Anda di halaman 1dari 5

Nama : Andi Muhammad Ilham P

Nim : 21/491174/PMU/11029
Prodi : Magister Pengelolaan Lingkungan
Tugas : Manajemen Lingkungan

Kajian kondisi dan situasi Lingkungan Hidup yang dituangkan dalam kajian
lingkungan hidup strategis rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD)
Provinsi Sulawesi Selatan 2013-2018, yang tertuang pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS), serta hasil pelaksanaan Focus Group Discusion merumuskan 3 isu strategis dengan
mempertimbangkan kriteria antara lain, menyangkut hajat hidup orang banyak, lintas
sectoral, lintas wilayah, diantaranya :

1) Degradasi hutan dan lahan


Isu Perubahan cuaca banyak menyita perhatian. Hal ini terjadi karena banyaknya emisi
karbon yang dilepaskan ke udara baik dari pabrik, kendaraan, dan berbagai pemicu
pelepasan karbon ke udara, di sisi lain hal ini disebabkan kurangnya penyerapan karbon oleh
kawasan hutan. Kurangnya penyerapan tersebut, akibat hilangnya kondisi hutan yang baik
karena penebangan liar dan pembukaan lahan baru oleh masyarakat sekitar kawasan hutan.
Berdasarkan data RAD-GRK Prov. Sulsel, dari luasan hutan dan degradasi yang terjadi maka
dapat dihitung total emisi dalam tahun 2011 adalah 2,9 Juta ton co2-eq sedangkan pada
tahun 2021 akibat perubahan penggunaan lahan, total emisi bertambah menjadi 27,9 Juta
ton CO2-eq Angka ini merupakan angka terbesar dari seluruh sumber emisi yang ada di
Provinsi Sulawesi Selatan. Lahan Hutan sebagai paru-paru dunia, secara global akan
bermanfaat untuk mencegah terjadinya global warming. Selain itu kawasan hutan Sulawesi
Selatan adalah hulu dari semua sungai dan anakan sungai yang ada, sehingga kelestarian
atau kerusakan hutan akan berdampak pada penyediaan sumber air baku. Selain itu, hutan
merupakan ekosistem alami berbagai satwa termasuk satwa endemik, sehingga kelestarian
satwa ini bergantung pada kelestarian hutan.

2) Kerusakan kawasan pesisir dan ekosistemnya


Sulawesi Selatan memiliki sumber daya pesisir yang cukup potensial dikembangkan dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pendapatan daerah. Berbagai potensi
tersebut seperti perikanan, parwisata, perhotelan, pelabuhan, dan industri pesisir.
Mengingat potensi yang besar tersebut, maka dalam pengelolaannya perlu dilakukan secara
terpadu (Integrated Coastal Management) dengan melibatkan semua stakeholder terkait.
Namun, kenyataan menunjukkan bahwa pengelolaan wilayah pesisir belum dilaksanakan
secara optimal, keberadaan mangrove sebagai salah satu ekosistem pesisir telah mengalami
kerusakan yang cukup parah akibat eksploitasi dan alih fungsi lahan. Jumlah total hutan
mangrove seluas 40.229,25 ha diperkirakan 40 % yang telah mengalami gangguan dan
dalam proses dijadikan tambak. Hutan mangrove tersebut tersebar ke 18 kabupaten/kota
Perwakilan dari Mangrove Action Project-International Robin Lewis III mengatakan bahwa
kerusakan hutan mangrove di Provinsi Sulawesi Selatan memanjang dari wilayah pesisir
pantai barat yang mencakup Kabupaten Pangkep, Maros, Takalar, hingga ke wilayah pantai
timur, mulai dari Kabupaten Sinjai hingga daerah Luwu Raya. Penelitian yang pernah
dilakukan Oxfam menunjukkan dalam satu hektar mangrove bisa menghasilkan karbon 70
ton per tahun. Berarti upaya penyelamatan mangrove sangat penting dalam mengurangi
pemanasan global.
Kota Makassar merupakan kota terbesar keempat di Indonesia dan terbesar di
Kawasan Timur Indonesia memiliki luas areal 175,79 km2 dengan penduduk 1.112.688,
sehingga kota ini sudah menjadi kota Metropolitan. Sebagai pusat pelayanan di KTI, Kota
Makassar berperan sebagai pusat perdagangan dan jasa, pusat kegiatan industry, pusat
kegiatan pemerintahan, simpul jasa angkutan barang dan penumpang baik darat, laut
maupun udara dan pusat pelayanan pendidikan dan kesehatan.

Secara administrasi kota ini terdiri dari 14 kecamatan dan 143 kelurahan dengan 885
RW dan 4446 RT. Kota ini berada pada ketinggian antara 0-25 m dari permukaan laut. Kota
makassar diapit dua buah sungai yaitu: Sungai Tallo yang bermuara disebelah utara kota dan
Sungai Jeneberang bermuara pada bagian selatan kota.Penduduk Kota Makassar pada tahun
2000 adalah 1.130.384 jiwa yang terdiri dari laki-laki 557.050 jiwa dan perempuan 573.334
jiwa dengan pertumbuhan rata-rata 1,65 %. Masyarakat Kota Makassar terdiri dari beberapa
etnis yang hidup berdampingan secara damai seperti Etnis Bugis, Etnis Makassar, Etnis Cina,
Etnis Toraja, Etnis Mandar dll.

