Anda di halaman 1dari 28

KATA PENGANTAR

KERTAS POSISI PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM


KARST DI INDONESIA

Kertas posisi yang telah berada di tangan anda ini adalah produk dari
putaran belajar Advokasi dan Litigasi Perlindungan Ekosistem Karst
yang dilaksanakan pada Rabu, 05 Desember 2018, di Sofyan Hotel
Tebet, Jakarta Selatan. Kegiatan ini di organisir oleh JATAM Nasional dan
Eksekutif Nasional WALHI yang mengundang simpul dan jaringan yang
bergerak di garis depan krisis yang dihadiri oleh 14 Organisasi atau
Lembaga serta Instansi Pemerintahan baik Nasional yang berdomsili
di Jakarta maupun yang berada di daerah dan terhubung langsung
dengan kerja-kerja advokasi di Kawasan Karst seperti ISS, YLBHI, LBH
Semarang, WALHI Nasional, WALHI KALTIM (KALTARA), WALHI JOGJA,
JATAM KALTIM, JATAM KALTARA, KRUHA, ICEL, JMPPK, Desantara, ASC
dan P3EK Ekoregion Kalimantan KLHK.

Agenda Putaran belajar ini berlangsung dan mengeluarkan Position


Paper atau semacam kertas posisi yang dapat digunakan dalam rangka
advokasi kebijakan lebih lanjut untuk penyelamatan karst.

Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Arip Yogiawan dari YLBHI


yang telah memfasilitasi proses putaran belajar pertama dan juga kepada
Siti Rakhma Mary Herwati dari YLBHI yang telah membantu proses
penyusunan kertas posisi perlindungan dan pengelolaan ekosistem
karst di Indonesia ini.

Mampang Prapatan, 28 Januari 2019

Jaringan Advokasi Tambang (JATAM)


Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)

Goa Kalong, Goa Karst di Biduk-biduk, Berau, Kalimantan Timur


Sumber Foto Cover: Muh. Jamil / Jatam Kaltim 2016
DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN .................................................................... 1
II. KARST, KAWASAN KARST,
DAN EKOSISTEM KARST ................................................... 2
III. SALAH KAPRAH
MENGENAI KARST............................................................... 9
IV. MASALAH dan ANCAMAN
TERHADAP KARST .............................................................. 9
V. REGULASI TERKAIT KARST............................................. 17
VI. ANALISA TERHADAP
PENGATURAN KARST ........................................................ 20
VII. PENUTUP ................................................................................. 21

Kertas Posisi Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst di Indonesia


Labuan Kelambu, Ekosistem Karst di Biduk-biduk, Berau, Kalimantan
Timur. Sumber Foto Cover: Muh. Jamil / Jatam Kaltim 2017
I. PENDAHULUAN
Kertas posisi ini bertujuan untuk memetakan masalah-masalah
berkaitan pengelolaan karst dan akar pengelolaan karst di Indonesia.
Dari perumusan masalah tersebut, jaringan advokasi karst hendak
menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah.
Sebagaimana diketahui, sejak tahun 2007 pemerintah telah menyusun
draft Peraturan Pemerintah mengenai pengelolaan kawasan karst.
Proses padu serasi dengan lembaga lain pun sudah selesai dilakukan.
Tetapi, draft tersebut masih menyimpan banyak masalah, di antaranya
mengenai mekanisme perlindungan kawasan karst, masalah nomeklatur
(karst dan ekosistem karst), tata cara identifikasi, dan masalah penegakan
hukum. Hingga saat ini, RPP ini berhenti di Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan dan belum ada informasi lebih lanjut mengenai
perkembangan pembahasannya.
Sementara itu, di beberapa daerah seperti Kabupaten Pati, Rembang,
Gombong, Trenggalek, Tulung Agung, Aceh, Samarinda, Kupang, Maros,
dan Barru. beberapa investor merangsek masuk untuk menambang
kawasan karst di wilayah itu. Beberapa perusahaan sudah mulai
beroperasi, seperti PT Semen Indonesia di Rembang, Jawa Tengah. Izin-
izin yang dikeluarkan di atas kawasan karst antara lain izin usaha batu
gamping, izin usah perkebunan kelapa sawit, perkebunan karet, dan
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu – Hutan Tanaman Industri
(IUPHHK-HTI). Konflik pemanfaatan ruang juga muncul di beberapa
daerah yang dipicu karena perbedaan luas batasan kawasan karst
maupun penetapan kawasan karst sebagai kawasan industri. Kerusakan
lingkungan karena pembukaan kawasan karst untuk industri ekstraktif
sudah terjadi. Maka, pemerintah perlu segera mengeluarkan langkah-
langkah perlindungan kawasan karst untuk melindungi dan menghindari
kerusakan lingkungan yang lebih parah.

Kertas Posisi Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst di Indonesia | 1


