Anda di halaman 1dari 14

PROPOSAL ANALISIS PEMETAAN SOSIAL

(SOCIAL MAPPING) TERHADAP MANAJEMEN PENGELOLAAN


SAMPAH DI DESA PEMATANG JOHAR
Dosen Pengampu : Henri Sitorus, PHD

Disusun Oleh :
Kelompok 8

Stephany Geralden (220901012)


Aisyah Isnaini (220901014)
Maharani Balqis Purba (220901024)
Mastiur Noveliza Rainy (220901036)
Bintang Akbar Khadafi (220901064)
Pombo Poborsky Simamora (220901112)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sampah merupakan salah satu permasalahan kompleks yang dihadapi, oleh negara-negara
berkembang maupun negara-negara maju di dunia. Masalah sampah merupakan masalah yang
umum yang telah menjadi fenomena universal diberbagai negara belahan dunia manapun, tetapi
dengan titik perbedaannya terletak pada seberapa banyak sampah yang dihasilkan. Pertumbuhan
sampah terjadi seiring dengan laju pertumbuhan penduduk yang terus secara alami.
Meningkatnya daya beli masyarakat terhadap bahan pokok dan hasil teknologi serta
meningkatnya usaha atau kegiatan penunjang pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga
memberikan kontribusi yang besar terhadap kuantitas dan kualitas sampah yang dihasilkan.
Sampah terdiri dari dua jenis yaitu sampah organik dan anorganik. Kedua jenis sampah tersebut,
menurut Undang-undang Nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah telah menjadi
permasalahan nasional sehingga perlu adanya pengelolaan agar tidak menimbulkan dampak
negatif bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan.

Permasalahan sampah merupakan masalah yang kompleks dan serius yang dihadapi oleh
negara-negara berkembang maupun negara-negara maju di dunia. Permasalahan sampah bukan
hanya menjadi masalah sosial, melainkan juga masalah ekonomi, budaya, dan lingkungan yang
mengganggu kesehatan masyarakat. Peningkatan jumlah sampah yang tidak diikuti oleh
perbaikan dan peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan sampah mengakibatkan
permasalahan sampah menjadi semakin kompleks.

Permasalahan sampah di Indonesia terjadi akibat semakin banyaknya limbah sampah


yang dihasilkan masyarakat, kurangnya tempat sebagai pembuangan sampah, serta kurangnya
tempat daur ulang sampah. Selain itu, serangga dan tikus dapat dengan mudah berkembang dan
bersarang di tempat sampah, dan pengolahan sampah masih menjadi masalah pelik di Indonesia.
Masalah sampah di Indonesia juga mengancam target nol emisi dan dapat menyebabkan
peningkatan gas rumah kaca, pemborosan lahan, dan dampak negatif lainnya pada lingkungan
dan kesehatan manusia. Para ahli lingkungan cenderung setuju bahwa masalah sampah di
Indonesia adalah isu serius yang dapat mengakibatkan pencemaran air tanah dan permukaan,
mengganggu ekosistem alami, kerusakan terhadap keanekaragaman hayati, dan meningkatkan
risiko penyakit terkait limbah. Oleh karenanya, perlu adanya tindakan kolaboratif dari berbagai
pihak, termasuk pemerintah, sektor swasta, masyarakat, dan individu, untuk mengatasi masalah
ini secara efektif.

Keberadaan manajemen pengelolaan sampah yang baik sangat penting karena dapat
membantu mengurangi permasalahan lingkungan dan meminimalisir limbah yang dihasilkan dari
konsumsi sehari-hari. Dengan memilah sampah, kita dapat mengurangi polusi dan menghemat
sumber daya alam. Selain itu, pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan dapat menjadi
budaya baru Indonesia. Perusahaan juga perlu memperhatikan manajemen sampah karena
semakin besar tanggung jawab perusahaan tersebut pada lingkungan. Manajemen sampah ini
juga dapat membantu negara atau komunitas mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan,
melindungi kesehatan masyarakat, dan menjaga lingkungan hidup yang sehat dan lestari.

