PENDAHULUAN
Indonesia secara regional berada pada dua buah lempeng besar yaitu Lempeng
Pacifik di Utara dan Lempeng Australia di Selatan. Akibat tumbukan kedua lempeng
tersebut, telah menempatkan Indonesia menjadi salah satu wilayah Negara yang
rawan dengan bencana gempa bumi, tsunami dan letusan gunung berapi. Namun,
dibalik bencana alam akibat tumbukan dua lempeng tersebut, membawa hikmah yang
tak ternilai harganya. Akibat aktifitas pergerakan kedua lempeng tersebut pulalah
sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang patut disyukuri, misalnya mineral
Proses mineralisasi adalah salah satu keuntungan dari bencana yang diakibat- kan
tumbukan kedua lempeng, secara nyata telah menempatkan Indonesia sebagai Negara
kaya akan berbagai macam mineral atau bahan galian. Sumberdaya mineral atau
bahan galian yang terkandung di Indonesia sebenarnya sudah diusahakan sejak jaman
Hindia Belanda, seperti tambang emas di Cikotok yang baru dilakukan penutupan
diakhir tahun 1980-an, kemudian tambang bauksit di Pulau Bintan, tambang Batubara
di Sumatera Barat dan lain-lain. Melihat sejarah pertambangan Indonesia yang sudah
berjalan cukup lama, merupakan modal dasar pembangunan dalam rangka mencapai
pengolahan dan pemurnian, pengang kutan dan penjualan serta kegiatan pasca
Batu kapur merupakan salah satu bahan galian C yang banyak terdapat di
Indonesia. Pegunungan kapur di Indonesia menyebar dari barat ke timur mulai dari
pegunungan di Jawa Tengah hingga ke Jawa Timur, Madura, Sumatra, dan Irian Jaya.
Besarnya potensi tersebut diiringi pula dengan konsumsi batu kapur yang besar untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Secara umum segala benda yang ada di rumah dan
kantor membutuhkan batuan kapur dengan fase tertentu baik langsung maupun tidak
langsung. Batu kapur ialah batuan sedimen yang terdiri dari mineral Calcite (kalsium
carbonate). Sumber utama dari Calcite adalah organisme yang berasal dari laut dan
menghasilkan kulit kerang yang keluar ke air dan terbawa hingga bawah samudera
sebagai pelagic ozone. Calcite sekunder juga dapat terdeposisi oleh air meteroik
tersupersa turasi (air tanah yang presipitasi material di gua). Ini menciptakan
speleothem seperti stalagmite dan stalaktit. Bentuk yang lebih jauh terbentuk dari
Olite (batu kapur Oolitic) dan dapat dikenali dengan penampilannya yang “granular”.
Batu kapur membentuk 10% dari seluruh batuan sedimen (Gofur & Wesnawa, 2018).
Sampai saat ini pemanfaatan batu kapur sebagai bahan dasar pembuatan semen
masih sangat produktif digunakan terbukti dengan adanya proses ekspor Indonesia
pernah menduduki posisi ke 2 setelah Thailand dan menduduki posisi ke 4 setelah
negara Thailand, Jepang dan Turki. Pada kegiatan inpor Indonesia tidak termasuk
jajaran negara yang banyak menginpor semen dan pada kegiatan konsumsi semen
ASEAN dan pernah menduduki peringkat ke 3 setelah Thailand dan Vietnam, Hal ini
sangat membuktikan bawasanya semen merupakan bahan yang sangat penting bagi
rumah atau pembangunan fisik lainya. Semen merupakan zat yang digunakan untuk
merekatkan batu, bata, batako maupun bahan bangunan lainya (Gofur & Wesnawa,
2018).
mengubah daerah yang tadinya bukit berubah menjadi cekungan dan tebing-tebing
pemerintah. Swasta dan masyarakat juga sangat penting peran sertanya dalam
hak dan kewajiban berperan serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup,
menjaga ekosistem lahan karst merupakan salah satu indikator untuk pengukuran
kerusakan lahan karst. Faktor manusia menjadi salah satu penentu keberlangsungan
tolak ukur yang dapat dijadikan untuk melihat sejauh mana masyarakat berperan aktif
Jember merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Timur dan
Kabupaten Jember memiliki sumberdaya bahan galian C, yaitu batu kapur yang
perbukitan kompak (batu kapur) yang secara administratif berada di Desa Grendeng,
Puger Kulon dan Puger Wetan, Kecamatan Puger Kabupaten Jember Provinsi Jawa
Timur. Gunung memiliki ketinggian 245 m dengan luas wilayah + 285 Ha. Batu
kapur Gunung Sadeng merupakan bahan galian industri yang cukup potensial di
dengan luas areal tambang 183 Ha berkualitas putih super atau high grade.