II. KARST, KAWASAN KARST, DAN EKOSISTEM KARST
Pada sisi kebijakan pengelolaan & perlindungan ekosistem Karst beberapa
kebijakan yang mengatur ekosistem karst diantaranya tercantum di
dalam Undang-undang 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Pada Pasal 21 (ayat 3; huruf “g”) Menyebutkan Kriteria
baku kerusakan Lingkungan Hidup Karst. Sedangkan dalam penjelasan
pasal 57 (huruf “a”) menyebutkan Konservasi sumberdaya alam meliputi
antara lain konservasi sumberdaya air, ekosistem hutan, ekosistem pesisir
dan laut, energi, ekosistem lahan gambut, dan ekosistem karst.
Pada Peraturan Pemerintah 26/2008 RTRW Nasional, disebutkan Tentang
Kawasan Lindung pada Pasal 51 huruf e, Kawasan lindung geologi
merupakan bagian dari kawasan lindung nasional. Selanjutnya dijelaskan
dalam Pasal 52 ayat 6 kawasan cagar alam geologi merupakan bagian
dari kawasan lindung geologi. Dalam Pasal 53 huruf b kawasan keunikan
bentang alam merupakan bagian dari kawasan cagar alam geologi. Dan
secara spesifik disebutkan dalam Pasal 60 ayat 2 bentang alam karst
merupakan salah satu kriteria keunikan bentang alam.
Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Peraturan Menteri ESDM No 17 tahun 2012
tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst, yang dimaksud dengan
karst adalah bentang alam yang terbentuk akibat pelarutan air pada batu
gamping dan/atau dolomit. Sedangkan sesuai dengan Pasal 1 angka 2,
Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) adalah karst yang menunjukkan
bentuk eksokarst dan endokarst tertentu. Kawasan karst yang telah
ditetapkan menjadi KBAK merupakan kawasan lindung geologi yang harus
dilindungi dan tidak boleh ada aktivitas apapun dalam wilayah tersebut.
Secara keilmuan, karst merupakan sebutan umum yang digunakan untuk
suatu kawasan, di mana batuan penyusunnya adalah batu gamping yang
telah mengalami proses pelarutan. Batu gamping bersifat karbonatan
(mengandung CaC03) sehingga mudah terlarut oleh air hujan yang
mengandung asam. Dikatakan kawasan karst apabila batu gamping

2 | Kertas Posisi Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst di Indonesia


tersebut telah mengalami proses kartisifikasi. Kartisifikasi merupakan
serangkaian proses mulai dari terangkatnya batu gamping ke permukaan
bumi akibat proses endogen serta terjadi proses pelarutan di dalam
ruang dan waktu geologi hingga akhirnya menghasilkan bentukan lahan
karst atau bentang alam karst. Berdasarkan Kepmen ESDM No. 17 Tahun
2012, Bentang Alam Karst adalah bentang alam di bawah permukaan
dan di permukaan tanah yang terbentuk secara khas berkembang akibat
pelarutan air pada batuan batu gamping dan/atau dolomit.
Proses pelarutan oleh air hujan di permukaan menghasilkan bentang
alam eksokarst yang khas, yakni karren atau lapies, bukit kerucut (conical
hill), menara karst (karst tower), lembah/topografi negatif di antara
sekumpulan bukit kerucut (doline), telaga kars, sungai periodik yang
berujung pada mulut gua vertikal (sinkhole), lubang air masuk (ponour),
sungai permukaan hilang masuk ke mulut gua (shallow hole), dan lembah-
lembah tidak teratur yang buntu (blind Valey). Selanjutnya, proses
pelarutan berkembang ke bawah permukaan menghasilkan bentukan di
bawah permukaan (endokarst). Proses tersebut menghasilkan jaringan
lorong-lorong komplek dengan jenis dan ukuran bervariasi membentuk
sistem perguaan (cave sistem) atau sistem sungai bawah tanah. 1
Berdasarkan RPP Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst, ekosistem
karst adalah tatanan karst di bawah permukaan dan di permukaan
tanah dan/atau di dalam laut dengan semua benda, daya, keadaan, dan
makhluk hidup yang merupakan satu kesatuan utuh menyeluruh dan
saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan
produktivitas lingkungan hidup.
Proses pembentukan karst memakan waktu ribuan bahkan jutaan tahun,
sehingga karst merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui.
Maka, satu tindakan salah manusia seperti pembukaan kawasan karst

1. Petrasa Wacana, “Analisa Kebijakan Pengelolaan Kawasan Kars Sukolilo (Studi


Kasus Rencana Pendirian Pabrik Semen di Kawasan Kars Kendeng Utara, Kecamatan
Sukolilo, Kabupaten Pati Jawa Tengah), Pusat Studi Manajemen Bencana Universitas
Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta.

Kertas Posisi Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst di Indonesia | 3


untuk kepentingan tambang atau perkebunan, dapat berakibat fatal pada
generasi manusia selanjutnya. Kawasan karst yang telah mengalami proses
karstifikasi mempunyai fungsi sebagai sumber penghidupan bagi manusia,
antara lain: 2
1. Fungsi Simpanan dan Sumber Air
Williams (1983 dalam Ritter, dkk., 1995) mengemukakan pendapat
tentang adanya tiga zone hidrografis di daerah karst yaitu (1) bagian
atas atau bagian kering (zone vados) dimana air bersirkulasi secara
bebas, (2) bagian bawah (zone preatik) yang jenuh secara permanen
dan (3) bagian peralihan (zone epikarstik) yang kadang kering, kadang
jenuh. Air hujan di daerah karst mengisi sistem hidrologi bawah tanah,
baik yang masuk melalui celah-rekah, lapies/karren ataupun yang
masuk melalui gua atau ponor. Fungsi air sebagai sumber kehidupan,
menjadikan daerah karst dengan zona epikarst dan sistem sungai
bawah tanahnya merupakan tandon dan saluran air alami bawah
tanah. Pada kawasan karst Sangkulirang Mangkalihat, terdapat enam
sungai besar yang berhulu di kawasan karst.
Selama ini Karst telah diketahui sebagai penyangga kebutuhan air,
termasuk fungsi penyimpan air tanah permanen dalam bentuk akuifer
yang keberadaannya mencukupi fungsi hidrologi. Sayangnya, sedikit
yang mau menghitung nilai valuasi ekonominya. Sebagai contoh nilai
valuasi ekonomi air di kawasan Karst Maros Pangkep, Sulawesi Selatan
(yang terancam oleh Industri Semen dan Marmer), berdasar nilai air
bakus PDAM mencapai Rp. 406.579.689.900,-/ tahun. Di Cekungan Air
Tanah Watu Putih pada pegunungan Kendeng yang saat ini terancam
industri semen, suplai air mencapai 51 juta liter air atau setara dengan
86,7 Juta rupiah perhari. Bahkan negara seperti Cina 30% kebutuhan
airnya terpenuhi dari ekosistem Karst, sedangkan Slovenia dan Austria
50% kebutuhan airnya dipenuhi ekosistem Karst.