Desa Pematang Johar merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Labuhan
Deli, Kabupaten Deli Serdang. Secara geografis, desa Pematang Johar berjarak 15 KM dari Kota
Medan. Permasalahan lingkungan, khususnya permasalahan sampah merupakan permasalahan
yang sedang terjadi di wilayah Desa Pematang Johar. Salah satu contohnya adalah terjadinya
tumpukan sampah yang menggunung di sekitar Sungai kera, Desa Pematang Johar. Tumpukan
sampah tersebut diduga penyebab terbesarnya ialah dipicu akibat akumulasi limbah sampah
rumah tangga yang berasal dari wilayah perkotaan dan juga limbah industri yang berasal dari
kawasan wilayah pabrik Kawasan Industri Medan (KIM). Permasalahan sampah ini, apabila
tidak ditangani dengan baik, tentunya akan berdampak buruk terhadap berbagai sektor kehidupan
bagi warga Desa Pematang Johar.

1.2 Rumusan Masalah

1) Apa saja pemicu yang menimbulkan terjadinya permasalahan sampah di Desa Pematang
Johar?
2) Bagaimana manajemen pengelolaan sampah di Desa Pematang Johar?
3) Bagaimana solusi yang dapat diberikan agar dapat mengatasi permasalahan sampah di
Desa Pematang Johar?
1.3 Tujuan dan Manfaat

Tujuan dilakukannya penelitian ini ialah untuk mengetahui kondisi manajemen


pengelolaan sampah di wilayah desa dan pemicu terjadinya permasalahan sampah yang cukup
serius di wilayah Desa Pematang Johar. Selain itu, penelitian ini juga dilakukan agar dapat
menjadi rekomendasi dalam upaya peningkatan pengelolaan sampah di Desa Pematang Johar

Manfaat dari dilakukannya penelitian ini adalah agar dapat menjadi bahan untuk
mengkaji dan mengusut sebab/ faktor utama dari permasalahan sampah Desa Pematang Johar,
khususnya di wilayah sungai kera melalui berbagai analisis serta metode. Selain itu,
dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat berdampak kepada peningkatan kualitas
lingkungan hidup dan kesehatam masyarakat di wilayah Desa Pematang Johar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Manajemen Sampah

Sistem pengelolaan persampahan harus Dilaksanakan secara tepat dan sistemastis.


Kegiatan pengelolaan persampahan akan Melibatkan penggunaan dan pemanfaatan Berbagai
prasarana dan sarana persampahan yang meliputi pewadahan, pengumpulan, Pemindahan,
pengangkutan, pengolahan Maupun pembuangan akhir. Masalah sampah Berkaitan erat dengan
dengan pola hidup serta budaya masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu penanggulangan sampah
bukan hanya urusan pemerintah semata akan tetapi penanganannya membutuhkan partisipasi
masyarakat secara luas. Jumlah sampah ini setiap tahun terus meningkat sejalan dan seiring
meningkatnya Jumlah penduduk dan kualitas kehidupan masyarakat atau manusianya dan
disertai juga kemajuan ilmu pengetahuan teknologi yang Menghasilkan pula pergeseran pola
hidup Masyarakat yang cenderung konsumtif.

Manajemen sampah merupakan gabungan dari kegiatan pengontrolan jumlah sampah


yang dihasilkan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan dan penimbunan
sampah di TPA yang memenuhi prinsip kesehatan, ekonomi, teknik, konservasi dan
pertimbangan lingkungan yang juga responsif terhadap kondisi yang ada. Upaya menghindari
produksi sampah berlebihan (waste generating) dapat dilakukan dengan menghilangkan kemasan
yang tidak perlu dan merubah disain produk untuk menghemat materi dalam proses produksi.
Materi yang dapat dikurangi dalam proses produksi dapat memberi dampak postif kepada
lingkungan, terutama siklus kehidupan (life cycle)

2.2 Pengelolaan Sampah di Indonesia

Sampah yang dikelola berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2008 terdiri atas sampah rumah
tangga (berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja, dan sampah
spesifik), sampah sejenis sampah rumah tangga (berasal dari kawasan komersial, kawasan
industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan fasilitas lainnya), dan sampah
spesifik (sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun, sampah yang mengandung
limbah bahan berbahaya dan beracun, sampah yang timbul akibat bencana, puing bongkaran
bangunan, sampah yang secara teknologi belum dapat diolah dan/atau sampah yang timbul
secara tidak periodik)

