Anda di halaman 1dari 7

Pengelolaan Sampah Kota

PENERAPAN SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH KOTA DENGAN PEMBERDAYAAN FUNGSI TPS SEBAGAI SOLUSI PENGURANGAN TIMBUNAN SAMPAH DI TPA KOTA SURAKARTA
Diusulkan :
1. Sessario Bayu Mangkara (M 0407065) / 2007
2. Hafidz Cahyo U. (M 0507023) / 2007
3. Burhansyah (M 0409011) / 2009
Dosen pembimbing :
Dr. Edwi Mahajoeno, M.Si
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kota akan selalu berhubungan erat dengan perkembangan lahan baik dalam kota itu sendiri maupun pada daerah yang berbatasan atau daerah sekitarnya. Selain itu lahan juga
berhubungan erat dengan manusia dan lingkungan (Setyawati, D., 2008). Penjelasan tentang teori kependudukan menyatakan bahwa populasi seharusnya dalam titik keseimbangan
dimana lingkungan dapat mendukung dan batas diantara titik keseimbangan tersebut merupakan daya dukung dari lingkungan (Kormondy, EJ., 1969). Oleh karena itu perkembangan dan
pertumbuhan kota yang baik merupakan kota yang dapat menyeimbangkan antara kondisi lingkungan dengan kepadatan penduduk yang akan ditampung dalam kota tersebut.
Kota Surakarta merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang cukup berkembang. Laju perkembangan kawasan perkotaan Surakarta telah melampaui batas administrasi Kota Surakarta.
Terlihat dari peningkatan jumlah penduduk Kota Surakarta yang bermukim tiap tahunnya yaitu pada tahun 2000 berjumlah 490.214 jiwa dan meningkat pada tahun 2007 menjadi 515.372
jiwa. Peningkatan jumlah penduduk akan memicu meningkatknya kegiatan jasa, industri, bisnis dan sebagainya di wilayah Surakarta sehingga akan memicu meningkatnya produksi limbah
buangan atau sampah. Sampah merupakan suatu masalah yang sangat mendasar dalam kota besar khususnya di Kota Surakarta. Secara faktual, peningkatan jumlah sampah di Kota
Surakarta mengalami kenaikan yang cukup signifikan, dimana pada tahun 2003 dengan jumlah sampah sebesar 72.396.457 ton dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 81.880.284 ton.
Jumlah peningkatan penduduk dan peningkatan jumlah sampah di Kota Surakarta dapat disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Peningkatan Jumlah Penduduk Surakarta


Sumber : BPS Kota Surakarta (diolah dari hasil Susenas 2007)
Tabel 2. Peningkatan Jumlah Sampah

Sistem pengelolaan sampah di Kota Surakarta dapat dikatakan masih tergolong menggunakan konsep tradisional yang menganut konsep kumpul, angkut dan buang. Sistem ini masih terus
digunakan karena masyarakat belum mengetahui cara pengelolaan sampah dengan baik. Dimulai dari cara mengurangi timbunan sampah domestik (reduce), menggunakan kembali
sampah domestik yang masih layak digunakan (reuse) dan mendaur ulang sampah domestik(recycle) sehingga sampah tersebut dapat bernilai ekonomi.
Sampah domestik adalah sampah yang berasal dari limbah rumah tangga, contohnya yaitu sisa makanan, bungkus sabun, botol, kertas, dan lain-lain. Hampir sebagian besar sampah
domestik dapat dimanfaatkan kembali melalui beberapa proses pengolahan, seperti pembuatan kompos, pembuatan biogas, daur ulang kertas dan daur ulang plastik. Maka dari itu
sebaiknya masyarakat dapat memilah sampah domestik. Namun kebiasaan masyarakat Kota Surakarta dalam mengelola sampah domestik masih tergolong rendah. Hal ini sangat berkaitan
dengan sistem pengelolaan sampah yang diterapkan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surakarta, dimana belum adanya sosialisasi tentang pemilahan sampah menjadi berbagai
jenis. Seperti pemisahan sampah organik dan anorganik (kertas, plastik dan logam). Selain itu, tempat sampah yang sudah ada di tempat umum juga tidak berfungsi secara efektif.
Terlihat di TPS (Tempat Pembuangan Sementara) yang tersebar di beberapa kelurahan Kota Surakarta hanya sebagai tempat pembuangan akhir bagi masyarakat. Di TPA (Tempat
Pembuangan Akhir) juga masih menjadi masalah, ini dibuktikan dari tahun ke tahun tidak ada perubahan metode pengolahan sampah yang baik. Jadi, pengelolaan dan pengolahan
sampah domestik di Kota Surakarta masih dikatakan kurang efektif dan efisien.
