Anda di halaman 1dari 35

DAMPAK SAMPAH TERHADAP PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP

AKIBAT KEBERADAAN TPA TAMANGAPA DI KAWASAN


PEMUKIMAN PENDUDUK

DI SUSUN OLEH :
KELAS : MH-6
TRINIA HAQQINI BUSMAN 006002522020
NUR FADILLAH MUSFIRA 006802522020
NUR FADILLAH JUANDA 006402522020
MARIANY ML. 006702522020
DEVI Y. RANTE 006602522020
MARIANY ML. 006702522020
MILDA RAMADHANA JAYA 006502522020

PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER HUKUM
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa


karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah tentang Dampak Sampah Terhadap
Pencemaran Lingkungan Hidup Akibat Keberadaan TPA Tamangapa
Kawasan Pemukiman Penduduk ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya.
Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai sumber sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu, penulis menyampaikan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa
masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka penulis menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Makassar, 26 November 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
D. MANFAAT
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGELOLAAN SAMPAH
1. Pengertian Sampah
2. Jenis-jenis Sampah
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jumlah Sampah
4. Dampak yang Di Timbulkan Oleh Sampah
5. Metode Pengelolaan Sampah
6. Pengaturan Pengelolaan Sampah
B. PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP
1. Pengertian Pencemaran Lingkungan Hidup
2. Unsur-Unsur Pencemaran Lingkungan Hidup
C. DAMPAK ATAS KEBERADAAN TPA TAMANGAPA DIKAWASAN
PEMUKIMAN PENDUDUK
1. Sampah Sebagai Bahan Pencemar Lingkungan
2. Sampah Sebagai Sumber Penyakit
3. Sampah Sebagai Perubahan Sosial
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kehadiran sampah merupakan salah satu persoalan yang dihadapi
oleh masyarakat. Keberadaan sampah tidak diinginkan bila dihubungkan
dengan faktor kebersihan, kesehatan. Kenyamanan dan keindahan
(estetika). Tumpukan Onggokan sampah yang mengganggu kesehatan
dan keindahan lingkungan merupakan jenis pencemaran yang dapat
digolongkan dalam degradasi lingkungan yang bersitat sosial (Bintarto
1997:57).
Salah Satu faktor yang mempengaruhi lingkungan adalah masalah
pembuangan dan pengelolaan sampah. Sampah adalah bahan buangan
sebgai akibat dari aktivitas manusia yang merupakan bahan yang sudah
tidak dapat dipergunakan lagi.
Meningkatnya jumlah penduduk secara signifikan serta adanya
perubahan pola konsumsi masyarakat secara tidak langsung menambah
volume, jenis, dan karakteristik sampah, bahkan semakin beragam.
Permasalahan sampah yang timbul hakikatnya juga menjadi
permasalahan nasional, yang perlu di lakukan penanganan secara
komprehensif dan terpadu. Pengolahan sampah secara ekonomi, sehat
bagi masyarakat, dan aman bagi lingkungan, serta dapat mengubah
perilaku masyarakat. Hal ini sesuai dengan undang–undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 28H ayat (1), setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal, dan mendapat
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan. (Beraja Niti 2013).
Pengolahan sampah merupakan salah satu masalah besar yang
selalu dihadapi di daerah perkotaan, terutama pada daerah yang padat
jumlah penduduknya. Setiap pemerintah kota tentunya telah melakukan
berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan ini. Akan tetapi masalah
sampah ini tidak pernah selesai karena aktivitas kehidupan masyarakat di
perkotaan yang sangat besar. Hal inilah yang mengakibatkan
penangangan masalah sampah, baik dari segi kuantitas maupun
kualitasnya cenderung tidak seimbang.
Gagasan pengelolaan sampah terpadu diterapkan untuk
mengurangi limbah pada sumbernya. Ini berarti bahwa limbah yang
dihasilkan harus dipulihkan untuk digunakan kembali dan daur ulang,
sehingga hanya residu yang dibuang di TPA (Tempat Pemrosesan Akhir).
Output dari pengolahan yang digunakan sebagai bahan masukan dalam
proses atau dikonversi menjadi nilai tambah masukan bagi proses lainnya,
memaksimalkan konsumsi sumber daya dan meningkatkan eko-efisien.
Berdasarkan UU RI Nomor 18 Tahun 2008 dan PP RI Nomor 81
Tahun 2012 mengamanatkan perlunya perubahan paradigma yang
mendasar dalam pengelolaan sampah yang bertumpu pada pengurangan
dan penanganan sampah. Kegiatan pengurangan sampah bermakna agar
seluruh lapisan masyarakat, baik pemerintah, dunia usaha maupun
masyarakat luas melaksanakan kegiatan pembatasan timbulan sampah.
Permasalahan sampah merupakan hal genting yang memerlukan
perhatian serius, karena dampaknya berimbas pada berbagai sisi
kehidupan utamanya di kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang,
Surabaya, Bandung, Palembang, Medan juga Makassar. Di wilayah kota
kabupaten pun, masalah sampah menjadi perhatian masyarakat terutama
menyangkut kebersihan lingkungan. Menurut perkiraan, volume sampah
yang dihasilkan masyarakat rata-rata 0,5 kg/kapita/hari. Tidak tersedia
data secara pasti, berapa persisnya jumlah timbunan sampah di
Indonesia, namun berdasarkan hasil perhitungan Bappenas sebagaimana
tercantum dalam Buku Infrastruktur Indonesia, pada tahun 1995 perkiraan
timbunan sampah di Indonesia mencapai 22,5 juta ton, dan diprediksi
akan meningkat lebih dua kali lipat pada tahun 2020 menjadi 53,7 juta ton.
Sementara di kota besar Indonesia diperkirakan timbunan sampah
perkapita berkisar antara 600-830 gram per hari.
Tingkat pertumbuhan penduduk di beberapa kota besar di
Indonesia menunjukkan kenaikan yang cukup tinggi. Sebut saja Kota
Makassar, yang termasuk salah satu kota metropolitan di Indonesia juga
tidak terhindar dari hal tersebut. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik
Kota Makassar tahun 2019, jumlah penduduk Kota Makassar adalah
1.511.936 jiwa.
Jumlah penduduk yang banyak tersebut merupakan faktor utama
yang memengaruhi jumlah dan jenis limbah atau sampah, di Kota
Makassar. Sampah tersebut kemudian akan berkontribusi pada
pencemaran lingkungan ketika sampah dan produk- produk turunannya
tidak dikelola dengan baik.
Kota Makassar memiliki satu area atau kawasan Tempat
pembuangan Akhir Sampah (TPA Sampah) yang terletak di Kelurahan
Tamangapa, Kecamatan Manggala, Kota Makassar. Daerah ini memiliki
luas sekitar 10 Km2 dan digunakan sejak tahun 1995. Di kawasan TPA
Sampah Tamangapa terdapat banyak pemukiman penduduk, baik di
dalam kawasan TPA Sampah maupun di sekitar TPA dengan radius
hingga 200 meter. Selain pemukiman penduduk, terdapat juga beberapa
bangunan fasilitas umum seperti tempat ibadah dan sekolah (pesantren).
Kawasan TPA Sampah Tamangapa secara sosial ekonomi
memberikan dampak negatif dan positif terhadap masyarakat sekitar. TPA
Sampah Tamangapa yang sedianya dirancang untuk kebutuhan selama
10 tahun, namun kenyataannya bahwa hingga saat ini TPA tersebut masih
digunakan, yang berarti telah berumur hampir 27 tahun dan luasnya masih
tetap sekitar 16,8 hektare. Kapasitas Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Tamangapa Antang di Kota Makassar sudah semakin memprihatinkan.
Diprediksi hanya mampu menampung sampah hingga akhir tahun 2020.
Setiap hari di lokasi ini, ada 400 truk yang membuang sampah..
Dengan melihat kenyataan ini dapat diasumsikan bahwa di daerah TPA
Sampah Tamangapa Antang Kota Makassar telah terjadi pencemaran
lingkungan yang dapat menimbulkan efek terhadap sanitasi lingkungan di
daerah ini.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 2014,
disimpulkan bahwa daerah TPA Sampah Tamangapa Kota Makasssar
telah terjadi pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan yang terjadi
berupa polusi air tanah, polusi tanah dan polusi udara. Daerah yang
mengalami polusi tidak hanya di kawasan TPA Sampah Tamangapa saja,
tetapi daerah sekitarnya juga mengalami polusi. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor, salah satunya adalah sistem TPA Sampah yang
menggunakan sistem open dumping, dimana sampah-sampah dari
masyarakat tertampung secara keseluruhan di kawasan TPA pada tanah
terbuka. Hal ini menyebabkan sampah lebih cepat membusuk dan
menghasilkan polutan yang dapat mencemari air tanah. Air yang ada pada
sampah hasil dari proses pembusukan umumnya mengandung bahan
kimia, bakteri dan kotoran lainnya yang dapat merembes masuk ke dalam
tanah dan akhirnya akan mencemari air bawah tanah di sekitar TPA
terdapat beberapa pusat aktivitas seperti tempat ibadah, sekolah,
perkantoran dan pemukiman penduduk yang berlokasi kurang dari 1 km
dari TPA. Berbagai perumahan telah didirikan sejak tahun 2000, seperti
Perumahan Antang, Perumahan TNI Angkatan Laut, Perumahan Graha
Janah, Perumahan Griya Tamangapa, dan Perumahan Taman Asri Indah
yang lokasinya berdekatan dengan TPA Tamangapa. Ada pula dua buah
rawa yang berdekatan dengan perumahan tersebut,yaitu Rawa Borong
yang berlokasi di sebelah utara dan Rawa Mangara yang bertempat di
sebelah timur. Air dari Rawa Mangara mengalir menuju Sungai Tallo dan
air dari Rawa Borong mengalir menuju saluran air Borong.
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, maka pokok
pembahasan utama yang hendak penulis ungkapkan dalam makalah ini
adalah tentang Dampak Sampah Terhadap Pencemaran Lingkungan
Hidup Akibat Keberadaan TPA Tamangapa Kawasan Pemukiman
Penduduk
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun Rumusan Masalah dalam makalah ini dikemukakan dan
diuraikan dibawah ini sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengelolaan sampah?
2. Apakah yang dimaksud pencemaran lingkungan hidup?
3. Apakah dampak yang ditimbulkan atas keberadaan TPA
Tamangapa di kawasan pemukiman penduduk?