2. Arif Jauhari, “Fungsi Karst sebagai Penyangga Kehidupan”, Semarang, 2016, KMPA Giri
Bahama dan Masyarakat Speleologi Indonesia.

4 | Kertas Posisi Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst di Indonesia


Kawasan karst berfungsi sebagai penyimpan air alami. Ekosistem yang
terbentuk selama jutaan tahun ini tidak akan bisa dipulihkan seratus
persen jika sudah rusak oleh industri ekstraktif. Ekosistem karst alami
memiliki daya serap air hingga 54 mm per-jam, sedangkan daya serap
karst pada bekas tambang yang sudah direklamasi mencapai 14 mm
per-jam atau hanya 25 persen dari kemampuan daya serap alami.
Tanpa direklamasi maka bekas kawasan tambang pada ekosistem
Karst hanya memiliki daya serap air sebesar 1 mm per-jamnya.
2. Fungsi Ekologi dan Biodiversitas
Kawasan karst yang memiliki ciri gua, mata air dan ponor, menjadikan
kawasan ini memberikan keanekaragaman hayati. Antara lain, goa
dijadikan tempat hidup ribuan kelelawar, ular dan berbagai fauna
lainnya. Peneliti kelelawar dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI), Profesor Dr. Riset Ibnu Maryanto, mengatakan bahwa kegunaan
yang diberikan mamalia terbang ini kepada manusia lebih banyak
ketimbang kerugian yang diakibatkannya. Demikian pula dengan biota
lain berupa burung sriti dan walet. Kebalikan dari kelelawar, kedua
jenis hewan ini adalah pemakan serangga pada siang hari. Selain
kelelawar dan burung, kawasan karst juga tempat tinggal primata dan
spesies-spesies baru lainnya.
Keanekaragaman hayati (flora, fauna, serta ekosistem secara
keseluruhan) harus dipandang secara komprehensif dan berkaitan,
terjaganya ekosistem karst akan berdampak positif pada lingkungan
sekitarnya. Sebagai contoh, dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS) pada kawasan Cekungan Air Tanah Watu Putih di Kabupaten
Rembang, sebagian besar kelelawar yang ditemukan merupakan
pemakan serangga yang berperan dalam pengendalian hama
pertanian, dengan daya jangkau antara 5-10 km (setara dengan 15.443
Ha). Jika perannya digantikan oleh pestisida, maka akan membutuhkan
biaya pestisida pertahunnya senilai Rp 8.791.000.000. Hal tersebut
belum mempertimbangkan dampak dan biaya kesehatan yang keluar
karena penggunaan pestisida, serta penurunan hasil panen karena
kehilangan penyerbuk alami dari kelelawar. Harusnya hal ini menjadi

Kertas Posisi Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst di Indonesia | 5


pertimbangan utama, mengingat berdasar estimasi output ekonomi
KLHS I, sektor pertanian Kab. Rembang menyumbang 22,5% dari
keseluruhan output ekonomi.
Pada daerah lainnya, Kelelawar pemakan serangga yang hidup di gua-
gua Karst Gombong berpotensi melindungi 1.142.000 jiwa yang tersebar
di 4 kabupaten 33 kecamatan dan 384 desa dari ancaman berbagai
penyakit yang dibawa oleh serangga seperti demam berdarah, malaria
dan penyakit lain, begitu juga dengan kelelawar pemakan buah yang
mampu menjelajah sampai 20 km berpotensi menjadi agen penyebar
biji untuk regenerasi hutan yang mencakup sedikitnya 577,18 km2.
Beberapa spesies juga berperan untuk proses penyerbukan di hutan-
hutan yang disangga oleh keberadaan kelelawar di Karst Gombong.
(Masyarakat Speleologi Indonesia 2016).
3. Fungsi penyerap karbondioksida sebagai bagian proses
karstifikasi.
Proses tersebut menunjukkan bahwa jasa penyerapan karbon
dilakukan pada proses kartifikasi. Hasil penelitian Ahmad Cahyadi
(2012) menunjukkan bahwa kapasitas penyerapan karbondioksida di
kawasan karst Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul sebesar
95,13 m3 /tahun/km 2. Hal ini menunjukkan seandainya lahan 1 km
2 rusak, maka dapat dipastikan penyerapan karbon sebesar 95,13
m 3 /tahun terhenti. Sedangkan pada kawasan karst Sangkulirang
Mangkalihat, serapan karbon organik sebesar 6,21 juta ton CO2/tahun
dan serapan karbon inorganic sebesar 0,18 juta ton CO2/tahun.
Terputusnya siklus karbon akibat penambangan di kawasan karst akan
ikut menyumbang pemanasan global dan perubahan iklim. Secara
kualitas, apabila kita beraktifitas di daerah karst, udara terasa lebih
segar.

