Anda di halaman 1dari 32

Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok Mata Kuliah CNP

Disusun oleh : Kelompok 10 Endah Rahayu Shella Febrita Putri Utomo Novi Hermawati Srikandi Puspa Amandaty Lidya Afini Dwi Purnamasari Netty Oktarina Sinaga Putri Ayu Prima Dewi Putri Yani Lubis Tian Pradiani Nabilah 220110100105 220110100106 220110100107 220110100108 220110100109 220110100110 220110100111 220110100112 220110100113 220110090114 220110100138

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2012

BAB I PENDAHULUAN Pengelolaan sampah suatu kota bertujuan untuk melayani sampah yang dihasilkan penduduknya, yang secara tidak langsung turut memelihara kesehatan masyarakat serta menciptakan suatu lingkungan yang bersih, baik dan sehat. Pada awalnya, pemukiman seperti pedesaan memiliki kepadatan penduduk yang masih sangat rendah. Secara alami tanah / alam masih dapat mengatasi pembuangan sampah yang dilakukan secara sederhana (gali urug). Makin padat penduduk suatu pemukiman atau kota dengan segala aktivitasnya, sampah tidak dapat lagi diselesaikan di tempat; sampah harus dibawa keluar dari lingkungan hunian atau lingkungan lainnya. Permasalahan sampah semakin perlu untuk dikelola secara profesional. Saat ini pengelolaan persampahan menghadapi banyak tekanan terutama akibat semakin besarnya timbulan sampah yang dihasilkan masyarakat baik produsen maupun konsumen. Hal ini menjadi semakin berat dengan masih dimilikinya paradigma lama pengelolaan yang mengandalkan kegiatan pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan; yang kesemuanya membutuhkan anggaran yang semakin besar dari waktu ke waktu; yang bila tidak tersedia akan menimbulkan banyak masalah operasional seperti sampah yang tidak terangkut, fasilitas yang tidak memenuhi syarat, cara pengoperasian fasilitas yang tidak mengikuti ketentuan teknis. Pada akhirnya berbagai masalah tersebut akan bermuara pada rendahnya kuantitas dan kualitas pelayanan dan tidak diindahkannya perlindungan lingkungan dalam pengelolaan; yang bila tidak segera dilakukan perbaikan akan berdampak buruk terhadap kepercayaan dan kerjasama masyarakat yang sangat diperlukan untuk menunjang pelayanan publik yang mensejahterakan masyarakat. Untuk dapat mengelola sampah pemukiman atau kota yang sampahnya semakin banyak dengan masalah yang kompleks, diperlukan adanya suatu system pengelolaan yang mencakup lembaga atau institusi yang dilengkapi dengan peraturan, pembiayaan / pendanaan, peralatan penunjang yang semuanya menjadikan suatu system, disamping kesadaran masyarakat yang cukup tinggi.

RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan sampah? 2. Apa saja aspek-aspek utama dalam pengelolaan sampah? 3. Bagaimana sebenarnya teknis operasional dalam pengelolaan sampah? 4. Bagaimana dengan aspek institusi yang ikut terlibat dalam pengelolaan sampah ini? 5. Apa yang harus kita lakukan dalam memenuhi pembiayaan dan retribusi dalam pengelolaan sampah 6. Aspek peraturan atau hokum apa yang harus kita patuhi dalam mengelola sampah 7. Apa yang harus masyarakat lakukan dalam engelolaan sampah? 8. Apa yang akan terjadi bila sampah tidak dikelola? 9. Apa yang harus dilakukan dengan sampah rumah tangga? 10. Pncemaran apa yang terjadi bila sampah dibiarkan begitu saja?

BAB II PEMBAHASAN

Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah digunakan dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Setiap rumah tangga menghasilkan sampah yang berasal dari memasak, sisa makan, menyapu, membersihkan dan hasil kerja lainnya. Bila sampah itu berceceran begitu saja di sekitar rumah, maka hal ini dapat mendatangkan bahaya. Pada musim panas, seharusnya sampah-sampah itu dibersihkan setiap hari. Agar hidup menjadi sehat, seharusnya sampah-sampah itu di kelola secara aman dan hati-hati. Sebab bila tidak, maka manusia sendiri yang akan rugi. Karena sampah dapat menimbulkan banyak dampak yang negatif bagi kesehatan masyarakat maupun lingkungan . Pada dasarnya pengelolaan sampah ada 2 macam, yaitu pengelolaan/penanganan sampah setempat (individu) dan pengelolaan sampah terpusat untuk suatu lingkungan pemukiman atau kota. a. Penanganan Setempat Penanganan setempat dimaksudkan penanganan yang dilaksanakan sendiri oleh penghasil sampah dengan menanam dalam galian tanah pekarangannya atau dengan cara lain yang masih dapat dibenarkan. Hal ini dimungkinkan bila daya dukung lingkungan masih cukup tinggi misalnya tersedianya lahan, kepadatan penduduk yang rendah, dll. b. Pengelolaan Terpusat Pengelolaan persampahan secara terpusat adalah suatu proses atau kegiatan penanganan sampah yang terkoordinir untuk melayani suatu wilayah / kota. Pengelolaan sampah secara terpusat mempunyai kompleksitas yang besar karena cakupan berbagai aspek yang terkait. Aspek aspek tersebut dikelompokkan dalam 5 aspek utama, yakni teknis operasional, aspek institusi atau kelembagaan, pembiayaan dan retribusi, aspek peraturan atau hukum, dan aspek peran serta masyarakat.

ASPEK UTAMA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH A. Aspek Teknis Operasional Aspek Teknis Operasional merupakan komponen yang paling dekat dengan obyek persampahan. Menurut Hartoyo (1998:6), perencanaan system persampahan memerlukan suatu pola standar spesifikasi sebagai landasan yang jelas. Spesifikasi yang digunakan adalah Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 19-2454-2002 tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di Permukikman. Teknik operasional pengelolaan sampah bersifat integral dan terpadu secara berantai dengan urutan yang berkesinambungan yaitu: penampungan atau pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pembuangan atau pengolahan.

Teknis Operasional Pengelolaan Sampah (Sumber: Standar Nasional Indonesi(SNI 19-2454-2002)

Aspek Teknik Operasional merupakan salah satu upaya dalam mengontrol pertumbuhan sampah, namun pelaksanaannya tetap harus disesuaikan dengan

pertimbangan kesehatan, ekonomi, teknik, konservasi, estetika dan pertimbangan lingkungan (Tchobanoglous, 1997:363).

Komposisi Sampah Komposisi fisik sampah mencakup prosentase dari komponen pembentuk sampah yang secara fisik dapat dibedakan antara sampah organik, kertas, plastik, logam dan lain-lain. Komposisi sampah ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan pilihan kelayakan pengolahan sampah khususnya daur ulang dan pembuatan kompos serta kemungkinan penggunaan gas landfill sebagai energi alternatif.