C. TUJUAN
Adapun tujuan dalam makalah ini dikemukakan dan diuraikan
dibawah ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahuai apa itu pengelolaan sampah.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud pencemaran lingkungan
hidup
3. Untuk mengetahui pengertian dampak yang ditimbulkan atas
keberadaan TPA Tamangapa di kawasan pemukiman penduduk.
4. Untuk memenuhi tugas Hukum Lingkungan.

D. MANFAAT
Adapun manfaat dalam makalah ini dikemukakan dan diuraikan
dibawah ini sebagai berikut:
1. Secara teoritis makalah ini diharapkan dapat berguna bagi
krmajuan pendidikan ilmu hukum.
2. Secara praktis makalah ini diharapkan memberikan masukan bagi
pembacanya.
3. Sebagai sebagai salah satu cara syarat untuk memenuhi tugas
untuk mendapatkan nilai.
4.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGELOLAAN SAMPAH
1. Pengertian Sampah
Sampah didefinisikan sebagai suatu benda yang sudah tidak
digunakan atau tidak dikehendaki dan harus dibuang, yang
ddihasilkanoleh kegiatan manusia. Dengan kata lain pada dasarnya
sampah merupakan suatu bahan dari sumber hasil aktivitas manusia
maupun proses-proses alam yang terbuang atau dibuang yang tidak
mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang
negatif karena dalam penanganannya baik untuk membuang maupun
membersihkannya memerlukan biaya yang relatif besar.
Dengan demikian, sampah dapat berasal dari kegiatan industri,
pertambangan, pertanian, peternakan, perikanan, transportasi, rumah
tangga, perdagangan, maupun kegiatan manusia lainnya dari beberapa
sampah yang ada mempunyai masa lapuk yang berbeda-beda. Masa
lapuk tersebut merupakan waktu dimana benda membutuhkannya untuk
hancur. Adapun beberapa manfaat sampah yang dikelola, antara lain:
a. Dapat menghemat sumber daya alam yang ada;
b. Dapat menghemat lahan pembuangan sampah;
c. Dapat menghemat penggunaan energi;
d. Lingkungan hidup terlihat bersih, sehat dan nyaman.
Selain itu, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
mengurangi volume sampah, antara lain:
a. Mengurangi atau meminimalisir penggunaan barang atau material;
b. Menggunakan kembali barang yang bisa digunakan kembali;
c. Mendaur ulang barang yang tidak berguna lagi sehingga memiliki
manfaat dan nilai tambah;
d. Mengganti barang yang yang hanya bisa digunakan sekali dengan
barang yang lebih tahan lama
2. Jenis-jenis Sampah
Jenis sampah berdasarkan zat pembentuknya, dibedakan sebagai
sampah organik, sampah anorganik dan sampah b3 (bahaya, berbaya
dan beracun). Sampah organik, misalnya makanan, daun, sayur, dan
buah. Sedangkan sampah anorganik, misalnya logam, abu, kertas. Jenis
sampah juga sering dikelompokkan menjadi:
a. Limbah benda padat;
b. Limbah cair atau air bekas;
c. Kotoran manusia.
Secara umum, pengelompokan sampah hanya untuk benda-benda
padat dengan pembagian sebagai berikut:
a. Sampah yang mudah membusuk, misalnya sisa makanan;
b. Sampah yang tidak mudah membusuk, terdiri dari:
 Sampah yang mudah terbakar, misalnya kertas, kayu;
 Sampah yang tidak mudah terbakar, misalnya kaca, kaleng.
c. Sampah bangkai binatang, terutama binatang besar seperti kucing,
anjing, tikus;
d. Sampah berupa abu hasil pembakaran, misalnya pembakaran kayu,
batu bara, arang.
e. Sampah padat hasil industri, misalnya potongan besi, kaleng, kaca.
f. Sampah padat yang berserakan di jalan-jalan, yaitu sampah yang
dibuang oleh penumpang atau pengemudi kendaraan bermotor atau
mobil.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jumlah Sampah