Konsep pengelolaan dan pengolahan sampah secara tradisional sudah mulai ditinggalkan oleh beberapa kota besar di Indonesia. Sebagai contohnya yaitu penduduk Ubud, Bali, yang telah
memulai mengolah limbah menjadi biogas sebagai energi untuk memasak dan penerangan rumah (Salim, E., 2005). Lalu Masyarakat Dusun Badegan, Bantul, DI Yogyakarta yang telah
mendirikan Bank Sampah Gemah Ripah sebagai tempat untuk mengubah sampah domestik mereka menjadi uang (Kompas, 2008). Bank Sampah tersebut juga bermanfaat untuk
mengurangi volume sampah domestik yang akan dibuang ke TPS. Dari contoh-contoh tersebut menunjukkan bahwa masyarakat di tingkat bawah (rumah tangga) dari beberapa kota di
Indonesia sudah mulai terlibat langsung dalam melaksanakan konsep pengelolaan sampah secara modern, yaitu dengan konsep 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle). Namun, di Kota
Surakarta peran serta masyarakat secara langsung dalam pengelolaan sampah dengan konsep 3R dinilai masih rendah. Hal ini dikarenakan Pemerintah Kota Surakarta tidak melakukan
kerjasama secara intensif dengan universitas, LSM, dan industri pengolahan daur ulang sampah dalam mensosialisasikan konsep 3R kepada masyarakat Kota Surakarta.
Begitupula jika dibandingkan dengan negara maju yaitu Jepang. Negara Jepang melakukan daur ulang yang dilakukan secara besar-besaran, dengan melibatkan seluruh masyarakat,
lengkap dengan undang-undang. Para konsumen bertanggung jawab untuk memilah sampah masing-masing (sampah basah, sampah kering yang dipilah-pilah lagi menjadi botol gelas dan
plastik, kaleng aluminium, dan kertas), sedangkan pemerintah daerah bertanggung jawab mengorganisir sampah-sampah itu untuk diserahkan ke pabrik pendaur ulang (Anonim, 2010). Di
Amerika mempunyai sistem pengelolaan dan pengolahan sampah yang berbeda di tiap daerah, salah satu contoh daerah yang mempunyai sistem pengelolaan dan pengolahan sampah
modern yaitu di Monroe County, di daerah ini dikenal dengan nama Monroe County Solid Waste Management District. Tempat ini dikelola langsung oleh pemerintah setempat
dengan misi seperti menjadi tempat pembuangan akhir yang menggunakan metode pengolahan sampah landfill dan insinerator, memberikan pendidikan lingkungan kepada masyarakat,
melakukan daur ulang sampah, membuat suatu bisnis persampahan, dan perkumpulan masyarakat untuk membahas perkembangan dari pengolahan sampah tersebut (Monroe County
Solid Waste Management District, 2006). Konsep bisnis persampahan di negara maju ada beberapa macam, sepert adanya pasar atau tempat penjualan sampah-sampah yang sudah di
daur ulang dan akan didiskusikan dalam organisasi Green Business Network, yang dapat membuka peluang usaha dan membuka lapangan pekerjaan bagi setiap elemen masyarakat. Dari
kegiatan tersebut, pemerintah dapat menciptakan keadaan lingkungan yang aman, peduli dan mampu menyelesaikan permasalahan sampah secara ekonomis. Jadi, beberapa sistem
pengelolaan sampah di negara maju sudah dapat dikatakan mampu melakukan pengolahan sampah secara modern, efektif dan efisien.
Sistem pengelolaan sampah di Monroe County Solid Waste Management Center memiliki beberapa district yang mempunyai fungsi berbeda, sistem ini dapat dilihat dari gambar sebagai
berikut :



Gambar 1. Peta Monroe County Solid Waste Management District
Terinspirasi dari hal tersebut, penulis memiliki suatu penerapan sistem pengelolaan sampah kota dengan pemberdayaan TPS sebagai solusi pengurangan timbunan sampah di TPA Kota
Surakarta. Dengan terciptanya sistem ini, diharapkan adanya suatu instrumen yang penting dalam pengelolaan dan pengolahan sampah karena pengelolaan dan pengolahan sampah
berdampak langsung pada kualitas lingkungan hidup. Selain itu, program ini akan berdampak langsung pada perekonomian karena memberikan lapangan kerja baru dan memajukan
perekonomian masyarakat.