Sebagai gambaran pada umumnya negara-negara berkembang memiliki komposisi organik yang lebih tinggi dari negara dengan tingkat ekonomi yang lebih tinggi. Komosisi sampah di Indonesia rata-rata mengandung organik yang cukup tinggi (70 80 %) dan anorganik 20 30 %

Tabel 1. Timbulan & komposisi sampah berbagai negara No Negara Timbulan (kg/cap) 1 2 3 4 5 6 7 8 Thailand Vietnam Malaysia Indonesia Asia (rata2) Eropa (rata2) Japan USA 0.65 0,7 0.76 0.6 0.42 0.72 1.12 1.97 Organik (%) 46 55 48 60 75 25.4 11.7 12 30 2 2 28.7 38.5 43 9.8 2 1 4.6 11.9 5 Kertas (%) 20 Plastik (%) 21

Sumber : B.G. Yeoh, Municipal Solid Waste Generation and Composition, Asean Committee On Science & Technology, Sub Committee On Non Conventional Energy Research, 2006

Karakteristik Sampah Data mengenai karakteristik kimia sampah dapat dilakukan dengan cara analisa di laboratorium. Data ini erat kaitannya dengan komposisi fisiknya, apabila komposisi organiknya tinggi, maka biasanya kandungan airnya tinggi, nilai kalornya rendah, kadar abunya rendah, berat jenisnya tinggi. Karakteristik sampah di Indonesia rata-rata memiliki kadar air 60 %, nilai kalor 1000 1300 k.cal/kg, kadar abu 10 11 % dan berat jenis 250 kg/m3 Data ini penting dalam menentukan pertimbangan dalam memilih alternatif pengolahan sampah dengan cara pembakaran (insinerator). Sebagai contoh sampah yang memiliki kadar air tinggi (> 55 %), nilai kalor rendah (< 1300 kcal / kg), berat jenis tinggi (> 200 kg / m3) tidak layak untuk dibakar dengan insinerator.

Sumber Sampah Ada beberapa kategori sumber sampah yang dapat digunakan sebagai acuan, yaitu: a. Sumber sampah yang berasal dari daerah perumahan b. Sumber sampah yang berasal dari daerah komersia c. Sumber sampah yang berasal dari fasilitas umum d. Sumber sampah yang berasal dari fasilitas sosial Klasifikasi kategori sumber sampah tersebut pada dasarnya juga dapat menggambarkan klasifikasi tingkat perekonomian yang dapat digunakan untuk menilai tingkat kemampuan masyarakat dalam membayar retribusi sampah dan menentukan pola subsidi silang. Daerah Perumahan (rumah tangga) Sumber sampah didaerah perumahan dibagi atas : a. Perumahan masyarakat berpenghasilan tinggi (High income) b. Perumahan masyarakat berpenghasilan menengah (Middle income) c. Perumahan masyarakat berpenghasilan rendah / daerah kumuh (Low income / slum area) Daerah komersial. Daerah komersial umumnya didominasi oleh kawasan perniagaan, hiburan dan lainlain. Yang termasuk kategori komersial adalah pasar pertokoan hotel restauran bioskop salon kecantikan industri dan lain-lain. Fasilitas umum Fasilitas umum merupakan sarana / prasarana perkotaan yang dipergunakan untuk kepentingan umum. Yang termasuk dalam kategori fasilitas umum ini adalah perkantoran, sekolah, rumah sakit, apotik, gedung olah raga, museum, taman, jalan, saluran / sungai dan lain-lain. Fasilitas sosial Fasilitas sosial merupakan sarana prasarana perkotaan yang digunakan untuk kepentingan sosial atau bersifat sosial. Fasilitas sosial ini meliputi panti-panti sosial (rumah jompo, panti asuhan) dan tempat-tempat ibadah (mesjid, gereja pura, dan lain-lain)

Sumber lain Dari klasifikasi sumber-sumber sampah tersebut, dapat dikembangkan lagi jenis sumber-sumber sampah yang lain sesuai dengan kondisi kotanya atau peruntukan tata guna lahannya. Sebagai contoh sampah yang berasal dari tempat pemotongan hewan atau limbah pertanian ataupun buangan dari instalasi pengolahan air limbah (sludge), dengan catatan bahwa sampah atau limbah tersebut adalah bersifat padat dan bukan kategori sampah B3.

Sistem Pengelolaan Sampah Sistem pengelolaan sampah

adalah proses pengelolaan sampah yang meliputi 5 (lima) aspek atau komponen yang saling mendukung dimana antara satu dengan yang lainnya saling

berinteraksi untuk mencapai tujuan (Dept. Pekerjaan Umum, SNI 19-24542002). Kelima aspek tersebut meliputi: aspek teknis dan operasional , aspek aspek
Skema Manajemen Pengelolaan Sampah (Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, (SNI 19-2454-2002)

organisasi

manajemen,

hukum dan peraturan, aspek bembiayaan, aspek peran serta masyarakat Kelima aspek tersebut di atas ditunjukkan pada gambar berikut ini. Dari gambar tersebut terlihat bahwa dalam sistem pengelolaan sampah antara aspek teknis operasional, organisasi, hukum, pembiayaan dan peran serta masyarakat saling terkait, tidak dapat berdiri sendiri.

Pola Operasional Pola operasional penanganan sampah dari sumber sampai TPA dilakukan melalui

beberapa tahap, yaitu pengumpulan, pemindahan, pengolahan, pengangkutan dan pembuangan akhir.

1. Penampungan sampah Proses awal dalam penanganan sampah terkait langsung dengan sumber sampah adalah penampungan. Penampungan sampah adalah suatu cara penampungan sampah sebelum dikumpulkan, dipindahkan, diangkut dan dibuang ke TPA. Tujuannya adalah menghindari agar sampah tidak berserakan sehingga tidak menggangu lingkungan. . Faktor yang paling mempengaruhi efektifitas tingkat pelayanan adalah kapasitas peralatan, pola penampungan, jenis dan sifat bahan dan lokasi penempatan (SNI 19-2454-2002) 2. Pengumpulan sampah Pengumpulan sampah adalah cara proses pengambilan sampah mulai dari tempat penampungan sampah sampai ke tempat pembuangan sementara. Pola pengumpulan sampah pada dasarnya dikempokkan dalam 2 (dua) yaitu pola individual dan pola komunal (SNI 19-2454-2002) sebagai berikut : a. Pola Individual Proses pengumpulan sampah dimulai dari sumber sampah kemudian diangkut ke tempat pembuangan sementara/ TPS sebelum dibuang ke TPA.
Sumber Sampah Pengumpulan

