Anda di halaman 1dari 156

HUMOR DALAM DAKWAH EMHA AINUN NADJIB PADA

ACARAPADHANG BULAN
(Kajian Pragmatik)

SKRIPSI

oleh
Nurul Vita Tri Alfiani
NIM 140110201007

JURUSAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS JEMBER
2018
HUMOR DALAM DAKWAH EMHA AINUN NADJIB PADA
ACARAPADHANG BULAN
(Kajian Pragmatik)

SKRIPSI

diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan Studi Jurusan Sastra Indoensia (S-1)
dan mencapai gelar Sarjana Sastra

oleh
Nurul Vita Tri Alfiani
NIM 140110201007

JURUSAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS JEMBER
2018

ii
PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada:


1. Ibunda Suriyah dan Ayahanda Muhammad Shoim serta kakak-kakakku
tercinta Siti Mu’awanah dan Lilik Isnawati, yang telah memberikan banyak
pengorbanan, doa, motivasi serta kasih sayang kepada penulis sehinga bisa
melangkah sejauh ini;
2. Almamater Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember;
3. bapak dan ibu dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember yang telah
membimbing dan mendukung dengan memberikan ilmu pengetahuan dan
pengalaman kepada penulis;
4. bapak dan ibu guru mulai TK, SD, SMP, SMA yang telah membimbing
penulis dari kecil hingga sekarang.

iii
MOTTO

“Jika kita hanya mengerjakan yang sudah kita ketahui, kapankah kita akan
mendapatkan pengetahuan yang baru? Melakukan yang belum pernah kita ketahui
adalah pintu menuju pengetahuan.”
(Mario Teguh)1

“Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan mengubah sesuatu nikmat yang telah
dianugrahkan-Nya kepada sesuatu kaum, hingga kaum itu merubah apa yang ada
pada diri mereka sendiri.”
(Q.S. An-Anfaal: 53)2

1
Bagus, P. 2010. Motivasi dan Inspirasi Sukses dan Kaya Hari Ini. Jakarta: Tjap Djempol.
Departemen Agama Republik Indonesia. 1978. Al Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: PT. Bumi
2

Restu.

iv
PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


nama : Nurul Vita Tri Alfiani
NIM : 140110201007

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul “Humor


dalam Dakwah Emha Ainun Nadjib pada Acara Padhang Bulan” adalah benar–
benar hasil karya sendiri, kecuali kutipan yang sudah saya sebutkan sumbernya,
belum pernah diajukan pada institusi mana pun, dan bukan karya jiplakan. Saya
bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap
ilmiah yang harus dijunjung tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa ada tekanan
dan paksaan dari pihak mana pun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika
ternyata di kemudia hari pernyataan ini tidak benar.

Jember, 1 April 2018

Yang menyatakan,

Nurul Vita Tri Alfiani


NIM 140110201007

v
SKRIPSI

HUMOR DALAM DAKWAH EMHA AINUN NADJIB PADA ACARA


PADHANG BULAN
(Kajian Pragmatik)

Oleh

Nurul Vita Tri Alfiani


NIM 140110201007

Pembimbing:

Dosen Pembimbing I : Drs. Budi Suyanto, M.Hum.


Dosen Pembimbing II : Agustina Dewi Setyari S.S., M.Hum.

vi
PENGESAHAN

Skripsi berjudul “Humor dalam Dakwah Emha Ainun Nadjib pada Acara
Padhang Bulan” telah diuji dan disahkan pada:
hari :
tanggal :
tempat :

Tim Penguji:
Ketua, Sekertaris,

Drs. Budi Suyanto, M. Hum. Agustina Dewi Setyari S.S., M.Hum.


NIP 196004151989021001 NIP 197708182003122002

Anggota I, Anggota II,

Prof. Dr. Akhmad Sofyan, M.Hum. Ali Badrudin S.S., M.A.


NIP 196805161992011001 NIP 197703092005011001

Mengesahkan
Dekan,

Prof. Dr. Akhmad Sofyan, M.Hum.