Dari permasalahan yang sudah diutarakan, penulis mempunyai tujuan dan manfaat dari gagasan yang akan disampaikan, yaitu :
Tujuan :
1. Menerapkan sistem pengelolaan sampah kota secara efektif dan efisien.
2. Meningkatkan fungsi TPS dalam mengurangi sampah domestik di TPA Kota Surakarta.
3. Merubah pola pikir masyarakat dari membuang sampah menjadi mengelola sampah.
4. Meningkatkan kreatifitas masyarakat dalam proses produksi daur ulang sampah.
Manfaat :
1. Adanya perbaikan sistem pengelolaan sampah kota.
2. Terciptanya suatu kerjasama antara pemerintah, masyarakat dan industri daur ulang sampah dalam mengelola sampah.
3. Masyarakat memperoleh wawasan lingkungan terhadap mitigasi pemanasan global.
4. Terciptanya lingkungan Kota Surakarta yang bersih dengan berkurangnya efek dari timbulan sampah.
5. Terciptanya peluang kerja kepada masyarakat dalam proses pengelolaan dan pengolahan sampah.
6. Meningkatnya status sosial masyarakat.
GAGASAN
Kondisi Pengelolaan dan Pengolahan Sampah di Kota Surakarta dan Solusi yang Pernah Ditawarkan
Pengelolaan Sampah di Kota Surakarta masih sepenuhnya menjadi tanggung jawab Kantor Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Pasar, Dinas Pekerjaan Umum, kantor kecamatan, dan
kantor kelurahan melalui LKMD. Penanganan sampah di jalan-jalan protokol dan kelas II serta tempat-tempat fasilitas umum yang dilayani oleh 71 TPS yang dilakukan Kantor Dinas
Kebersihan dan Pertamanan dibantu kantor kecamatan untuk wilayah masing-masing kecamatan. Sampah pasar dari 37 pasar yang ditangani oleh Dinas Pasar, sedangkan sampah di
saluran drainase ditangani oleh Dinas Pekerjaan Umum. Untuk kebersihan lingkungan di kelurahan ditangani melalui koordinasi LKMD. Sampah yang telah terkumpul di TPS di setiap
kelurahan akan diangkut oleh truk-truk DKP Kota Surakarta ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) (Profil Kota Surakarta, 2002).
Kota Surakarta hanya memiliki satu TPA yaitu TPA Putri Cempo, Mojosongo. TPA ini sudah beroperasi mulai tahun 1987 menggantikan TPA Semanggi. TPA Putri Cempo merupakan TPA
terbesar kedua di Jawa Tengah setelah TPA Jatibarang di Kota Semarang. TPA ini memiliki total luas wilayah 17 Ha, dengan pembagian wilayah 14 Ha sebagai tempat pembuangan
sampah secara open dumping, 1 Ha sebagai tempat pengolahan limbah tinja PDAM Kota Surakarta, 2 Ha berupa infrakstruktur jalan, gudang dan kantor. TPA ini memiliki 21 pegawai yang
15 diantaranya sudah diangkat menjadi PNS. Selain itu, TPA ini juga difasilitasi dengan 24 truk dan 4 buldozer yang digunakan untuk mengelola sampah setiap harinya, dengan jam kerja
mulai pukul 08.00-15.00. Pengelolaan persampahan yang ada di TPA Putri Cempo ini dirasa masih sangat rendah, hal tersebut dikarenakan TPA ini masih menggunakan metode open
dumping (pembuangan terbuka) untuk melayani sampah dari seluruh wilayah Kota Surakarta. Menurut Muhammad Pramojo, M.Si selaku Kepala Pengelola TPA Putri Cempo menyatakan
bahwa TPA Putri Cempo sudah overload sehingga dalam beberapa tahun ke depan perlu untuk mencari lahan baru untuk menampung sampah dari masyarakat kota Surakarta yang terus
meningkat dari tahun ke tahunnya. Bahkan, menurut UU No. 26 Tahun 2008, Pemerintah Kota Surakarta hanya diberi batas toleransi waktu hingga lima tahun untuk menggunakan
sistem open dumping. Selanjutnya harus menggunakan sistem pembuangan yang lebih baik yaitu Sanitary Landfill (Hardyanti, N., Huboyo, HS., 2009).
Pemerintah Kota Surakarta berupaya menggaet pihak ketiga (swasta) dalam menangani masalah pengelolaan dan pengolahan sampah di TPA Putri Cempo ini. Kesepakatan kerjasama
(MoU) dengan investor Jerman telah di tanda tangani oleh Walikota Surakarta Joko Widodo, perwakilan Aero Tech GMBH Jerman Volker Schulz Berendt dan Direktur PT Selaras Daya
Utama (Sedayu) Lilik Setiawan pada 6 Oktober 2009 (Anonim, 2010). Dalam kesepakatan kerjasama ini, Pemerintah Kota Surakarta berencana akan mengucurkan dana sebesar Rp. 300 M
kepada investor asing tersebut, untuk mengolah sampah yang berada di TPA Putri Cempo menjadi pupuk organik dan biogas. Namun hingga awal tahun 2010 ini, PT Sedayu yang
merupakan perwakilan dari Investor Jerman itu, belum melaksanakan persiapan seperti yang tertuang dalam kesepakatan. Dalam kesepakatan kerjasama menyatakan bahwa batas akhir
persiapan pihak investor untuk melakukan persiapan pada tanggal 16 Desember 2009. Karena dinilai investor tidak serius dengan kesepakatan yang ada, maka Pemerintah Kota Surakarta
berencana membatalkan kerjasama dengan investor Jerman tersebut (Suara Merdeka, 2010). Sehingga Pemkot harus mencari jalan keluar agar ada investor baru yang bersedia mengolah
sampah di TPA Putri Cempo. Kerjasama dengan investor Jerman ini dinilai kurang realistis mengingat pada tahun 2010 Kota Surakarta akan mengadakan Pemilihan Kepala Daerah
(Pilkada) yang akan banyak menghabiskan dana.
Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem pengelolaan sampah di Kota Surakarta masih menggunakan konsep tradisional yang menganut konsep kumpul, angkut dan buang.
Sistem pengelolaan sampah secara tradisional ini sudah mulai ditinggalkan oleh beberapa kota besar lainnya seperti Yogyakarta, Batam, dan Lhoksumawe. Kota-kota besar tersebut sudah
memulai sistem pengelolaan sampah dengan metode yang lebih modern. Sistem pengelolaan sampah modern yang dimaksud adalah konsep 3R (reduce, reuse, recycle).
Konsep reduce adalah mengurangi tumpukan sampah. Aplikasi yang dapat dilakukan dalam konsep ini adalah dengan melakukan kegiatan bank sampah, seperti yang sudah dilakukan
masyarakat Dusun Badegan Bantul. Di dusun Badegan ada sekitar 600 kepala keluarga. Untuk menjangkau warga yang tinggalnya jauh, ada sistem pengumpulan komunal. Petugas bank
sampah berkeliling mengambil sampah milik warga dititik yang sudah ditentukan. Program yang mereka lakukan ternyata dapat mengurangi volume sampah secara signifikan, yaitu
sampai dengan 60% (Kompas, 2008). Hal seperti inilah yang perlu ditiru oleh pemerintah dan masyarakat Surakarta. Dengan adanya bank sampah ini, masyarakat akan tertarik untuk
memilah sampah karena sampah dapat dijual dan menjadi pendapatan tambahan bagi setiap keluarga yang mengikutinya. Bagi masyarakat Kota Surakarta istilah bank sampah ini masih
asing. Hal ini dibuktikan dengan polling yang kami lakukan terhadap mahasiswa dan masyarakat umum, dimana 52% responden dari mahasiswa dan 71,4% responden dari masyarakat
umum menyatakan belum mengetahui konsep bank sampah.
Konsep reuse adalah menggunakan kembali sampah yang dapat digunakan. Konsep ini sudah dimulai oleh masyarakat Kota Batam, dengan menjadikan sampah-sampah plastik sebagai
aksesoris maupun kerajinan tangan lainnya seperti tas, tempat sepatu dan lain-lain. Sampah-sampah plastik dibersihkan dahulu sebelum diolah menjadi kerajinan. Setelah bersih, plastik
itu kemudian dijahit menjadi tas dengan bentuknya menarik dan ukurannya beragam (Anonim, 2010). Konsep reuse ini harus mulai disosialisasikan kepada masyarakat Kota Surakarta
melalui workshop-workshop pembuatan kerajinan tangan dari sampah, karena hal ini akan menciptakan kreativitas. Menurut kami, konsep reuse ini akan disambut positif oleh
masyarakat Kota Surakarta, hal ini didukung dengan hasil polling kami yang menyatakan bahwa 82,5% dari responden mahasiswa dan 100% dari responden masyarakat umum menyatakan
tertarik untuk memanfaatkan kembali sampah domestik yang mereka hasilkan.
Konsep recycle adalah kegiatan mendaur ulang sampah menjadi produk baru. Konsep daur ulang sampah ini sudah mulai dilakukan oleh beberapa kota besar di Indonesia termasuk Kota
Surakarta. Hal ini dibuktikan dengan berdirinya beberapa pabrik daur ulang plastik di Surakarta. Kota Surakarta memiliki 6 industri pengolahan plastik, diantaranya AP
Plastik, Pandawa Plastik, PP Jerapah, CV Panca Putra, Honggo Plastik dan Filadelfia plasindo (Anonim, 2010). Pabrik-pabrik ini berfungsi untuk menggiling sampah-sampah plastik
yang telah dipisahkan ke dalam berbagai jenis, menjadi serpihan kecil atau plastic chips. Plastic chips ini akan digunakan sebagai bahan baku dalam industi daur ulang plastik.