Pengangkutan

TPA

Pola Pengumpulan Sampah Individual Tak Langsung Sumber: SNI 19-2454-2002

b. Pola Komunal Pengumpulan sampah dilakukan oleh penghasil sampah ke tempat penampungan sampah komunal yang telah disediakan / ke truk sampah yang menangani titik pengumpulan kemudian diangkut ke TPA tanpa proses pemindahan.
Sumber Wadah Pengangkutan Tempat Pembuangan Akhir

Pola Pengumpulan Sampah Komunal Sumber: SNI 19-2454-2002

3. Pemindahan sampah Proses pemindahan sampah adalah memindahkan sampah hasil pengumpulan ke dalam alat pengangkutan untuk dibawa ke tempat pembuangan akhir. Tempat yang digunakan untuk pemindahan sampah adalah depo pemindahan sampah yang dilengkapi

dengan container pengangkut dan atau ram dan atau kantor, bengkel (SNI 19-2454-2002). Pemindahan sampah yang telah terpilah dari sumbernya diusahakan jangan sampai sampah tersebut bercampur kembali (Widyatmoko dan Sintorini Moerdjoko, 2002:29). 4. Pengangkutan sampah Pengangkutan adalah kegiatan pengangkutan sampah yang telah dikumpulkan di tempat penampungan sementara atau dari tempat sumber sampah ke tempat pembuangan akhir. Berhasil tidaknya penanganan sampah juga tergantung pada sistem pengangkutan yang diterapkan. Pengangkutan sampah yang ideal adalah dengan truck container tertentu yang dilengkapi alat pengepres, sehingga sampah dapat dipadatkan 2-4 kali lipat (Widyatmoko dan Sintorini Moerdjoko, 2002:29). Tujuan pengangkutan sampah adalah menjauhkan sampah dari perkotaan ke tempat pembuangan akhir yang biasanya jauh dari kawasan perkotaan dan permukiman. 5. Pembuangan akhir sampah Pembuangan akhir merupakan tempat yang disediakan untuk membuang sampah dari semua hasil pengangkutan sampah untuk diolah lebih lanjut. Prinsip pembuang akhir sampah adalah memusnahkan sampah domestik di suatu lokasi pembuangan akhir. Jadi tempat pembuangan akhir merupakan tempat pengolahan sampah. Menurut SNI 19-24542002 tentang Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan, secara umum teknologi pengolahan sampah dibedakan menjadi 3 metode yaitu : a. Metode Open Dumping Merupakan sistem pengolahan sampah dengan hanya membuang/ menimbun sampah disuatu tempat tanpa ada perlakukan khusus/ pengolahan sehingga sistem ini sering menimbulkan gangguan pencemaran lingkungan. b. Metode Controlled Landfill (Penimbunan terkendali) Controlled Landfill adalah sistem open dumping yang diperbaiki yang merupakan sistem pengalihan open dumping dan sanitary landfill yaitu dengan penutupan sampah dengan lapisan tanah dilakukan setelah TPA penuh yang dipadatkan atau setelah mencapai periode tertentu.

c. Metode Sanitary landfill (Lahan Urug Saniter) Sistem pembuangan akhir sampah yang dilakukan dengan cara sampah ditimbun dan dipadatkan, kemudian ditutup dengan tanah sebagai lapisan penutup. Pekerjaan pelapisan tanah penutup dilakukan setiap hari pada akhir jam operasi.

B. Aspek Kelembagaan Organisasi dan manajemen mempunyai peran pokok dalam menggerakkan, mengaktifkan dan mengarahkan sistem pengelolaan sampah dengan ruang lingkup bentuk institusi, pola organisasi personalia serta manajemen. Institusi dalam sistem pengelolaan sampah memegang peranan yang sangat penting meliputi: struktur organisasi, fungsi, tanggung jawab dan wewenang serta koordinasi baik vertikal maupun horizontal dari badan pengelola (Widyatmoko dan Sintorini Moerdjoko, 2002:29). Jumlah personil pengelola persampahan harus cukup memadai sesuai dengan lingkup tugasnya. Untuk sistem pengumpulan jumlah personil minimal 1 orang per 1.000 penduduk yang dilayani sedangkan sistem pengangkutan, system pembuangan akhir dan staf minimal 1 orang per 1.000 penduduk (SNI 19-2454- 2002). Bentuk kelembagaan yang dianjurkan untuk berbagai kategori kota di Indonesia disajikan dalam tabel 2.1 sebagai berikut : No. Kategori Kota 1 Jumlah Penduduk Bentuk Kelembagaan (jiwa) Kota Raya >1.000.000 Perusahaan Daerah, (metropolitan) 500.000-1.000.000 Dinas tersendiri Kota Besar Kota Sedang 250.000-500.000 Dinas tersendiri Kota Sedang II 100.000-250.000 Dinas/ Suku Dinas, UPTD/ PU, Seksi/ PU Kota Kecil 20.000-100.000 UPTD/ PU, - Seksi/ PU
Bentuk Kelembaggaan Pengelolaan Persampahan Sumber : SNI T-13-1990

2 3 4

C.

Aspek Pembiayaan Dan Retribusi Aspek pembiayaan berfungsi untuk membiayai operasional pengelolaan sampah

yang dimulai dari sumber sampah/penyapuan, pengumpulan, transfer dan pengangkutan, pengolahan dan pembuangan ahkir. Selama ini dalam pengelolaan sampah perkotaan

memerlukan subsidi yang cukup besar, kemudian diharapkan sistem pengelolaan sampah ini dapat memenuhi kebutuhan dana sendiri dari retribusi (Dit.Jend. Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan, Dep.Kimpraswil, 2003). Menurut SNI T-12-1991-03 tentang Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan, biaya pengelolaan sampah dihitung berdasarkan biaya operasional dan pemeliharaan serta pergantian peralatan. Perbandingan biaya pengelolaan dari biaya total pengelolaan sampah sebagai berikut : biaya pengumpulan 20 % - 40 % biaya pengangkutan 40 % - 60 % biaya pembuangan akhir 10% - 30 % Biaya pengelolaan persampahan diusahakan diperoleh dari masyarakat (80%) dan Pemerintah Daerah (20%) yang digunakan untuk pelayanan umum antara lain: penyapuan jalan, pembersihan saluran dan tempat-tempat umum. Sedangkan dana pengelolaan persampahan suatu kota besarnya disyaratkan minimal 10 % dari APBD. Besarnya retribusi sampah didasarkan pada biaya operasional pengelolaan sampah (Dit. Jendral Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan, Dep.Kimpraswil, 2003). Di Indonesia, besar retribusi yang dapat ditarik dari masyarakat setiap rumah tangga besarnya 0,5 % dan maksimum 1 % dari penghasilan per rumah tangga per bulan (Dit. Jendral Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan, Dep.Kimpraswil, 2003).