6 | Kertas Posisi Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst di Indonesia


Pada sisi lain, perubahan iklim sangat berpengaruh pada kedaulatan
pangan, pada 2015 IFAD menghitung produksi pertanian Indonesia
turun 21% akibat perubahan iklim. Analisis mengenai dampak
perubahan iklim terhadap produksi padi di Jawa saja, menunjukkan
bahwa produksi padi pada tahun 2025 dan 2050, masing-masing akan
berkurang sebesar 1,8 juta ton dan 3,6 juta ton dibandingkan tingkat
produksi padi saat ini.
Parahnya pada sisi lain pertambahan industri ekstraktif, khususnya
semen juga dicatat oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan sebagai penyumbang emisi karbon terbesar mencapai 48%
(Laporan Investigasi Gas Rumah Kaca KLHK, 2014). Pada sisi lain
China justru menutup banyak Industri semennya –atau lebih tepatnya
memindahkan ke luar negeri- setelah menyadari industri semen
menaikkan emisi CO2 dari 57% pada tahun 1994 menjadi 72% pada
tahun 2005 (SDRC 2004 & NDRC 2012). Pada saat yang bersamaan
Kementerian Perlindungan Lingkungan Cina berencana mengurangi
produksi semen hingga 37 Juta ton pada 2015.
Industri Semen juga berpotensi sebagai penyumbang pencemaran
udara terbesar, karena memproduksi Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen
oksida (Nox), Karbon Monoksida (CO), serta debu dan Karbon Dioksida
(CO2) sebagai penyumbang polusi terbesarnya.
4. Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Kawasan karst merupakan laboratorium alam yang unik untuk ilmu
pengetahuan. Banyak hal yang dapat dikaji serta banyak pula yang
memberi kemanfaatan bagi kehidupan manusia. Banyak sekali bidang
ilmu yang dapat mengkaji karst dan lingkungannya.
5. Fungsi Sosial-Budaya
Jasa budaya (cultural services), jasa budaya merupakan manfaat bukan-
material yang diperoleh dari ekosistem, seperti : spritual, kognitif,
refleksi, rekreasi, serta estetik. Dalam banyak kebudayaan di Indonesia,
sumber-sumber air merupakan lokasi-lokasi utama dalam berbagai
kepercayaan serta menjadi lokasi-lokasi upacara ritual kepercayaan.

Kertas Posisi Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst di Indonesia | 7


Pengelolaan oleh komunitas bukan berarti tidak memiliki nilai ekonomi
yang signifikan, sebagai gambaran pengelolaan kawasan ekowisata
karst oleh komunitas di Maros Pangkep, Sulawesi-Selatan pada tahun
2016 saja terjadi perputaran uang hingga Rp. 6.522.000.000 yang
langsung dinikmati oleh masyarakat sekitar, dengan jumlah pengunjung
43.480 orang/tahun (rata-rata perpengunjung Rp. 150.000),
bandingkan dengan target pemerintah Cina di Hutan Batu Yunan
dengan rata-rata kunjungan 2 juta orang yang pada 2020 menargetkan
pemasukan hingga 10 Juta Yuan/ kurang lebih 20 miliar rupiah (rata-
rata perpengunjung Rp. 10.000). Dalam konteks ini penting tetap
memperhatikan daya tampung dan daya dukung lingkungannya.

8 | Kertas Posisi Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst di Indonesia


III. SALAH KAPRAH MENGENAI KARST
Karst Muda Boleh Ditambang
Ada beberapa ahli yang menggolongkan kawasan karst menjadi tiga, yakni
karst tua (karst kelas satu), karst setengah tua (karst kelas dua), dan karst
muda (karst kelas tiga). Berdasarkan pengklasifikasian itu, karst kelas dua
dan tiga dapat ditambang dengan syarat mitigasi. Pengklasifikasian kawasan
karst ini juga terkandung dalam Permen No. 17/2012 tentang Penetapan
Kawasan Bentang Alam Karst karena menggunakan pendekatan geologi
yaitu didasarkan pada umur kawasan karst. Hal ini yang banyak dilakukan
oleh mereka yang berlatarbelakang geografi dimana yang dikaji hanyalah
bagian permukaan. Padahal mengkaji karst bukan hanya permukaan. Maka,
mengkaji karst harus menggunakan pendekatan geologi.
Jika Tidak Ada Sungai Bawah Tanah, Karst Boleh Ditambang
Berdasarkan Permen ESDM No. 17 tahun 2012, karst dibentuk secara
parsial. Padahal, yang disebut karst adalah seluruhnya. Maka, Permen No.
17/2012 menjadi perdebatan. Hal ini berakibat adanya tafsir bahwa jika
di bawah kawasan karst tidak ada sungainya, maka kawasan itu bukan
kawasan karst sehingga boleh ditambang. Padahal ketika ada ponor atau
lubang di kawasan karst, maka di bawahnya pasti ada sungai.

IV. MASALAH dan ANCAMAN TERHADAP KARST


Kerusakan kawasan karst muncul karena beberapa faktor, seperti
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang ekosistem karst, kerusakan
lingkungan di sekitar kawasan karst, transformasi lahan, perubahan
iklim, konflik tenurial, dan aktivitas manusia khususnya pertambangan.
Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai karst, misalnya fungsi batu
gamping mengakibatkan kawasan karst rusak karena aktivitas masyarakat.

Kertas Posisi Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst di Indonesia | 9


Penyusutan Karst di Sukolilo Pati
Pengaturan mengenai Bentang Alam Karst Sukolilo diatur melalui Keputusan
Menteri ESDM Nomor 2641 K/40/MEM/2014 tentang Penetapan Kawasan
Bentang Alam Karst Sukolilo. Melalui kebijakan tersebut sebagian kawasan
karst yang membentang di sepanjang 3 Kabupaten, yaitu Kabupaten Pati,
Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Blora ditetapkan sebagai Kawasan
Bentang Alam Karst (KBAK). Penetapan tersebut mempunyai implikasi
kawasan yang ditetapkan sebagai KBAK Sukolilo menjadi kawasan lindung.
Sebelumnya, KBAK Sukolilo diatur melalui Kepmen ESDM Nomor 0398
K/40/MEM/2005 tentang Penetapan Kawasan Karst Sukolilo.
Secara keseluruhan, di tiga kabupaten (Pati, Blora, dan Grobogan) terdapat
perluasan wilayah KBAK Sukolilo. Namun, khusus Kabupaten Pati terdapat
penyempitan kawasan hampir setengah dari luasan kawasan karst yang
sebelumnya telah ditetapkan dalam KBAK, sebagaimana tabel di bawah ini:
Tabel 8. Perbandingan Luas Kawasan Karst Sukolilo