Pengelolaan sampah di Indonesia dibagi menjadi dua, pertama yaitu pengelolaan sampah
rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga dan kedua yaitu pengelolaan sampah
spesifik. Pengelolaan sampah spesifik adalah tanggung jawab pemerintah, sedangkan
pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga terdiri atas
pengurangan sampah dan penanganan sampah, pengurangan sampah yang meliputi pembatasan
timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah. Dalam hal ini,
pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat memiliki perannya masing-
masing. Kegiatan penanganan sampah meliputi : pemilahan sampah sesuai jenis, jumlah,
dan/atau sifatnya; pengumpulan sampah ke tempat pengolahan residu; pengangkutan sampah
dari tempat pengolahan residu ke TPA; pengolahan sampah dalam bentuk mengubah
karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah; dan pemrosesan akhir dalam bentuk pengembalian
sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib membiayai penyelenggaraan pengelolaan


sampah, pembiayaan tersebut berasal dari APBN dan APBD. Pemerintah pusat dan pemerintah
daerah secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat memberikan kompensasi kepada
masyarakat sebagai akibat dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah
di tempat pemrosesan akhir sampah. Kompensasi yang dimaksud berupa relokasi, pemulihan
lingkungan, biaya kesehatan, pengobatan, dan kompensasi dalam bentuk lain

2.3 Teori Struktural-fungsional

Secara sosiologis, permasalahan sampah dapat dibedah dari berbagai macam teori. Salah
satu teori yang akan digunakan adalah teori structural-fungsional. Teori ini menyatakan bahwa
masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri dari berbagai elemen yang saling
berkaitan satu sama lain untuk membentuk hubungan yang harmonis. Apabila salah satu elemen
tidak menjalankan fungsinya, hal inilah yang mengakibatkan masalah bagi elemen yang lainnya.
Begitu halnya juga menanggapi permasalahan pencemaran sampah pada lingkungan sekitar.
Bahwa permasalahan sampah itu terjadi dikarenakan elemen-elemen di masyarakat tidak
berfungsi sesuai dengan tugas mereka masing-masing, hubungan tersebut dapat digambarkan
seperti diagram di bawah ini.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Participatory Rural Appraisal (PRA)

Participatory Rural Appraisal (PRA) adalah pendekatan dan metode yang


memungkinkan masyarakat secara bersama-sama menganalisis masalah kehidupan dalam rangka
merumuskan perencanaan dan kebijakan secara nyata. Metode dan pendekatan ini semakin
meluas dan diakui kegunaannya ketika paradigma pembangunan berkelanjutan mulai dipakai
sebagai landasan pembangunan di negara-negara sedang berkembang. Dalam paradigma
pembangunan berkelanjutan, manusia ditempatkan sebagai inti dalam proses pembangunan.
Manusia dalam proses pembangunan tidak hanya sebagai penonton tetapi mereka harus secara
aktif ikut serta dalam perencanaa, pelaksanaan, pengawasan dan menikmati hasil pembangunan.
Metode dan pendekatan yang tampaknya sesuai dengan tuntutan paradigma itu adalah metode
dan pendekatan yang partisipatif.

Metode PRA mulai menyebar dengan cepat pada tahun 1990-an yang merupakan bentuk
pengembangan dari metode Pemahaman Cepat Kondisi Pedesaan (PCKP) atau Rapid Rural
Appraisal (RPA) yang menyebar pada tahun 1980-an. Kedua metode tersebut saling
berhubungan etar dan masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya dan bisa saling
melengkapi. Namun dalam perkembangannya, metode PRA banyak digunakan dalam proses
pelaksanaan program pembangunan secara partisipatif, baik pada tahap perencanaan,
pelaksanaan, maupun pengawasannya.

3.2 Tujuan Penerapan PRA

Pada intinya, PRA adalah sekelompok pendekatan atau metode yang memungkinkan
masyarakat desa untuk saling berbagi, meningkatkan, dan menganalisis pengetahuan mereka
tentang kondisi dan kehidupan desa, serta membuat rencana dan tindakan nyata (Chambers
dalam Sitorus, 2016). Beberapa prinsip dasar yang harus dipenuhi dalam metode PRA anatar lain
adalah : saliang belajar dan berbagi pengalaman, keterlibatan semua anggota kelompok dan
informasi, orang luar sebagai fasilitator, konsep triangulasi, serta optimalisasi hasil, orientasi
praktis dan keberlanjutan program. Metode tersebut dipandang telah memiliki teknis-teknis yang
dijabarkan cukup operasional dengan konsep bahwa keterlibatan masyarakat sangat diperlukan
dalam seluruh kegiatan.