NIP 196805161992011001

vii
RINGKASAN

Humor dalam Dakwah Emha Ainun Nadjib pada Acara Padhang Bulan;
Nurul Vita Tri Alfiani, 140110201007; 2014; 71 halaman; Jurusan Sastra
Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jember.

Dalam masyarakat terdapat beberapa fenomena yang menunjukkan adanya


sebuah humor, salah satunya melalui dakwah Emha Ainun Nadjib. Dalam
dakwah, humor bukan merupakan sesuatu yang harus ada tetapi humor diciptakan
untuk berkelakar dan menyampaikan tujuan yang lain. Humor tersebut ditempuh
dengan menggunakan tiga tindak tutur yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi.
Ada tiga tahapan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1) tahap
penyediaan data, metode yang digunakan adalah metode simak bebas libat cakap.
Artinya peneliti tidak ikut terlibat langsung dalam penelitian. 2) Tahap analisis
data, metode yang digunakan adalah metode heuristik yang dihubungakan dengan
prinsip retorik. Metode ini menggunakan praanggapan dan implikatur yang
mempertimbangkan evidensi kontekstual. 3) Tahap pemaparan hasil analisis data,
menggunakan metode informal karena hanya mengguanakan kata-kata biasa.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa dalam berdakwah, Emha Ainun
Nadjib menyelipkan humor di sela-sela menjelaskan pemahaman tentang tatanan
dan tuntutan. Pemunculan humor ditempuh dengan cara mengubah situasi serius
menjadi situasi kelakar. Dengan situasi kelakar Emha Ainun Nadjib dapat
membuat lelucon dan berkelekar. Humor pada prinsipnya bertujuan membuat
penonton tertawa dan merasa terhibur dengan cara menyampaikan hal-hal yang
dianggap aneh dan lucu.
Humor Emha Ainun Nadjib diciptakan melalui tiga jenis tindak tutur, yaitu
lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Ketiga jenis tindak tutur itu dilakukan dengan
praanggapan bahwa apa yang ditindakan tidak sungguh-sungguh atau tidak serius,
hanyalah sebuah lelucon karena tindakan-tindakan itu berada dalam konteks
kelakar. Tindak tutur humor ditempuh melalui pelanggaran terhadap salah satu
maksim prinsip kerja sama atau prinsip sopan santun. Pelanggaran terhadap salah

viii
satu maksim, baik pada prinsip kerjasama maupun prinsip sopan santun itu oleh
Emha Ainun Nadjib dimaksudkan untuk menerapakan prinsip kelakar. Prinsip
yang memungkinkan ia berkata tidak benar dan bersikap tidak sopan tanpa ada
yang merasa tersakiti atau terancam mukanya.
Pelanggaran yang paling banyak ditemukan adalah pelanggaran pada
maksim kualitas dan maksim kerendahan hati. Pada maksim kualitas Cak Nun
melanggar dengan cara berkata bohong, sedangkan pada maksim kerendahan hati
dengan cara menghina dan merendahakan. Pelanggaran terhadap prinsip kerja
sama dan prinsip sopan santun dilakukan oleh Cak Nun dengan tidak sungguh-
sungguh. Hal ini karena dalam berhumor sesuatu yang dikatakan tidak serius,
tidak sungguh-sungguh, dan tidak benar.
Humor dalam dakwah Emha Ainun Nadjib yang paling dominan dibentuk
dengan perumpamaan dan praanggapan yang salah dan tidak sesuai dengan
pengetahuan bersama sehingga menimbulkan kelucuan. Hal inilah yang membuat
penonton tertawa.
Humor tersebut tidak hanya bertujuan membuat jemaah terhibur tetapi
juga mempunyai tujuan lain. Dalam penelitian ini ditemukan empat tujuan yang
ingin disampaikan Cak Nun yaitu: (a) menciptakan keakraban dengan audien, (b)
menyampaikan kritik, (c) memudahkan pemahaman, (d) menyegarkan suasana.