Luas (Km2)
NO Kabupaten KBAK SUKO- KBAK SUKO- Keterangan
LILO 2005 LILO 2014
1. Pati 118,02 71,80 (-) 46,22
2. Grobogan 71,17 112,20 (+) 41,03
3. Blora 4,53 16,79 (+) 12,26

JUMLAH 193,72 200,79

10 | Kertas Posisi Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst di Indonesia


Penambangan dan Rencana Penambangan di Kawasan Karst
Maraknya industri semen dianggap banyak pihak tak lepas dari derasnya
arus pembangunan infrastruktur yang memerlukan semen sebagai bahan
baku. Asosiasi Semen Indonesia memperkirakan kebutuhan semen sekitar
83 juta ton di tahun 2016. Kementerian Perindustrian menyebutkan 12
investor siap menggelontorkan dana sekitar US$ 6,68 miliar (Rp 65,03
triliun) untuk membangun pabrik semen di Indonesia pada 2013-2017.
Investasi tersebut akan melambungkan kapasitas produksi semen di Tanah
Air menjadi 108,77 juta ton, atau bertambah 48,3 juta ton dari akhir 2012
sebanyak 60,47 juta ton (Kemenperin, 2016). Sebagian investor berasal
dari Tiongkok yang telah membatasi penambangan kawasan karst mereka.
Tetapi, pendapat lain disampaikan Ketua Asosiasi Semen Indonesia,
Widodo Santoso yang mengatakan bahwa ekspor semen dan clinker
menjadi satu-satunya alternatif untuk meningkatkan utilisasi karena
kapasitas semen dalam negeri sudah oversupply. Menurut Widodo, Adapun
negara yang menjadi pasar ekspor utama adalah Bangladesh dan Srilanka,
sedangkan tahun ini ASI akan mengembangkan ekspor ke Australia dan
Afrika: “Kami akan mengembangkan ekspor ke Australia karena di sana
butuh banyak sekali clinker. Kemudian Afrika Selatan dan Nigeria serta
pasar yang akan menjanjikan, Timur Tengah” (Endarwati, 2017). Lebih
lanjut, Widodo menyatakan bahwa tahun 2017, kapasitas produksi semen
sudah mencapai 92,7 juta ton dari permintaan 65 juta ton. Tahun 2018
akan menyusul dibangun dua unit baru yaitu Semen Padang dan Semen
Baturaja, sehingga over supply akan meningkat menjadi sekitar 30 juta ton.
Karena over supply tersebut, Beberapa produsen semen terpaksa harus
menyetop sebagian pabriknya, karena stok di gudang penyimpanan sudah
penuh. Bahkan, beberapa di antaranya ada yang sudah menyimpan klinker
atau produk setengah jadi di ruang terbuka, karena gudang penuh.
Potensi Kerusakan Karst Karena Penambangan
Pemberlakuan UU No. 23 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah membuat
pemerintah daerah seperti berlomba mengeksploitasi sumber daya alam
yang ada, termasuk kawasan karst. Hal ini memperoleh legitimasinya
oleh Permen No. 17/2012 tentang Penetapan KBAK yang memberikan

Kertas Posisi Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst di Indonesia | 11


gambaran bahwa tak semua kawasan batu gamping adalah kawasan karst.
Aceh yang 20% wilayahnya adalah kawasan karst adalah salah satu wilayah
yang terancam eksploitasi karst. Kawasan karst Pidie menurut dokumen
RTRW Pemkab Pidie tahun 2014-2034 serta peta rencana pola ruang
Kabupaten Pidie, sebagian besar merupakan kawasan pertambangan
dan sebagian kecil adalah kawasan industri. Sedangkan di Jawa Tengah,
Raperda Revisi RTRWP Jawa Tengah masih mengakomodir pertambangan
di Pegunungan Kendeng Utara dan CAT Watuputih. Hal ini bertentangan
dengan KLHS Pegunungan Kendeng Tahap 1 yang mengarahkan agar CAT
Watuputih menjadi peruntukan tunggal yakni kawasan lindunga. Demikian
juga KLHS Tahap 2 yang menyatakan agar kawasan andalan Juwana, Jepara,
Kudus, Pati, Rembang, dan Blora diarahkan sebagai sektor unggulan
budidaya dan konservasi dan tidak lagi mengakomodir pertambangan.
Saat ini ancaman terbesar kawasan ekosistem karst adalah industri
ekstraktif, khususnya industri semen, sebab batu gamping dan kapur
sebagai komponen utama karst merupakan bahan baku utama Indusri
Semen. Limestone/ Calcium Carbonate ( CaCO3) atau yang biasa dikenal
awam sebagai batu gamping merupakan komposisi penting dalam
pembuatan semen, mencapai 49%-55% dalam tiap komposisinya.
Pabrik Semen di Indonesia separuh lebih berada di Pulau Jawa dengan
kapasitas produksi dari tiga perusahan besar di Jawa mencapai 11.084,01
juta ton, sedangkan cadangan yang dimiliki dari tiga industri semen ini
sebesar 13.930,60 juta ton. Kebutuhan untuk semen dengan asumsi
pertumbuhan kebutuhan semen tiap tahunnya 10 %, tahun 2015-2025
diperkirakan mencapai 1.259,8 juta ton, sehingga cadangan dan produksi
yang ada sudah melebihi kebutuhan semen untuk 10 tahun ke depan.
(Masyarakat Speleologi Indonesia 2016).

