan vegetasi dalam rangka meningkatkan
keanekaragaman hayati.
3. Untuk menciptakan lingkungan yang aman di dalam dan sekitar tambang untuk
menciptakan peluang bagi aktivitas manusia.
4. Untuk meningkatkan kualitas visual dan lingkungan dari lanskap kuari.
5. Untuk melestarikan aspek yang menarik seperti fitur geologi, satwa liar, dan habitat
tanaman.
6. Untuk membuat habitat bagi satwa liar dan tanaman.

Metodelogi Penelitian
Pengambilan data kondisi biogeofisik dilakukan melalui pengambilan sampel tanah,
air, udara serta flora dan fauna di lokasi. Pengumpulan data mengenai kemauan (willingness)
penduduk terhadap jenis reklamasi dilakukan wawancara menggunakan kuisioner dengan
jenis pertanyaan terbuka dan tertutup. Kemudian, dilakukan kegiatan perancangan model
reklamasi yang didasarkan atas hasil analisis biogeofisik dan survey tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Landasan Teori
Reklamasi tambang adalah penting tidak hanya untuk fungsi lingkungan yang
berkelanjutan tetapi juga untuk kualitas estetika mereka. Sebagian besar aktivitas
penambangan di Inggris terjadi di atau dekat area yang diminati publik dengan nilai estetika
tinggi yang melekat padanya. Ini termasuk Situs Minat Ilmiah Khusus (SSSI) dan Area
Keindahan Alam Luar Biasa (AONB). Untuk menciptakan minat melalui keragaman bentuk
dan karakter, karena itu dapat bermanfaat untuk menggunakan teknik dalam kombinasi. Ini
dapat dicapai melalui perawatan selektif dari berbagai bagian lanskap tambang. Ini dapat
membantu dengan bijaksana menggunakan bahan langka yang digunakan dalam reklamasi.
Ketika kombinasi berbagai penggunaan setelah diimplementasikan dalam suatu situs, mis.
danau rekreasi dan pertanian, lereng yang berbeda dapat diterapkan ke bagian tambang yang
berbeda untuk mengakomodasi kegunaan yang berbeda. Oleh karena itu sejumlah kecil bahan
pengisi dapat digunakan untuk membuat bentuk lahan yang diperlukan hanya dalam satu
bagian tambang (Konsultan Penggunaan Lahan, 1992a). Kehati-hatian harus dilakukan untuk
memastikan bahwa di mana penggunaan bersama setelah dikembangkan, mereka kompatibel
satu sama lain, untuk memastikan keberlanjutan skema.
Ada sejumlah tantangan dalam reklamasi tambang termasuk ketersediaan tanah lapisan atas
yang terbatas serta bahan pengisi. Ini dapat memengaruhi tingkat di mana tanah dapat
direklamasi. Ini mempengaruhi jumlah dan jenis vegetasi yang dapat dibentuk serta bentuk
permukaan tanah. Ini memiliki dampak tinggi pada kualitas visual serta kemampuan
fungsional tanah. Tantangan umum lainnya adalah stabilitas batuan pada tambang-tambang
yang direklamasi yang berpengaruh pada keamanan situs sehingga ketersediaannya untuk
penggunaan umum.

Analisis Kualitas : Keberhasilan reklamasi membutuhkan pengetahuan dasar tentang

Biogeofisik
Lingkungan biotik dan abiotik dan juga tentang proses yang terjadi pada lingkungan
pada setiap tingkatannya. Hasil penelitian Subardja (2009) menunjukkan bahwa lahan bekas
penambangan rakyat sistem terbuka yang ada di Indonesia pada umumnya akan menyebabkan
perubahan lingkungan yang dicirikan dengan permukaan lahan menjadi tidak teratur,
kesuburan tanah rendah dan rawan erosi, sehingga daya dukung tanah untuk tanaman menjadi
rendah.

Kualitas Tanah
Dari hasil pengujian laboratorium dapat dikatakan bahwa pada tanah bekas tambang
batu apung telah terjadi penurunan tingkat kesuburan tanah. Penurunan kandungan hara
makro (N, P, K), C-organik, dan nilai KTK disebabkan oleh penyingkiran lapisan
tanah atas dan munculnya lapisan bawah yang bertekstur lebih kasar. Akibat pembongkaran
dan pemindahan lapisan atas tersebut maka tanah bekas penambangan batu apung
mengandung fraksi pasir lebih besar dari pada tanah yang tak ditambang.