D. Aspek Peraturan Atau Hukum Prinsip aspek peraturan pengelolaan persampahan berupa peraturan-peraturan daerah yang merupakan dasar hukum pengelolaan persampahan yang meliputi (Hartoyo, 1998:8) : Perda yang dikaitkan dengan ketentuan umum pengelolaan kebersihan. Perda mengenai bentuk institusi formal pengelolaan kebersihan. Perda yang khusus menentukan struktur tarif dan tarif dasar pengelolaan kebersihan

Peraturanperaturan tersebut melibatkan wewenang dan tanggung jawab pengelola kebersihan serta partisipasi masyarakat dalam menjaga kebersihan dan pembayaran retribusi.

E.

Aspek Peran Serta Masyarakat Peran serta masyarakat sangat mendukung program pengelolaan sampah suatu

wilayah. Peran serta masyarakat dalam bidang persampahan adalah proses dimana orang sebagai konsumen sekaligus produsen pelayanan persampahan dan sebagai warga mempengaruhi kualitas dan kelancaran prasarana yang tersedia untuk mereka. Peran serta masyarakat penting karena peran serta merupakan alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, masyarakat lebih mempercayai proyek/program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaan (LP3B Buleleng-Clean Up Bali, 2003). Bentuk peran serta masyarakat dalam penanganan atau pembuangan sampah antara lain: pengetahuan tentang sampah/kebersihan, rutinitas pembayaran retribusi sampah, adanya iuran sampah RT/RW/Kelurahan, kegiatan kerja bakti, penyediaan tempat sampah.

DAMPAK JIKA SAMPAH TIDAK DIKELOLA Menurut Gelbert dkk (1996:46-48), jika sampah tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak negatif terhadap manusia dan lingkungan, yaitu: A. Dampak terhadap Kesehatan Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menjangkitkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut (Gelbert dkk 1996:46-48): o Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit). o Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnnya masuk ke dalam pencernakan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah. o Sampah beracun: Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa (Hg). Raksa ini berasal

dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi baterai dan akumulator. B. Dampak terhadap Lingkungan Cairan rembesan sampah (lindi) yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis (Gelbert dkk., 1996). Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan menghasilkan asam organik dan gas cair organik, seperti metana. Selain berbau kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat meledak (Gelbert dkk., 1996). C. Dampak terhadap Keadaan Sosial dan Ekonomi Dampak-dampak tersebut menurut Gelbert dkk, 1996 adalah sebagai berikut: o Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan bagi masyarakat: bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk karena sampah bertebaran dimana-mana. o Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan. o Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan masyarakat. Hal penting disini adalah meningkatnya pembiayaan secara langsung (untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk kerja, rendahnya produktivitas). o Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain. o Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengelolaan air. Jika sarana penampungan sampah yang kurang atau tidak efisien, orang akan cenderung membuang sampahnya di jalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering dibersihkan dan diperbaiki.

D. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Pasal 19 UU RI Nomor 18 Tahun 2008 mengatur mengenai pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga. Pasal tersebut menyebutkan bahwa pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga terdiri atas pengurangan sampah dan penanganan sampah. Dalam hal pengurangan sampah, lebih lanjut disebutkan dalam Pasal 20 sebagai berikut : a. Pengurangan sampah yang dimaksud dalam Pasal 19 huruf a meliputi kegiatan: (1) pembatasan timbulan sampah; (2) pendauran ulang sampah; dan/atau (3) pemanfaatan kembali sampah. b. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut: (1) menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu; (2) memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan; (3) memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan; (4) memfasilitasi kegiatan c. mengguna ulang dan mendaur ulang; (5) memfasilitasi pemasaran produkproduk daur ulang. d. Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan bahan produksi yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin, dapat diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam. e. Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan PP. UU RI Nomor 18 Tahun 2008 juga telah mengatur mengenai reward and punishment (hadiah dan hukuman) berupa pemberian insentif dan disintensif sebagaimana diatur dalam pasal Pasal 21 : a. Pemerintah memberikan: (1) insentif kepada setiap orang yang melakukan pengurangan sampah; dan (2) isinsentif kepada setiap orang yang tidak melakukan pengurangan sampah.

b. Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, bentuk, dan tata cara pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah. Dalam Pasal 22 UU tersebut juga diatur mengenai mengenai penanganan sampah, yang meliputi : a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah; b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu; c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir; d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah; dan/atau e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman. Pengomposan skala rumah tangga Bahan: sampah organic, dedak, sekam, EM4, molase dan air. Cara pembuatan: a. buat larutan fermentasi EM4 yaitu dengan perbandingan 1:1:1000 ml, aduk rata dan diamkan selama semalam untuk diaktifkan. b. Buat bokashi starter yang terdiri dari dedak dan sekam dengan perbandingan 9:1. c. Siramkan larutan fermentasi EM4 yang telah didiamkan selama semalam ke dalam sekam, aduk hingga tercampur merata, tambahkan dedak dan aduk kembali hingga merata. Masukkan ke dalam karung dan tutup rapat, fermentasi selama 2-3 hari. d. Sampah organic yang akan digunakan, terlebih dahulu dipisahkan dari anorganiknya. Setelah itu dicacah hingga lebih kecil ukurannya. Bila sampah basah lebih baik diangin-anginkan dahulu. e. Setelah itu sampah tersebut dicampurkan dengan bokashi starter dan aduk hingga rata, hingga kelembaban mencapai 30%.

f. Sampah kemudian ditumpuk atau digundukan di atas lantai yang kering dengan ketinggian 20-25 cm, kemudian ditutup dengan karung goni selama 4-5 hari. g. Pertahankan suhu gundukan adonan 40-50 oC. Cara penggunaan a. 3-4 genggam bokashi setiap meter persegi disebar merata di atas permukaan tanah, pada tanah yang kurang subur dapat diberikan lebih. b. Untuk hasil yang lebih baik, siramkan atau semprotkan 2 cc EM4/liter air ke dalam tanah. c. Biarkan tanah yang telah diberi bokashi selama 1 minggu, kemudian bibit siap ditanam. d. Untuk tanaman buah-buahan atau pot, bokashi disebar merata di permukaan tanah atau perakaran tanaman dan siramkan 2 cc EM4/liter air selama 2 minggu sekali.

Pengomposan secara sederhana Bahan: drum atau tong plastic yang mempunyai tutup pipa paralon berdiameter 4 inci kas plastic untuk menutup lubang pipa bagian luar, dan batu kerikil. Cara pembuatan: bagian atas tong plastic diberi 4 lubang diameter 4 inci untuk memasang pipa. Bagian bawah juga dilubangi dengan diameter yang sama, sebanyak 4-5 lubang, lalu ditutup kasa plastic untuk jalan air. Ujung pipa bagian luar ditutup kasa plastic untuk sirkulasi udara. Pipa dilubangi dengan bor sebesar 5 mm setiap jarak 5 cm. Tong juga dilubangi 5 mm dengan jarak 10 cm untuk udara. Pasang pipa pada empat sudut tong, lalu tanam di tanah. Tempatkan pada bagian yang tidak kena hujan secara langsung. Tepi tong ditutup batu kerikil setebal 15 cm. Demikian juga sekeliling pipa ditutup kerikil, baru ditutup tanah. Tempat sampah biasanya berbau karena sampah organic cepat membusuk sehingga diperlukan kerikil untuk meredam bau tersebut.