12 | Kertas Posisi Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst di Indonesia


(Gb 1, Daftar Pertambangan di Kawasan Karst, Sumber JATAM, 2018.)

Kertas Posisi Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst di Indonesia | 13


(Gb. 2 Daftar Pertambangan di Kawasan Karst, Sumber JATAM , 2018)

14 | Kertas Posisi Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst di Indonesia


Berdasar data proyeksi Asosiasi Semen Indonesia (Asosiasi Semen Indonesia,
oktober 2017), kapasitas mill industri semen yang ada saat ini mencapai
107.971480 ton, padahal proyeksi konsumsi semen domestik hanya
mencapai 65,1 Juta ton, angka proyeksi ini masih lebih besar dibandingkan
realisasi kebutuhan semen hingga agustus 2017 sebesar 41.128.780 ton.
Sayangnya klaim bahwa kebutuhan peningkatan industri semen guna
pembangunan infrastruktur juga tidak berdasar, faktanya 75% konsumsi
semen digunakan untuk kepentingan retail (masyarakat).
Perusahaan Industri Semen & Kapasitasnya

*data diatas merupakan kapasitas terpasang, belum termasuk industri


semen swasta baru seperti :
• Siam Cement (Thailand) di Sukabumi, Jawa Barat
• Ultratech di Wonogiri, Jawa Tengah
• Semen Puger di Jawa Timur
• Semen Barru di Sulawesi Selatan
• Semen Panasia di Sulawesi Selatan
• Semen Gombong di Jawa Tengah
• Semen Grobogan di Jawa Tengah

Kertas Posisi Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst di Indonesia | 15


Indonesia sampai saat ini masih terus mendorong industri semen untuk
membuka pertambangan dan pabrik baru, padahal Meski dengan nilai
valuasi ekonomi yang sangat besar, serta berdampak pada kelangsungan
penghidupan banyak orang, tetap saja ada upaya memberikan jalan lebih
besar pada industri ekstraktif, tanpa mempertimbangkan bahwa produksi
semen telah jauh melampaui kebutuhan, perhitungan Kementerian
Perindustrian produksi semen pada 2017 akan mencapai 102 juta ton dari
total kebutuhan 70 Juta ton.

16 | Kertas Posisi Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst di Indonesia


V. REGULASI TERKAIT KARST
Peraturan terkait pengelolaan karst adalah sebagai berikut:
1. UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Pasal 21 ayat (3) huruf g dan ayat (5) UU ini menyatakan perlunya
ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Ekosistem Karst;
2. Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008, tentang Rencana Tata Ruang
Nasional;
3. Peraturan Menteri ESDM No 17 tahun 2012, tentang Penetapan
Kawasan Bentang Alam Karst;
4. Surat Edaran Menteri LHK No. 5 Tahun 2016 tentang Pedoman Umum
Penyusunan RPPLH Provinsi dan Kab/Kota: Strategi Implementasi
Arahan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pulau
Kalimantan
Surat Edaran ini bertujuan mempertahankan dan meningkatkan luas
wilayah berfungsi lindung pada wilayah yang berfungsi memberikan
jasa pengatur air terutama daerah pegunungan bagian utara dan karst
di bagian timur Pulau Kalimantan

Pengaturan Karst Sukolilo


Pengaturan kawasan karst mulai diatur pada tahun 1999 lewat Keputusan
Menteri ESDM Nomor: 1518 K/20/MPE/1999 tentang Pengelolaan
Kawasan Karst yang kemudian diperbarui dengan Keputusan Menteri ESDM
Nomor: 1456 K/20/MEM/2000 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan
Karst. Dalam Kepmen ini Kawasan Karst di klasifikasikan ke dalam 3 kelas,
yaitu: karst kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Dalam menentukan klasifikasi
kawasan karst Kepmen ESDM 1456 K/20/MEM/2000 mengamanatkan
untuk dilakukan inventarisasi, klasifikasi, pemanfaatan dan perlindungan
serta pembinaan dan pengawasan untuk kawasan kars sehingga dapat
ditentukan apakah kawasan ini merupakan kawasan kars kelas I yang perlu
dilindungi dari kegiatan penambangan atau masuk ke dalam kawasan kars

Kertas Posisi Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst di Indonesia | 17