Adapun isu mengenai lingkungan hidup di kota makassar ialah mengenai sampah,
dimana isu pokok tersebut dianalisis menggunakana DPSIR (Driver/Pressure/State/Impact
dan Response).

A. Driver

Pembangunan yang pesat, peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan manusia


yang meningkat merupakan kejadian saling terkait. Pembangunan disuatu wilayah yang
terus maju akan sejalan dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk yang juga diiringi
semakin meningkatnya kualitas dan kuantitas kebutuhan hidup. Hal ini menyebabkan
perubahan tata guna lahan menjadi sulit dikendalikan. Dampaknya adalah ketidaksesuaian
perubahan tata guna lahan dengan pola yang teah ditetapkan.

Pengelolaan Sampah melalui system bank sampah sebagai sebuah cara yang
dianggap efektif dalam menangani sampah di Kota Makassar. Organisasi pemerintah yang
bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah di Kota Makassar adalah Dinas Lingkungan
Hidup, di mana untuk kegiatan operasionalnya dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Pengelolaan Daur Ulang Sampah (Bank Sampah Pusat) Kota Makassar. Salah satu tugas
pokok UPT Bank Sampah pada Dinas Lingkungan Hidup adalah melaksanakan pengelolaan
daur ulang sampah dengan melakukan pembelian sampah daur ulang di Bank Sampah Unit
yang keberadaannya tersebar di setiap kecamatan yang ada di Kota Makassar.

B. Pressure

Produktivitas UPTD Bank Sampah Kota Makassar diukur dari bsarnya Jumlah Sampah yang
berhasil dikumpulkan dari masyarakat melalui Bank Sampah Unit. Kalau melihat jumlah
Bank Sampah Unit dan jika semuanya aktif, maka dapat diperkirakan besarnya potensi
sampah yang bisa dikumpulkan oleh UPTD Bank Sampah Pusat. Produktivitas UPTD dalam
mengelola sampah belum sebanding dengan jumlah masyarakat Kota Makassar,
berdasarkan penelitian rata-rata produksi sampah/orang/hari adalah 0,14 kg (Ismaik, 2018).
Jumlah tersebut tidak sesuai dengan hasil yang dicapai di UPTD bank sampah pusat. Seperti
dapat dilihat pada table berikut:

Sumber: BPS Kota Makassar Tahun 2019

Berdasarkan data tersebut, jika diasumsikan bahwa setiap orang perhari


menghasilkan sampah 0,5 Kg maka jumlah sampah yang harus tereduksi perhari adalah
734.800 Kg dikalikan satu tahun (365 hari) maka 268.202.000 Kg sampah/tahun yang terdiri
dari 82.19% sampah organic dan sisanya adalah sampah anorganik (Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kota Makassar, 2019)

Inti persoalan sampah dikarenakan pertama terhubung erat terhadap kebiasaan


manusia atau masyarakat yaitu kurang teratur atau disiplinnya serta kurangnya kesadaran
masyarakat akan mengelola lingkungan dan kedua berhubung, lemahnya kebijakan atau
penyelesaian dari pemerintah terhadap pengelolaan lingkungan dan sampah, yang tampak
pada peraturan ataupun system Lembaga pemerintah.

C. State

Persoalan persampahan dan lingkungan sekarang ini tak luput dari berbagai sikap
atau perilaku manusia sebagai pencipta atau penghasil sampah, selain itu juga tidak kuatnya
peraturan mengenai permasalahan sampah dan lingkungan. Realitanya di suatu tempat
lingkungan mebuktikan tetap banyaknya anggota keluarga ataupun masyarakat yang tiak
melaksanakan pemeliharaan lingkungan dan pengelolaan lingkungan yang dimulai di ranah
rumah tangga dengan bagus, yaitu dari melakukan pemilahan serta pemisahan sampah,
masalah penyimpanannya dan juga membuang sampah pada tempat pembuangannya,
selain itu tidak kuatnya peraturan dan system instansi diikuti memeberikan peranan pada
persoalan itu.

Sejalan dengan perkembangan Kota Makassar, kegiatan ekonomi juga semakin


pesat, ini ditandai dengan meningkatnya jumlah perusahaan perdagangan yang sekarang
telah mencapai 14.584 unit usah yang terdiri dari 1.460 perdagangan besar, 5.550
perdagangan menengah dan 7.574 perdagangan kecil. Kemudian terdapat 21 industri besar
dan 40 industri sedang yang terkonsentrasi di kecamatan Biringkanaya dan konsentrasi
industry besar kedua terdapat di kecamatan Tamalanrea dan kecamatan Panakkukang
masing-masing 5 unit. Sementara itu Kawasan perdagangan utama kota Makassar terdapat
di Pasar Sentral sebagai pusat dan wilayah Panakkukang dan Daya sebagai sub pusat
pelayanan selain itu terdapat 2 Mall (Mall Ratu Indah dan Latanete Plaza) dan Kawasan
perdagangan Somba Opu. Perdagangan kota Makassar tergolong maju. Pusat-pusat
perniagaan dari pasar-pasar tradisional, pasar grosir sampai mal-mal modetn berkembang
pesat. Sekotor perdagangan terkait dengan sektor industry dan transportasi. Untuk
megantisipasi perkembangan industry dan tata kelola, pemda telah menyediakan lahan
untuk Kawasan industry seluas 7h.