Pendekatan PRA memang bercita-cita menjadikan masyarakatmenjadi peneliti,


perencana, dan pelaksana pembangunan dan bukan sekedar obyek pembangunan. Tekanan aspek
penelitian bukan pada validitas data yang diperoleh, namun pada nilai praktis untuk
pengembangan program itu sendiri. Penerapan pendekatan dan teknik PRA dapat memberi
peluang yang lebih besar dan lebih terarah untuk melibatkan masyarakat. Selain itu melalui
pendekatan PRA akan dapat dicapai kesesuaian dan ketepatgunaan program dengan kebutuhan
masyarakat sehingga keberlanjutan (sustainability) program dapat terjamin.

3.3 Teknik/Metode PRA

Teknik-teknik PRA adalah alat-alat untuk melakukan kajian keadaan desa. Teknik-teknik
ini berupa alat visual (gambar atau bentuk yang dapat dilihat) yang dipergunakan sebagai media
diskusi masyarakat tentang keadaan diri mereka sendiri dan lingkungannya. Alat-alat visual ini
merupakan media belajar bersama yang dipergunakan baik untuk masyarakat (petani) yang buta
aksara ataupun melek aksara. Kajian desa dapat dilakukan sebagai penjajagan kebutuhan dan
perencanaan kegiatan, atau dapat juga untuk pemantauan dan evaluasi kegiatan. Teknik-teknik
kajian desa atau teknik-teknik PRA selama ini lebih banyak dipergunakan untuk perencanaan
kegiatan / program. Hal ini terjadi karena keterampilan untuk melakukan modifikasi
(penyesuaian) teknik-teknik PRA bagi kebutuhan lain, belum banyak dimiliki para pemandu.

3.3.1 Pemetaan Wilayah Desa (Mapping)


Pembuatan pemetaan desa dalam program PRA pada esensinya bertujuan untuk
memfasilitasi masyarakat dengan melakukan pengkajian. Bentuk pengkajian di sini berupa
pengkajian kondisi desa, mengkaji SDM dan SDA serta mengkaji sebab akibat masalah yang
terjadi di desa tersebut. Secara tidak langsung, pemetaan desa juga dapat menjadi ajang untuk
memfasilitasi masyarakat dalam mengungkap batas wilayah, menggali potensi sumber daya desa
dan mengungkapkan lokasi sumber daya desa. Peta desa menjadi salah satu sumber informasi
untuk membuat program PRA. Peta desa akan diperoleh di kantor kelurahan desa, umumnya di
pasang di dinding kelurahan. Peta yang digunakan dalam PRA adalah peta yang dibuat oleh
masyarakat. Masyarakat yang membuat peta tersebut berdasarkan informasi dan kondisi
permasalahan yang ada di sana. Bentuk peta desa dapat berbentuk peta hidrologi, topografi dan
peta rencana kawasan. Tidak hanya itu, ada juga peta sosial yang menunjukkan penyebaran
penduduk. Peta sosial ini sering digunakan untuk menunjukkan penyebaran macam-macam suku
dan bahasa.
Teknik pembuatan peta desa sengaja dibuat oleh masyarakat sebagai media untuk
mengambarkan kondisi suatu wilayah lingkungan. Misalnya menggambarkan hasil panen
pertanian, menggambarkan jenis tanah dan sebagainya. Pembuatan peta ini pun dapat dibuat
dalam bentuk sketsa Pada bagian ini kita dapat melihat pemetaan Kawasan di sekitar bantaran
sungai. apa saja yang ada di sekitar Kawasan sungai dan dapat melihat titik-titik perbedaan
antara Kawasan industry atau pemukiman penduduk. Dengan begitu dapat memperkirakan laju
jalur sampah susulan yang akan datang kearah sungai kera.