Berdasarkan Kepmen ESDM 1456 K/20/MEM/2000 setidaknya ada 3
kawasan di Jawa Tengah yang ditetapkan menjadi Kawasan Bentang Alam
Karst (KBAK) lewat Keputusan Menteri, diantaranya: KBAK Gombong
lewat Keputusan Menteri ESDM RI No. 961.K/40/MEM/2003 tentang
Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst Gombong, KBAK Gunung Sewu
lewat Keputusan Menteri ESDM RI No. 1659.K/40/MEM/2004 tentang
Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst Gunung Sewu, dan KBAK Sukolilo
dengan terbitnya Keputusan Menteri ESDM RI No. 0398.K/40/MEM/2005
tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst Sukolilo.
Untuk Kawasan Karst Sukolilo yang ditetapkan lewat Keputusan Menteri
ESDM RI No. 0398.K/40/MEM/2005 keberadaannya terletak di 3
kabupaten, yaitu: Kabupaten Pati dengan luasan 118,02 Km2 (Kec. Sukolilo,
Kayen, dan Tambakromo), Kabupaten Grobogan dengan luasan 72,12
Km2 (Kec. Brati, Grobogan, Tawangharjo, Wirosari, dan Ngaringan), dan
Kabupaten Blora dengan luasan 4,53 Km2 (Kec. Todanan).
Dalam rencana eksploitasi yang dilakukan di Kabupaten Pati, lokasi rencana
pertambangan kedua perusahaan tersebut berada di dalam KBAK Sukolilo
atau sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri ESDM
RI No. 0398.K/40/MEM/2005, sehingga untuk memuluskan rencana
pertambangan tersebut pada tahun 2008 Pemerintah daerah melalui
Gubernur Jawa Tengah mensiasati sedemikian rupa KBAK Sukolilo dengan
menerbitkan Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 128 tahun 2008
tentang Penetapan Kawasan Lindung Karst Sukolilo yang pada intinya
menetapkan calon lokasi pertambangan sebagai Kawasan Karst Kelas II
yang boleh dilakukan kegiatan pertambangan.
Terbitnya Pergub Jateng 128/2008 tersebut tidak didasari kajian tentang
geologi, bentang alam karst luar dan dalam, hidrologi serta landasan hukum
yang kuat tersebut diadopsi secara serta merta ke dalam Draft Rancangan
Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang Willayah (RTRW)
Kabupaten Pati yang kemudian dijadikan acuan untuk menerbitkan Izin
Usaha Pertambangan. Hal ini dapat dilihat dari pengaturan peruntukan
kawasan yang pada RTRW Kabupaten Pati terdahulu kawasan di sekitar
KBAK Sukolilo di peruntukan sebagai kawasan pertanian dan pariwisata

18 | Kertas Posisi Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst di Indonesia


berubah menjadi kawasan pertambangan hanya khusus pada calon lokasi
Pertambangan semen oleh PT semen Gresik dan PT SMS.
Penetapan Kawasan Karst dan Langgengnya Keserakahan
Pada Juni 2012 Kementerian ESDM kembali menerbitkan Peraturan Menteri
ESDM Nomor 17 tahun 2012 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam
Karst. Dalam Permen ESDM tersebut Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK)
yang merupakan kawasan lindung geologi sebagai bagian dari kawasan
lindung nasional merupakan KBAK yang menunjukkan bentuk eksokarst
dan endokarst tertentu dengan kriteria sebagai berikut: 1) memiliki fungsi
ilmiah sebagai objek penelitian dan penyelidikan bagi pengembangan
ilmu pengetahuan; 2) memiliki fungsi sebagai daerah imbuhan air tanah
yang mampu menjadi media meresapkan permukaan air kedalam tanah;
3) memiliki fungsi sebagai media penyimpan air tanah secara tetap
(permanen) dalam bentuk akuifer yang keberadaannya mencakupi fungsi
hidrologi; 4) memiliki mata air permanen; dan 5) memiliki gua yang
berbentuk sungai atau jaringan sungai bawah tanah.
Selain mengatur tentang kriteria dan ciri kawasan bentang alam karst,
Permen tersebut juga sekaligus mencabut Kepmen ESDM 1456 K/20/
MEM/2000 serta aturan setelahnya termasuk Keputusan Menteri ESDM
RI No. 0398.K/40/MEM/2005 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam
Karst Sukolilo. Dalam Permen ESDM 17/2012 ini kawasan karst tidak lagi
di klasifikasikan sebagaimana aturan sebelumnya. Kawasan karst yang
telah ditetapkan menjadi kawasan karst kelas I secara otomatis masuk
menjadi kawasan karst.
Dalam Permen ESDM 17/2012 juga mengatur bahwa penetapan kawasan
karst ditetapkan oleh menteri dengan memberi kewenangan kepada kepala
daerah (bupati/walikota/gubernur) untuk mengajukan usulan penetapan
kawasan bentang alam karst. Hal inilah yang kemudian dijadikan pijakan
bagi bupati Pati untuk mengusulkan penetapan kawasan karst sesuai
dengan Pergub 128/2008. Artinya, calon lokasi pertambangan PT SMS,
dimana izin eksplorasinya keluar pada tahun 2006 yang semula masuk
dalam kawasan karst, pada Keputusan Menteri ESDM No 2641 K/40/
MEM/2014 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst Sukolilo tidak

Kertas Posisi Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst di Indonesia | 19


lagi masuk sebagai Kawasan Bentang Alam Karst, padahal berdasarkan
penelitian dan kajian yang dilakukan oleh ASC bersama JMPPK lokasi calon
tambang PT SMS memiliki ciri-ciri kawasan karst sebagaimana disebutkan
dalam Permen ESDM 17/2012.

VI. ANALISA TERHADAP PENGATURAN KARST


1. Mengenai kawasan karst dan bukan kawasan karst
Pengaturan kawasan karst tergolong baru. Dalam perkembangannya,
pengaturan kawasan karst masih berfokus pada mana yang kawasan karst
dan mana yang bukan kawasan karst. Demikian pula yang tercantum dalam
RPP tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst. Pembahasan
kawasan karst mengenai hanya KBAK dan non KBAK merupakan
penyederhanaan substansi, mengingat kawasan karst seharusnya ditinjau
juga dari hal-hal non-fisik sebagaimana Permen ESDM No. 14 Tahun 2000.
Para pembuat Permen No. 17/2012 tidak memiliki strategi yang jelas
dalam menentukan batas kawasan karst dan bukan kawasan karst.
2. Mengenai Kewenangan Pemerintah dalam Penetapan Karst
Dalam Permen No. 17/2012, penetapan KBAK harus berdasarkan usulan
dari Pemerintah Daerah (Gubernur, Bupati/Walikota). Sementara itu,
masyarakat tidak dilibatkan dalam proses penentuan KBAK tersebut,
sehingga penentuan KBAK dilakukan secara sepihak oleh Menteri ESDM
atas usulan Pemerintah Daerah. Selain itu, penentuan KBAK mensyaratkan
adanya bukti keberadaan sungai bawah tanah, padahal pembuktian secara
ilmiah dapat dijadikan dasar keberadaan sungai bawah tanah.
Dalam RPP, penetapan kawasan karst Pasal 9, yakni: Menteri menetapkan
ekosistem karst berdasarkan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5. Sementara itu, Pasal 16 – 18 RPP mengatur mengenai
penyusunan dan penetapan rencana perlindungan dan pengelolaan
ekosistem karst. Dalam pasal 18, Kepala Daerah (Gubernur, Bupati/
Walikota) menyusun dan menetapkan rencana perlindungan dan
pengelolaan ekosistem karst setelah mendapat rekomendasi teknis dari
Menteri. Selengkapnya sebagai berikut:

20 | Kertas Posisi Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst di Indonesia


(1.) Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst provinsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) disusun dan ditetapkan
oleh gubernur.
(2.) Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst kabupaten/
kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) disusun dan
ditetapkan oleh bupati/wali kota.
(3.) Penetapan rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst oleh
gubernur atau bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi teknis dari
Menteri.
Pengusulan sebuah kawasan sebagai KBAK atau tidak, seharusnya
melibatkan masyarakat. Ketika Pemerintah Daerah diberi kewenangan
untuk mengusulkan, pemerintah daerah dapat bertindak sesuai dengan
keinginan/kepentingannya tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat
dan lingkungan hidup.

VII. PENUTUP
Dari pemaparan di atas, telah jelas fungsi kawasan karst bagi kehidupan
seluruh makhluk. Fungsi ini tidak dapat digantikan ketika karst dibuka dan
dieksploitasi oleh manusia. Tetapi fungsi karst selama ini telah disimpangi
oleh pemerintah yang dengan mudahnya memberikan izin bagi pengusaha
swasta maupun BUMN untuk mengeksploitasi kawasan karst. Pemberian
izin-izin tersebut telah merusak lingkungan hidup dan berpotensi
mengakibatkan kerusakan yang lebih parah.
Jaringan advokasi karst telah memetakan peraturan-peraturan yang
berlaku untuk melindungi kawasan karst. Tetapi peraturan-peraturan
tersebut belum cukup melindungi ekosistem karst. Terlebih tak adanya
mekanisme sanksi yang lebih tegas, yang selama ini masih menginduk pada
Undang-undang No. 32/2009. Pengaturan kawasan karst diharapkan juga
memuat sanksi yang lebih berat kepada para perusaknya. Jaringan advokasi
melihat peluang pengaturan tersebut dalam RPP Perlindungan dan
Pengelolaan Ekosistem Karst yang tengah mandeg pembahasannya. Selain

Kertas Posisi Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst di Indonesia | 21


hal tersebut, jaringan memandang bahwa pembuatan kebijakan selama
ini telah meninggalkan masyarakat sebagai subyek utama perlindungan
kawasan karst khususnya dalam proses pengambilan keputusan. Maka,
untuk mendorong perlindungan kawasan karst, jaringan advokasi karst
merekomendasikan beberapa hal berikut ini:
Pertama, melakukan penguatan masyarakat dalam bentuk melakukan
pendidikan-pendidikan kritis mengenai kawasan karst, fungsi kawasan
karst, perlindungan dan pengelolaan kawasan karst, dan pengaturan
kawasan karst;
Kedua, mendorong pengawalan terhadap pembahasan RPP Perlindungan
dan Pengelolaan Karst dan mendesak pengesahan RPP tersebut untuk
memastikan keselamatan ekosistem Karst;
Ketiga, mendorong hal keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan mengenai kawasan karst menjadi salah satu substansi dalam
RPP Karst;
Keempat, Mendorong Gugatan Hukum dan Perubahan atas Protokol
Penetapan Pengelolaan Ekosistem Karst dalam Permen ESDM No 17
Tahun 2012 yang merugikan Lingkungan Hidup dan demi memastikan
keselamatan rakyat dan ekosistem Karst.
Kelima, Mendorong Moratorium dan Evaluasi Perizinan Tambang dan
Kegiatan Eksploitatif lainnya di Kawasan Karst, Tak Boleh ada Izin baru dan
atas izin yang sudah ada mesti di Evaluasi kembali keberadaannya hingga
dicabut izinnya.
** Jaringan Advokasi Karst adalah Jaringan Individu, Komunitas Warga
dan Organisasi Masyarakat Sipil yang terdiri dari WALHI Nasional,
WALHI Jawa Tengah, JATAMNAS, JATAM Kaltim, JATAM Kaltara, YLBHI,
LBH Semarang, ISS, ASC, JMPPK, KRuHA, Yayasan Desantara dan
PWYP. (Jaringan ini sifatnya terbuka dan akan terus berkembang
mengakomodasi partisipan lainnya yang ditopang oleh tujuan yang
sama).

22 | Kertas Posisi Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst di Indonesia


Lamporan, Ritus warga kendeng menolak PT Semen Indonesia.
Sumber foto: Jatam 2018
Jaringan Advokasi Karst adalah Jaringan
Individu, Komunitas Warga dan Organisasi
Masyarakat Sipil yang peduli pada
penyelamatan ekosistem karst dan rakyat
yang ruang hidupnya berhubungan dengan
ekosistem penting ini.
Jaringan ini terdiri dari JATAMNAS, WALHI
Nasional, WALHI Jawa Tengah, JATAM Kaltim,
JATAM Kaltara, YLBHI, LBH Semarang, ISS, ASC,
JMPPK, KRuHA, Yayasan Desantara dan PWYP.

Aksi Solidaritas Asia-Pasifik Menolak Ekstraktivisme dan Pabrik Semen di


Kendeng. Sumber Foto: Jatam 2018

Anda mungkin juga menyukai