Kawasan kapur adalah kawasan yang mudah rusak ”fragil” serta memiliki daya
lenting yang sangat kecil kondisi demikian mengharuskam kawasan tersebut harus
akan berdampak pada keseimbangan ekologi yang tidak lagi seimbang karena adanya
kerusakan kawasan yang merupakan rumah dari ekosistem yang ada kawasan
Gunung Sadeng Kecamatan Puger, Menimbang kawasan kapur yang mudah rusak
dan mempunyai daya lenting yang rendah yang kerusakaanya berdampak pada
kesimbangan ekologi yang ada di Gunung Sadeng. Pengeloaan lingkungan hidup
merupakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi
yang ditimbulkan tidak semakin parah, dan agar kawasan karst di Gunung Sadeng
dampak ekologi penambangan batu kapur sebagai bahan dasar pembuatan semen di
Pada penulisan seminar ini dibatasi oleh suatu batasan masalah yaitu dampak
a. Bagi Penulis
Dengan penulisan ini, penulis dapat mengetahui dampak ekologi berupa flora
dan fauna, kondisi udara, dan lingkungan disekitar penambangan batu kapur di
Gunung Sadeng, Kecamatan Puger, Kabupaten Jember. Hasil dari penulisan ini
b. Bagi Masyarakat
serta masukan bagi masyarakat mengenai dampak ekologi dari penambangan batu
kapur.
BAB II
DASAR TEORI
1.1. Batu Kapur
Batu kapur atau batu gamping (limestone) termasuk batuan sedimen.
Batu ini berwarna putih, kelabu, atau warna lain yang terdiri dari kalsium
karbonat (CaCO3). Batu kapur ini pada dasarnya berasal dari sisa-sisa
organisme laut seperti kerang, siput laut, radiolarit, tumbuhan/binatang
karang (koral), dsb yang telah mati (Putra & Har, 2020).
Batu kapur merupakan sumber daya mineral yang melimpah di
Indonesia, jumlahnya diperkirakan sekitar 2.160 milyar ton (Aziz, 2010).
Pegunungan kapur di Indonesia menyebar dari barat ke timur mulai dari
pegunungan di Jawa Tengah hingga ke Jawa Timur, Madura, Sumatra, dan
Irian Jaya. Besarnya potensi tersebut diiringi pula dengan konsumsi batu
kapur yang besar untuk memenuhi kebutuhan manusia (Gofur & Wesnawa,
2018).
Batu kapur ialah jenis batuan sedimen yang mengandung senyawa
karbonat. Pada umumnya batu kapur yang banyak terdapat di alam adalah
batu kapur yang mengandung kristal kalsit. Batu kapur memiliki warna putih,
putih kekuningan, abu–abu hingga hitam. Pembentukan warna ini tergantung
dari campuran yang ada dalam batu kapur tersebut, misalnya : lempung,
kwarts, oksida besi, mangan dan unsur organic (Megawati et al., 2019).
Batu kapur ialah batuan sedimen yang terdiri dari mineral Calcite
(kalsium carbonate). Sumber utama dari Calcite adalah organisme yang
berasal dari laut dan menghasilkan kulit kerang yang keluar ke air dan
terbawa hingga bawah samudera sebagai pelagic ozone. Calcite sekunder
juga dapat terdeposisi oleh air meteroik tersupersa turasi (air tanah yang
presipitasi material di gua). Ini menciptakan speleothem seperti stalagmite
dan stalaktit. Bentuk yang lebih jauh terbentuk dari Oolite (batu kapur
Oolites) dan dapat dikenali dengan penampilannya yang “granular”. Batu
kapur membentuk 10% dari seluruh batuan sedimen (Gofur & Wesnawa,
2018). Berat jenis batu kapur berkisar 2,6 - 2,8 gr/cm 3 , dalam keadaan murni
dengan bentuk kristal kalsit (CaCO3), sedangkan berat volumenya berkisar
1,7 – 2,6 gr/cm3 (Megawati et al., 2019).