Kualitas Air
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, sebagian besar parameter yang
menentukan kualitas air sudah memenuhi baku mutu seperti yang dipersyaratkan sesuai
peraturan tersebut. Sedangkan pada beberapa parameter nilainya melebihi ambang batas yang
telah ditentukan seperti Total Padatan Terlarut (TDS) dan Total Padatan Tersuspensi (TSS) di
lokasi tertentu. Hasil pengujian laboratorium menunjukkan nilai TDS sumur penduduk
sebesar 1765 mg/L yang melebihi baku mutu. Nilai TDS yang melampaui ambang batas di
lokasi sumur penduduk kemungkinan disebabkan oleh limpahan limbah rumah tangga dan
bahan organik yang berasal dari kegiatan pertanian. Kondisi ini dapat dilihat dari tingginya
kadar nitrat (19 mg/L) yang juga melebihi baku mutu.
Kualitas Udara
Hasil pengukuran kualitas udara ambien yang meliputi SO2, NO2, dan debu di
lapangan, dibandingkan dengan baku mutu sesuai dengan PP No. 41 tahun 1999 tentang Baku
Mutu Udara Ambien.

Kemauan Masyarakat Tentang Jenis Reklamasi


Untuk pengembangan arena motocross perlu dilakukan pengukuran topografi pada
lahan bekas tambang. Kemudian dilakukan penataan jenjang, ketinggian dan elevasi tanah
dengan menggunakan alat berat sehingga memenuhi kriteria sebagai tempat olah raga
motocross. Untuk menjaga kondisi lingkungan, pada bagian border sirkuit ditanami dengan
berbagai tanaman peneduh dan buahbuahan seperti pohon mangga, kelapa dan yang lainnya.
Bentuk sirkuit motocross dari lokasi lahan bekas tambang.

Quarry Landscape Elements


Ada dua elemen utama yang penting dalam reklamasi tambang: bentuk lahan dan
vegetasi (Cripps et al., 2004). Mereka adalah aspek terpenting yang mendorong keberhasilan
reklamasi tambang. Gambar 1 mengilustrasikan bagaimana berbagai aspek bentuk lahan dan
vegetasi dapat berkontribusi pada keberhasilan ini. Penting bahwa perhatian diberikan pada
desain bentuk lahan pada awal sebagai dasar untuk semua elemen lain yang akan membentuk
lanskap reklamasi (Nicolau, 2003). Perluasan seperti yang dilakukan oleh desain bentuk
lahan, ini sangat penting, karena selain menjadi fondasi, itu adalah apa yang akan dilihat
orang pada periode sebelum vegetasi terbentuk dan matang (Downing dan Pagan, 1972;
Nicolau, 2003).

Quarry Landform
Sebagian besar kuari memiliki tiga komponen utama yang membentuk bentuk lahan
kuari. Mereka semua membutuhkan perawatan berbeda selama reklamasi. Ini adalah lantai
tambang, wajah, dan bangku. Dalam banyak situasi, lantai kuari menjadi fokus untuk setiap
tujuan setelah penggunaan. Ini bisa banjir atau kering tergantung pada kedalaman muka air
dan kedalaman ekstraksi (Departemen Lingkungan, 1989).

The choice of any one or a combination of the techniques is dependent on the following
factors:
1. Yang dimaksud setelah penggunaan,
2. Karakter lanskap sekitarnya,
3. Ketersediaan tanah lapisan atas,
4. Ketersediaan bahan pengisi,
5. Biaya menggunakan teknik tertentu,
6. Pentingnya dan karakter lanskap regional,
7. Nilai akhir situs yang dimaksud,
8. Ketersediaan keahlian teknis.
PENUTUP

Kesimpulan

1. Reklamasi lahan yang telah dilakukan pemerintah dengan partisipasi masyarakat


berupa kegiatan penataan lahan dan perhutanan sosial (social forestry) masih belum optimal
beberapa tahun ini.
2. Kegiatan reklamasi yang berasal dari inisiatif dan partisipasi aktif dari anggota
masyarakat seperti kegiatan reklamasi dalam bentuk ekowisata Lembah Hijau, memberikan
hasil yang lebih tinggi secara ekonomi dan berpengaruh positif terhadap kualitas lingkungan.
3. Pada lokasi lahan bekas tambang yang sudah direklamasi (revegetasi, ekowisata)
secara umum mencapai kondisi lingkungan biogeofisik (kualitas tanah, air, udara dan
keragaman flora-fauna) yang lebih baik daripada lahan tambang yang masih beroperasi.
4. Hasil survey terhadap kemauan warga pada jenis reklamasi masih didominasi
pendapat yang menginginkan jenis reklamasi berupa social forestry, meskipun mulai muncul
varian pendapat lain tentang jenis reklamasi.
5. Jenis reklamasi yang menjadi alternatif untuk bisa dijalankan yakni menjadikan area
bekas tambang menjadi arena sirkuit motocross, karena memungkinkan memberikan manfaat
secara sosioekonomi, walaupun perlu diperhatikan pula aspek terkait ekologisnya.