Tong tersebut diisi dengan sampah rumah tangga, tentunya sampah organic, tetapi jangan diikutkan kulit telur dan kulit kacang sebab sukar menjadi kompos. Setelah penuh, tong ditutup dan dibiarkan selama 3-4 bulan. Selam itu akan terjadi proses pengomposan. Sampah yang sudah jadi kompos berwarna hitam dan gembur seperti tanah. Ambil kompos tersebut dari komposter, lalu diangin-anginkan sekitar seminggu. Nah, kompos itu siap sudah siap dipakai untuk pupuk tanaman. Manfaat Pengkomposan Usaha pengkomposan sampah kota memiliki beberapa manfaat yang dapat ditinjau baik dari segi teknologi, ekonomi, lingkungan, sosial maupun kesehatan. Dari segi teknologi manfaat pembuatan kompos antara lain : 1. Teknik pembuatan kompos sangat beragam, mulai dari proses yang mudah dengan menggunakan peralatan yang sederhana sampai dengan proses yang canggih dengan peralatan modern. 2. Secara teknis, pembuatan kompos dapat dilakukan secara manual sehingga modal yang dibutuhkan relatif murah atau secara masinal (padat modal) untuk mengejar skala produksi yang tinggi. Dari segi ekonomi, pembuatan kompos dapat memberikan manfaat secara ekonomis, yaitu : 1. Pengkomposan dapat mengurangi jumlah sampah sehingga akan mengurangi biaya operasinal pemusnahan sampah. 2. Tempat pengumpulan sampah akhir dapat digunakan dalam waktu yang lebih lama, karena sampah yang dikumpulkan berkurang. Dengan demikian akan menguragi investasi lahan TPA. 3. Kompos dapat memperbaiki kondisi tanah dan dibutuhkan oleh tanaman. Hal ini berarti kompos memiliki nilai kompetetif dan ekonomis yang berarti kompos dapat dijual. 4. Penggunaan pupuk anorganik dapat ditekan sehingga dapat meningkatkan efisiensi penngunaannya.

Dari segi ekologi, proses pembuatan kompos memberikan manfaat bagi lingkungan, yaitu: 1. Pengkomposan merupakan metode daur ulang yang alamiah dan mengembalikan bahan organik ke dalam siklus biologis. Kebutuhan energi dan bahan makanan yang diambil tumbuhan dari dalam tanah dikembalikan lagi ke dalam tanah. 2. Mengurangi pencemaran lingkungan, karena sampah yang dibakar, yang dibuang ke sungai ataupun yang dikumpulkan di TPA akan berkurang. Ini berarti mengurangi pencemaran udara maupun air tanah. 3. Pemakaian kompos pada lahan perkebunan atau pertanian akan meningkatkan kemampuan lahan dalam menahan air sehingga terjadi koservasi air. Kompos mempuyai kemampuan memperbaiki dan meningkatkan kondisi kesuburan tanah (konservasi tanah). Dari segi sosial, manfaat sosial yang dapat diperoleh dari pembuatan kompos adalah : 1. Dapat membuka lapangan kerja sehingga dapat mengurangi pengangguran. 2. Dapat dijadikan obyek pembelajaran lingkungan baik bagi masyarakat maupun dunia pendidikan. Dari segi kesehatan, manfaat kesehatan yang diperoleh dari proses pembutan kompos adalah : 1. Pengurangan tumpukan sampah akan menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. 2. Proses pengkomposan berjalan pada suhu yang tinggi sehingga dapat mematikan berbagai macam sumber bibit penyakit yang ada pada sampah. Secara teoritis apabila program daur ulang sampah dengan sistem terpadu dapat dilakukan, maka sampah yang tersisa hanya tinggal 15 20% saja, sehingga akan mengurangi ritasi transportasi sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan umur TPA akan semakin panjang. Pada akhirnya aspek peran serta masyarakat merupakan hal yang sangat penting dalam pengelolaan persampahan. Dalam strategi jangka panjang peran aktif masyarakat menjadi tumpuan bagi suksesnya pengelolaan sampah kota, dan dalam program jangka panjang setiap rumah tangga disarankan mengelola sendiri sampahnya melalui program 5 R (Reduce, reuse, recycle, replace, dan replant).

Tabel Upaya 5-R di Daerah Perumahan dan Fasilitas Sosial Penanganan 5-R Reduce Cara Pengerjaannya 1. Hindari pemakaian dan pembelian produk yang menghasilkan sampah dalam jumlah besar. 2. Gunakan produk yang dapat diisi ulang. 3. Kurangi penggunaan bahan sekali pakai 4. Jual atau berikan sampah yang telah terpisah kepada pihak yang memerlukan. Reuse 1. Gunakan kembali wadah/kemasan untuk fungsi yang sama atau fungsi lainnya. 2. Gunakan wadah/kantong yang dapat digunakan berulang-ulang. 3. Gunakan baterai yang dapat diisi kembali. 4. Kembangkan manfaat lain dari sampah. Recycle 1. Pilih produk dan kemasan yang dapat didaur-ulang dan mudah terurai. 2. Lakukan penangan untuk sampah organic menjadi kompos dengan berbagai cara yang telah ada atau manfaatkan sesuai dengan kreatifitas masing-masing. 3. Lakukan penanganan sampah anorganik menjadi barang yang bermanfaat Replace 1. Ganti barang-barang yang kurang ramah lingkungan dengan yang ramah lingkungan. 2. Ganti pembungkus plastik dengan pembungkus yang lebih bersahabat dengan lingkungan. 3. Gantilah barang-barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama. Replant Buat hijau dan teduh lingkungan anda dan gunakan bahan/barang yg dibuat dari sampah.

Tabel 2. Upaya 5-R di Daerah Fasilitas Umum Penanganan 5-R Reduce Cara Pengerjaannya 1. Gunakan kedua sisi kertas untuk penulisan dan fotokopi. 2. Gunakan alat tulis yang dapat diisi kembali. 3. Sediakan jaringan informasi dengan computer. 4. Maksimumkan penggunaan alat-alat penyimpan elektronik yang dapat dihapus dan ditulis kembali. 5. Khusus untuk rumah sakit, gunakan incinerator untuk sampah medis. 6. Gunakan produk yang dapat diisi ulang. 7. Kurangi penggunaan bahan sekali pakai. Reuse 1. Gunakan alat kantor yang dapat digunakan berulang-ulang. 2. Gunakan peralatan penyimpan elektronik yang dapat dihapus dan ditulis kembali. Recycle 1. Olah sampah kertas menjadi kertas kembali. 2. Olah sampah organic menjadi kompos. Replace Gantilah barang-barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama. Replant Buat hijau dan teduh lingkungan anda, dan gunakan bahan/barang yang dibuat dari sampah.