1.2. Pembuatan Semen
Semen adalah komoditi yang memanfaatkan sumber daya alam berupa
batu kapur tanah liat, pasir besi dan pasir silika melalui proses pembakaran
pada temperatur tinggi. Secara umum semen dapat didefinisikan sebagai
perekat hidrolisis yang dihasilkan dari penggilingan klinker yang kandungan
utamanya kalsium silikat dan bahan tambahan berupa kalsium sulfat. Semen
disebut sebagai bahan perekat hidrolisis karena senyawa-senyawa yang
terkandung di dalam semen tersebut dapat bereaksi dengan air dan
membentuk zat baru yang bersifat merekatkan terhadap batuan (Andini et al.,
2019).
Semen yang digunakan dalam konstruksi digolongkan kedalam semen
hidrolik dan semen non-hidrolik. Semen hidrolik yaitu material yang
mengeras setelah dicampur dengan air sebagai hasil dari reaksi kimia dari
pencampuran dengan air, dan setelah pembekuan, mempertahankan kekuatan
dan stabilitas bahkan dalam air. Semen nonhidrolik adalah material seperti
batu kapur dan gypsum yang harus tetap kering agar bertambah kuat dan
mempunyai komponen cair. Contoh semen non-hidrolik seperti adukan
semen kapur yang dibekukan hanya dengan pengeringan, dan bertambah kuat
secara lambat dengan menyerap karbondioksida (CO2) dari atmosfer untuk
kembali membentuk kalsium karbonat. Saat ini konstruksi semen kebanyakan
adalah semen hidrolik dan kebanyakan didasarkan pada semen Portland yang
dibuat dari batu kapur, mineral tanah liat tertentu dan gypsum dengan proses
temperatur tinggi yang menghasilkan karbon dioksida dan bercampur secara
kimia menghasilkan bahan utama menjadi senyawa baru (Andini et al.,
2019).
1.2.1. Tipe-Tipe Proses Pembuatan Semen
Ditinjau dari kadar air umpan, maka teknologi pembuatan semen
dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Proses Basar (Wet Process)
Proses basah diawali dengan pengecilan ukuran bahan baku
(raw material) menggunakan crusher. Setelah digiling, setiap
jenis bahan baku disimpan di tempat yang terpisah. Proses
penggilingan disertai penambahan air ke wash mill, sehingga
campuran bahan baku yang dihasilkan berupa slurry yang
mengandung air 25-40 % (Nur et al., 2015).
METODE PENELITIAN
Objek dalam penelitian ini adalah ekologi yang ada dikawasan gunung
Sadeng, dalam hal ini kawasasan ekologi yang rusak akibat dari penambangan batu
kapur. Subjek dalam penelitian ini yaitu aktifitas penambangan batu kapur yang
menyebabkan rusaknya ekologi di kawasan karst gunung Sadeng. Data yang
diperoleh terkait dengan karakteristik batu kapur, proses penambangan dan dampak
ekologi yang ada di Gunung Sadeng kecamatan Puger, menggunakan analisis
deskriptif kualitatif dengan pendektan ekologi.