3.3.2 Wawancara Terstruktur


Dalam metode penelitian ilmiah terdapat teknik penelitian yang paling umum dikenal yaitu
wawancara terstruktur. Wawancara semi terstruktur adalah kegiatan tanya jawab sistematis
dengan warga masyarakat yang dipilih. Dalam penelitian, kegiatan ini bertujuan untuk
mengumpulkan data dari masyarakat. Dalam penerapan PRA, teknik wawancara semi terstruktur
juga dapat dipergunakan. Bentuk dan proses wawancara dapat dijadikan lebih partisipatif dengan
memberikan kesempatan seluasluasnya kepada masyarakat yang diwawancarai untuk
mengemukakan pendapatnya. Caranya dengan membuat pertanyaan-pertanyaan semi terbuka,
artinya pertanyaan tidak ditentukan pilihan jawabannya, dan pertanyaan dapat diubah dan
dikembangkan berdasar jawaban orang yang diwawancarai.
Dalam PRA wawancara semi terstruktur lebih banyak digunakan untuk mewawancarai
keluarga petani, meskipun juga dapat diunakan untuk wawancara kelompok dan individu. Proses
wawancara diawali dengan membuat kesepakatan terlebih dahulu dengan informan penelitian
mengenai waktu untuk dapat melakukan wawancara. Wawancara dilakukan dengan
menyampaikan beberapa pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam pedoman wawancara.
Peneliti juga menambahkan beberapa pertanyaan diluar pertanyaan yang terdapat di pedoman
wawancara untuk semakin memperdalam penelitian. Informasi dari wawancara dengan informan
direkam oleh peneliti menggunakan alat perekam suara pada ponsel, disamping itu peneliti juga
melakukan pencatatan hal-hal penting yang disampaikan oleh informan dalam wawancara.
Wawancara pada setiap subjek penelitian berbeda-beda, ada yang satu kali wawancara dan ada
yang lebih dari satu kali wawancara tergantung kejelasan informasi yang diberikan dan data yang
dibutuhkan peneliti. Wawancara sebagai salah satu media yang digunakan untuk mengetahui
keadaan bantaran sungai melalui warga sebagai narasumber yang merasakan dari objek kajian
yaitu berupa sampah yang berada disekitar sungai kera.

3.3.3 Analisis Pohon Masalah (Tree Problem Analysis)


Analisis pohon masalah dilakukan untuk mengidentifikasi potensi dan masalah terkait
kondisi sarana dan prasarana desa sekaligus perkembangan pemanfaatan biogas di Desa
Kalipucang. Analisis pohon masalah digunakan untuk mengidentifikasi penyebab dari suatu
permasalahan. Langkah-langkah untuk membuat pohon masalah yaitu: Pertama, penentuan
permasalahan utama terkait kondisi pariwisata yang terdapat di Desa dengan melakukan survei
primer disertai dengan wawancara bersama beberapa perangkat desa; Kedua, penyusunan
diagram alir dalam bentuk diagram pohon dengan poin utama berupa permasalahan utama, panah
ke bawah menunjukkan penyebab dari permasalahan utama dan panah ke atas menunjukkan
akibat apabila permasalahan utama tidak segera diselesaikan.
Analisis pohon masalah dilakukan untuk mengidentifikasi potensi dan masalah terkait
kondisi sarana dan prasarana desa sekaligus. Analisis pohon masalah digunakan untuk
mengidentifikasi penyebab dari suatu permasalahan. Langkah-langkah untuk membuat pohon
masalah yaitu: Pertama, penentuan permasalahan utama terkait kondisi sampah yang mencemari
sungai yang terdapat di Desa dengan melakukan survei primer disertai dengan wawancara
bersama beberapa perangkat desa; Kedua, penyusunan diagram alir dalam bentuk diagram pohon
dengan poin utama berupa permasalahan utama, panah ke bawah menunjukkan penyebab dari
permasalahan utama dan panah ke atas menunjukkan akibat apabila permasalahan utama tidak
segera diselesaikan.
3.3.4 Transec Walk
Transek adalah salah satu alat PRA (Participatory Rural Appraisal) untuk mengetahui situasi
dan sumber daya masyarakat di suatu wilayah dengan cara berjalan menelusuri wilayah tersebut
(desa/kelurahan). Hasilnya kemudian dibuat dalam bentuk bagan atau gambar irisan muka bumi.
Analisis Pra-Transek Wilayah adalah langkah awal dalam merencanakan dan mengidentifikasi
karakteristik suatu wilayah sebelum melakukan survei atau penelitian lebih lanjut. Analisis ini
bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang kondisi fisik, sosial, ekonomi,
dan lingkungan suatu wilayah.
Transec Walk adalah proses evaluasi data dan informasi yang dikumpulkan selama Pra-
Transec Walk di wilayah yang akan diteliti. Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola,
tren, dan karakteristik yang muncul dari data yang dikumpulkan. Setelah melaksanakan Pra-
Transec Walk di wilayah yang diteliti, tim peneliti mengumpulkan semua data dan informasi
yang dikumpulkan selama perjalanan. Mereka memeriksa catatan lapangan, pengamatan visual,
dan wawancara dengan masyarakat lokal.
Pertama-tama, tim peneliti menganalisis data fisik yang dikumpulkan. Mereka meninjau
topografi wilayah, jenis tanah, dan vegetasi yang diamati selama Pra-Transec Walk. Analisis ini
membantu dalam memahami kondisi geografis dan ekologi wilayah yang akan menjadi bagian
penting dalam pemetaan transek. Selanjutnya, tim peneliti melibatkan data sosial dan ekonomi
yang dikumpulkan selama Pra-Transec Walk. Mereka menganalisis wawancara dengan
masyarakat lokal untuk mengidentifikasi pola-pola sosial, kegiatan ekonomi, dan dinamika
masyarakat. Faktor-faktor seperti mata pencaharian, kebiasaan, sistem sosial, dan struktur sosial
dapat dievaluasi untuk memahami lebih lanjut karakteristik wilayah yang diteliti. Selama
analisis, tim peneliti juga dapat mencari hubungan antara data fisik dan sosial-ekonomi.
Misalnya, mereka dapat mencari keterkaitan antara jenis tanah dengan pola penggunaan lahan
atau hubungan antara sumber daya alam yang ada dengan mata pencaharian masyarakat lokal.