Tabel 3. Upaya 5-R di Daerah Komersial (Pasar, Pertokoan, Restoran, Hotel) Penanganan 5-R Reduce Cara Pengerjaannya 1. Berikan insentif oleh produsen bagi pembeli yang

mengembalikan kemasan yang dapat digunakan kembali. 2. Berikan tambahan biaya bagi pembeli yang meminta

kemasan/bungkusan untuk produk yang dibelinya. 3. Memberikan kemasan/bungkusan hanya pada produk yang benar-benar memerlukan. 4. Sediakan produk yang kemasannya tidak menghasilkan sampah

dalam jumlah besar. 5. Kenakan biaya tambahan untuk permintaan kantong plastic belanjaan. 6. Jual atau berikan sampah yang telah terpilah kepada yang memerlukannya. Reuse 1. Gunakan kembali sampah yang masih dapat dimanfaatkan untuk produk lain, seperti pakan ternak. 2. Berikan insentif bagi konsumen yang membawa wadah sendiri, atau wadah belanjaan yang diproduksi oleh swalayan yang bersangkutan sebagai bukti pelanggan setia. 3. Sediakan perlengkapan untuk pengisian kembali produk umum isi ulang. Recycle 1. Jual produk-produk hasil daur ulang sampah dengan lebih menarik. 2. Berilah insentif kepada masyarakat yang membeli barang hasil daur ulang sampah. 3. Oleh kembali buangan dari proses yang dilakukan sehingga bermanfaat bagi proses lainnya. 4. Lakukan penanganan sampah organic menjadi kompos atau memanfaatkannya sesuai dengan kebutuhan. 5. Lakukan penanganan sampah anorganik. Replace 1. Ganti barang-barang yang kurang ramah lingkungan dengan yang ramah lingkungan. 2. Ganti pembungkus plastik dengan pembungkus yang lebih bersahabat dengan lingkungan. Replant Buat hijau dan teduh lingkungan anda, dan gunakan bahan/barang yang dibuat dari sampah.

DAMPAK PENCEMARAN AKIBAT SAMPAH A. Potensi Dampak Dalam kenyataannya banyak pengelola kebersihan menghadapi berbagai masalah dan kendala sehingga mereka tidak dapat menyediakan pelayanan yang baik sesuai dengan ketentuan teknis dan harapan masyarakat. Disana sini sering terjadi pencemaran akibat pengelolaan yang kurang baik sehingga menimbulkan berbagai masalah pencemaran selama pelaksanaan kegiatan teknis penanganan persampahan yang meliputi: pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan akhir. Berbagai potensi yang menimbulkan berbagai dampak dapat meliputi : B. Perkembangan vektor penyakit Wadah sampah merupakan tempat yang sangat ideal bagi pertumbuhan vektor penyakit terutama lalat dan tikus. Hal ini disebabkan dalam wadah sampah tersedia sisa makanan dalam jumlah yang besar. Tempat Penampungan Sementara / Container juga merupakan tempat

berkembangnya vektor tersebut karena alasan yang sama. Sudah barang tentu akan menurunkan kualitas kesehatan lingkungan sekitarnya. Vektor penyakit terutama lalat sangat potensial berkembangbiak di lokasi TPA. Hal ini terutama disebabkan oleh frekwensi penutupan sampah yang tidak dilakukan sesuai ketentuan sehingga siklus hidup lalat dari telur menjadi larva telah berlangsung sebelum penutupan dilaksanakan. Gangguan akibat lalat umumnya dapat ditemui sampai radius 1-2 km dari lokasi TPA C. Pencemaran Udara Sampah yang menumpuk dan tidak segera terangkut merupakan sumber bau tidak sedap yang memberikan efek buruk bagi daerah sensitif sekitarnya seperti permukiman, perbelanjaan, rekreasi, dan lain-lain. Pembakaran sampah seringkali terjadi pada sumber dan
lokasi pengumpulan terutama bila terjadi penundaan proses pengangkutan sehingga menyebabkan kapasitas tempat terlampaui. Asap yang timbul sangat potensial menimbulkan gangguan bagi lingkungan sekitarnya.

Sarana pengangkutan yang tidak tertutup dengan baik juga sangat berpotensi menimbulkan masalah bau di sepanjang jalur yang dilalui, terutama akibat bercecerannya air lindi dari bak kendaraan.

Pada instalasi pengolahan terjadi berupa pelepasan zat pencemar ke udara dari hasil pembuangan sampah yang tidak sempurna; diantaranya berupa : partikulat, SO x, NO x, hidrokarbon, HCl, dioksin, dan lain-lain. Proses dekomposisi sampah di TPA secara kontinu akan berlangsung dan dalam hal ini akan dihasilkan berbagai gas seperti CO, CO2, CH4, H2S, dan lain-lain yang secara langsung akan mengganggu komposisi gas alamiah di udara, mendorong terjadinya pemanasan global, disamping efek yang merugikan terhadap kesehatan manusia di sekitarnya. Pembongkaran sampah dengan volume yang besar dalam lokasi pengolahan berpotensi menimbulkan gangguan bau. Disamping itu juga sangat mungkin terjadi pencemaran berupa asap bila sampah dibakar pada instalasi yang tidak memenuhi syarat teknis. Seperti halnya perkembangan populasi lalat, bau tak sedap di TPA juga timbul akibat penutupan sampah yang tidak dilaksanakan dengan baik. Asap juga seringkali timbul di TPA akibat terbakarnya tumpukan sampah baik secara sengaja maupun tidak. Produksi gas metan yang cukup besar dalam tumpukan sampah menyebabkan api sulit dipadamkan sehingga asap yang dihasilkan akan sangat mengganggu daerah sekitarnya.

D. Pencemaran Air Prasarana dan sarana pengumpulan yang terbuka sangat potensial menghasilkan lindi terutama pada saat turun hujan. Aliran lindi ke saluran atau tanah sekitarnya akan menyebabkan terjadinya pencemaran. Instalasi pengolahan berskala besar menampung sampah dalam jumlah yang cukup besar pula sehingga potensi lindi yang dihasilkan di instalasi juga cukup potensial untuk menimbulkan pencemaran air dan tanah di sekitarnya. Lindi yang timbul di TPA sangat mungkin mencemari lingkungan sekitarnya baik berupa rembesan dari dasar TPA yang mencemari air tanah di bawahnya. Pada lahan yang terletak di kemiringan, kecepatan aliran air tanah akan cukup tinggi sehingga dimungkinkan terjadi cemaran terhadap sumur penduduk yang trerletak pada elevasi yang lebih rendah. Pencemaran lindi juga dapat terjadi akibat efluen pengolahan yang belum memenuhi syarat untuk dibuang ke badan air penerima. Karakteristik pencemar lindi yang sangat besar

akan sangat mempengaruhi kondisi badan air penerima terutama air permukaan yang dengan mudah mengalami kekurangan oksigen terlarut sehingga mematikan biota yang ada.