Berikut beberapa faktor yang dapat mempengaruhi jumlah sampah
antara lain sebagai berikut:
a. Jumlah penduduk
Jumlah penduduk bergantung pada aktivitas dan keadatan
penduduk. Semakin padat pendududk, sampah semakin menumpuk
karena tempat atau ruang untuk menampung sampah kurang. Semakin
meningkat aktivitas penduduk, sampah yang dihasilkan semakin banyak,
misalnya pada aktivitas pembangunan, perdagangan, industry, dan
sebagainya.
b. Sistem pengumpulan atau pembuangan sampah yang dipakai
Pengumpulan sampah dengan menggunakan gerobak lebih lambat
jika dibandingkan dengan truk.
c. Pengambilan bahan-bahan yang ada pada sampah untuk dipakai
kembali
Metode itu dilakukan karena bahan tersebut masih memiliki nilia
ekonomi bagi golongan tertentu. Frekuensi pengambilan dipengaruhi oleh
keadaan, jika harganya tinggi, sampah yang tertinggal sedikt.
d. Faktor geografis
Lokasi tempat pembuangan apakah di daerah pegunungan,
lembah, pantai, atau di dataran rendah.
e. Faktor waktu
Bergantung pada faktor harian, mingguan, ulanan, atau tahunan.
Jumlah sampah per hari bervariasi menurut waktu. Contoh, jumlah
sampah pada siang hari lebih banyak daripada jumlah sampah dipagi hari,
sedangkan sampah di daerah pedesaan tidak begitu bergantung pada
faktor waktu.
f. Faktor sosial ekonomi dan budaya
Contoh, adat istiadat dan taraf hidup dan mental masyarakat.
g. Faktor musim
Pada musim hujan sampah mungkin akan tersangkut pada selokan
pintu air, atau penyaringan air limbah.
h. Kebiasaan masyarakat
Contoh, jika seorang suka mengkomsumsi suatu jenis makanan
atau tanaman sampah makanan itu akan meningkat.
i. Kemajuan teknologi
Akibat kemajuan teknologi, jmlah sampah dapat meningkat.
Contoh, plastic, kardus, rongsokan, AC, TV, kulkas, dan sebagainya.
j. Jenis sampah
Makin maju tingkat kebudayaan suatu masyarakat, semakin
kompleks pula macam dan jenis sampahnya.
k. Kebiasaan masyarakat
Contoh, jika seorang suka mengkomsumsi suatu jenis makanan
atau tanaman sampah makanan itu akan meningkat.
g. Kemajuan teknologi
Akibat kemajuan teknologi, jmlah sampah dapat meningkat.
Contoh, plastic, kardus, rongsokan, AC, TV, kulkas, dan sebagainya.
h. Jenis sampah
Makin maju tingkat kebudayaan suatu masyarakat, semakin
kompleks pula macam dan jenis sampahnya.

4. Dampak yang Di Timbulkan Oleh Sampah


a. Dampak negatif
Sampah memiliki banyak dampak negatif bagi lingkungan dan
mahluk hidup salah satu contohnya adalah dapat mencemari lingkungan,
dan menyebabkan berbagai penyakit dan bencana alam. Dampak negatif
yang ditimbulkan sampah yaitu :
 Merusak keindahan lingkungan
 Lingkungan menjadi kotor dan bau
 Mencemari tanah akibat pembakaran sampah sehingga tanah
menjadi tidak subur
 Mencemari air sehingga air menjadi berbau dan keruh akibat
pembuangan sampah ke sungai dan laut
 Menyebabkan polusi udara akibat bau sampah dan pembakaran
sampah
 Menyebabkan bencana alam seperti banjir dan longsor di daerah
pengunungan
 Menyebabkan berbagai penyakit bagi manusia seperti tifus, disentri
dan diare
 Sebagai tempat tinggal lalat dan nyamuk sebagai pembawa bibit
penyakit bagi manusia
 Menyebabkan terjadinya hujan asam akibat sampah hasil kegiatan
industri pabrik berupa gas SO₂ dan NO₂ yang ikut larut dalam air
hujan. Hujan asam dapat merusak bangunan yang menggunakan
logam karena bersifat korosif.
 Penggunaan limbah penggunaan pestisida atau pupuk kimia yang
berlebihan menyebabkan air tercemar zat kimia berbahaya dan
tanah menjadi kehilangan unsur zat hara
b. Dampak Positif
Tidak semua sampah berpengaruh buruk bagi lingkungan. Jika
digunakan dengan benar, sampah dapat mempunyai beberapa manfaat,
diantaranya:
1) Sebagai pupuk organik untuk tanaman (Sampah organik)
Limbah dari sampah organik dapat dijadikan sebagai pupuk
penyubur tanaman dengan menyulap sampah menjadi kompos. Kompos
dapat memperbaiki struktur tanah, dengan meningkatkan kandungan
organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk
mempertahankan kandungan air dalam tanah
2) Sumber humus
Sampah orgnaik yang tenah membusuk seperti  dapat menjadi
humus yang dibutuhkan untuk tanah untuk menjaga kesuburan tanah.
serta menjadi sumber makanan yang baik bagi tumbuh-tumbuhan,
meningkatkan kapasitas kandungan air tanah, mencegah pengerukan
tanah, menaikkan aerasi tanah, menaikkan foto kimia dekomposisi
pestisida atau senyawa-senyawa organik racun.
3) Sampah dapat didaur ulang
Limbah sampah dari plastik dan kertas dapat didaur ulang menjadi
berbagai barang yang bermanfaat seperti menjadi produk furnitur yang
cantik. atau didaur ulang kembali menjadi bahan baku pembuatan produk
plastik atau kertas.
4) Dijadikan bahan bakar alternatif
Pembusukan sampah dapat menghasilkan gas yang bernama gas
metana yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif untuk
kebutuhan rumah tangga atau industri kecil.
5) Menjadi sumber listrik
Secara tidak langsung sampah dapat dijadikan sumber listrik
alternatif dengan cara merubah sampah agar menghasilkan gas metana,
dimana gas ini dapat dijadikan bahan bakar untuk menjalankan
pembangkit listrik