3.3.5 Sejarah Desa

Dalam konteks analisis PRA-sejarah desa, pendekatan ini dapat digunakan untuk mengumpulkan
pengetahuan dan pengalaman dari masyarakat setempat tentang sejarah desa mereka, baik itu
berupa cerita rakyat, tradisi lisan, atau pengetahuan budaya yang diturunkan secara turun-
temurun

3.3.6 Analisis Wealth Ranking

Analisis Pra Wealth Ranking merupakan proses yang melibatkan partisipasi masyarakat
dalam mengidentifikasi dan memetakan tingkat kekayaan relatif di suatu desa. Melalui dialog
dan diskusi kelompok, masyarakat berbagi pengetahuan mereka tentang aset dan sumber daya
yang dimiliki oleh rumah tangga dalam desa tersebut. Hasil analisis Pra Wealth Ranking
memberikan gambaran tentang pola kekayaan dan kemiskinan di desa, serta faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap perbedaan tingkat kekayaan antara rumah tangga.

Dalam analisis ini, berbagai langkah dilakukan. Pertama, identifikasi pemangku kepentingan
terkait dilakukan untuk memastikan partisipasi aktif dari masyarakat desa. Pembentukan tim
PRA juga penting, yang terdiri dari anggota masyarakat, fasilitator, dan ahli yang mendukung
pemahaman tentang konsep kekayaan dan kemiskinan.

Pengumpulan data dilakukan melalui sesi diskusi kelompok, di mana masyarakat berbagi
pengetahuan mereka tentang jenis aset dan sumber daya yang dimiliki oleh setiap rumah tangga.
Data ini mencakup tanah, ternak, peralatan, dan akses ke sumber daya lainnya. Melalui diskusi,
masyarakat mengklasifikasikan rumah tangga berdasarkan tingkat kekayaan relatif,
menggunakan kategori atau peringkat yang telah ditentukan
DAFTAR PUSTAKA

Agritekno, S. (2008). Sudradjat, tth, Mengelola sampah kota . Seri Agritekno. PS, hlm. 6 1. 18,
1–9.

Ahmad Muhsin, Laila Nafisah, & Y. S. (2018). Participatory Rural Appraisal (PRA) for
Corporate Social Resposibility (CSR).

Sitorus, H. (2016). Modul Metode Penelitian Partisipatif. Departemen Sosiologi Fisip USU, 1, 1–
67.

Subagiyo, A., Prayitno, G., Dinanti, D., Permata, W., & Wigayatri, M. (2020). Penerapan
Participatory Rural Appraisal Pohon Masalah Di Desa Kalipucang Sebagai Desa Mandiri
Energi.

Anda mungkin juga menyukai