Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Penanaman Modal Asing dalam Industri Mineral di Indonesia

Mata Kuliah Teknologi Management Kewirausahaan

Disusun Oleh :
Yudha Pratama Nugraha Irianto Situmorang
270110130102

GEOLOGI B
PROGRAM STUDI S1 FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2014

Kata Pengantar

Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Penanaman
Modal Asing dalam Industri Mineral di Indonesia dengan baik dan tepat
waktu.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Bapak Dr.
Nana Sulaksana. Makalah ini menjelaskan tentang apa itu dan bagaimana
Penanaman Modal Asing dalam Industri Mineral di Indonesia.
Melalui Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan pembaca mengenai pemenuhan modal industri tambang di Indonesia.
Dalam penulisan makalah ini, tidak luput dari berbagai macam kesalahan dan
kekurangan. Kritik dan Saran yang membangun penulis terima dengan lapang
dada. Demi menambah pengetahuan Penulis dan demi kesempurnaan makalah
ini.

Jatinangor, 4 November 2014

Penulis

Yudha Pratama Nugraha Irianto Situmorang

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..... ii
DAFTAR ISI...iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..1
1.2 Maksud dan Tujuan Penulisan...2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah dan Perkembangan Investasi Asing di Indonesia.....3
2.2 Pengaturan Bidang Usaha Untuk Penanaman Modal.......5
2.3 Penanaman Modal Industri Mineral.........7
2.4 Keuntungan Penanaman Modal....12

2
2.5 Hambatan Penanaman Modal......13

BAB III PENUTUP


Kesimpulan........14

DAFTAR PUSTAKA ...........15

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah negara dengan kekayaan alam yang sangat besar. Menyimpan banyak
sumber mineral, energy, perkebunan , hasil hutan dan hasil laut yang melimpah.
Saat ini Indonesia berada pada peringkat 6 dalam hal cadangan emas, nomor 5 dalam
produksi tembaga, berada pada urutan 5 dalam produksi bauksit, penghasil timah terbesar di
dunia setelah Cina, produsen nikel terbesar ke dua di dunia. Tambang Grasberg Papua adalah
tambang terbesar di dunia. Kesimpulannya negara ini berada dalam urutan teratas dalam hal
raw material.
Negara ini adalah produsen sumber energi terbesar. Berada pada urutan nomor 2
eksportir batubara di dunia setelah Australia, eksportir gas alam bersih LNG terbesar di
dunia, seperempatnya dikirim ke Singapura. Eksportir terbesar gas alam cair setelah Qatar
dan Malaysia.
Bila diperhatikan perkembangan usaha pertambangan, terutama pertambangan
mineral logam, tampak bahwa industri tersebut berkembang dengan fenomena-fenomena
yang khas, seperti fenomena konsentrasi geologi, konsentrasi negara pengolahan, dilema
kepemilikan, konsentrasi perusahaan, konsentrasi teknologi, konsentrasi modal, dan
perkembangannya sangat tergantung pada harga komoditas di pasar internasional.
Perkembangan industri pertambangan nasional juga menghadapi
permasalahanpermasalahan tersebut, terutama dalam pelaksanaan UU No.4 Tahun 2009,
dimana usaha pertambangan di Indonesia diwajibkan mendirikan pengolahan dan pemurnian
(smelter) di dalam negeri. Pendirian smelter memerlukan modal sindikasi, teknologi, energi,
dan jaminan kelangsungan usaha. Hal lain yang diperlukan adalah pengawasan yang ketat

3
sehingga tidak menimbulkan permasalahan dan kerugian bagi negara sebagai pemilik
mineral.
Investasi dalam rangka memburu bahan mentah telah berlangsung sejak lama, sejak era
kolonialisme Eropa tahun 1600-an. Seiring pejalanan waktu investasi luar negeri tersebut
semakin meluas dan intensif. Hingga tahun 1870-an kekuasaan Kolonial Belanda hanya
meliputi Jawa dan Sumatra. Wilayah-wilayah lain hanyalah kekuasaan yang sifatnya
administratif belaka. Namun sekarang dominasi modal asing telah meliputi seluruh wilayah
Nusantara hingga ke pulau terluar dan pulau-pulau kecil jatuh ke tangan modal asing.
Akibatnya Indonesia menjadi sasaran utama investasi Internasional dalam rangka
memburu bahan mentah. Umumnya investasi internasional berasal dari negara-negara
industri maju. Tujuan utama investasi internasional di Indonesia adalah mengeruk bahan
mentah. Sangat langka investasi asing di Indonesia membangun Industri. Pada Makalah ini
akan dibahas bagaimana investasi modal asing dalam industri mineral.

1.2 Maksud dan Tujuan Penulisan


Adapun maksud dan tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah :
Memenuhi tugas mata kuliah teknologi manajemen kewirausahaan
Mengetahui bagaimana permodalan industri tambang
Mengetahui bagaimana presentase permodalan industri tambang baik modal dari asing
maupun sumberlainnya

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah dan Perkembangan Investasi Asing di Indonesia


Investasi dalam rangka memburu bahan mentah telah berlangsung sejak lama, sejak era
kolonialisme Eropa tahun 1600-an. Seiring pejalanan waktu investasi luar negeri tersebut
semakin meluas dan intensif. Hingga tahun 1870-an kekuasaan Kolonial Belanda hanya
meliputi Jawa dan Sumatra. Wilayah-wilayah lain hanyalah kekuasaan yang sifatnya
administratif belaka. Namun sekarang dominasi modal asing telah meliputi seluruh wilayah
Nusantara hingga ke pulau terluar dan pulau-pulau kecil jatuh ke tangan modal asing.
Pengurasan sumber daya alam pada era kolonial hanya meliputi hasil perkebunan,
timah, sedikit sumber migas, namun saat ini pengerukan yang dilakukan kapitalisme asing
telah meliputi seluruh sector, tambang, minyak, gas, perkebunan, kehutanan, perikanan,
pertanian, perbankan, keuangan dan perdagangan. Bahan mentah utama yang diburu adalah
minyak, gas, mineral, batubara, hasil perkebunan dan hasil hutan.
Corak Investasi di Indonesia saat ini bercirikan investasi kolonial, dengan tiga ciri
utama yaitu ; Pertama, investasi menguasai tanah dalam skala yang sangat luas. Kedua,
Investasi hanya berorientasi mencari raw material untuk kebutuhan industri di negara negara
maju. Ketiga, seluruh keuntungan atas investasi dilarikan ke luar negeri dan ditempatkan di
lembaga keuangan negara negara maju.
Sejak pemerintahan orde baru dalam programnya Repelita 1, kegiatan investasi dan
pembentukan modal menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Hal ini disebabkan
oleh karena perkembangan iklim ekonomi yang menjadi semakin baik sejak dilaksanakannya
usaha-usaha stabilisasi ekonomi dan moneter dalam bulan Oktober tahun 1966. Sejak saat itu
hampir semua kegiatan ekonomi tampak ber kembang, sehingga pembentukan modal
diperkirakan telah meningkat dari sekitar 8 persen dari produksi nasional dalam tahun 1967
menjadi sekitar 17 sampai 18 persen pada akhir Repelita I. Perkembangan pembentukan
modal tersebut adalah hasil dari berbagai kebijaksanaan di bidang pengerahan dana, pe
ningkatan fungsi lembaga-lembaga keuangan baik perbankan maupun non perbankan,
pemberian beberapa perangsang bagi penanaman modal, penyederhanaan dan peningkatan
lembaga pengelola penanaman modal, dan penyederhanaan prosedur penanaman modal.
Dalam hubungan ini telah dibentuk Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sebagai
peningkatan koordinasi pengelolaan aplikasi dan perizinan-perizinan pena naman modal yang
semula dilakukan oleh Panitia Penanaman Modal. Sejalan dengan itu prosedur penanaman
modal telah diperbaharui dan disederhanakan. Dengan kebijaksanaan - kebijaksanaan

3
tersebut dimaksudkan agar proses pengelolaan aplikasi menjadi semakin cepat dan
terkoordinir sehingga jumlah aplikasi maupun realisasi penanaman modal diharapkan
semakinmeningkat. Di sampingitu telah pula diambil kebijaksanaan di bidang industri,
perdagangan luar negeri, penyem purnaan ketentuan-ketentuan perundang-undangan, dan
seba gainya (Sumber: Jurnal BKPM ).
Dalam situasi ini, Indonesia berada pada masa transisi yaitu antara masa isolasi
ekonomi di pemerintahan Presiden Soekarno dan masa keterbukaan ekonomi / ekonomi pasar
di masa Presiden Soeharto. Akan tetapi pradigma yang digunakan dalam masa pemerintahan
orde baru adalah Liberalisasi Ekonomi yang melepaskan isolasi ekonomi menuju mekanisme
pasar, mengedepankan asas kebebasan, dan persaingan usaha yang merupakan ciri perubahan
terpenting. Percaya kepada sistem ekonomi pasar dalam pembangunan ekonomi adalah
keputusan untuk mengundang modal asing, baik untuk mengeksploitasi sumber daya
nasional, serta untuk melakukan pinjaman luar negeri, menjadi agenda utama dalam
menerapkan strategi perbaikan ekonomi yang terancam limbung. Kebijakan itu diambil
dengan alasan tidak cukup tersedianya dana dalam negeri untuk membiayai kesulitan
mendesak jangka pendek maupun merealisasikan perencanaan proyek-proyek pembangunan
jangka menengah dan jangka panjang. Kondisi serba kekurangan kapital tersebut telah
mendorong masuk dalam suatu sistem ekonomi Neo-liberalis. Paham liberalis kapitalis mulai
gencar masuk dalam sistem perekonomian Indonesia melalui berbagai produk Undang-
Undang yaitu salah satunya adalah Undang-Undang mengenai modal asing tahun 1967, dan
diperbaharui dengan Undang-Undang tahun 1970. Bidang-bidang yang paling diminati oleh
para investor asing adalah sektor industri pertambangan, perkebunan, keuangan dan
perbankan. Setelah itu, paham liberalis berkembang besar-besaran dan berusaha menjadi
paham Neo-liberalis yang ingin berusaha sekuat tenaga untuk mengkomersilkan seluruh
barang dan jasa. Dengan jalan menekan peran pemerintah dalam distorsi pasar dan berusaha
menghapus fungsi pemerintah dalam kegiatan ekonomi dengan bertujuan memperjual belikan
semua potensi yang dapat dimanfaatkan. Salah satu hasil dari pergerakan sistem ekonomi
Neo-liberalis adalah privatisasi BUMN (Badan Usaha Milik Negara) secara besar-besaran.
Beberapa kontrak pun disepakati dengan jangka panjang, dengan alasan sebagai wujud
pengelolaan sumber daya yang ada sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum.
Memang tidak dapat dipungkiri secara perspektif jangka pendek kesuksesan ekonomi dapat
diraih yaitu berhasil menekan inflasi, menciptakan lapangan kerja, dan pertumbuhan ekonomi
pun dapat dikontrol dengan baik. Dengan banyaknya investor-investor asing besar yang

4
bercokol di Indonesia, orde baru berhasil mengangkat perekonomian Indonesia menjadi salah
satu yang terkuat di Asia Pasifik.
Proyek-proyek pembangunan dan agenda ekonomi berskala besar pun sukses
dijalankan, dengan bukti Indonesia dapat mencapai swasembada pangan dalam beberapa
dekade. Presiden Soeharto tidak bekerja sendiri, ia mengangkat para ahli dan teknokrat
ekonomi alumni University Of California, Berkeley atau yang biasa disebut dengan Mafia
Berkeley yang membawa ilmu ekonomi ala barat untuk merealisasikan proyek-proyek
pemerintah. Mulai dari sinilah kunci masuknya kekuatan modal asing di Indonesia dengan
kesepakatan kontrak jangka panjangnya dan dukungan dari pemerintah melalui proteksi
dengan menggunakan Undang-Undang sebagai payung pelindung para investor asing ini
mengamankan assetnya. Cita-cita Presiden Soeharto dengan anggapan dapat memajukan
perekonomian Indonesia dengan mengundang investor asing untuk bermitra bersama dalam
pengelolaan sumber daya nasional tidak seketika berhenti. Cita-cita itu dilanjutkan oleh
Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan bukti keluarnya Undang-undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam Undang-Undang ini tidak ada
pemisahan secara eksplisit antara investor dalam negeri dan investor asing. Salah satunya
adalah proteksi pemerintah terhadap investor dalam negeri dan perlakuan terhadap keduanya.
Pemerinntah mengedepankan persaingan secara bebas antara investor dalam negeri dan
investor asing sehingga investor dalam negeri cenderung kalah bersain karena mengingat
investor dalam negeri tidak memiliki kekuatan yang besar di sektor finansial.Begitu juga
dalam hal pengelolaan dan teknologi, dengan jelas investor dalam negeri belum mempunyai
kemampuan yang menjanjikan dibanding investor asing yang kuat.

2.2 Pengaturan Bidang Usaha Untuk Penanaman Modal

Pasal 12 ayat (1) UU PM menyebutkan bahwa semua bidang usaha atau jenis usaha
terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang
dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan. Ada bidang-bidang yang tertutup
karena alasan non-ekonomi dan ada bidang-bidang yang dibuka dengan persyaratan
karena kepentingan nasional secara khusus. UU PM itu memberi kesempatan berusaha
dengan kepastian hukum yang lebih kuat. Undang-undang ini pada dasarnya sebagai
pendorong bagi penanaman modal. Dengan harapan adalah tambahan investasi yang
lebih besar agar perekonomian bertambah baik. Pada gilirannya, pertambahan investasi dan
dinamika ekonomi tersebut dapat menyelesaikan masalah pengangguran dan kemiskinan.
Pada Penjelasan Pasal 12 Ayat (1): Bidang usaha atau jenis usaha yang tertutup dan
5
yang terbuka dengan persyaratan ditetapkan melalui Peraturan Presiden disusun dalam suatu
daftar yang berdasarkan standar klasifikasi tentang bidang usaha atau jenis usaha yang
berlaku di Indonesia, yaitu klasifikasi berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha
Indonesia (KBLI) dan/atau Internasional Standard for Industrial Classification(ISIC)
Selanjutnya, pada ayat 2, secara tegas undang-undang itu menyatakan beberapa bidang
usaha yang tertutup karena alasan tertentu. Bidang usaha yang tertutup bagi penanam
modal asing adalah: a) produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan b)
bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang.
Mengingat semua bidang tidak bisa ditarik ke dalam bidang usaha ekonomi yang
dikelola oleh penanam modal atau perusahaan, maka dengan pertimbangan
pertimnbangan strategis, pemerintah dapat menutup bidang usaha tersebut. Pada ayat 3,
undang-undang itu menyebutkan: "Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan
bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri,
dengan berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan
dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya."
Presiden diberi kewenangan untuk membuat kebijakan itu dan mengatur bidang
usaha. Pada Pasal 4 disebutkan: "Kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan
yang terbuka dengan persyaratan serta daftar bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka
dengan persyaratan masing-masing akan diatur dengan Peraturan Presiden."
Sementara itu, juga penting adalah bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan.
Disebutkan bahwa: "Pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan
berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam,
perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, pengawasan
produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri,
serta kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk Pemerintah."
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa undang-undang ini sangat
memperhatikan kepentingan domestik. Faktor perlindungan sumber daya alam,
perlindungan dan pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi,
pengawasan produksi dan distribusi, serta peningkatan kapasitas teknologi sudah
didiskusikan sebagai hal penting untuk menjadi bagian dari kebijakan negara. Ketentuan ini
oleh sebagian kalangan masyarakat dianggap bertentangan dengan Pasal 33 Ayat (2) dan
(3) UUD 1945, karena Pasal 12 ayat (4) menyebutkan bahwa kriteria dan persyaratan bidang
usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan akan diatur dengan Peraturan
Presiden. Ketentuan ini dianggap memberikan kebebasan penuh kepada Presiden untuk

6
menentukan kriteria dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan dalam suatu
Peraturan Presiden. Di samping itu, menurut Pemohon, seharusnya bidang-bidang usaha
yang terbuka dengan persyaratan harus disebutkan secara jelas dalam undang-undang a
quo, sedangkan yang diatur dalam Peraturan Presiden hanyalah masalah-masalah teknis
pengaturan.
Pemerintah memberikan jawaban bahwa Pasal 12 ayat (1), (3) dan (4) UU PM tidak
bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2), (3) dan (5) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah mengemukakan beberapa alasan, bahwa bidang-bidang usaha yang
masuk kriteria tersebut di atas diatur dengan Peraturan Presiden, dengan pertimbangan
masalah tekhnis. Dengan Peraturan Presiden, dapat dikurangi atau ditambah, sesuai
dengan kebutuhan dan perkembangan ekonomi.
Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa ketentuan tidak bertentangan UUD 1945.
Alasannya, kata-kata berdasarkan undang-undang, sama pengertiannya dengan oleh
undang-undang Ketentuan Pasal 12 ayat (1), (3) dan (4) UU PM dapat dinyatakan sebagai
konstitusional bersyarat (conditionally constitutional). Keputusan Mahkamah Konstitusi
telah sesuai dengan konstitusi, karena memang tidak ada muatan dalam Pasal 12 ayat
(1), (3) dan (4) UU PM yang bertentangan dengan UUD 1945. Kekhawatiran bahwa
dengan Peraturan Presiden akan memberi kesempatan yang besar kepada Presiden
untuk menentukan bidang usaha yang tertutup atau terbuka, sangat tidak beralasan. Karena,
penentuan bidangbidang usaha tersebut telah dipagari dengan ketentuan yang lain,
yaitu harus melindungi sumber daya alam, mengembangkan UMKM dan dapat
meningkatkan kapasitas teknologi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai daftar bidang usaha yang terbuka dengan
persyaratan di bidang penanaman modal dapat dilihat dalam peraturan Presiden Nomor
77 Tahun 2007 dengan beberapa perubahan pada Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2007.
Dalam peraturan presiden tersebut terdapat ketentuan bahwa pihak asing dapat menanamkan
modalnya di Indonesia di bidang periklanan, karena bidang usaha periklanan tidak termasuk
dalam bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal dalam negri dan penanaman
modal asing

2.3 Penanaman Modal Industri Mineral


Penanaman modal di bidang pertambangan, pada awalnya diatur dengan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan.
Undang-undang tersebut sudah berlaku selama empat dasawarsa. Pada masa

7
diberlakukannya telah dapat memberikan sumbangan yang penting bagi pembangunan
nasional. Dalam perkembangan lebih lanjut, undang-undang tersebut yang materi
muatannya bersifat sentralistik sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum, ekonomi
dan politik.
Pembangunan pertambangan menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan
strategis, baik bersifat nasional maupun internasional. Untuk menghadapi tantangan
lingkungan strategis telah disusun Undang-Undang Nomor 2 tahun 2009 Pertambangan
Mineral dan Batubara (selanjutnya disebut UU Minerba). UU Minerba diharapkan dapat
memberikan landasan hukum bagi langkahlangkah pembaruan dan penataan kembali
kegiatan pengelolaan dan pengusahaan pertambangan mineral dan batubara. Paling tidak
UU ini memiliki 6 (enam) kelebihan dibandingkan dengan UU No. 11 Tahun 1967.
Pertama, pengusahaan dan pengelolaan pertambangan dilakukan melalui pemberian
izin oleh pemerintah. Dengan pola ini, posisi negara berada di atas perusahaan
pertambangan, sehingga negara memiliki kewenangan untuk mendorong perubahan
kesepakatan bila ternyata merugikan bangsa Indonesia. Kewenangan ini tidak ditemukan
dalam pola perjanjian kontrak karya. Pada pola ini, perusahaan pertambangan berada
dalam posisi sejajar dengan negara sehingga perubahan atas kontrak hanya dapat
dilakukan dengan kesepakatan kedua pihak.
Kedua, undang-undang ini memperluas kewenangan pemerintah kota
dannkabupaten dalam memberikan izin pertambangan. Artinya, pemerintah provinsi dan
kabupaten/kota juga diberi kewenangan untuk mengeluarkan izin pertambangan di
wilayahnya. Kewenangan tersebut memungkinkan daerah memiliki kesempatan untuk
memperoleh penghasilan dari pengusahaan terhadap pertambangan minerba tersebut. Hal
ini pada gilirannya akan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah.
Ketiga, mengakui kegiatan pertambangan rakyat dalam suatu wilayah
pertambangan. Pengakuan ini penting mengingat selama ini kegiatan pertambangan rakyat
dikategorikan liar dan ilegal, sehingga dilarang dengan ancaman hukuman yang cukup
berat. Padahal, kegiatan ini sudah berlangsung lama dan dilakukan secara turun-temurun di
sekitar lokasi pertambangan yang diusahakan, baik oleh BUMN maupun swasta.
Keempat, UU Minerba mewajibkan perusahaan pertambangan yang sudah
berproduksi untuk membangun pabrik pengolahan di dalam negeri. Kehadiran pabrik itu
penting dalam upaya meningkatkan nilai tambah dari bahan tambang minerba, selain
membuka lapangan kerja baru bagi rakyat Indonesia. Pembangunan pabrik pengolahan
itu juga akan menimbulkan trickle down effectbagi masyarakat di sekitar lokasi pabrik.

8
Kondisi ini pada akhirnya dapat meningkatkan aktivitas ekonomi dan kesejahteraan rakyat di
sekitar lokasi pabrik.
Kelima, UU Minerba ini juga mencantumkan batasan luas wilayah kegiatan
pertambangan sebagai berikut : luas wilayah pemegang IUP Eksplorasi mineral logam
tidak melebihi 100.000 ha dan untuk operasi produksi mineral logam tidak melebihi
25.000 ha, luas wilayah pemegang IUP Eksplorasi batubara tidak melebihi 50.000 ha dan
untuk operasi produksi batubara tidak melebihi 15.000 ha, luas wilayah pemegang IUP
Eksplorasi mineral non logam tidak melebihi 25.000 ha dan , luas wilayah pemegang IUP.
Eksplorasi batuan tidak melebihi 5.000 ha dan untuk operasi produksi batubara tidak
melebihi 1000 ha.
Keenam, dalam UU Minerba beberapa ketentuan fiskal sebagai berikut, tarif perpajakan
mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku dari waktu ke waktu/prevailing
law, adanya kewajiban perpajakan tambahan sekitar 10%, yakni 6% untuk pemerintah
pusat dan 4% untuk pemerintah daerah, besaran tarif iuran produksi (royalty) ditetapkan
berdasarkan tingkat pengusahaan, produksi dan harga.
Selain beberapa kelebihan di atas, UU Minerba ini juga membawa perubahan yang
sangat fundamental, misalnya perubahan sistem Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian
Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menjadi izin usaha pertambangan,
masa peralihan bagi kontrak karya yang sedang berjalan, dan kewajiban pembangunan
smelter (pengolahan) di dalam negeri. Sebelumnya, berdasarkan UU No. 11 Tahun
1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, pengusahaan dan pengelolaan
pertambangan menggunakan pola kontrak karya. Dengan pola ini, manfaat yang
diperoleh bangsa Indonesia dari pengusahaan dan pengelolaan pertambangan minerba
dinilai tidak maksimal, karena posisi negara yang sejajar dengan perusahaan
pertambangan. Padahal, negara merupakan pemilik seluruh deposit minerba yang ada di
perut bumi Indonesia. Seluruh kekayaan tambang itu harus dipergunakan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat Indonesia. Pada pasal 170 UU Minerba menyebutkan
bahwa Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang telah
ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap diberlakukan sampai jangka waktu
berakhirnya kontrak/perjanjian. UU tersebut juga mengatur bahwa meskipun KK dan PKP2B
yang berjalan tetap berlaku, namun ketentuan-ketentuan yang tercantum di dalamnya
harus disesuaikan selambat-lambatnya 1 tahun sejak UU Minerba diberlakukan. Tapi
tidak semua ketentuan yang disesuaikan, ketentuan yang terkait penerimaan negara tetap
dipertahankan dan tidak perlu diubah.

9
Sementara itu, Pasal 33 UU Minerba menyebutkan bahwa pengusahaan
pertambangan yang sebelumnya menggunakan rezim kontrak dan perjanjian selanjutnya
dilakukan melalui tiga bentuk, yaitu (a) Izin Usaha Pertambangan (IUP), (b) Izin
Pertambangan Rakyat (IPR), dan (c) Perjanjian Usaha Pertambangan (PUP). Bedanya, jika
menggunakan bentuk kontrak dan perjanjian, maka pemerintah dan perusahaan tambang
merupakan dua pihak yang setara. Dengan metode bentuk izin, posisi pemerintah bisa
dikatakan lebih 'tinggi atau berkuasa' karena berlaku sebagai pihak yang memberi izin
kepada perusahaan tambang untuk melakukan aktivitas tambang. Dengan begitu,
pemerintah punya 'kuasa' untuk mencabut izin jika dirasa perlu melalui prosedur yang
ada.
Pemberian izin juga dibagi menjadi tiga, yaitu (a) untuk Izin Usaha
Pertambangan (IUP), izin diberikan kepada perusahaan tambang yang bisa melakukan
pertambangan skala besar. (b) Izin Pertambangan Rakyat (IPR) diberikan untuk komunitas
atau koperasi yang melakukan aktivitas pertambangan skala kecil. (c) Perjanjian Usaha
Pertambangan (PUP) dilakukan perusahaaan tambang dengan badan pelaksana yang
dibentuk pemerintah. Dalam sektor migas, badan tersebut bersifat seperti BP Migas.
PUP diharapkan lebih memberikan kepastian hukum dibandingkan IUP dalam berusaha
karena hingga saat ini Indonesia belum memiliki prevailling law systemyang baik.
Mengingat secara ekonomis, pengelolaan pertambangan di Indonesia dinilai kurang
menguntungkan negara karena banyak produk tambang dalam negeri yang diekspor
sebagai produk mentah, sehingga harganya murah. Setelah diolah di luar negeri,
banyak produk setengah jadi atau yang sudah jadi kembali diimpor ke Indonesia.
Dengan begitu, nilai tambah produk-produk tambang justru dinikmati negara-negara lain.
Maka dalam rangka meningkatkan pendapatan negara, maka UU Minerba menerapkan
beberapa kewajiban bagi pemegang IUP dan PUP dalam melakukan pengolahan dan
pemurnian hasil penambangan di dalam negeri tercantum pada UU Minerba Pasal 110.
Sementara itu, pada Pasal 171 disebutkan pelaksanaan ketentuan tentang pemurnian
terhadap pemegang Kontrak Karya yang telah berproduksi dilaksanakan selambat-
lambatnya 5 tahun sejak Undang-undang Minerba disahkan. Kelayakan suatu tambang
juga harus menjadi pertimbangan dalam menentukan sejauh mana tingkat downstream
industri yang wajib dilakukan oleh
perusahaan. Namun demikian, belum ada penjelasan rinci tentang penetapan batasan
minimum suatu tambang telah menjalankan kewajiban pengolahan dan pemurnian
dalam rangka peningkatan nilai tambah. Sebab jika tidak dibatasi tingkat minimum

10
downstreamindustri yang harus dijalankan dapat saja perusahaan tambang kembali menjual
raw material dalam bentuk bulk yang tidak dapat dikategorikan sebagai komoditi.
Selain itu jangka waktu 5 tahun untuk memenuhi kewajiban melakukan
pengolahan di dalam negeri dinilai tidak efektif, mengingat pendirian pabrik harus
mempertimbangkan berbagai hal, diantaranya kapasitas minimum, batasan teknologi,
infrastruktur, energi, lokasi, biaya, sumber daya manusia, dan sebagainya. Dalam UU
Minerba juga tercantum mengenai kewajiban pembangunan pengolahan (smelter) di
dalam negeri. Hal ini ditetapkan untuk meningkatkan nilai tambah produk-produk
tambang dalam negeri. Selain itu, undang-undang ini juga memperluas pemberian izin
kepada perorangan selain badan usaha dan koperasi. Perluasan ketentuan ini akan
mendorong penerbitan izin lebih banyak lagi. Saat ini
sudah 8.375 KP diterbitkan pemerintah daerah.
Mudahnya memperoleh izin pertambangan membuka kemungkinan penguasaan
produksi oleh pihak luar. Pada saat ini, China sudah menjadi investor bagi perusahaan
lokal dan kemungkinan India akan segera menyusul. Selain upaya penguasaan saham
perusahaan pertambangan seperti dilakukan Tata Power dengan mengakuisisi 30 persen
saham PT Arutmin dan PT KPC, kerja sama dengan mendirikan perusahaan berbadan hukum
Indonesia juga
akan semakin banyak. Indonesia memiliki cadangan batu bara sekitar 120 miliar ton.
Dalam lima tahun terakhir, produksi nasional naik signifikan. Tahun 2009 produksi
batu bara nasional 250 juta ton, naik 175 juta ton dari produksi tahun 2004 sebesar 184,8 juta
ton. Kenaikan produksi terutama disebabkan kenaikan permintaan dunia dan harga batu
bara yang dipengaruhi kenaikan harga minyak. Dari total produksi tersebut, 190 juta ton
diekspor dan sisanya 60 juta ton digunakan untuk kebutuhan dalam negeri. Hanya dalam
waktu satu tahun Indonesia menempati posisi pertama pengekspor batu bara, menggeser
Australia. Konsumen utama Indonesia antara lain Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan
China.
Perusahaan-perusahaan swasta yang memproduksi batu bara antara lain perusahaan
yang memegang Perjanjian Karya Penguasaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), diikuti
pemegang kuasa pertambangan (KP) sekitar 7 persen. Badan usaha milik negara hanya
menyumbang 5 persen produksi nasional. Group Bumi Resources melalui dua anak
usahanya, Kaltim Prima Coal (KPC) dan Arutmin Indonesia menempati urusan teratas
dengan total produksi 58 juta ton diikuti Adaro Indonesia (41 juta ton) dan PT Tambang Batu
Bara Bukit Asam (15 juta ton). Saat ini sektor pertambangan memiliki kaitan dengan 16 UU
sektor lain dan berpotensi akan lebih banyak terjadi ketidaksinkronan. Hal ini
11
disebabkan 16 UU sektor lain tersebut belum mengakomodasikan secara spesifik
berkaitan dengan sektor pertambangan. Implementasi UU Minerba juga tidak berdiri
sendiri tetapi harus dikaitkan
dengan undang-undang lainnya seperti UU Kehutanan dan UU Lingkungan Hidup yang
berlaku. Penerapan undang-undang lainnya terkait dengan masalah perlindungan
masyarakat korban yang terkena dampak usaha tambang. Berikut ini akan
diperbandingkan sisi perubahan yang terkandung dalam undang-undang baru. Keterkaitan
dengan undang-undang yang lain akan mempengaruhi bagaimana nanti implementasi yang
lebih pasti dari UU Minerba ini dan bagaimana arah serta gambaran pengelolaan sektor
pertambangan ke depan yang lebih pasti. Implementasinya akan sangat tergantung pada
situasi, kondisi, dan kepentingan pengambil kebijakan pada saat peraturan pemerintah (PP)
dan Perda dibuat.
Pada dasarnya substansi UU No.4 Tahun 2009, berusaha menggunakan arah baru
kebijakan pertambangan yang mengakomodasikan prinsip kepentingan nasional (national
interest) , kemanfaatan untuk masyarakat, jaminan berusaha, desentralisasi pengelolaan dan
pengelolaan pertambangan yang baik (good mining practies).Dengan sejumlah prinsip
tersebut, maka dalam terjemahannya pada tingkat konstruksi pasal-pasal terdapat
beberapa point maju meski disertai dengan cukup banyaknya klausul yang masih
membutuhkan klarifikasi. Menguatnya Hak Penguasaan Negara (HPN), termasuk
penguasaan SDA, Pemerintah menyelenggarakan asas tersebut lewat kewenangan
mengatur, mengurus dan
mengawasi pengelolaan usaha tambang. Untuk itu dimulai dari perubahan sistem/rezim
kontrak menjadi sistem/rezim perijinan. Dalam sistem/rezim kontrak sebagaimana
diterapkan selama ini berdasarkan UU No.11 Tahun 1967, posisi pemerintah tidak saja
mendua yaitu sebagai regulator dan pihak yang melakukan kontrak, tetapi secara mendasar
juga merendahkan posisi Negara setara (level) kontraktor. Oleh sebab itu implikasi hukum
perubahan sistem/rezim dalam undang-undang yang baru (UU Minerba) ini adalah
mengembalikan asas HPN pada posisi secara ketatanegaraan

2.4 Keuntungan Penanaman Modal Asing


Secara rinci, penanaman modal asing dapat memberikan keuntungan cukup besar
terhadap perekonomian nasional, misalnya dapat berupa :
1. Menciptakan lapangan kerja bagi penduduk tuan rumah, sehingga mereka dapat
meningkatkan penghasilan dan standar hidup mereka.
2. Menciptakan kesempatan penanaman modal bagi penduduk tuan rumah, sehingga
mereka dapat berbagi dari pendapatan perusahaan-perusahaan baru.

12
3. Meningkatkan ekspor dari negara tujan rumah, sehingga mendatangkan
penghasilan tambahan dari luar yang dapat dipergunakan untuk kepentingan penduduknya.
4. Melaksanakan pengalihan pelatihan teknis dan pengetahuan, yang mana dapat
digunakan oleh penduduk untuk mengembangkan perusahaan dan industri lain.
5. Memperluas potensi keswasembadaan pangan tuan rumah dengan memproduksi
barang setempat untuk menggantikan barang impor.
6. Menghasilkan pendapatan pajak tambahan yang dapat digunakan untuk berbagai
keperluan, demi kepentingan penduduk dari negara tuan rumah.
7. Membuat sumber daya tuan rumah baik sumber daya alam maupun sumber daya
manusia lebih baik pemanfatannya dari semula.

2.5 Hambatan Investasi


Ada dua hambatan atau kendala yang dihadapi dalam menggerakkan investasi secara
keseluruhan di Indonesia, sebagaimana diinventarisasi oleh BKPM (Badan Koordinasi
Penanaman Modal), yaitu kendala internal dan eksternal.
- Kendala internal, meliputi:
1. kesulitan perusahaan mendapatkan lahan atau lokasi proyek yang sesuai;
2. kesulitan memproleh bahan baku;
3. kesulitan dana/pembiayaan;
4. kesulitan pemasaran;
5. adanya sengketa perselisihan di antara pemegang saham.
- Kendala eksternal, meliputi:
1. faktor lingkungan bisnis, baik nasional,regional dan global yang tidak mendukung
serta kurang menariknya insentif atau fasilitas investasi yang diberikan pemerintah;
2. masalah hukum;
3. keamanan, maupun stabilitas politik yang merupakan faktor eksternal ternyata
menjadi faktor penting bagi investor dalam menanamkan modal di Indonesia;
4. adanya peraturan daerah, keputusan menteri, undang-undang yang turut
mendistorsi kegiatan penanaman modal;
5. adanya peraturan daerah, keputusan menteri, undang-undang yang turut
mendistorsi kegiatan penanaman modal;
Selain hambatan-hambatan tersebut diatas juga terdapat hambatan lain yakni masalah
perijinan, birokrasi yang rumit dan sarat Korupsi Kolusi dan Nepotisme, nasionalisasi dan
kompensasi, serta masalah kebijakan perpajakan yang sering tumpang tindih antara
pemerintah pusat dan daerah.Tingkat korupsi yang parah ini jelas menimbulkan disinsentif
yang sangat besar bagi investasi pertambangan, mengingat kegiatan pertambangan
melibatkan sejumlah peraturan yang diatur oleh pemerintah sehingga tingkat korupsi yang
besar akan mengurangi kepastian berusaha karena adanya ekonomi biaya tinggi (high cost
economy).
BAB III

13
PENUTUP
Kesimpulan
Indonesia yang kaya akan sumber daya alam dan mineral sangat berpotensi untuk
mengembangkan sektor pertambangan sebagai salah satu penggerak laju pertumbuhan
ekonomi bangsa. Namun Indonesia juga tidak lepas dari berbagai kekurangan, tidak
mampu mencukupi kebutuhan sendiri baik dari segi fisik dan non fisik serta kebutuhan
yang bersifat konsumtif maupun non konsumtif. Misalnya pengadaan teknologi canggih
untuk mengolah berbagai kekayaan alam yang dimiliki. Maka sebuah keniscayaan bagi
Indonesia untuk membangun investasi di bidang pertambangan dengan jalan menarik
negara-negara lain masuk ke Indonesia untuk berivestasi mengelola mineral yang
terkandung di bumi Indonesia.
Investasi di bidang pertambangan sangat berperan penting dalam usaha percepatan
perbaikan ekonomi bangsa, selain untuk menutupi kekurangan dana pembangunan,
investasi ini juga akan memacu persaingan usaha bagi kalangan pengusaha domestik.
Dengan demikian arti modal asing yang ditanamkan dalam industri pertambangan bagi
pembangunan ekonomi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia pada dasarnya
adalah untuk meningkatkan perekonomian nasional dan modernisasi struktur ekonomi
nasional disamping untuk mengelola kekayaan alam yang dimiliki.
Arti investasi asing di bidang pertambangan di wilayah kesatuan Negara Republik
Indonesia tentunya juga peran pemerintah sangat penting demi menjamin kepastian
hukum dengan mengeluarkan peraturan (regelling) terkait investasi di bidang
pertambangan dan dalam rangka pencapaian tujuan bangsa Indonesia yang tercantum
dalam preambule Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang intinya
ingin pemerataan pembangunan nasional di semua aspek kehidupan masyarakat.
Kegiatan investasi di suatu negara berkaitan erat dengan sistem hukum di negara
tersebut, khususnya dengan masalah kepastian hukum yang nantinya akan banyak
mempengaruhi masuknya investor untuk menanamkan modalnya. Kepastian hukum itu
sendiri bagi investor adalah tolok ukur utama untuk menghitung resiko. Bagaimana resiko
dapat dikendalikan dan bagaimana penegakan hukum terhadap resiko terebut. Bila
penegakan hukum tidak mendapat kepercayaan dari investor maka hampir dapat
dipastikan investor tersebut tidak akan berspekulasi di tengah ketidakpastian. Dalam
kondisi demikian, para investor tidak akan berinvestasi baik dalam bentuk portofolio,
apalagi dalam bentuk direct investment
DAFTAR PUSTAKA

14
http://www.bpsimprs2014.com/home/53-dominasi-modal-asing-atas-kekayaan-alam-
indonesia.html
http://sandriechan.blogspot.com/2012/05/eksistensi-dan-esensi-penanaman-
modal.html
http://birokrasi.kompasiana.com/2012/04/03/dominasi-dan-cengkraman-modal-
asing-sebagai-kolonialisme-baru-di-indonesia-447123.html
http://perioksida.files.wordpress.com/2013/01/0094_citic-
pacificmining_20110329.jpg
Gocht, WR., Zantop,H., Eggert, RG., 1988, International Mineral Economic,
Mineral
Exploration, Mine Valuation, Mineral Markets, International Mineral Policies,
Springer
Verlag Berlin Heidelberg 1988.
http : //www. Smelting.co.id, 2009, PT Smelting Gresik Copper Smelter and
Refinary.
Katili, J.A., 1979, Peranan pemerintah dalam manajemen sumber mineral, Majalah
Survei dan Pemetaan No. 13/IV/1979.
Sarno Harjanto, 1996, Potensi dan prospek beberepa jenis bahan galian industri di
Indonesia, Direktorat Sumber Daya Mineral Bandung.
Silitoe, R.H., 1994, Indonesian minerals deposits-introductory comments,
camparisons and speculation, Journal of Geochemical Exploration, Volume 50-
NOS.1-3 March 1994, Elsevier.
US Geological Survey, 2008, Mineral Commodity Summaries 2008, United
Government Printing Washington

15

Anda mungkin juga menyukai