Saran
Perlunya peningkatan komunikasi dan kerjasama yang lebih baik antara
pemerintah dan masyarakat tambang. Pemerintah perlu lebih proaktif melibatkan berbagai
komponen masyarakat seperti LSM, akademisi, peneliti untuk menjalankan peran
pendampingan masyarakat tambang dan monitoring pada kualitas lingkungan di sekitar
tambang. Perlu dikaji lebih jauh dan diversifikasi ragam reklamasi yang sesuai dengan kondisi
sosioekonomi masyarakat dan lingkungan setempat dengan penerapan kaidah kelestarian
lingkungan dan peningkatan sisi ekonominya.
DAFTAR PUSTAKA

JASMR, 2015 Volume 4, Issue 2 , USE OF REFERENCE SITES IN THE


EVALUATION OF SOME REHABILTATED NATIVE FORESTS ON SURFACE MINES
IN AUSTRALIA1, R.N.Humphries2

JASMR, 2015 Volume 4, Issue 2, QUARRY RECLAMATION IN ENGLAND: A


REVIEW OF TECHNIQUES1, Israel A. Legwaila2, Eckart Lange, and John Cripps

Bul. Plasma Nutfah 23(2):127–136, (Potency of Ex-coil Mining Reclamation Forest,


Sangata, East Kalimantan, for Captive Breeding of Sambar Deer [Rusa unicolor]), R.
Garsetiasih* dan N.M. Heriyanto

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 9, Nomor 3, September 2013 : 165 –
174, Model of Environmentally Sound Small-Scale Mining Reclamation : A Case Study of
Pumice Mining Reclamation Area at Ijobalit East Lombok Regency West Nusa Tenggara
Province, ALI R. KURNIAWAN dan WULANDARI SURONO

JASMR, 2015 Volume 4, Issue 2, QUARRY RECLAMATION IN ENGLAND: A


REVIEW OF TECHNIQUES1 Israel A. Legwaila2, Eckart Lange, and John Cripps

JASMR, 2015 Volume 4, Issue 2 , REDUCING SULFIDE OXIDATION IN MINING


WASTES BY RECOGNIZING THE GEOMICROBIAL ROLE OF PHOSPHATE MINING
WASTES - A long journey 1991-20141 M. Kalin2, C. Paulo, M.P. Sudbury and W.N.
Wheeler

JASMR, 2015 Volume 4, Issue 2 , HEIGHT OF THREE HARDWOOD SPECIES


GROWING ON MINE SITES RECLAIMED USING THE FORESTRY RECLAMATION
APPROACH COMPARED TO NATURAL CONDITIONS1 Kara Dallaire, Jeff Skousen,
and Jamie Schuler2

JASMR, 2015 Volume 4 Issue 2, THE APPALACHIAN REGIONAL


REFORESTATION INITIATIVE AND GREEN FORESTS WORK: BRINGING BACK
THE FOREST ON SURFACE COAL MINES IN APPALACHIA1 H.Z. Angel2, C.D.
Barton, M. French, and P.N. Angel

JASMR, 2015 Volume 4, Issue 2 , MANAGING AND ESTIMATING CLOSURE


AND RECLAMATION LIABILITIES - A PRACTITIONER’S VIEW1 Mike Slight2 and
Harley Lacy
JASMR, 2015 Volume 4, Issue 2 , SWITCHGRASS AND MISCANTHUS YIELDS
ON RECLAIMED SURFACE MINES FOR BIOENERGY PRODUCTION1 Steffany
Scagline2, Jeff Skousen, and Thomas Griggs.

JASMR, 2015 Volume 4, Issue 2 , BIRD SPECIES’ RESPONSES TO POST MINE


RECLAMATION IN ALABAMA – A PRELIMINARY ANALYSIS1 Richard R.
Borthwick2 and Yong Wang

JASMR, 2015 Volume 4, Issue 2 , REDUCING SULFIDE OXIDATION IN MINING


WASTES BY RECOGNIZING THE GEOMICROBIAL ROLE OF PHOSPHATE MINING
WASTES - A long journey 1991-20141 M. Kalin2, C. Paulo, M.P. Sudbury and W.N.
Wheeler

SUSTAINABLE MINED LAND RECLAMATION IN THE EASTERN U. S.


COALFIELDS: A CASE FOR AN ECOSYSTEM RECLAMATION APPROACH1 J. A.
Burger2

Anda mungkin juga menyukai