E.

Pencemaran Tanah Pembuangan sampah yang tidak dilakukan dengan baik misalnya di lahan kosong

atau TPA yang dioperasikan secara sembarangan akan menyebabkan lahan setempat mengalami pencemaran akibat tertumpuknya sampah organik dan mungkin juga mengandung Bahan Buangan Berbahaya (B3). Bila hal ini terjadi maka akan diperlukan waktu yang sangat lama sampai sampah terdegradasi atau larut dari lokasi tersebut. Selama waktu itu lahan setempat berpotensi menimbulkan pengaruh buruk terhadap manusia dan lingkungan sekitarnya.

F.

Gangguan Estetika Lahan yang terisi sampah secara terbuka akan menimbulkan kesan pandangan yang

sangat buruk sehingga mempengaruhi estetika lingkungan sekitarnya. Hal ini dapat terjadi baik di lingkungan permukiman atau juga lahan pembuangan sampah lainnya. Proses pembongkaran dan pemuatan sampah di sekitar lokasi pengumpulan sangat mungkin menimbulkan tumpahan sampah yang bila tidak segera diatasi akan menyebabkan gangguan lingkungan. Demikian pula dengan ceceran sampah dari kendaraan pengangkut sering terjadi bila kendaraan tidak dilengkapi dengan penutup yang memadai. Di TPA ceceran sampah terutama berasal dari kegiatan pembongkaran yang tertiup angin atau ceceran dari kendaraan pengangkut. Pembongkaran sampah di dalam area pengolahan maupun ceceran sampah dari truk pengangkut akan mengurangi estetika lingkungan sekitarnya Sarana pengumpulan dan pengangkutan yang tidak terawat dengan baik merupakan sumber pandangan yang tidak baik bagi daerah yang dilalui. Lokasi TPA umumnya didominasi oleh ceceran sampah baik akibat pengangkutan yang kurang baik, aktivitas pemulung maupun tiupan angin pada lokasi yang sedang dioperasikan. Hal ini menimbulkan pandangan yang tidak menyenangkan bagi masyarakat yang melintasi / tinggal berdekatan dengan lokasi tersebut.

G. Kemacetan Lalu lintas Lokasi penempatan sarana / prasarana pengumpulan sampah yang biasanya berdekatan dengan sumber potensial seperti pasar, pertokoan, dan lain-lain serta kegiatan bongkar muat sampah berpotensi menimbulkan gangguan terhadap arus lalu lintas. Arus lalu lintas angkutan sampah terutama pada lokasi tertentu seperti transfer station atau TPA berpotensi menjadi gerakan kendaraan berat yang dapat mengganggu lalu lintas lain; terutama bila tidak dilakukan upaya-upaya khusus untuk mengantisipasinya. Arus kendaraan pengangkut sampah masuk dan keluar dari lokasi pengolahan akan berpotensi menimbulkan gangguan terhadap lalu lintas di sekitarnya terutama berupa kemacetan pada jam-jam kedatangan. Pada TPA besar dengan frekwensi kedatangan truck yang tinggi sering menimbulkan kemacetan pada jam puncak terutama bila TPA terletak berdekatan dengan jalan umum.

H. Gangguan Kebisingan Kebisingan akibat lalu lintas kendaraan berat / truck timbul dari mesin-mesin, bunyi rem, gerakan bongkar muat hidrolik, dan lain-lain yang dapat mengganggu daerah-daerah sensitif di sekitarnya. Di instalasi pengolahan kebisingan timbul akibat lalu lintas kendaraan truk sampah disamping akibat bunyi mesin pengolahan (tertutama bila digunakan mesin pencacah sampah atau shredder). Kebisingan di sekitar lokasi TPA timbul akibat lalu lintas kendaraan pengangkut sampah menuju dan meninggalkan TPA; disamping operasi alat berat yang ada.

I.

Dampak Sosial Hampir tidak ada orang yang akan merasa senang dengan adanya pembangunan

tempat pembuangan sampah di dekat permukimannya. Karenanya tidak jarang menimbulkan sikap menentang / oposisi dari masyarakat dan munculnya keresahan. Sikap oposisi ini secara rasional akan terus meningkat seiring dengan peningkatan pendidikan dan taraf hidup mereka, sehingga sangat penting untuk mempertimbangkan dampak ini dan mengambil langkah-langkah aktif untuk menghindarinya.

J.

Resiko Lingkungan Komponen lingkungan yang diperkirakan akan terkena dampak akibat adanya

kegiatan pembangunan sistem penyediaan air bersih akan mencakup: Geo-fisik-Kimia; yang meliputi: kuantitas dan kualitas air tanah/permukaan, kualitas udara, kondisi tanah, dan kebisingan Biologis: baik keanekaragaman maupun kondisi flora/fauna Sosioekonomibudaya; yang meliputi: kependudukan, kesehatan masyarakat, pola kehidupan masyarakat, mata pencaharian, estetika, kecemburuan masyarakat, persepsi masyarakat terhadap proyek, nilai jual tanah, situs sejarah, adat, dan lain-lain Prasarana umum: jalan, saluran drainase, jaringan PLN/Telkom, perpipaan air bersih / air limbah, dll

BAB III PENUTUP

Sampah merupakan hasil sampingan dari kegiatan manusia sehari-hari. Jumlah sampah yang semakin besar memerlukan pengelolaan yang harus dilakukan secara bertanggung jawab.Selama tahapan penanganan sampah banyak kegiatan dan fasilitas yang bila tidak dilakukan / disediakan dengan benar akan menimbulkan dampak yang berpotensi mengganggu lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA
Alkadri, et al. 1999. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah. Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah-BPPT: Jakarta. Azwar, Saifuddin. Drs. MA. 2003. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurrannya. edisi kedua. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Badan Standarisasi Nasional (BSN). 1991. Standar Nasional Indonesia (SNI) S 04 1991 03 tentang Spesifikasi Timbulan sampah untuk kota kecil dan kota sedang di Indonesia . Departemen Pekerjaan Umum: Jakarta Badan Standarisasi Nasional (BSN). 1992. Standar Nasional Indonesia (SNI) 19- 2454-1992 tentang Tata cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan. Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. Badan Standarisasi Nasional (BSN). 1994. Standar Nasional Indonesia (SNI), 1994, SIN 033241-1994. tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah. Departemen Pekerjaan Umum: Jakarta. Badan Standarisasi Nasional (BSN). 1994. Standar Nasional Indonesia (SNI) 19- 3964-1994 tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan. Departemen Pekerjaan Umum: Jakarta Bappeda Kota Yogyakarta. 2006. Rencana Detail Tata Ruang Kota Yogyakarta 2000 2010: Yogyakarta Bintarto,R. 1997. Geografi Kota, Pengantar. cetakan pertana. Spring: Yogyakarta. BPS Kota Yogyakarta. 2001-2007. KotaYogyakarta Dalam Angka Tahun 2001-2007. Branch, Melville C. 1995. Perencanaan Kota Komprehensif: Pengantar dan Penjelasan. cetakan pertama, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta: Indonesia. Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. cetakan pertama. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta. Departemen Pekerjaan Umum. 2006. Permen PU nomor: 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP): Jakarta. Dinas Kebersihan. Keindahan dan Pemakaman Kota Yogyakarta. 1995. Rencana Induk Sistem Persampahan Kota Yogyakarta. Yogyakarta Urban Development Project, Bidang Cipta Karya Propinsi DIY. Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakata. 2005. Laporan Akhir Studi Perencanaan Lokasi Tempat Pembuangan Sampah. CV Air Mas: Propinsi DIY. Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakata. 2008. Profil Bidang Kebersihan. Yogyakarta.