BAB IV
BAB V
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat ditarik
kesimupaln yaitu jenis batu Kapur di Gunung Sadeng, Kecamatan Puger
yaitu Chalky limestone, yang merupakan sebuah batu Kapur lembut dengan
tekstur yang sangat halus, berwarna putih keabu-abuan. Batuan ini terbentuk
terutama dari cangkang berkapur organisme laut mikroskopis seperti
foraminifera atau dari berbagai jenis ganggang laut. Dan adanya batu Kapur
jenis Chalky limestone di Gunung Sadeng dimanfaatkan oleh para
penambang sebagai bahan dasar pembuatan semen dengan mengambilnya
rata-rata lebih dari 1 kwintal dalam satu hari. Proses penambangan batu kapur
di Gunung Sadeng terdiri dari beberapa tahapan antara lain tahap
penyelidikan, tahap pembabatan dan penebangan, tahap pengupasan lapisan
tanah penutup, tahap penggalian dan pemberairan, tahap pemuatan, tahap
pengangkutan dan tahap pembakaran yang kurang memperhatikan
lingkungan dalam melaku kan tahap demi tahap proses penambangan,
walaupun demikian ada beberapa hal yang mendukung terlaksananya proses
penambangan di Gunung Sadeng, antara lain karakteristik wilayah Gunung
Sadeng yang mendukung di laksanakanya proses penambangan, faktor
pendukung yang mempengaruhi kegiatan penambangan, kepemilikan lokasi
penambangan, izin penambangan yang mendukung terlaksananya proses
penambangan di Gunung Sadeng. Dampak ekologi penambangan batu kapur
bagi unsur biotik relatif kurang baik, bagi manusia proses penambangan
dapat mengganggu aktifitas sehari-hari bahkan mengganggu kesehatan
masyarakat maupun pekerja tambang itu sendiri, bagi flora atau tumbuhan
kegiatan penambangan sanagt merugikan karna habitat flora menjadi rusak
dan tercemar karena proses penambangan, bagi fauna proses penambangan
sangat menggagu habitatnya yang berdampak pada kelestarianya. Dampak
bagi unsur abiotik, antara lain bagi tanah proses penambangan dapat
mengganggu kesuburan tanah karna tanah yang semula ditanami banyak
vegetasi semakin lama vegetasi semakin habis dan tanah mudah longsor,
mudah tercemar karena unsur haranya tidak sebaik pada saat kondisi asal
sebelu adanya proses penambangan, bagi air pada saat musim penghujan air
mudah keruh dan tergenang dimana-mana, pada saat musim kemarau air
mudah langka karena vegetasi Gunung Sadeng sudah dibabat akibat proses
penambangan, bagi udara proses penambanga membaa dampak buruk
terutama pada proses pembakaran batu kapur, solusi dapat dilakukan adalah
dengan tetap mengutamakan lingkungan dalam kondisi apapun dalam proses
penambangan.
1.2. Saran
Saran yang dapat dikemukakan perlunya kegiatan gotong royong bagi
sesama pekerja tambang maupun pihak lain yang terkait dengan
penambangan untuk sama-sama menjaga lingkungan Gunung Sadeng
misalnya mengebalikan kembali tanah yang sudah dikupas atau yang sudah
digali ke tempat semula agar vegetasi bisa tumbuh kembali dan berfungsi
sebagaimana mestinya agar penambangan batu kapur bisa terus berlangsung
dan bisa dinikmati generasi yang akan datang dengan keadaan lingkungan
yang tetap terjaga. Keikutsertaan pemerintah dalam menjaga kelestarian
Gunung Sadeng agar masyarakat Kecamatan Puger tidak hanya merasakan
manfaat ekonomi nya saja namun juga manfaat lingkungannya juga, misalnya
memberikan penyuluhan kepada warga yang bekerja sebagai penambang agar
dapat mengetahui bagaimana menambang yang benar tanpa harus merusak
lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Andini, F., Suryani, L., & Amri, H. (2019). Review Industri Semen.
https://doi.org/10.31227/osf.io/4djwv
Aziz, M. (2010). Batu Kapur dan Peningkatan Nilai Tambah Serta Spesifikasi untuk
Industri. Jurnal Teknologi Mineral Dan Batubara, 3(6), 116–131.
Juniah, R., Dalimi, R., Suparmoko, M., & Moersidik, S. S. (2015). Public Health
Impact of Coal Mining Among Community Living in Coal Mining Area ( Review
on Environmental Benefits to Absorb Carbon ) ( KAJIAN JASA LINGKUNGAN
SEBAGAI PENYERAP KARBON ) Public Health Impact of Coal Mining Among
Community Living in Coal Mini. April.
Megawati, Alimuddin, & Kadir, L. A. (2019). Komposisi Kimia Batu Kapur Alam
Dari Indutri Kapur Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara. Saintifik, 5(Vol 5 No
2 (2019): Saintifik: Jurnal Matematika, Sains, dan Pembelajarannya), 104–108.
https://doi.org/10.31605/saintifik.v5i2.230
Nur, R. R., Hartanti, F. D., & Sutikno, P. (2015). Studi awal desain pabrik semen
portland dengan waste paper sludge ash sebagai bahan baku alternatif. Jurnal
Teknik ITS, 4(2), 164–168.
Putra, R. S., & Har, R. (2020). Kajian Teknik Dan Nilai Ekonomi Pengolahan Batu
Kapur Pada Pertambangan Batu Kapur Rakyat Bukit Tui , Padang. Bina
Tambang, 5(2), 99–112.