5. Metode Pengelolaan Sampah


Ada beberapa metode dalam pengelolaan sampah yang dikenal
dengan 3RC yaitu :
a. Reduce (mengurangi sampah)
Reduce berarti mengurangi segala sesuatu yang mengakibatkan
sampah. Menurut Suryono dan Budiman (2010) bahwa reduksi
(mengurangi sampah) dapat dilakukan beberapa proses yaitu:
 Reduksi volume sampah secara mekanik. Dilakukan pemadatan
pada dump truck yang dilengkapi alat pemadat sehingga volume
sampah jauh berkurang dan volume yang diangkut menjadi lebih
banyak.
 Reduksi volume sampah secara pembakaran.
b. Reuse (menggunakan kembali)
Reuse yaitu pemanfaatan kembali sampah secara lansung tanpa
melalui proses daur ulang (Suryono dan Budiman, 2010). Contohnya
seperti kertas-kertas berwarna-warni dari majalah bekas dapat
dimanfaatkan untuk bungkus kado yang menarik, pemanfaatan botol
bekas untuk dijadikan wadah cairan misalnya spritus, minyak cat, dan
sebagainya.
Pengelolaan sampah dengan cara reuse dapat dilakukan dengan
beberapa proses yaitu :
 Pilihlah wadah, kantong atau benda yang dapat digunakan
beberapa kali atau berulang ulang.
 Gunakan kembali wadah atau kemasan yang telah kosong untuk
fungsi yang sama atau fungsi lainnya.
 Sampahyangdipilih dikelompokan menurut jenisnya.
 Lakukan pembersihan sampah.
 Sampah yang telah dipilih dan dibersihkan kemudian dimanfaatkan
kembali baik untuk fungsi yang sama atau fungsi yang berbeda.
c. Recycling (mendaur ulang)
Recycling adalah pemanfaatan bahan buangan untuk di proses
kembali menjadi barang yang sama atau menjadi bentuk lain. Material
yang dapat didaur ulang diantaranya: Botol bekas: wadah kecap, saos,
sirup, krim kopi baik yang putih bening maupun yang berwarna terutama
gelas atau kaca yang tebal. Kertas: kertas bekas kantor, koran, majalah,
dan kardus. Logam bekas: wadah minuman ringan, bekas kemasan kue,
rangka meja, besi rangka beton.
Mengelola sampah dengan cara recycling dapat dilakukan oleh
siapa saja, kapan saja (setiap hari), di mana saja, dan tanpa biaya. Proses
pengelolaan sampah dengan recycling yaitu:
 Pilih produk dengan kemasan yang dapat didaur ulang.
 Hindari memakai dan membeli produk yang menghasilkan sampah
dalam jumlah besar.
 Sampah yang telah dipilih dilakukan pengelompokan sesuai jenis
sampah dan dilakukan pembersihan sebelum didaur ulang.
 Sampah yang telah dipilih dibersihkan kemudian didaur ulang
sesuai dengan kreativitas masing-masing.
d. Composting (Kompos)
Composting adalah suatu cara pengelolaan sampah secara
alamiah menjadi bahan yang sangat berguna bagi perkebunan/pertanian
dengan memanfaatkan kembali sampah organik dari sampah tersebut
dengan hasil akhir berupa pupuk kompos yang tidak membahayakan
penggunaanya.
Pengomposan dilakukan untuk sampah organik, kegiatan ini
dilakukan secara terbuka (aerob) maupun tertutup (anaerob). Material
yang dapat dijadikan kompos yaitu bahan-bahan organik padat misalnya
limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota,
kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah pertanian, limbahlimbah
agroindustri. Bahan organik yang sulit dan tidak diikutkan dalam proses
composting karena tidak mudah membususk atau mengandung bahan
kimiawi yang menggangu proses dekomposisi sebagi berikut:
 Plastik, kaca, logam, kayu keras atau kayu yang mengandung
bahan kimia.
 Daging, tulang, duri ikan, kulit kerang, kulit telur, dan lainlain.
 Produk-produk yang berasal dari susu.
 Sisa makanan berlemak.
 Rumput liar atau sayuran yang mengandung biji bakal tumbuh, bila
tetap akan dipakai maka biji-bijian ini harus dimatikan dulu dengan
membungkus dengan plastik hitam/kresek dan dijemur diterik mata
hari selama 2-3 hari sampai yakin biji-bijian itu sudah mati.
 Kotoran hewan peliharaan yaitu anjing dan kucing.
 Kulit keras buah kenari, buah kemiri, batok kelapa, kulit durian.
 Arang, abu, abu rokok.
 Tembakau dan puntung rokok.

6. Pengaturan Pengelolaan Sampah


Problematika mengenai sampah merupakan hal yang sangat
penting. Sampah merupakan hal berkaitan dengan budaya dan perilaku
masyarakat terutama di wwilayah perkotaan. Untuk itu perlu pengelolaan
sampah yang benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
ada. Permasalahan sampah menjadi masalah penting di berbagai wilayah
perkotaan (khususnya) yang padat penduduknya. Sehingga masyarakat
dalam mengelola sampah masih bertumpu pada pendekatan akhir (end-
of-pipe), yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat
pemrosesan akhir sampah. Dalam pengelolaan sampah pemerintah
maupun pemerintah daerah memerlukan kebijakan dalam bidang regulasi
yang didasarkan pada peraturan-peraturan tingakat nasioal maupun
daerah, peraturan tersebut antara lain :
a. Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 memberikan hak kepada setiap orang untuk
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pasal tersebut
memberikan konsekuensi bahwa ppemerintahwajib memberikan
pelayanan publik dalam pengelolaan sampah. Hal itu membawa
konsekuensi hukum bahwa pemerintah merupakan pihak yang berwenang
dan bertanggungjawab di bidang pengelolaan sampah. Meskipun
pengelolaan sampah merupakan kewajiban pemerintah akan tetapi hal
tersebut juga dapat melibatkan dunia usaha dan masyarakat yang
bergerak dalam bidang persampahan.
Dalam rangka menyelenggarakan pengelolaan sampah secara
terpadu dan komprehensif, pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat,
serta tugas dan wewenang Pemerintah dan pemerintahan daerah untuk
melaksanakan pelayanan publik, diperlukan payung hukum dalam bentuk
undang-undang. Pengaturan hukum pengelolaan sampah dalam Undang-
Undang ini berdasarkan asas tanggungjawab, asas berkelanjutan, asas
manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas
keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi (Mulyanto, Jurnal
Parental, Volume I Nomor 2 Oktober 2013, 6).
b. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Dicabut oleh Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah Berdasarkan amanah Pasal 18 ayat (2) dan ayat
(5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyatakan bahwa Pemerintahan Daerah berwenang untuk mengatur
dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan menurut Asas Otonomi dan
Tugas Pembantuan dan diberikan otonomi yang seluas-luasnya.
Atas dasar pasal tersebut beserta penjelasannya penyelenggaraan
pemerintahan daerah harus didasarkan pada azas desentralisasi,
dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Sehingga adanya UU No. 32
Tahun 2004 yang mengatur mengenai kewenangan pemerintah daerah
baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota terkait pengendalian lingkungan
hidup. Meskipun UU tersebut diganti dengan UU No. 23 Tahun 2014 tetap
memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah.
Dalam Pasal 12 UU No. 23 Tahun 2014 bahwa kewenangan
kepada pemerintah daerah (pemerintah konkuren) untuk menjalankan
urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar
salah satunya adalah lingkungan hidup.
Dengan adanya pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada
Daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat mmelaluipeningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran
serta masyarakat. Sehingga kewenangan dalam penglolaan sampah
merupakan sebuah pelayanan yang diberikan pemerintah daerah dengan
memberdayakan masyarakat dan pengelolaan sampah yang berbasis
partisipasi masyarakat.
c. Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH)
Pemenuhan lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak
asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga negara Indonesia. Oleh
karena itu, pemerintah daerah dan seluruh pemangku kepentingan
berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan
hidup Indonesia dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi
rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain. Sehingga pengelolaan sampah
yang baik dan benar merupakan wujud dari pemenuhan lingkungan hidup
yang baik dan sehat.
Berkaitan dengan pengelolaan sampah bagi pemerintah dan
pemerintah daerah tidak dapat lepas dari asas-asas yang terdapat dalam
Pasal 2 UU PPLH yang diatur mengenai asas tanggung jawab negara,
asas partisipatif, asas tata kelola pemerintahan yang baik; dan asas
otonomi daerah. Oleh karena itu pengelolaan sampah merupakan wujud
tanggungjawab negara melalui pemerintah dan pemerintah daerah.
Dimana dibutuhkan partisipasi masyakat untuk melakukan
pengelolaannya. Selain itu diperkuat dengan Pasal 63 UU PPLH yang
mengatur mengenai kewenangan pemerintah dan pemerintah daerah
dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dimana
berdasarkan asas tata kelola pemerintahan yang baik; dan asas otonomi
daerah dapat dijadikan acuan dalam pengelolaan sampah.
d. Undang-undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
Dalam UU Pengelolaan sampah didasari dengan Jumlah penduduk
Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi
mengakibatkan bertambahnya volume sampah. Di samping itu, pola
konsumsi masyarakat memberikan kontribusi dalam menimbulkan jenis
sampah yang semakin beragam, antara lain, sampah kemasan yang
berbahaya dan/atau sulit diurai oleh proses alam semakin beragam.
Substansi UU ini yang terkait dengan langsung mengenai pengelolan
sampah yaitu Pasal 19 mengatur mengenai pengelolaan sampah rumah
tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga. Pasal tersebut
menyebutkan bahwa Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah
sejenis sampah rumah tangga terdiri atas pengurangan sampah dan
penanganan sampah.
Dalam hal pengurangan sampah, lebih lanjut disebutkan dalam
Pasal 20 sebagai berikut : Pengurangan sampah yang dimaksud dalam
meliputi kegiatan: (1) pembatasan timbulan sampah; (2) pendauran ulang
sampah; dan/atau (3) pemanfaatan kembali sampah.
Dalam Pasal 20 ayat (2) diatur mengenai pemerintah dan
pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan sebagai berikut: (1)
menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka
waktu tertentu; (2) memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah
lingkungan;(3) memfasilitasi penerapan label produk yang ramah
lingkungan; (4) memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur
ulang; (5) memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang. Pasal 20
ayat (3) mengatur mengenai pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan
yaitu menggunakan bahan produksi yang menimbulkan sampah sesedikit
mungkin, dapat diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/atau mudah diurai
oleh proses alam. Pasal 20 ayat (4) mengatur mengenai masyarakat
dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah yaitu. enggunakan
bahan yang dapat diguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh
proses alam.
Pasal 22 Undang Nomor 18 Tahun 2008 mengatur mengenai ppengelolaa
sampah tersebut juga diatur mengenai mengenai penanganan sampah,
yang meliputi :
 Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah
sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah;
 Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah
dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau
tempat pengolahan sampah terpadu;
 Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber
dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari
tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat
pemrosesan akhir;
 Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan
jumlah sampah; dan/atau
 Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah
dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan
secara aman.
 Ketentuan yang diatur dalam penyelenggaraan pengelolaan
sampah dalam UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah seharusnya mampu menangani permasalahan mengenai
sampah di Indonesia.
Sudah menjadi umum bahwa selama ini manajemen sampah masih
menerapkan konsep Kumpul-Angkut-Buang (end of pipe). Dengan adanya
UU ini , maka manajemen sampah telah mengadopsi konsep 3R:
Reduction (Kurangi)-Reuse (gunakan kembali)-Recycling (daur ulang).
Demikian halnya dengan paradigma manajemen sampah, bila selama ini
menggunakan konsep konvensional yakni sampah dianggap limbah
sehingga dibuang yang memerlukan ongkos pembuangan dan pada
akhirnya menjadi ancaman kesehatan bagi masyarakat. Maka sekarang
digunakan paradigma baru yang memandang sampah sebagai sumber
daya yang seharusnya diolah kembali sehingga menghasilkan
pendapatan yang bermuara pada kesempatan terbukanya lapangan kerja
baru dan kesempatan mendapatkan penghasilan baru.
e. Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 4 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Sampah
Pengelolaan Sampah dinyatakan bahwa dalam rangka
mewujudkan lingkungan yang sehat dan bersih dari sampah perlu
dilakukan penanganan sampah secara komprehensif dan terpadu dengan
melibatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha secara proporsional,
efektif dan efisien. Bahwa masalah persampahan perlu dilakukan
pengelolaan secara komprehensif dan terpadu agar memberikan manfaat
secara ekonomi, sehat bagi masyarakat dan aman bagi lingkungan serta
dapat mengubah perilaku masyarakat.
 Pasal 2
1) Sampah yang dikelolah berdasarkan Peraturan Daerah ini terdiri
atas:
a) sampah rumah tangga;
b) b. sampah sejenis sampah rumah tangga;
c) c. sampah spesifik.
 Pasal 4
Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai
sumber daya. 
 Pasal 6
1) Tugas Pemerintah Kota sebagaimana dimaksud pasal 5 terdiri
atas: 
a) Menumbuh kembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat
dalam pengelolaan sampah;
b) Melakukan penelitian, pengembangan tehnologi pengurangan dan
penanganan sampah;
c) Menfasilitasi, mengembangkan dan melaksanakan upaya
pengurangan penanganan dan pemanfaatan sampah;
d) Melaksanakan pengelolaan persampahan dan menfasilitasi
penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah;
e) Menfasilitasi penerapan tehnologi spesifik lokal yang berkembang
pada masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani
sampah;
f) Mendorong dan menfasilitasi pengembangan manfaat hasil
pengelolaan persampahan;
g) Melakukan koordinasi antar lembaga pemerintah, masyarakat dan
dunia usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan
persampahan. 
2) Tugas sebagaimana dimaksud pasal 6 huruf d, Pemerintah Kota
menyediakan sarana dan prasarana berupa: 
a) Tempat pembuangan sampah sementara;
b) Tempat pembuangan sampah akhir;
c) Pengangkutan sampah dari tempat pembuangan sampah sementara
ke tempat pembuangan sampah akhir;
d) Tempat pembuangan sampah di tempat-tempat umum dan dijalan-
jalan umum yang dipandang perlu.
f. Compare antara Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) dan
Undang-undang Cipta kerja terkait Undang-undang tersebut
UU Cipta Kerja merevisi sejumlah pasal dalam Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (PPLH). Hal ini dianggap berpotensi memperparah kerusakan
lingkungan hidup.
Salah satu perubahan aturan yang dinilai krusial ialah bergantinya
Komisi Penilai Amdal menjadi tim uji kelayakan lingkungan hidup yang
dibentuk Lembaga Uji Kelayakan oleh pemerintah pusat.
Ada pula persoalan bergantinya izin lingkungan menjadi
persetujuan lingkungan sebagai syarat memperoleh izin usaha. Pasal lain
yang dipersoalkan terkait penghapusan upaya mengajukan gugatan ke
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) apabila izin lingkungan dianggap
bermasalah.
Kemudian, pihak yang melakukan usaha tanpa Amdal, UKL-UPL,
dan pengelolaan limbah hanya dikenai sanksi administratif dalam UU
Cipta Kerja. Sanksi administratif juga berlaku bagi pihak yang
mencemarkan lingkungan karena kelalaian dan tidak mengakibatkan
bahaya kesehatan, luka, dan/atau kematian. Dalam UU PPLH, sanksi bagi
pihak-pihak tersebut dapat berupa pidana atau perdata.
Selain itu, UU Cipta Kerja juga mengubah Pasal 88 UU PPLH
dengan menghilangkan frasa “tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.”
Padahal, pasal tersebut sebelumnya kerap digunakan pemerintah untuk
menjerat para perusak lingkungan hidup dan pembakar hutan.
No UU No. 32 UU CIPTA ANALISIS
. Tahun 2009 KERJA
1. Pasal 69 Pasal 69 Disetujui Panja pada 13 Agustus 2020 dengan kesepakatan bahwa ayat
(1) Setiap orang Setiap orang (2) UU 32/2009 dihidupkan kembali. Namun pada UU Cipta Kerja,
dilarang: dilarang: ketentuan ayat (2) tetap dihapus. Perubahannya berupa:
a. melakukan a. melakukan a. mengganti terminologi ‘izin lingkungan’ menjadi ‘persetujuan
perbuatan yang perbuatan yang lingkungan’ pada ayat (1) huruf g
mengakibatkan mengakibatkan b. menghapus ayat (2) tentang mempertimbangkan kearifan lokal
pencemaran pencemaran dalam menerapkan pelarangan pembukaan lahan dengan cara bakar
dan/atau perusakan dan/atau perusakan Penghapusan pengecualian larangan membakar ini berpotensi
lingkungan hidup; lingkungan hidup; mengkriminalisasikan masyarakat peladang tradisional, karena Pasal
108 UU 32/2009 masih berlaku. Selain itu berpotensi memindahkan
beban pertanggungjawaban hukum dari korporasi pembakar hutan
(yang banyak digugat oleh KLHK) kepada peladang tradisional.

B. PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP


1. Pengertian Pencemaran Lingkungan Hidup
Lingkungan dalam bahasa Indonesia adalah kawasan wilayah dan
segala sesuatu yang terdapat didalamnya golongan, kalangan.
Sedangkan bersarkan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang RI Nomor 32
tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yaitu
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Lingkungan hidup merupakan suatu kondisi dan jumlah semua
benda yang ada dalam ruang dimana tempat manusia tinggal yang dapat
mempengaruhi kehidupan manusia. Lingkungan hidup yang baik tidak
hanya ditinjau dari kemampuan manusia yang dapat mewujudkan
keinginannya untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, melainkan
kemampuan manusia yang mempunyai peran dalam memelihara
keseimbangan ekologisnya agar tetap terjaga.
Akan tetapi, dampak dari tindakan manusia dapat bernilai ppositif
yang menguntungkan bagi kehidupan manusi dan bernilai negatif yang
dapat merugikan manusia. Namun seringkali dampak yang ditimbulkan
menjadi masalah bahkan terjadi berbagai macam pengrusakan lingkungan
yang menyebabkan pencemaran.
Pencemaran lingkungan adalah suatu perubahan lingkungan yang
tidak menguntungkan, sebagian karena tindakan dari manusia yang
disebabkan adanya perubahan pola penggunaan energi dan materi,
tindakan radiasi, maupun bahan-bahan fisika dan kimia. Perbuatan seperti
ini dapat berpengaruh langsung terhadap manusia, atau tidak langsung
melalui air, peternakan, hasil pertanian, benda-benda, perilaku dalam
apresiasi dan rekreasi di alam bebas.
Pencemaran lingkungan kadang-kadang tampak jelas di
masyarakat seperti adanya timbunan sampah di pasar-pasar,
pendangkalan sungai yang penuh kotoran, bahkan sesaknya napas
karena asap knalpot ataupun cerobong asap pabrik. Tetapi ada juga yang
kurang nampak misalnya terlepasnya gas hidrogen sulfida dari sumber
minyak tua. Begitu pula dengan musik yang dapat memekakkan telinga
yang keluar dari peralatan elektronik modern. Bahkan ion fosfat dalam
limbah pabrik merupakan salah satu pencemar, akan tetapi merupakan
rabuk yang baik bagi pepohonan.
Jadi yang dimaksud dengan pencemar ialah sesuatu yang dapat
berpengaruh buruk terhadap lingkungan hidup. Serta lingkungan tersebut
mempunyai penyimpangan akibat pencemar itu dan susunan udara yang
tercemar akan mempunyai komposisi lain dari pada udara normal, yaitu
udara yang bersih.

2. Unsur-Unsur Pencemaran Lingkungan Hidup


Dalam hubungannya dengan sistem pertanggungjawaban unsur-
unsur pencemaran lingkungan hidup perlu dikemukakan sebagai suatu
landasan. Unsur-unsur atau syarat mutlak suatu lingkungan untuk disebut
telah tercemar haruslah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
a. Masuk atau dimasukkannya komponen-komponen seperti, makhluk
hidup, zat, energi, dan lain-lain;
b. Ke dalam lingkungan atau suatu ekosistem lingkungan;
c. Oleh adanya kegiatan manusia;
d. Fungsi lingkungan menjadi berkurang atau tidak dapat berfungsi lagi;
e. Tidak sesuai dengan peruntukannya.
Dari adanya unsur-unsur pencemaran lingkungan tersebut di atas,
bahwa suatu perbuatan atau tindakan yang dapat menimbulkan keadaan
sebagai pencemaran lingkungan haruslah memenuhi berbagai unsur
tersebut.
Apabila salah satu dari unsur-unsur yang dimaksud tidak terpenuhi
maka perbuatan demikian tidaklah dikategorikan sebagai pencemaran
lingkungan.

C. DAMPAK ATAS KEBERADAAN TPA TAMANGAPA DIKAWASAN


PEMUKIMAN PENDUDUK
Pemukiman Penduduk di kawasan TPA Sampah Tamangapa
terdapat banyak pemukiman penduduk, baik di dalam kawasan TPA
Sampah maupun di sekitar TPA dengan radius hingga 200 meter. Selain
pemukiman penduduk, terdapat juga beberapa bangunan fasilitas umum
seperti tempat ibadah dan sekolah (pesantren). Kawasan TPA Sampah
Tamangapa secara sosial ekonomi memberikan dampak negatif dan
positif terhadap masyarakat sekitar. TPA Sampah Tamangapa yang
sedianya dirancang untuk kebutuhan selama 10 tahun, namun
kenyataannya bahwa hingga saat ini TPA tersebut masih digunakan, yang
berarti telah berumur hampir 27 tahun. Dengan melihat kenyataan ini
dapat diasumsikan bahwa di daerah TPA Sampah Tamangapa Antang
Kota Makassar telah terjadi pencemaran lingkungan yang dapat
menimbulkan efek terhadap ssanitasilingkungan di daerah ini.
Keberadaan TPA ini tentunya sangat mempengaruhi lingkungan
disekitar TPA tersebut. Dampak TPA terhadap lingkungan sekitar tersebut
ada yang negatif dan ada juga yang positif.
1. Sampah Sebagai Bahan Pencemar Lingkungan
Sampah yang tidak dikelola dengan baik akan menjadi penyebab
gangguan dan ketidakseimbangan lingkungan. Sampah padat yang
menumpuk ataupun yang berserakan menimbulkan kesan kotor dan
kumuh. Sehingga nilai estetika pemukiman dan kawasan di sekitar
sampah terlihat sangat rendah. Bila di musim hujan, sampah padat dapat
memicu banjir; maka di saat kemarau sampah akan mudah terbakar.
Kebakaran sampah,selain menyebabkan pencemaran udara juga menjadi
ancaman bagi pemukiman.
a. Pencemaran udara
Sampah (organik dan padat) yang membusuk umumnya
mengeluarkan gas seperti methan (CH4) dan karbon dioksida (CO2) serta
senyawa lainnya. Secara global, gas-gas ini merupakan salah satu
penyebab menurunnya kualitas lingkungan (udara) karena mempunyai
efek rumah kaca (green house effect) yang menyebabkan peningkatan
suhu, dan menyebabkan hujan asam. Sedangkan secara lokal, senyawa-
senyawa ini, selain berbau tidak sedap/bau busuk, juga dapat
mengganggu kesehatan manusia. Sampah yang dibuang di TPA pun
masih tetap berisiko karena bila TPA ditutup atau ditimbun terutama
dengan bangunan akan mengakibatkan gas methan tidak dapat keluar ke
udara. Gas methan yang terkurung, lama kelamaan akan semakin banyak
sehingga berpotensi menimbulkan ledakan. Hal seperti ini telah terjadi di
sebuah TPA di Bandung, sehingga menimbulkan korban kematian.
b. Pencemaran air
Proses pencucian sampah padat oleh air terutama oleh air hujan
merupakan sumber timbulnya pencemaran air, baik air permukaan
maupun air tanah. Akibatnya, berbagai sumber air yang digunakan untuk
kebutuhan sehari-hari (sumur) di daerah pemukiman telah terkontaminasi
logam berat timbal yang mengakibatkan terjadinya penurunan tingkat
kesehatan manusia / penduduk. Pencemaran air tidak hanya akibat
proses pencucian sampah padat, tetapi pencemar terbesar justru berasal
dari limbah cair yang masih mengandung zat- zat kimia dari berbagai jenis
pabrik dan jenis industri lainnya. Air yang tercemar tidak hanya air
permukaan saja, tetapi juga air tanah; sehingga sangat mengganggu dan
berbahaya bagi manusia.
c. Penyebab banjir
Fisik sampah (sampah padat), baik yang masih segar maupun
yang sudah membusuk; yang terbawa masuk ke got/selokan dan sungai
akan menghambat aliran air dan memperdangkal sungai. Pendangkalan
mengakibatkan kapasitas sungai akan berkurang, sehingga air menjadi
tergenang dan meluap menyebabkan banjir. Banjir tentunya akan
mengakibatkan kerugian secara fisik dan mengancam kehidupan manusia
(hanyut / tergenang air). Tetapi yang paling meresahkan adalah akibat
lanjutan dari banjir yang selalu membawa penyakit.

2. Sampah Sebagai Sumber Penyakit


Sampah merupakan sumber penyakit, baik secara langsung
Maupun tak langsung. Secara langsung sampah merupakan tempat
berkembangnya berbagai parasit, bakteri dan patogen; sedangkan secara
tak langsung sampah merupakan sarang berbagai vektor (pembawa
penyakit) seperti tikus, kecoa, lalat dan nyamuk. Sampah yang
membusuk; maupun kaleng, botol, plastik; merupakan sarang patogen
dan vektor penyakit. Berbagai penyakit yang dapat muncul karena
sampah yang tidak dikelola antara lain adalah, diare, disentri, cacingan,
malaria, kaki gajah (elephantiasis) dan demam berdarah. Penyakit
penyakit ini merupakan ancaman bagi manusia, yang dapat menimbulkan
kematian.

3. Sampah Sebagai Perubahan Sosial


Perubahan lingkungan alam dalam rangkaian prosesnya akhirnya
mengakibatkan perubahan sosial pada masyarakat beserta dampak-
dampak yang ditimbulkannya sebagai wujud adaptasi mereka terhadap
lingkungan. Perubahan sosial tersebut antara lain:
a. Perubahan mata pencaharian
Walaupun keberadaan TPA memiliki banyak dampak negatif dari
sisi pencemaran lingkungan. Namun, ada juga sisi positif dibidang
ekonomi yaitu membuka lapangan kerja. Ketergantungan masyarakat,
terutama komunitas pemulungterhadap sampah di TPA sangat tinggi.
Sehingga ketika mendengar isu penutupan TPA mereka khawatir dan
kebingungan karena takut penghasilannya menurun. Bahkan beberapa
pemulung ketika diberi kesempatan menyampaikan saran dalam
wawancara meminta agar TPA tidak ditutup.
b. Munculnya perumahan kumuh di sekitar TPA
Mereka merupakan warga miskin yang tinggal di gubuk-gubuk tak
layak huni. Perumahan kumuh ini, umumnya dibangun secara pribadi.
Sampah-sampah yang ditemukan dan dihasilkan juga disimpan di rumah-
rumah tersebut. Kehadiran perumahan tersebut, secara otomatis telah
membentuk suatu area kumuh di sekitar kawasan TPA. Di rumah-rumah
petak itu, para pemulung tingga bersama keluarganya.
c. Kemiskinan komunitas pemulung
Jumlah pemulung di TPA Tamangapa kurang lebih 400 orang dan
kian hari kian bertambah. Bahkan 70% berasal dari luar daerah. Para
pemulung terdiri dari kaum pria, ibu-ibu atau anak-anak. Pendapatan yang
umumnya diperoleh rata-rata 100rb-200rb/hari tergantung kecakapannya
dalam mengumpulkan barang bekas. Keamanan dalam bekerja juga
sangat dibutuhkan, apapun pekerjaannya keselamatan dalam bekerja
menjadi prioritas utama untuk diperhatikan. Bekerja sebagai pemulung di
TPA memang sangat beresiko tinggi dari gangguan kesehatan sampai
ancaman nyawa yang selalu mengintai mereka.
d. Penurunan kualitas hidup
Kemiskinan dan kurangnya pengetahuan membuat komunitas ini
tidak sempat memperhatikan kesehatan dan keselamatan diri. Padahal
bahaya malaria, diare, masalah pencernaan, demam berdarah, penyakit
kulit menular, setiap saat bisa mengancam diri maupun keluarganya yang
hidup di sekitar TPA. Belum lagi masalah penyakit pernafasan seperti
TBC, Bronchitis, dan sebagainya. Bahkan secara tidak disadari mereka
menjadi resisten terhadap efek buruk dari lingkungan di TPA.
Mereka tampak terganggu dengan kondisi lingkungan di TPA
seperti bau yang menyengat ataupun gangguan kulit seperti gatal-gatal
tapi tidak punya pilihan lain dan membiarkan saja hal tersebut karena
telah menganggapnya sebagai hal yang biasa. Kondisi kesehatan
masyarakat di sekitar dan di dalam areal TPA patut mendapat perhatian
serius.
e. Himbauan usaha pengelolaan sampah
Salah satu upaya untuk dapat mereduksi volume timbunan sampah
yaitu menghimbau untuk menerapkan program 3R (reuse, reduce,
recycle) kepada masyarakat sebelum sampah- sampah tersebut berakhir
di TPA. Hal ini terlihat dalampengenalan dini konsep 3R tersebut di
sekolah-sekolah. Namun peran serta dan kesadaran masyarakat dalam
pengelolaan sampah melalui program 3R itu masih terasa kurang. Melalui
program ini, warga masyarakat dihimbau agar sampah tidak dijadikan
musuh tetapi sebagai sahabat karena sampah organik bisa dijadikan
pupuk kompos dan sampah anorganik bisa dikelola menjadi beraneka
ragam benda kerajinan.
Meningkatnya pembangunan di berbagai bidang berdampak pada
semakin bertambahnya jumlah limbah atau sampah yang dihasilkan.
Karenanya, masalah sampah merupakan masalah bersama, yang apabila
tidak ditangani dengan benar akan menyebabkan kerugian serius.
Dampak terhadap lingkungan alam akan berpengaruh terhadap kehidupan
manusia, yang secara bertahap akan menyebabkan perubahan sosial
dalam masyarakat tersebut sebagai wujud adaptasi mereka terhadap
perubahan lingkungan.
Pembangunan TPA Tamangapa tak terasa juga telah menimbulkan
perubahan sosial dalam masyarakat. Hal yang paling mendasar dan
paling merugikan adalah terjadinya pencemaran lingkungan. Begitu jelas
terdapat udara yang mengeluarkan bau sampah hingga radius berkilo-kilo
meter jauhnya. Perubahan kualitas alam tersebut mengakibatkan
perubahan sosial, serta berbagai reaksi sosial dari masyarakat. Ada yang
menentang kehadiran lokasi tersebut karena sangat terganggu dengan
dampak pencemarannya seperti warga Borong Jambu, namun ada juga
yang memanfaatkan lokasi tersebut sebagai sumber penghasilan yaitu
komunitas pemulung.
Kehadiran TPA ternyata juga ada dampak positifnya, yaitu
membuka peluang di sektor ekonomi dan kesempatan kerja yang
menyerap banyak tenaga kerja. Perubahan sosial lainnya yang terjadi
adalah munculnya perumahan kumuh yang berada di sekitar TPA yang
didiami oleh para pemulung, yang tentunya menimbulkan berbagai
permasalahan sosial lainnya. Paling memprihatinkan akibat dari
kemiskinan dan demi mencari nafkah, komunitas pemulung kurang
memiliki kepedulian terhadap rendahnya kesehatan dan keselamatan diri.
Oleh sebab itu, masalah sampah tidak hanya dapat diatasi oleh
masyarakat saja, namun membutuhkan campur tangan aktif dari
pemerintah. Apalagi penentuan lokasi tempat pembuangan sampah
ditentukan oleh pemerintah, yang pastinya telah memperhatikan dan
memperhitungkan analisis dampak lingkungannya. Pengelolaan sampah
oleh pemerintah maupun pihak ketiga yang ditunjuk oleh pemerintah,
harus dilakukan secara serius dengan menerapkan sistem pengelolaan
sampah yang tepat serta menggunakan bantuan teknologi. Hal ini sangat
diperlukan guna mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan serta
merugikan kehidupan masyarakat banyak.
Partisipasi aktif masyarakat untuk peduli lingkungan juga sangat
diharapkan, sehingga sampah tidak hanya semata-mata berakhir di TPA
saja, tapi dapat dimanfaatkan kembali melalui proses daur ulang dan
dapat mengurangi volume sampah. Apabila lingkungan alam terpelihara
dengan baik, maka akan mempengaruhi perubahan sosial masyarakat
menuju ke arah yang baik pula.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan seluruh uraian sebagaimana yang telah dipaparkan
kiranya dapat ditegaskan beberapa pokok pemikiran sebagai kesimpulan
seperti berikut ini:
1. Sampah yang menumpuk dan tidak segera terangkut merupakan
sumber bau tidak sedap yang memberikan efek buruk bagi daerah
sensitif sekitarnya seperti permukiman, perbelanjaan, rekreasi, dan
lain-lain. Pembakaran sampah seringkali terjadi pada sumber dan
lokasi pengumpulan terutama bila terjadi penundaan proses
pengangkutan sehingga menyebabkan kapasitas tempat
terlampaui. Asap yang timbul sangat potensial menimbulkan
gangguan bagi lingkungan sekitarnya.
2. Keberadaan TPA ini tentunya sangat mempengaruhi lingkungan
disekitar TPA tersebut. Dampak TPA terhadap lingkungan sekitar
tersebut ada yang negatif dan ada juga yang positif. Dampak
negatifnya tentu seperti mengeluarkan gas seperti methan (CH4)
dan karbon dioksida (CO2) serta senyawa lainnya, sumur) di
daerah pemukiman yang terkontaminasi logam berat timbal, serta
sampah tersebut menyebabkan banjir. Dampak positifnya sampah
di TPA Tamangapa Antang Kota Makassar sangat memiliki potensi
ekonomi yang cukup besar.

B. SARAN
Berkaitan dengan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis
menyarankan:
1. Perlunya suatu treatment mengenai penegakan denda untuk yang
buang sampah sembarangan supaya ada efek jera.dan
membiasakan diri untuk tidak membuang sampah sembarangan.
2. Perlu reward untuk masyarakat yang telah banyak berkontribusi
untuk penanganan sampah sehingga dapat memberi pengaruh
positif kepada mereka yang belum aware terhadap kerusakan
lingkungan.
3. Kami menyadari, dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan dan kesalahan baik dari segi isi, tata bahasa,
sistematika, maupun sumbernya. Karena kami menyadari, tak ada
gading yang tak retak.
4. Kami membuka sebesar-besarnya kritik dan saran dari para
pembaca, semoga dapat memperbaiki kesalahan penyusunan
makalah ini. Dan atas kritik dan saran yang diberikan, kami sebagai
penyusun mengucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Buku:
A Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, Penerbit Arikha Media Cipta,
Jakarta, 1995.
A Tresna Sastrawijaya, Pencemaran Lingkungan, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2000).
Arif Sumantri, Kesehatan Lingkungan, Kencana Prenada Media Group.
2010.
Arif Zukifli, Pandangan Islam Terhadap Lingkungan, (Yogyakarta:
Ecobook, 2017).
Radhmad K. Dwi Susilo, Sosiologi Lingkungan (Cet; III, Jakarta : Rajawali
Pers), t.th.
Siahaan, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, ( Jakarta:
Erlangga, 2004).
Suyono, Pencemaran Kesehatan Lingkungan, (Jakarta: EGC, Qurratur R.
Estu Tiar, 2013).

Peraturan Perundang-Undangan:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Peraturan Pemerintah RI No. 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah
Peraturan Daerah Kota Makassar No. 4 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Sampah

Sumber lain:
http://generasibuangsampah.blogspot.com/2018/01/dampak-positif-
sampah.html
https://brainly.co.id/tugas/4228755#:~:text=rb%20orang
%20terbantu-,Dampak%20negatif%20yang%20ditimbulkan
%20sampah,Merusak%20keindahan%20lingkungan&text=Mencemari
%20air%20sehingga%20air%20menjadi,dan%20longsor%20di%20daerah
%20pengunungan
https://www.sonora.id/read/422330752/volume-sampah-di-makassar-
capai-900-ton-perhari-begini-pengelolaannya?page=all

Anda mungkin juga menyukai