Direktorat Bina Program, Diirjen. Cipta Karya. Departemen Pekerjaan Umum. 1992/1993. Penyusunan Pedoman Teknis Operasi dan Pemeliharaan Pembangunan Prasarana Perkotaan (Komponen Persampahan). Witoelar, Erna. 2001. Keikutsertaan Masyarakat Dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Wilayah dan Kota Sebagai Peluang untuk Mewujudkan Lingkungan Kehidupan yang Ideal: Kritik Terhadap Proses Penyusunan Rencana Dengan Sistem Top-Down. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah: Jakarta. Gelbert, M., et. al. 1996. Konsep Pendidikan Lingkungan Hidup dan Wall Chart, Buku Panduan Pendidikan Lingkungan Hidup. PPPGT/VEDC: Malang. Hadi, Sudharto P. 2004. Sindrom Sampah. Kompas 7 Desember 2008: Jakarta. Hadi, Sudharto P. 2005. Demensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. Hartoyo. 1998. Pemanfaatan Pengelolaan Sampah Kota Jawa Timur. Bahan Seminar Nasional Penanganan Sampah Kota. Fakultas Teknik Brawijaya: Malang. http://www.kompas.com/ver1/unilever/0710/05/135635.htm diakses pada hari kamis tanggal 27 Maret 2008 jam 15.00. http://www.lp3b.or.id/sampah/Sistem20%Pengelolaan20%Terintegrasi.htm diakses pada hari kamis tanggal 27 Maret 2008 jam 15.00. http://www.menlh.go.id/praja//artikel/images/433767642767a.pdf tanggal 27 Maret 2008 jam 15.00). http://www.walhi.or.id/cemar/sampah/peng_sampah_info.htm diakses pada hari kamis tanggal 27 Maret 2008 jam 15.00. Kementerian Lingkungan Hidup. 1997. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1997. tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup: Jakarta. Kementerian Lingkungan Hidup. 2008. Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2008. tentang Pengelolaan Sampah: Jakarta Kompas, 10 Januari 2004. Sampah dan Pemerintah. diakses dari http://www.kompas.com, diakses pada tanggal 27 Maret 2008 Kompas, 10 januari 2006. Warga harus Peduli. diakses dari http://www.kompas.com, diakses pada tanggal 27 Maret 2008. Kompas, 13 Agusrus 2003, Sampah, Cermin Wajah Perkotaan, diakses dari diakses pada hari kamis

http://www.kompas.com, diakses pada tanggal 27 Maret 2008 Kompas, 2 Desember 2004, Penanganan Sampah di Daerah Hulu, diakses dari

http://www.kompas.com, diakses pada tanggal 27 Maret 2008

Kuliah Kerja Nyata (KKN), UGM, 2007: Statistik Kependudukan, Pembangunan dan Kemasyarakatan Kelurahan Cokrodiningratan, Yogyakarta. LP3B Buleleng-Clean Up Bali, 2003, Sistem Pengelolaan Sampah Berbasis pada Masyarakat, USAID, Jakarta. Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia, 2003, Revisi Standar Nasional Indonesia (SNI) 03 3242 -1994 tentang Pengelolaan Sampah di Permukiman, Jakarta Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia, 2006, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan, Jakarta. Moleong, Lexy J., 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, cetakan ketujuh belas, Penerbit PT Remaja Rosdakarya, Bandung. Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 18 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Kebersihan, Kota Yogyakarta. Sanapiah, F., 1995, Format-Format Penelitian Sosial: Dasar-Dasar dan Aplikasi, cetakan ketiga, Rajawali Press, Jakarta. Sasongko, Haryo, 2004, Perlu Regulasi Pengelolaan Sampah di Indonesia, diakses dari http://www.mendagri.go.id pada hari kamis tanggal 27 Maret 2008 jam 15.00. Satker Pengembangan Pengelolaan Persampahan DIY, Dept. PU, Dirjend. Cipta Karya, 2005, Studi Perencanaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Prop. DIY , laporan akhir, CV. Air Mas, Yogyakarta. Sevilla, Consuelo,et. al., 1993, Pengantar Metode Penelitian, Penerbit UI, Jakarta. Slamet, Y., 1989, Konsep-konsep Dasar Partisipasi Sosial, PAU-SS UGM, Yogyakarta. Sugiarto, et Al, 2001, Metode Penelitian Bisnis, Cetakan pertama, CV Alfabeta, Bandung. Suwarto, 2006, Model Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah: Studi Kasus di Kawasan Perumahan Tlogosari, Kota Semarang, Tesis, Program Pasca Sarjana Magister Pembangunan Wilayah dan Kota, Inoversitas Diponegoro, Semarang. Syafrudin, CES, Ir. MT, 2004, Model Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (Kajian Awal Untuk Kasus Kota Semarang), Makalah pada Diskusi Interaktif: Pengelolaan Sampah Perkotaan Secara Terpadu, Program Magister Ilmu Lingkungan UNDIP. Tchobanoglous, G., Teisen H., Eliasen, R, 1993, Integrated Solid Waste Manajemen, Mc.Graw Hill : Kogakusha, Ltd. Tuti Kustiah, 2005, Kajian Kebijakan Pengelolaan Sanitasi Berbasis Masyarakat, Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum, Bandung.

Widyatmoko dan Sintorini Moerdjoko, 2002, Menghindari, Mengolah dan Menyingkirkan Sampah, Abadi Tandur, Jakarta. Yogyakarta Urban Infrastructure Management Support (YUIMS), 1999, Inventarisasi dan Evaluasi Kinerja Aset-Aset Prasarana di Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta: Sektor Persampahan, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai