Anda di halaman 1dari 8

DAMPAK EKOLOGI DAN SOSIAL EKONOMI PERTAMBANGAN GUNUNG KAPUR

KECAMATAN PUGER KABUPATEN JEMBER

Oleh:
Gandys Nanda Indriawan (PC PMII Jember)

Indonesia merupakan Negara yang kaya akan SDA (Sumber Daya Alam). Sumber daya alam
mutlak diperlukan untuk menujang kebutuhan manusia, salah satunya yaitu sumber daya mineral. Mineral
merupakan sumber daya alam yang proses pembentukannya memerlukan waktu jutaan tahun dan sifat
utamanya tidak dapat diperbarui. Mineral dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam industri. Dalam
hal demikian mineral lebih dikenal sebagai bahan galian.
Pertambangan merupakan salah satu upaya pengembanan sumber daya alam yang potensial untuk
dimanfaatkan secara hemat dan optimal bagi kepentingan dan kemakmuran rakyat, melalui serangkaian
kegiatan eksplorasi, pengusahaan, dan pemanfaatan hasil tambang. Pertambangan di Indonesia sendiri
tersebar di seluruh Nusantara, salah satunya di Jawa Timur. Tercatat Jawa Timur sendiri dengan jumlah
izin pertambangan yang telah diterbitkan oleh Gubernur Jawa Timur dari Januari 2015 sampai dengan Juni
2017 sebanyak 1.447 terdiri dari: Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) sebanyak 854 izin, Izin
Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi 452 izin, Izin Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) sebanyak
126 izin, Perpanjangan IUP Operasi sebanyak 13 izin, dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) sebanyak 2
izin.
Gunung Sadeng merupakan salah satu daerah di Kabupaten Jember, merupakan salah satu dari
daerah di Jawa Timur yang memiliki potensi bahan galian golongan C yang cukup besar berupa batu
gamping dan mangan. Eksplorasi batu gamping dilakukan sejak tahun 1960an di daerah Gunung Sadeng.
Dari 279 Ha area buktit setinggi 80 meter, yang dieksploitasi seluas 30 Ha. Kegiatan pertambangan
tersebut dilakukan secara turun-temurun sejak Indonesia masih dikuasi Belanda. Para penambang
menggunakan alat-alat sederhana seperti linggis dan palu untuk menambang batu kapur potongan. Setelah
penambang menemukan benjolan kapur yang di gulung sampai ke tungku, kemudian diangkut oleh truk
untuk dibawah ke tungku, masing-masing tungku berkapasitas 5 ton batu kapur. Proses pemanasan yang
memakan waktu empat hari dan tiga malam dengan tujuh truk kayu bakar dipantau untuk memastikan api
membara tetap stabil. Saat ini alat tradisional tersebut telah tergantikan dengan alat yang lebih modern
(mesin). Jumlah penambang di Gunung Sadeng lambat laun semakin banyak yang terdiri dari kelompok-
kelompok perusahaan besar.
Sampai saat ini pemanfaatan batu kapur sebagai bahan dasar pembuatan semen masih sangat
produktif digunakan. Terbukti dengan adanya proses ekspor Indonesia pernah menduduki posisi ke 2
setelah Thailand dan menduduki posisi ke 4 setelah negara Thailand, Jepang dan Turki pada kegiatan
impor. Indonesia tidak termasuk jajaran negara yang banyak mengimpor semen dan pada kegiatan
konsumsi semen Indonesia merupakan negara yang termasuk pengosumsi terbesar setelah Thailand di
ASEAN dan pernah menduduki peringkat ke 3 setelah Thailand dan Vietnam. Hal ini sangat membuktikan
bawasanya semen merupakan bahan yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup manusia berguna
sebagai bahan utama pembangunan rumah atau pembangunan fisik lainya. Semen merupakan zat yang
digunakan untuk merekatkan batu, bata, batako maupun bahan bangunan lainya.
Keadaan itulah yang menyebabkan sampai saat ini penambangan batu kapur sangat gencar
dilakukan di kawasan karst diseluruh Indonesia, salah satunya di Gunung Sadeng. Jember merupakan
salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Timur dan secara geografis merupakan daerah
deretan pegunungan kapur selatan, sehingga Kabupaten Jember memiliki sumberdaya bahan galian C,
yaitu batu kapur yang berlokasi di Gunung Sadeng, Kecamatan Puger. Gunung Sadeng merupakan
perbukitan kompak (batu kapur) yang secara administratif berada di Desa Grendeng, Puger Kulon dan
Puger Wetan, Kecamatan Puger Kabupaten Jember. Gunung Sadeng memiliki ketinggian 245 m dengan
luas wilayah +285 Ha. Batu kapur Gunung Sadeng merupakan bahan galian industri yang cukup
potensial di Kecamatan Puger karena cadangan depositnya yang mencapai 475.800.000 ton dengan luas
areal tambang 183 Ha berkualitas putih super atau high grade.
Proses berlangsungnya kegiatan penambangan tentu tidak hanya dampak positif yang dihasilkan,
namun dampak negatif berupa kerusakan lingkungan selalu menjadi masalah dalam setiap industri
penambangan. Salah satu kerusakan lingkungan yang rusak akibat adanya penambangan batu kapur di
Kecamatan Puger adalah ekologi yang ada dikawasan Gunung Sadeng. Akibat adanya kegiatan
penambangan batu kapur sebagai bahan dasar pembuatan semen yang dilakukan oleh warga Kecamatan
Puger dan pekerja pabrik salah satu dampaknya adalah merusak kawasan ekologi yang ada di sekitar
Gunung Sadeng. Kurangnya pengetahuan warga Kecamatan Puger terhadap pentingnya menjaga
lingkungan agar tidak berdampak pada rusaknya ekologi yang ada di Gunung Sadeng tergolong sangat
rendah, kebanyakan warga dan pekerja pabrik di Kecamatan Puger hanya mementingkan dampak
positifnya saja berupa penghasilan yang dihasilkan dari penambangan batu kapur, terbukti dengan
peralatan yang mereka gunakan yang masih sederhana.
Kawasan kapur adalah kawasan yang mudah rusak ”fragil” serta memiliki daya lenting yang
sangat kecil kondisi demikian mengharuskan kawasan tersebut harus direncanakan dengan sangat matang
sehingga kerusakan lingkungan dapat diminimalisir. Apabila kerusakan kawasan kapur di Gunung Sadeng
terjadi otomatis akan berdampak pada keseimbangan ekologi yang tidak lagi seimbang karena adanya
kerusakan kawasan yang merupakan rumah dari ekosistem yang ada kawasan Gunung Sadeng
Kecamatan Puger. Menimbang kawasan kapur yang mudah rusak dan mempunyai daya lenting yang
rendah yang kerusakaanya berdampak pada kesimbangan ekologi yang ada di Gunung Sadeng. Demi
mementingkan kepentingan dimasa mendatang agar dampak ekologi yang ditimbulkan tidak semakin
parah, dan agar kawasan karst di Gunung Sadeng Kecamatan Puger dapat terus dimanfaatkan.

Karakteristik Kapur
Berdasarkan ketiga jenis batu kapur yang dijadikan pilihan ganda oleh peneliti diantaranya: Chalky
limestone, Coquina, Fossiliferous Limestone. Penelitian yang dilakukan oleh Disperindag mengatakan
bahwa jenis batu kapur yang ada di Gunung Sadeng berupa batu kapur berjenis (Chalky Limestone), batu
kapur terumbu dan breksi batu kapur. Batu kapur Gunung Sadeng (Chalky Limestone) berwarna putih
susu, merah muda dan putih kekuningan (warna lapuknya), lunak dan kurang padat mudah dihancurkan
menjadi butiran yang lepas-lepas, struktur berlapis, besar butir berukuran lempung, kemas tertutup.
Tersusun oleh kristal-kristal kalsit dan mempunyai kandungan fosil dalam batuan. Berdasarkan
pengamatan secara megaskopis didapatkan lingkungan pengendapan berupa laguna (shelf lagoon) terumbu
belakang Back reef, diendapkan pada energi lemah. Batu gamping terumbu dan breksi batu gamping
berwarna merah muda dan putih kekuningan, dengan lubang-lubang pelarutan yang menunjukkan adanya
aktivitas pelarutan, sehingga memperlihatkan struktur berongga, bentuk permukaan meruncing/tajam dan
berasosiasi dengan mangan. Sistem penambangan di Gunung Sadeng menggunakan sistem
penambangan terbuka (Open Pit Minning), dengan kemeringan lereng 210-250.
Gunung Sadeng terkandung sumber daya alam berupa batu kapur yang di pergunakan oleh
masyarakat Kecamatan Puger sebagai bahan dasar pembuatan semen. Gunung Sadeng di nilai layak oleh
masyarakat Kecamatan Puger dijadikan wilayah penambangan. Dengan alasan wilayah Gunung Sadeng
menurut responden karena batu kapur tidak akan pernah habis dan alasan lainya karena batu Kapur
sangat bermanfaat sebagai bahan dasar pembangunan salah satunya untuk bahan dasar pembuatan semen,
mereka menganggap akan sangat di sayangkan bila Gunung Sadeng tidak dimanfaatkan. Dengan adanya
Gunung Sadeng pekerjaan sebagai penambang batu kapur banyak diminati oleh masyarakat Kecamatan
Puger alasan masyarakat Kecamatan Puger menekuni pekerjaan penambang tidak ada pekerjaan lain selain
menjadi penambang, yang dapat diartikan bahwa menjadi penambang merupakan pekerjaan utama dan
satu-satunya, hal ini dikarenakan rata-rata penambang memiliki riwayat pendidikan yang rendah, sehingga
tidak memiliki pilihan pekerjaan lain.
Lokasi penambangan merupakan hal yang sangat penting bagi kegiatan penambangan.
Penambangan yang digunakan untuk penambangan batu kapur statusnya adalah sewa. Lokasi tempat
mereka menambang merupakan milik Pemerintah Daerah atau pemerintah Kabupaten Jember. Sewa lokasi
penambangan dilakukan oleh PT/kelompok penambangan yang merupakan penambang berskala besar.
Sedangkan lainya yaitu penambang bersekala kecil seperti pekerja tambang yang individual tidak
menyewa lokasi penambangan karena mereka hanya menambang dengan skala kecil yang tidak begitu
berpengaruh bagi sumberdaya Gunung Sadeng. Kegiatan sewa menyewa lokasi penambangan juga
berkaitan dengan mengenai perizinan penambangan. Perizinan dilakukan oleh PT/Pabrik yang bergerak
dalam bidang penambangan yang ada di sekitar Gunun Sadeng atau sekitar daerah penambangan yang
merupakan penambanga skala besar dan berapa penambanga skala kecil.

Tahapan Penambangan dan Dampak Ekologi


Proses penambangan di Gunung Sadeng terdiri dari 7 tahapan: tahap penyelidikan, pembabatan dan
penebangan, penguasaan lapisan tanah penutup, penggalian dan pemberarian, pemuatan, pengangkutan,
dan pembakaran. Ada dua teknik yang digunakan untuk menambang batu kapur: teknik penambangan
terbuka dan teknik penambangan dalam. Teknik penambangan terbuka yakni menggunakan bom atau alat
peledak untuk mencari bongkahan batu kapur. Penambang dalam yakni penambang kecil yang
mengandalkan alat tradisional dan hanya menambang skala kecil.
Bukan hanya mengancam keselamatan, maupun kelestarian hewan dan tumbuhan kegiatan
penambangan sangat berdampak negatif bagi sesama manusia. Kegiatan yang dapat membahayakan yaitu
memanjat tebing kapur yang terbukti dengan jatuhnya korban meninggal karena terjatuh dari ketinggian,
runtuhnya bebatuan kapur dari atas tebing yang menimpa para penambang dan menyebabkan kematian
seperti yang terjadi pada tahun 2019 silam. Terganggunya sistem pernafasan karena debu akibat
penambangan dan asap akibat pembakaran batu gamping juga menjadi ancaman bagi para penambang dan
masyarakat setempat. Sekalipun memakai masker kandungan zat pada debu dan asap tersebut sangat
membahayakan bagi keselamatan makhluk hidup.
Kegiatan penambangan memiliki beberapa proses yang dapat mengancam bahkan merusak
kelestarian fauna. Contohnya kegiatan pembabatan vegetasi, pengupasan tanah, dan pembakaran batu
kapur. Contoh proses penambangan tersebut dapat merusak habitat fauna yang ada di Gunung Sadeng.
Akibatnya fauna yang tinggal di Gunung Sadeng seperti burung, serangga, dan lainnya sedikit demi sedikit
berkurang keberadaannya karena tempat tinggal mereka telah berubah menjadi lahan pertambangan.
Kerusakan habitat tumbuhan yang ada di Gunung Sadeng hal ini dikarenakan proses penambangan berupa
pengupasan dimana dalam prosesnya tumbuhan semak dan pepohonan ditebang agar tidak menghalagi
proses penambangan batu kapur. Proses yang lainnya seperti pengupasan dan pengalian juga merusak
kelestarian tumbuhan. Dampak yang dapat terjadi yaitu tidak dapat kembalinya kondisi seperti semula dan
dapat menyebabkan kelongsoran.
Kegiatan penambangan dapat menimbulkan kerusakan lingkungan dan penurunan kualitas lahan
yang ditunjukkan dengan adanya penurunan kualitas fisik, kimia, dan biologi tanah yang diakibatkan oleh
proses pertambangan. Terutama yang berkaitan langsung dengan tanah seperti pengupasan tanah,
pengeboman, pembabatan vegetasi yang dapat mempengaruhi sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Proses
penambangan salah satunya adalah dengan membuat lubang sebagai cara untuk memudahkan
penambangan dalam mencari bahan tambang. Pada saat musim hujan lubang dari bekas penambangan akan
terisi air dan menjadi sarang nyamuk serta membahayakan warga sekitar yang melintas di lokasi lubang
apabila terpeleset atau jatuh.
Kemudian pencemaran udara yakni masuknya zat, energi, atau komponen lain ke dalam udara
ambien oleh kegiatan manusia sehingga mutu udara ambien turun sampai ketingkat tertentu yang
menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Udara yang kotor inilah dapat menyebabkan
sesak nafas bagi manusia dan baha laten lainnya. Selama ini kerap masyarakat mengeluh lantaran udara
yang kotor dari asap PT/pabrik di Gunung Sadeng namun tidak ada penanganan serius dari pemerintah
maupun dari pihak PT/pabrik untuk menyelamatkan hidup masyakarat.

Dampak Sosial Ekonomi


Perubahan aktivitas social masyarakat disebakan karena perubahan perilaku manusia (human
behavior) sebagai reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun kompleks, hal ini didasari oleh kodrat
untuk mempertahankan kehidupan, dan perubahan aktivitas ekonomi dapat dilihat dari perubahan gaya
hidup karena meningkatnya pendapatan atau kekayaan. Status sosial ekonomi seseorang bisa di ukur
melalui tingkat Pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan kekayaan yang dimiliknya yang merupakan
konsep yang menggambarkan suatu fenomena yang lebih nyata dibandingkan dengan konsep status sosial
ekonomi, Dalam kegiatan pertambangan akan menimbulkan dampak sosial yang di timbulkan seperti
gangguan polusi udara yang disebabkan karena adanya pertambangan dan pencemaran lingkungan ataupun
kebisingan dalam suatu proses pertambangan dampak seperti yang disebutkan tidak dapat terelakkan.
Pertambangan kapur di Gunung Sadeng sangat mengganggu sosial masyarakat sekitar daerah
pertambangan yang dilakukan pada saat malam hari. Karena aktvitas pertambangan dilakukan pada saat
malam hari pada waktu masyarkat sedang tidur. Masyarakat sangat tidak setuju apabila melakukan
penambangan yang membuat masyarakat menjadi terganggu. Dalam hal ini pertambangan telah merusak
lingkungan sekiar.
Selain itu dampak ekonomi dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yaitu perubahan gaya
hidup yang signifikan seperti barang yang dibeli lebih banyak, bisa menabung dari kegiatan pertambangan
dan perbaikan pola hidup. Karena tingkat upah meningkat maka dengan adanya peningkatan upah tersebut,
yang sebelunya tidak bisa melengkapi kebutuhan keluarga sehari-hari sekarang bisa mencukupinya.
Tingkat Pendidikan penambang kapur di Gunung Sadeng ini kebanyakan tamatan SD dan SMP dengan
jumlah tanggungan yang dimiliki 3-4 orang.
Seiring berjalannya waktu semakin banyak jumlah pabrik yang berdiri menyebabkan semakin
meningkatnya kegiatan penambangan batu kapur. Hal tersebut berpengaruh terhadap semakin banyaknya
masyarakat setempat yang terlibat dalam kegiatan penambangan tersebut tidak hanya sebagai buruh akan
tetapi pengusaha. Keberadaan penambang batu kapur ini telah memberikan pengaruh cukup besar baik
terhadap perubahan fisik maupun sosial ekonomi. Adanya pertambangan dapat mengakibatkan bencana
bagi keberlangsungan ekologi, disatu sisi juga telah memberikan suatu perubahan dalam kehidupan
ekonomi masyarakat setempat.
Adanya aktivitas pertambangan, masayarakat pun menilai selama ini pertambangan hanya
menguntungkan pada pihak PT/pabrik sedangkan bagi masyarakat khususnya petani tidak sama sekali.
Petani terancam gagal panen karena lokasi pertambangan dengan areal pertambangan sangat berdekatan
yang mengakibatkan seluruh aktivitas pertambangan dapat mengganggu aktvitas pertanian. Ada beberapa
indikasi menurut beberapa informan (petani Puger) dalam hal ini. Pertama, limbah padat pabrik dapat
merusak lahan persawahan, tanah menjadi hitam dan berbau yang mengakibatkan produktivitas dan
kandungan tanaman menurun hingga terancam gagal panen. Kedua, adanya pembelokan saluran irigasi
yang mengakibatkan debit air tidak sampai ke hilir, sehingga petani harus mengairi sawahnya
menggunakan bantuan alat desel dimana petani harus mengeluarkan biaya perharinya 300.000 untuk 1 Ha
sawah yang mengakibatkan terancam gagal panen karena kekeringan. Dampaknya adalah daya beli petani
Puger menurun.
Keberadaan PT/pabrik yang beroperasi mengeksploitasi Gunung Sadeng menuai banyak pro dan
kontra ditengah masyarakat. Perlu diketahui bahwa lokasi yang berada pada lingkaran Gunung Sadeng
meliputi wilayah administrasi Desa Grenden, Desa Puger Wetan, dan Desa Puger Kulon, seperti yang kita
ketahui sebelumnya telah terjadi konflik antara petani dengan petani sendiri dan petani dengan PT/pabrik
atas isu relokasi irigasi yang dilakukan oleh salah satu PT/pabrik di Gunung Sadeng. Konflik horizontal
yang timbul bukan tanpa sebab dan tanpa campur tangan berbagai pihak. Penolakan terjadi oleh petani
yang sadar dan mempunyai pemikiran akan adanya bahaya jika PT/pabrik terus beroperasi. Penolakan
petani dilakukan sesuai prosedur dari mulai pengajuan keberatan kepada pihak Pemkab hingga Pemprov.
Namun sampai saat ini tidak ada titik terang bagi keinginan kolektif petani dari pemerintah dan malah
semakin gencarnya pihak PT/pabrik bersama oknumnya berusaha menjegal langkah penolakan petani.
Pihak PT/pabrik terus menerus menggerus dan menghancurkan kekuatan kolektif petani untuk
keberlangsungan kepentingan pribadi mereka.
Persoalan relokasi saluran irigasi antara petani dengan PT.Semen Imasco Asiatic dimulai pada
tahun 2018 himgga sampai saat ini persoalan tersebut belum menemukan kesepakatan bersama oleh
petani, pihak perusahaan dan pemeritah setempat sebab komitmen petani untuk menolak relokasi tidak
bisa di ganggu gugat, meski perusahaan melakukan berbagai cara termasuk prosedur administrasi dan
berupaya menegosiasi dengan pemerintah, namun upaya tersebut dirasa gagal dan cenderung terjadi
pelanggaran administrasi dengan memaksakan pengalihan irigasi tersebut tanpa ada terbitnya ijin dari
pihak yang berwenang dan terkhusus keterlibatan petani Desa Puger Wetan dan Puger Kulon. Pasalnya
relokasi yang menyebabkan debit air menurun menjadikan air tidak sampai masuk ke saluran irigasi
tersier di beberapa wilayah Puger Wetan dan sebagian besar wilayah Puger Kulon. Akibatnya,
produktivitas pertanian terkendala karena tanah mengalami kekeringan hingga menyebabkan gagal
panen.
Upaya petani dalam mempertahankan saluran irigasi banyak halang rintang. Mereka tidak satu
dua kali telah melayangkan protes ke sejumlah instansi pemerintahan. Mulai dari pemerintah desa
sampai provinsi. Juga ke PT. Semen Imasco Asiatic sendiri. Akan tetapi protes petani tidak di
indahkan sampai saat ini. Justru sebaliknya petani malah sering mendapatkan tekanan dan intimidasi
oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Sehingga petani tidak memiliki kepercayaan terhadap
siapapun termasuk pemerintah sendiri. Petani memutuskan independen dan akan berjuang sepenuhnya
agar saluran irigasi tidak di pindah.
Sedari awal, petani mengaku tidak dilibatkan dalam persoalan relokasi oleh pihak PT. Semen
Imasco Asiatic. Kemudian tiba-tiba Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Sumber Daya Air
kabupaten Jember mengeluarkan surat perihal Uji Coba Saluran Puger Baru dengan No. Surat
610/87/35.09.312/2020 yang berisi tentang Uji coba I (Musim Hujan) Saluran II Puger Baru daerah
Irigasi Bedadung selama 3 hari. Terhitung 11-13 Februari 2020. Hasil dari uji coba tersebut ternyata
air tidak sampai masuk ke wilayah Puger Wetan apalagi wilayah Puger Kulon. Selama uji coba
tersebut juga tidak ada hasil riset yang jelas dari Dinas PU Bina Marga dan SDA kabupaten Jember.
Pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 Tahun 2006 tentang Irigasi disebutkan pada pasal 26
ayat (1) “bahwa partisipasi masyarakat petani dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi di
wujudkan mulai dari pemikrian awal, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan kegiatan dalam
pembangunan, peningkatan, operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi”. Ayat (2) disebutkan “Partisipasi
masyarakat petani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwujudkan dalambentuk sumbangan
pikiran, gagasan, waktu, tenaga, material, dan dana”. Kenyatannya adalah masyarakat petani
(pengguna air) tidak dilibatkan sama sekali dalam proses tersebut.
Pasal 85 tentang Pengawasan ayat (1) disebutkan “Dalam pengembangan dan pengelolaan
sistem irigasi pada setiap daerah irigasi dilaksanakan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, atau Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya dengan
melibatkan peran masyarakat”. Ayat (2) disebutkan “Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi kegiatan: a. Pemantauan dan evaluasi agar sesu`ai dengan norma, standar, pedoman, dan
manual; b. Pelaporan; c. Pemberian rekomendasi, dan c. Penerbitan. Ayat (3) disebutkan “Peran
masyarakat dalam pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menyampaikan
laporan dan/atau pengaduan kepada pihak berwenang”.
Dalam hal ini petani sudah beberapa kali melayangkan surat pengaduan/protes kepada instansi
pemerintahan. Terkahir pada Senin, 17 Februari 2020 petani melayangkan surat pengaduan kepada
Gubernur dan DPRD Provinsi Jawa Timur dan sesudahnya kepada Dinas PU Bina Marga dan SDA
kabupaten Jember atas relokasi saluran irigasi oleh PT. Semen Imasco Asiatic. Sikap petani Puger
Wetan dan Puger Kulon menolak relokasi saluran irigasi. Karena hal tersebut merugikan petani.
Namun sampai saat ini tidak ada tindak lanjutan dari pemerintah atas pengaduan petani. Petani sudah
melakukan tahapan prosedural dengan memposisikan mereka sebagai pengawas.
Sebagaimana tertera pada UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air pasal 82 huru (c) dan
(d) bahwa Masyarakat berhak memperoleh manfaat atas pengelolaan sumber daya air serta masyarakat
berhak menyatakan keberatan terhadap rencana pengelolaan sumber daya air yang sudah diumumkan
dalam jangka waktu tertentu sesuai kondisi setempat. Ayat (5) disebutkan “Dalam rangka pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah, Pemerintah Provinsi, atau Pemerintah
Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya menyediakan informasi pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi secara terbuka untuk umum”. Dalam hal ini segala informasi relokasi yang
harusnya disampaikan kepada petani oleh instansi pemerintahan berlangsung secara terbuka dan
transparan.
Pada bulan September 2019 lalu, pada saat acara Sosialisasi Perizinan Pemakaian Tanah dan
Barang Milik Daerah oleh Dinas PU Sumber Daya Air Provinsi Jawa Timur tertanggal 19 September
2019 di Kantor Kecamatan Puger berlangsung secara terbatas dan tertutup sehingga di persoalkan oleh
petani. Pada acara tersebut petani tidak banyak yang di undang. Hanya beberapa petani saja yang di
undang. Petani yang tidak dapat undangan tidak boleh masuk termasuk pada waktu itu media juga
sempat di usir oleh Satpol PP. Padahal acara tersebut membicarakan soal pemindahan saluran irigasi.
Akhirnya petani yang tidak di undang protes dan mendengarkan dari luar dan jendela kantor.
Membuktikan bahwa pemerintah dalam hal ini tidak transparan dan tidak terbuka atas informasi yang
menjadi hak petani ketahui.

Potensi Longsor Pada Kawasan Karst Gunung Sadeng


Pemanfaatan lahan karst yang dilakuan di Gunung Sadeng semakin harinya semakin
meningkat. Hal ini dipengaruhi karena semakin terkenalnya lokasi pemanfaatan lahan tersebut, maka
semakin banyak pula pekerja yang mulai bekerja sebagai penambang kapur dan juga karena seiring
berjalannya waktu kebutuhan manusia akan semakin meningkat. Melihat hal tersebut, maka bukan hal
yang tidak mungkin jika pada Kawasan pertambangan di pegunungan karst akan menimbulkan
degradasi lingkungan atau kerusakan lingkungan yang tentu saja akan memberikan dampak negatif
seperti terjadinya tanah longsor pada daerah tersebut pada 2019 silam.
Longsor terjadi bukan hanya akibat dari pengerusakan lahan Gunung Sadeng akibat aktivitas
pertambangan melaiankan juga didukung pada musim. Curah hujan yang tinggi pada daerah tersebut
atau pengaruh musim hujan, kemiringan dari lereng tersebut, jenis tanah dan faktor geogoli atau batuan
penyusunannya. Karena pada perbukitan kapur jarang terdapat vegetasi yang hidup atau hanya vegetasi
seperti rumput liar yang mampu hidup dan tidak adanya vegetasi berakar kuat dan dalam, maka
Kawasan pegunungan kapur akan rawan terjadi suatu longsoran. Artinya kawasan karst Gunung
Sadeng sangat rawan dengan potensi bencana longsor hal itu karena adanya struktur batuan kapur yang
sangat mudah tergerus oleh air. Selain faktor tersebut juga di dukung adanya pihak PT/pabrik semen
yang beroperasi yang selalu menambang kapur sebagai bahan baku pembuatan semen.

Sikap Kolektif PC PMII Jember


Sebagai organisasi yang mempunyai tanggung jawab pada persoalan aktivitas yang dilakukan
oleh investor yang merusak tatanan keberlangsungan ekologi dan makluk hidup, sebagai bentuk
kepedulian kepada kaum mustad’afin khususnya Petani Jember yang pada saat ini tengah sengsara
akibat gencarnya produksi eksplorasi di wilayah kehidupan mereka, dan sebagai I’tikad bersama
dengan keadaan sadar dan mawas diri, maka PC PMII Jember bersikap MENOLAK DAN
BERSIKERAS KEPADA PEMERINTAH UNTUK MENCABUT IZIN PERTAMBANGAN ATAS
UPAYA PENGERUSAKAN ALAM DI GUNUNG SADENG PUGER oleh siapapaun khususnya oleh
PT/pabrik yang beroperasi di Gunung Sadeng pada saat ini. Karena tindakan pengerusakan alam tidak
dibenarkan baik secara agama maupun hukum negara dan mengakibatkan sejumlah kerugian terutama
bagi kaum mustadafin. Dar’ul mafaasid muqaddamun alaa jalbil mashaalih (Menghindari
kerusakan/kejahatan harus lebih di utamakan daripada meraih kebaikan.

Anda mungkin juga menyukai