ix
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan ridho-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Humor dalam
Dakwah Emha Ainun Nadjib pada Acara Padhang Bulan”. Skripsi ini disusun
untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan srata satu (S1) pada
Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Akhmad Sofyan, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Jember;
2. Dra. A. Erna Rochiyati S., M.Hum., selaku Ketua Jurusan Sastra Indonesia
Universitas Jember;
3. Prof. Dr. Akhmad Sofyan, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing Akademik;
4. Drs. Budi Suyanto, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I yang telah berkenan
memberikan bimbingan, arahan dan motivasi hingga skripsi ini selesai;
5. Agustina Dewi Setyari S.S., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah
berkenan meluangkan waktu, pikiran, dan perhatian untuk membimbing
penulis dalam penyelesaian skripsi ini;
6. Prof. Dr. Akhmad Sofyan, M.Hum., selaku Dosen Penguji I; Ali Badrudin S.S.,
M.A.,selaku Dosen Penguji II yang telah meluangkan waktunya;
7. seluruh bapak dan ibu Dosen Sastra Indonesia yang telah memberikan ilmu
kepada penulis;
8. Staf Perpustakaan dan Staf Akademik Fakultas Ilmu Budaya;
9. sahabat yang selalu ada, yang selalu memberikan dukungan, doa dan perhatian
Puji Rahayu dan Muh Lukman Hakim;
10. sahabat seperjuangan Sastra Indonesia angkatan 2014 yang tidak dapat
disebut satu persatu, sahabat-sahabatku khususnya (Nur Kholilah, Nurlita,
Ulil Hidayati, Mei, Ainul) senantiasa memberikan doa, dukungan, perhatian,
dan kebersaamn serta kekonyolan;

x
11. sahabat KKN 12 Arjasa, Situbondo (Putri, Lailatul Khotimah, Hendro
Aprilianto, Izatin Nadifa, Andik Kurniawan, Taufik, Riza, Nadya, Rio) terima
kasih buat doa dan waktu kebersamaan yang kalian berikan;
12. teman–teman dan keluarga (Dani, Raka, Ikhwan, Bayu, Siti Nur Aulia, Nila,
ika, Putri, Dewi, Nur Halimah, Anis, Atul, Dwi Rengga, Roni, Fitri Dwi,
Nafi, Saka, Hermin, Sugeng, Danu, Abidin) yang telah memberikan doa,
perhatian, dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini;
13. teman-teman IMASIND yang telah memberikan pengalaman dan ilmu;
14. teman-teman SMA khususnya IPA 2 yang tidak dapat disebut satu-persatu;
15. bapak dan ibu guru TK, SD, SMP, SMA, dan TPQ;
16. bapak dan ibu kos Bengawan Solo: Bapak Made dan Ibu Made;
17. bapak dan ibu guru ngaji saya: Alm. Zainul Arifin, Kang Faruq, Kang Rozi,
Kang Tain, Ibu Tutik, dan Ibu Pipah.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, seperti
ketidaksempurnaan pada diri manusia. Oleh karena itu, penulis menerima segala
kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya
penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya.

Jember, 3 Mei 2018


Penulis

xi
DAFTAR ISI

SKRIPSI ................................................................................................................... i
SKRIPSI .................................................................................................................. ii
PERSEMBAHAN .................................................................................................. iii
MOTTO ................................................................................................................. iv
PERNYATAAN...................................................................................................... v
SKRIPSI ................................................................................................................. vi
PENGESAHAN .................................................................................................... vii
RINGKASAN ...................................................................................................... viii
PRAKATA .............................................................................................................. x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii
DAFTAR TANDA ............................................................................................... xiii
DAFTAR LAMBANG ........................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv
BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 6
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 6
1.4 Manfaat .......................................................................................................... 7
1.4.1 Manfaat Akademis .................................................................................. 7
1.4.2 Manfaat Praktis ....................................................................................... 7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ............................... 8
2.1 Tinjauan Pustaka ........................................................................................... 8
2.2 Landasan Teori ............................................................................................ 10
2.2.1 Fenomena Pragmatik ............................................................................ 10
2.2.2. Prinsip Retorik ..................................................................................... 15
2.2.3 Pragmatik dan Konteks ........................................................................ 19
2.2.4 Humor ................................................................................................. 20
BAB 3. METODELOGI PENELITIAN ............................................................... 24

xii
3.1 Metode Penelitian ........................................................................................ 24
3.2 Data dan Sumber Data ................................................................................. 24
3.2.1 Sumber Data ......................................................................................... 24
3.2.2 Data ....................................................................................................... 25
3.3 Penyediaan Data .......................................................................................... 25
3.4 Analisis Data ............................................................................................... 26
3.5 Penyajian Hasil Analisis Data ..................................................................... 29
BAB 4. PEMBAHASAN ...................................................................................... 30
4.1 Tindak Tutur Humor Emha Ainun Nadjib pada Acara Padhang Bulan ..... 30
4.1.1 Lokusi Humor Emha Ainun Nadjib ...................................................... 30
4.1.2 Ilokusi pada Tuturan Humor Emha Ainun Nadjib................................ 52
4.1.3 Perlokusi pada Tuturan Humor Emha Ainun Nadjib............................ 58
4.2 Tujuan Humor Emha Ainun Nadjib pada Acara Padhang Bulan ............... 62
4.2.1 Menyampaikan Kritik ........................................................................... 62
4.2.2 Memudahkan Pemahaman .................................................................... 66
4.2.3 Menyegarkan Suasana ......................................................................... 68
4.2.4 Menciptakan keakraban ........................................................................ 68
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 70
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 70
5.2 Saran ............................................................................................................ 71
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 71
LAMPIRAN 1 ....................................................................................................... 74

DAFTAR TANDA

xiii
Daftar Tanda
“ “ : pengapit tuturan langsung
[ ] : pengapit bunyi fonetis

‘ ‘ : pengapit makna

DAFTAR LAMBANG

Daftar Lambang

xiv
ɛ : fonem e, contohnya pada kata [anɛh]
ǝ : fonem e, contohnya pada kata [sǝbape]

ɔ : fonem o, contohnya pada kata [mɔrɔ]

I : fonem I, contohnya pada kata [aŋIn]

ŋ : fonem ng, contohnya pada kata [jɛŋkɛl]

U : fonem u, contohnya pada kata [laŋsUŋ]

? : fonem k, contohnya pada kata [arɛ?]

ḍ : fonem dh, contohnya pada kata [kaḍaŋ]

ṭ : fonem th, contohnya pada kata [kuṭa]

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : sitiran dakwah Cak Nun pada tanggal 14 April 2017

xv
Lampiran 2 : sitiran dakwah Cak Nun pada bulan Juli 2017
Lampiran 3 : sitiran dakwah Cak Nun pada bulan November 2018

xvi
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah komunikasi saat ini sudah menjadi hal yang sudah pasti dilakukan
oleh semua orang baik secara langsung maupun tidak. Komunikasi adalah
hubungan kontak antardua manusia baik individu maupun kelompok. Dalam
kehidupan sehari-hari disadari atau tidak, komunikasi adalah bagian kehidupan
manusia itu sendiri (Widjaja, 1993:1). Komunikasi juga merupakan proses sosial
yang terjadi di semua tempat bukan hanya di pasar saja tetapi juga di tempat-
tempat lain seperti sekolah, rumah, kampus, jalan, dan sebagainya. Dengan
komunikasi manusia dapat menyampaikan suatu ide, gagasan, informasi,
pengetahuan, kepada orang lain secara timbal balik, baik sebagai pendengar
maupun penyampai.
Komunikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya yaitu
dengan berhumor. Humor merupakan sesuatu yang dapat membuat orang tertawa.
Hasan (2014:84) menyatakan humor adalah rasa untuk menyeimbangkan jiwa
serta melampiaskan perasaan tertekan melalui cara yang riang dan dapat
dinikmati. Humor akan mengondisikan suatu individu untuk dekat dengan
individu lain, sebab humor membuat perasaan satu sama lain menjadi nyaman.
Setiawan (dalam Rahmadji, 2007) menyatakan humor adalah rasa atau geajala
yang merangsang kita untuk tertawa atau cenderung tertawa secara mental. Ia bisa
berupa rasa, atau kesadaran di dalam diri kita (sense of humor) bisa berupa suatu
gejala atau atau hasil cipta dari dalam maupun dari luar diri kita.
Humor ternyata sudah ada sejak zaman dulu, hal ini dibuktikan dengan
tingkah laku Raja Majapahit Hayam Wuruk (1350-1389M). Raja memilih
menyampaikan pesan dan sindiran dengan menggunakan humor. Pada kitab
Negara Kartanegara disebutkan bahwa pada sebuah pertunjukkan Raja Hayam
Wuruk tiba-tiba tampil di panggung. Raja ke- 4 majapahit ini membawakan
nyanyian-nyanyian yang menyindir dan menghibur penonton. Sang raja juga
melawak sambil meluncurkan ucapan-ucapan yang mengenai sasaran
2

(Soerdarsono, 1997:5). Sampai saat ini humor tetap menjadi sebuah hiburan di
kalangan masyarakat.
Dengan menggunakan humor, seseorang dapat menyampaikan sesuatu
baik yang berupa sindiran kepada orang lain dan kritik yang berupa lelucon.
Humor bukan hanya sebagai penghibur, tetapi juga sebagai wahana kritik
terhadap sesuatu yang dianggap tidak sesuai dengan aturan atau sesuatu yang
menyimpang. Danandjaya (dalam Rahmanadji, 2007) mengatakan fungsi humor
yang paling menonjol yaitu sebagai sarana penyalur perasaan yang menekan diri
seseorang. Perasaan itu bisa disebabkan oleh macam-macam hal, seperti
ketidakadilan sosial, persaingan politik, ekonomi, suku bangsa atau golongan, dan
kekangan dalam kebebasan gerak, atau kebebasan mengeluarkan pendapat.
Humor juga dapat digunakan untuk menarik simpati seseorang yang bisa
membuat orang lain tertawa. Namun, humor bisa dinilai adaptif ataupun kasar
bergantung dari bagaimana seseorang atau kelompok melihat objek humor sebagai
sesuatu yang positif atau negatif.
Perkembangan teknologi dapat dijadikan sebagai media untuk berdakwah
salah satunya youtube. Youtube dapat dimanfaatkan sebagai ruang untuk
berdakwah. Kesempatan berdakwah sangat terbuka di media sosial, karena tidak
hanya bisa dilihat oleh orang yang sedang berada di tempat dakwah itu saja, tetapi
juga bisa dilihat semua orang yang ada di dunia. Jadi pesan-pesan yang
disampaikan dalam dakwah semakin meluas. Dakwah pada hakikatnya
mempunyai ajakan untuk berbuat kebaikan. Menurut KBBI (1991:205) dakwah
merupakan penyiaran agama dan pengembangannya di kalangan masyarakat atau
seruan untuk memeluk, mempelajari, dan mengamalkan ajaran agama. Jadi, dapat
dikatakan dakwah merupakan pekerjaan yang mengkomunikasikan pesan-pesan
Islam. Dakwah merupakan cara untuk menyampaiakan, menyeru, dan melarang.
Tujuannya adalah agar manusia tidak melakukan hal-hal yang menyimpang dari
ajaran agama dan kembali ke jalan yang diridhai Allah SWT (Arabia, 2017:1).
Dakwah sudah menjadi sesuatu yang umum di kalangan masyarakat Islam,
apalagi sekarang ini banyak sekali pendakwah yang menyelipkan humor dalam
dakwahnya. Humor bukan unsur yang harus ada di dalam dakwah tetapi
3

merupakan unsur yang diperlukan agar proses penyampaian pesan berjalan efektif
dan pesan-pesan yang disampaikan mudah untuk diterima.
Salah satu tokoh dakwah humor yang terkenal yaitu Emha Ainun Nadjib
atau biasa disapa dengan Cak Nun. Cak Nun lahir pada tanggal 27 Mei 1953 di
Jombang Jawa Timur. Selain sebagai budayawan dan intelektual muslim, Cak
Nun juga sebagai pekerja sosial. Banyak acara dan pertemuan yang melibatkan
Cak Nun, terutama kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat. Nadjib
(2007:257) menyatakan ada lima acara rutin yang diasuhnya: Padhang Bulan
(Jombang), Mocopat Syafaat (Yogyakarta), Kenduri Cinta (Jakarta), Gambang
Syafaat (Semarang), dan Obor Ilahi (Malang).
Padhang Bulan merupakan salah satu acara pengajian yang dilakukan di
kota Jombang. Dilihat dari namanya padhang dalam bahasa Jawa, berarti “terang
atau purnama” dan bulan berarti “bulan”. Jadi, dapat dikatakan Padhang Bulan
merupakan acara pengajian yang dilakukan setiap bulan purnama. Pengajian ini
pertama kali dilakukan di Desa Mentiro, Kecamatan Sumobito, Jombang.
Awalnya pengajian ini ini hanya dikhususkan untuk warga sekitar desa, tapi lama-
kelamaan jamaah yang datang semakin banyak dan berkembang hingga hari ini.
Mengetahui kondisi lingkungan masyarakat sangatlah penting bagi
pendakwah. Gagasan yang dibangun oleh pendakwah berawal dari latar belakang
sosial maupun kultur masyarakat. Tradisi budaya, dan bagian lain dari kehidupan
masyarakat bisa menjadi ukuran utama bagi pendakwah untuk lebih memahami
cara berfikir masyarakat (Arabia, 2017:59). Oleh karena itu, acara Padhang Bulan
dipilih sebagai objek penelitian karena tempatnya berada di Jombang dan
merupakan tempat kelahiran Cak Nun. Jadi secara tidak langsung Cak Nun
mengetahui pola pikir dan tradisi masyarakat Jombang. Hal lain yang menarik
dari acara ini yaitu selain Cak Nun berdakwah dengan kelucuanya, ia juga
menyelingi dengan lagu Jawa, lagu daerah lain, sholawatan, dan sebagainya yang
dipimpin oleh grup musik Kiai Kanjeng. Acara ini tidak jauh berbeda dengan
acara rutin Cak Nun lainnya. Perbedaannya hanya terletak pada nama dan tempat
dilakukannya acara dakwah tersebut.
4

Dakwah-dakwah yang disampaikan oleh Cak Nun terkadang membuat


kontroversi di lingkungan masyarakat, tetapi mereka tetap menyukai acara
tersebut. Terbukti dengan banyaknya penonton yang menghadiri acara Padhang
Bulan, durasi yang digunakan terkadang melebihi batas. Pada umumnya acara
dakwah hanya berlangsung 3 jam (pukul 24.00) selesai. Namun, pada dakwah Cak
Nun tidak, hal ini terjadi karena banyaknya kelakar yang dibuat oleh Cak Nun dan
selingan lagu-lagu daerah sehingga membuat jemaah tidak bosan. Ia berbeda
dengan ulama ataupun ustaz-ustaz yang lain. Saat menyampaikan dakwah Cak
Nun menggunakan bahasa yang santai, ceplas-ceplos, dan jarang sekali berdalil
hadis seperti yang dilakukan oleh ulama-ulama yang lain. Setiap kali berhumor
Cak Nun selalu menggunakan bahasa Jawa. Di balik kelucuan dan ketidaklaziman
humor tentunya ada maksud yang ingin disampaikan kepada penonton baik itu
yang bersifat melarang, memerintah, mengajak dan lain sebagainya.
Menghadapi masyarakat pedesaan yang pola pikirnya masih tradisional
tentu merupakan tantangan bagi pendakwah. Pendakwah harus memperhatikan
pola-pola yang berlaku di masyarakat termasuk kesukaan mereka. Oleh karena itu,
kepandaian strategi yang dilakukan oleh Cak Nun dalam membuat humor harus
benar-benar diperhatikan agar tidak meyakiti perasaan jemaah. Strategi seperti
mengulang-ngulang kata, membuat hayalan, berlagak lupa, penyebutan kata yang
salah, menggunakan kata-kata yang kurang sopan dapat memicu terjadinya sebuah
humor. Cak Nun juga memberikan kebebasan kepada penonton untuk
menyampaikan sesuatu baik itu yang berbau kritik, saran, pertanyaan dan lain
sebagainya. Tendensi humor baik untuk mengkritik maupun yang lain itu tetaplah
sebuah lelucon yang dibuat oleh penuturnya.
Penciptaaan sebuah humor bergantung pada kepiawaian seseorang, orang
yang berbeda menyampaikan sesuatu yang sama efek humornya akan berbeda.
Kepiawaian itu menyangkut cara berbicara, pilihan gaya bahasa yang tepat dan
sebagainya. Penutur juga harus pandai menempatkan konteks humornya. Jika
tidak tepat menempatkan konteks, humor dapat menimbulkan sakit hati,
tersinggung, salah paham pada diri lawan tuturnya.
5