Selain bermanfaat sebagai pendaur ulang (recycler), keberadaan pabrik-pabrik pengolahan plastik ini juga mampu mengurangi (reduce) volume sampah plastik yang akan dibuang di TPA
Putri Cempo. Seharusnya pemerintah dan masyarakat Kota Surakarta memberi dukungan atas keberadaan pabrik-pabrik pengolahan plastik ini. Dukungan pemerintah itu dapat
direalisasikan dengan memberikan pinjaman modal usaha kepada pabrik-pabrik tersebut sehingga usahanya mampu berkembang. Masyarakat juga dapat memberikan dukungannya
dengan cara memilah sampah plastik yang mereka hasilkan. Dengan cara ini pabrik-pabrik tersebut akan lebih mudah dalam mencari bahan baku industrinya. Namun, hingga saat ini
dukungan tersebut belum terwujud, karena antara pihak pemerintah, masyarakat dan pihak industri belum bekerjasama secara intensif.
Gagasan yang Diajukan
Gagasan yang diajukan yaitu penerapan sistem pengelolaan sampah kota dengan pemberdayaan peran TPS sebagai solusi pengurangan timbunan sampah di TPA Kota Surakarta.
Penerapan sistem ini berupa cara menciptakan pengelolaan sampah kota yang efektif dan efisien. Definisi dari sistem yaitu suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang
dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi (Anonim, 2010). Beberapa elemen yang dihubungkan yaitu input, proses dan output. Dalam menerapkan
sistem pengelolaan sampah kota dimulai dari adanya input yang kemudian melewati proses dan terakhir didapatkan output berupa produk. Secara ringkas al dari skema sistem
pengelolaan sampah kota dapat dilihat pada gambar 2 berikut :



Gambar 2. Skema sistem pengelolaan sampah kota
Input yang dimaksud adalah sumber sampah yang berasal dari sampah rumah tangga dan tempat umum. Sumber sampah ini sudah dipisahkan oleh masyarakat ke dalam beberapa jenis
sampah yang sudah ditentukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota selaku pemerintah. Sampah organik berupa kulit buah, sisa makanan, daun-daun kering, dan lain-lain. Lalu
untuk sampah anorganik berupa plastik, kertas, logam, dan kaca.
Proses dapat dituangkan dalam pemberdayaan fungsi TPS. Pemberdayaan fungsi TPS yang dimaksud berupa bank sampah dan fasilitas pengelolaan dan pengolahan sampah. Kondisi TPS
yang sekarang hanya berupa pembuangan sementara oleh masyarakat, akan diubah menjadi fasilitas pengelolaan dan pengolahan sampah. Fasilitas pengelolaan sampah di TPS yang
akan diterapkan dengan cara membuat beberapa bak pemilahan sampah. Bak pemilahan sampah dapat dibedakan menjadi organik dan anorganik. Bak
sampah anorganik dapat dibedakan lagi menjadi tiga yaitu logam, kertas, dan plastik. Sampah organik dapat diolah kembali menjadi pupuk kompos dan biogas. Maka dari itu, TPS ini
diberi fasilitas pengolahan sampah berupa alat-alat pembuatan pupuk kompos dan biogas. Sedangkan untuk sampah anorganik akan dikelola melalui kegiatan bank sampah. Kondisi TPS
yang telah diubah dapat dilihat dari gambar di bawah ini :



Gambar 3. Denah TPS


Bank sampah yang akan diterapkan hampir sama dengan konsep bank sesungguhnya, dimana nasabah akan menyetorkan sampah domestik yang sudah dipilah ke bank sampah. Kemudian
nasabah juga akan mendapatkan buku tabungan yang digunakan untuk mencatat jumlah sampah yang telah disetorkan. Buku tabungan nasabah tersebut akan dijadikan dasar
penghitungan nilai rupiah sampah. Warna buku tabungan tiap RT dan RW dapat dibuat berbeda. Bank sampah tidak hanya melayani penyetoran secara langsung, tetapi juga melakukan
sistem jemput bola atau langsung mendatangi masyarakat secara door to door.Setiap nasabah datang dengan tiga kantong sampah berbeda. Kantong I berisi sampah plastik, kantong II
sampah kertas, dan kantong III berupa kaleng dan botol. Tiap nasabah memiliki karung ukuran besar, yang tersimpan di bank untuk menyimpan seluruh sampah yang mereka tabung.
Tiap karung diberi nama dan nomor rekening tiap nasabah. Tujuannya agar ketika pihak industri pengolahan sampah datang ke TPS, petugas TPS tidak kesulitan memilah tabungan
sampah tiap nasabah. Setelah sampah-sampah terkumpul maka petugas akan menghubungi pihak industri pengolahan sampah agar sampah-sampah tersebut dapat diolah dan
menghasilkan uang. Apabila di TPS terdapat sampah yang tidak dapat diolah oleh TPS dan pihak industri pengolah sampah, maka sampah tersebut akan dibawa ke TPA untuk diproses
lebih lanjut.