D. Impact

Penumpukan sampah menyebabkan timbulnya berbagai penyakit seperti diare, thipus,


dan sebagainya. Selain itu, sampah dapat pula menyebabkan perairan menjadi tercemar,
badan-badan air warnanya hitam dan berbau busuk serta dapat menyebabkan banjir akibat
pembuangan sampah yang tidak tepat sehingga mengancam kelangsungan dan kelestarian
lingkungan hidup.

E. Response

Keberadaan program bank sampah di masyarakat memberikan dampak pada aspek


ekonomi dalam hal pelaksanaan pendapatan rumah tangga. Masyarakat mendapat
pendapatan lebih untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan juga menambah uang
saku anak. Masyarakat juga merasa sangat terbantu dengan adanya pendapatan dari
program bank sampah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Program bank sampah yang awalnya untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk
lebih peduli terhadap lingkungan namun pada akhirnya program ini membawa dampak lain
pada interaksi sosial di masyarakat. Interaksi sosial yang terjadi di masyarakat semakin
instens dengan adanya program bank sampah ini, hal ini dikarenakan adanya kepentingan
Bersama yaitu menabung sampah. Program ini paling tidak mempertemukan masyarakat
seminggu sekali untuk sama-sama manabung. Adapun dampak dari program bank sampah
ini bukan hanya menambah penghasilan serta menjadikan lingkungan lebih bersih namun
juga dapat memberikan rasa aman bagi masyarakat.

Program bank sampah ini sudah dapat menghasilkan perubahan dan juga perubahan
tersebut terjadi secara signifikan namun beberapa fasilitas yang dijanjikan oleh pemerintah
belum sempat dibagikan ke tiap-tiap bank samoah yang ada dan juga program bank sampah
ini belum maksimal dalam mengelola sampah yang ada di masyarakat terkhusus dalam
sampah organik. Dalam program bank sampah ini, masyarakat bukan hanya sebagai
pendukung di program ini melainkan masyarakat juga terlibat langsung dalam proses
pengelolaan sampah khususnya sampah rumah tangga. Program bank sampah ini juga dapat
dijadikan sebagai solusi untuk mencapai lingkungan yang bersih.
Strategi Kebijakan 20 Tahun kedepan untuk wilayah Kota Makassar pada bidang
lingkungan hidup

Indonesia merupakan negara yang sering terjadi bencana di mana salah satunya
bencana banjir dan salah satu wilayah yang rawan bencana adalah kota makassar
(BNPB,2016). Berdasarkan BMKG Kota Makassar kriteria curah hujan Kota Makassar
dikategorikan sangat lebat. Secara geomorfologi Makassar merupakan daerah resapan
dengan kerucut gunung api yang mengelilingi dan memanjang di sepanjang jalur utara-
selatan melewati puncak Gunung Lompobattang, sehingga daerah Makssar mempunyai
potensi air tanah yang besar. Kota Makassar tidak lepas dari permaslahan banjir. Kurangnya
area penghijauan serta area rawa yang sebagai tempat penampungan air hujan seudah
berubah alih funfsi lahan menjadi area perumahan, perdagangan dan jasa. Terkadang
pembangunan yang dilakukan memberi dampak banjir. Penanggunalangan bencana sudah
diatur dalam undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Penyelenggaraan bencana meliputi prabencana, kesiasiagaan, tanggap darurat dan pasca
bencana. Tata ruang merupakan salah satu tahapan penting dalam upaya mitigasi bencana
sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana. Mitigasi lainnya juga terdapat dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 33 Tahun 2006 tentang Pedoman Umum Mitigasi Bencana dan Peraturan
Kepala Badan Penanggulanag Bencana Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pedomana
Penyususnan Rencana Penanggunalangan Bencan.

Menganalisis risiko bencana merupakan dasar untuk menyususn Rencana


Penanggulanagn Bencana dari tindkat nasional hingga tingkat kabupaten/kota. Fungsi dari
analisis tingkat risiko dan pemetaan risiko bencana adalah merupakan informasi yang
diberikan kepada daerah untuk mengambil langkah kebijakan yang dilakukan sehingga
dapat meninngkatkan kemampuan daerah hingga mampu mengurangi korban yang jiwa
terpapar dan mengurangi kerugian maupun kerusakan akibat bencana. Oleh karenanya
kebijakan mengurangi bencana perlu dibagi menjadi 2 komponen umum yaitu kebijakan
administrative dan kebijakan teknis.

Anda mungkin juga menyukai