Dalam proses pemberdayaan TPS ini, Pemerintah melakukan perannya dalam menyediakan fasilitas, melakukan pengontrolan, dan membuat Standar Operasional Prosedur (SOP),
sedangkan masyarakat melakukan perannya dalam melakukan pengelolaan sampah dengan memisahkan sampah berdasarkan jenisnya. Peran industri pengolahan sampah dalam
pemberdayaan TPS ini adalah sebagai pendaur ulang sampah anorganik.
Tahap terakhir adalah output. Output ini dapat dibagi menjadi dua yaitu output dari proses pengolahan sampah organik dan output dari proses pengolahan sampah anorganik. Output dari
proses pengolahan sampah organik dapat langsung dipasarkan melalui TPS. Sedangkan output dari pengolahan sampah anorganik akan dipasarkan melalui sistem pemasaran masing-
masing industri pengolahan sampah. Jadi, TPS selain digunakan sebagai tempat pengolahan sampah, TPS ini juga berfungsi sebagai tempat pemasaran hasil dari proses pengolahan
sampah.
Dari penerapan sistem yang diajukan dapat diartikan sebagai solusi untuk mengurangi penumpukan timbunan sampah di TPA Kota Surakarta dan akan menciptakan konsep Zero Waste.
Konsep Zero Waste ini meliputi proses pengurangan volume timbulan sampah dan penanganan sampah sedekat mungkin dari sumbernya dengan pendekatan melalui aspek hukum
(peraturan), aspek organisasi (kelembagaan), aspek teknis operasional, aspek pembiayaan (retribusi), serta aspek peran aktif masyarakat (Maharani, A., 2002).
Sistem pengelolaan sampah kota dengan pemberdayaan fungsi TPS dapat diringkas dalam gambar di bawah ini :



Gambar 4. Alur sistem pengelolaan sampah kota
Pihak-Pihak yang Dapat Membantu
Diperlukan pihak-pihak terkait untuk berpartisipasi dan memberikan kontribusi besar dalam pengelolaan dan pengolahan sampah. Pihak-pihak yang terkait antara lain, berdasarkan UU
No. 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, masyarakat dan swasta wajib memilah sampah, sedangkan pemerintah wajib mengelola sampah (Putra, M.B., 2008). Pemerintah
Kota Surakarta merupakan instansi kepemerintahan yang merencanakan, memutuskan, mengatur, dan mengelola segala aktivitas yang ada di Kota Surakarta termasuk permasalahan
sampah. Nantinya Pemerintah Kota Surakarta berperan sebagai penanggungjawab, penyedia dana, dan fasilitas penunjang kegiatan, serta merumuskan kebijakan-kebijakan yang
berhubungan dengan pengelolaan dan pengolahan sampah. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surakarta bertugas sebagai pelaksana teknis harian di TPS maupun di TPA, yang akan
mengontrol kegiatan pengumpulan, pengangkutan dan proses pengolahan sampah. DKP juga mengadakan kegiatan sosialisasi tentang konsep pengelolaan dan pengolahan sampah kepada
masyarakat, dan juga sebagai jembatan antara industri pengolah sampah dengan masyarakat. Balai Lingkungan Hidup nantinya akan berperan sebagai konsultan pengendali mutu kinerja
TPS dan menangani pengelolaan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) di Kota Surakarta.
Lembaga Swadaya Masyarakat turut berpartisipasi sebagai pengontrol kegiatan pengelolaan dan pengolahan sampah, ikut serta dalam mengkam-panyekan konsep pengelolaan sampah,
membantu kinerja DKP, dan juga sebagai jembatan komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah. Lembaga Swadaya Masyarakat yang menjadi sasaran yaitu lembaga yang bergerak
dibidang lingkungan. Semisal, WALHI maupun Green Peace.
Civitas akademik sebagai pelaku riset yang akan mengadakan kegiatan keilmiahan. Kegiatan keilmiahan ditujukan untuk kegiatan pengelolaan dan pengolahan sampah. Civitas akademik
juga turut serta dalam mensosialisasikan konsep 3R kepada masyarakat. Masyarakat sebagai pelaku utama. Penggerak sampah yang berperan besar dalam pengelolaan dan pengolahan
sampah. Masyarakat nantinya berpartisipasi untuk mengendalikan penggunaan sampah. Ikut memilah, mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang sesuai konsep 3R.
Langkah-langkah Strategis
Langkah-langkah strategis diperlukan sebagai kerangka atau acuan pelak-sanaan kegiatan dari sistem pengolahan sampah kota. Dimulai dari kesiapan instansi terkait beserta masyarakat.
Kesiapan yang diperlukan antara lain merancang, memutuskan, dan melaksanakan peraturan-peraturan terkait penge-lolaan sampah. Baik itu peraturan pemerintah mapun peraturan
daerah. Selama ini partisipasi dalam setiap perumusan kebijakan publik masih menghadapi kendala karena persoalan kerangka berpikir sebagian penyelenggara negara menganggap
urusan negara sebagai domain pemerintah. (Putra, M.B., 2008).
Kehadiran UU pengelolaan sampah menurut Ilyas Asaad (Deputi Menteri Negara Lingkungan Hidup bidang penaatan lingkungan) dilatarbelakangi oleh beberapa pemikiran : pertama,
mengutamakan prinsip-prinsip pembangunan ber-kelanjutan ke seluruh bidang pembangunan; kedua, meningkatkan koordinasi pengelolaan lingkungan hidup di tingkat nasional dan
daerah; ketiga, mening-katkan upaya harmonisasi pengembangan hukum lingkungan dalam mendukung prinsip pembangungan berkelanjutan; keempat, meningkatkan upaya pengen-
dalian dampak lingkungan akibat kegiatan pembangunan; kelima, meningkatkan upaya penataan dan penegakan hukum secara konsisten kepada pencemar dan perusak
lingkungan;keenam, meningkatkan kapasitas lembaga dan SDM penge-lola lingkungan hidup baik di tingkat nasional maupun daerah; dan ketujuh, membangun kesadaran masyarakat
agar peduli pada isu lingkungan hidup dan berperan aktif sebagai kontrol-sosial dalam memantau kualitas lingkungan hidup (Putra, M.B., 2008).
Selanjutnya, setiap masyarakat dalam pengelolaan sampah tumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara memilah sampah berdasarkan jenisnya. Ketentuan
mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban pengelolaan sampah rumah tangga akan diatur dalam peraturan daerah.
TPS dipersiapkan dengan mengubah kondisi fisik TPS menjadi lebih teratur. Menyiapkan bak-bak sampah yang terpilah, tempat pengolahan sampah yang mengolah sampah organik
menjadi kompos maupun biogas, dan juga tersedianya bank sampah. Jika fasilitas ini sudah siap, maka perlu dibuat langkah-langkah teknis yang akan mengatur sistem pembuangan
sampah secara teratur. Misalnya, melaksanakan penjadwalan pembuangan sampah berdasarkan jenis sampah perharinya.
Langkah selanjutnya yaitu membentuk suatu asosiasi pengelola sampah dengan melakukan kerjasama dari beberapa pihak yang terkait. Pihak-pihak tersebut adalah pemerintah,
masyarakat umum, industri pengolah sampah, uni-versitas, dan LSM lingkungan. Universitas nantinya akan memberikan kontribusi dibidang riset dan ikut serta dalam upaya sosialisasi
pengelolaan dan pengolahan sampah. LSM lingkungan berperan sebagai pengontrol kegiatan pengelolaan dan pengolahan sampah, dan ikut serta dalam mengkampanyekan konsep
pengelolaan sampah, membantu kinerja DKP, dan juga sebagai jembatan komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah sesuai pasal 36 dan pasal 37 UU No. 18 tahun 2008. Industri
pengolah sampah berperan sebagai pendaur ulang sampah yang akan mengurangi timbunan sampah anorganik di Kota Surakarta.
KESIMPULAN
Gagasan yang diajukan berupa sistem pengelolaan sampah Kota Surakarta dengan pemberdayaan fungsi TPS sebagai solusi pengurangan timbunan sampah di TPA Kota Surakarta. Sistem
yang dimaksud berupa input, proses, dan output. Pemberdayaan fungsi TPS terlihat pada alur proses dimana TPS sudah diubah menjadi tempat pengelolaan dan pengolahan sampah.
Pengelolaan sampah dilakukan berupa pemisahan sampah dengan tempat yang berbeda berdasarkan jenisnya. Dalam melakukan pengelolaan sampah yang efektif dan efisien, dilakukan
kegiatan bank sampah dengan memberikan rekening tabungan kepada masyarakat. Sedangkan dalam pengolahan sampah dapat dilakukan proses pembuatan pupuk kompos dan biogas.
Hasil proses dari pembuatan pupuk kompos dan biogas dapat dijual dan dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat. Sedangkan hasil olahan sampah anorganik yang berasal dari
industri pengolah sampah yang dapat dijual kembali di TPS atau dapat dijual langsung oleh pihak industri pengolah sampah. Sampah yang tidak dapat diolah akan diserahkan langsung
kepada pihak TPA. TPA disini berfungsi sebagai pengontrol kinerja TPS setiap bulannya.
Langkah-langkah yang dliakukan dalam menerapkan sisten pengelolaan sampah kota dengan pemberdayaan fungsi TPS dapat dilakukan dengan membuat suatu peraturan daerah yang
memuat tentang pengelolaan dan pengolahan sampah di Kota Surakarta. Peraturan ini melibatkan beberapa pihak seperti pemerintah, masyarakat dan industri pengolah sampah. Setelah
membuat peraturan daerah, pemerintah sebagai koordinator pelaksana melakukan persiapan dengan mengubah tempat fisik dari TPS di tiap kelurahan, membuat MoU dengan industri
pengolah sampah. Lalu pemerintah membentuk suatu asosiasi atau perkumpulan pengelola sampah yang meliputi dari pemerintah, masyarakat, dan industri pengolah sampah.
Hasil yang diperoleh dari sistem ini yaitu adanya perbaikan sistem pengelolaan sampah kota, terciptanya suatu kerjasama antara pemerintah, masyarakat dan industri daur ulang sampah
dalam mengelola sampah, masyarakat memperoleh wawasan lingkungan terhadap mitigasi pemanasan global, terciptanya lingkungan Kota Surakarta yang bersih dengan berkurangnya
efek dari timbunan sampah, terciptanya peluang kerja kepada masyarakat dalam proses pengelolaan dan pengolahan sampah, dan meningkatnya status sosial masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Affan, Satrian. 2009. Peran Universitas Dalam Pengelolaan Sampah.http://suarapembaca.detik.com/read/2009/06/04/102154/1142480/471/peran-universitas-dalam-pengelolaan-
sampah.html [17 Maret 2010].
Anonim. Plastic Companies List. http://www.plastic.web.id/id/site_user_list? sort=asc&order=Kota.html [16 Maret 2010].
Anonim. Konsep Dasar Sistem - Pengertian Sistem. http://blog.re.or.id/konsep-dasar-sistem-definisi-sistem.html [14 Maret 2010].
Budi R. M. 2009. Perusahaan di Jerman Kelola Sampah di Solo.http://forum.pasarsolo.com/kabare-solo-raya/perusahaan-di-jerman-kelola-sampah-di-solo/?wap2.html [16 Maret 2010].
Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surakarta. 2002. Profil Kota Surakarta. DKP Kota Surakarta. Surakarta.
Hardyanti, Nurandani dan Haryono Setiyo Huboyo. 2009. Evaluasi Instalasi Pengolahan Lindi Tempat Pembuangan Akhir Putri Cempo Kota Surakarta. Jurnal Presipitasi 6 (1) : 52-56.
Hasanah, Iffah Noor. 2009. Hidup Nyaman di Lingkungan yang Aman.http://majalahnh.com/index.php/liputan/132-hidup-nyaman-di-lingkungan-yang-aman.html[14 Maret 2010].
Jafar, Mohamad. 2005. Peran Kebijakan Pemerintah Dalam Pengelolaan Dan Pelaporan Kinerja Lingkungan Oleh Perusahaan-perusahaan Publik Di Indonesia. Semarang : Universitas Islam
Sultan Agung.
Kormondy, EJ. 1969. Concepts of Ecoroglt. prentice-Hall Inc., New Jersey.
Kusnindya, Evie. 2010. Dinilai Tak Serius, Kerjasama Pengolahan Sampah Diba-talkan.http://suaramerdeka.com/ [14 Maret 2010].
Maharani, A. 2002. Perencanaan Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu Pada Kawasan Kota Baru Terencana. Semarang : Universitas Diponogoro.
Monroe County Solid Waste Management District. 2006. 2006 Annual Report. MCSWMD. USA.
Prihtiyani, Eny. 2008. Gerakan Bank Sampah dari Bantul.http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/12/01/02052180/gerakan.bank.sampah.dari.bantul[17 Maret 2010].
Putra, M.B. 2008. Prinsip Partisipasi Dalam UU.http://muslimindaenglalo.blogspot.com/2009/03/prinsip-partisipasi-dalam-uu.html. [17 Maret 2010].
Rivera, Caitlyn. 2009. Mendaur Ulang Sampah Plastik, Memetik Uang.http://www.dunianyawanita.com/green-environment/698-mendaur-ulang-sampah-plastik-memetik-uang. [16 Maret
2010].
Salim, Emil. 23 Juni, 2005. Hidup Dari Sampah, Belajar Dari Prof Hasan Poerbo. Harian Kompas.http://hasanpoerbo.blogspot.com/2006/04/hidup-dari-sampah-belajar-dari-prof.html [
14 Maret 2010].
Setyawati, D. 2008. Arahan Pemanfaatan Kembali Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah. Semarang : Universitas Diponegoro

Anda mungkin juga menyukai