Salah satu cara yang ditempuh oleh Cak Nun dalam menciptakan humor
dilakukan dengan melanggar prinsip retorik, contohnya tuturan yang ditujukan
Cak Nun kepada Wakil Gubernur Jawa Timur, H. Saifullah Yusuf atau Gus Ipul
yang dilaksanakan pada tanggal 13 Juni 2015. Cak Nun mengatakan “Mosok aku
lak ketemu awakmu kudu ngomong Masyaallah Ipul, lak gak cocok karo dapurmu
iku”. Dari tuturan yang disampaikan oleh Cak Nun tersebut menunjukkan tidak
adanya kesantunan dan tidak menghargai Gus Ipul sebagai Wakil Gubernur Jawa
Timur. Jika dilihat dari sudut pandang pragmatik tuturan tersebut memunculkan
praanggapan Cak Nun dan Gus Ipul adalah teman lama yang sudah akrab. Jadi
prinsip retorik seperti prinsip sopan santun sudah tidak ditaati dan tidak
diperhatikan oleh Cak Nun. Pelanggaran terhadap prinsip sopan santun dapat
menyebabkan Gus Ipul tersinggung, tetapi Gus Ipul merasa tidak tersinggung.
justru menimbulkan lelucon yang membuat para penonton tertawa atas peristiwa
itu komunikasi semakin lancar. Contoh lainnya seperti saat Cak Nun mengajak
debat ulama ahli tafsir mengenai permasalahan tentang penafsiran sebuah hadis,
dengan menggunakan kekonyolan dan kehumoranya membuat ulama tersebut
diam dan tidak bisa menjawab pertanyaan dari Cak Nun, lalu timbulah humor
semua penonton tertawa melihat kejadian tersebut. Bagaimana hal ini bisa terjadi,
teknik berdakwah apa yang dilakukan oleh Cak Nun sehingga bisa menimbulkan
efek humor dalam dakwahnya. Sepertinya hal ini perlu untuk diteliti lagi.
Humor dalam dakwah Emha Ainun Nadjib ini akan lebih menarik jika
dikaji secara pragmatik. Karena, fenomena tersebut hanya tepat dikaji dengan
pendekatan pragamatik. Pragmatik merupakan cabang linguistik yang mengkaji
tentang makna yang ingin disampaikan oleh penutur kepada lawan tuturnya.
Levinson (dalam Tarigan, 1987:33) menyatakan pragmatik adalah telaah
mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu
catatan atau laporan pemahaman bahasa, dengan kata lain telaah mengenai
kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat
dan konteks secara tepat. Makna dalam humor tersebut akan dapat dipahami jika
konteksnya diketahui.
6

Penelitian ini mengkaji fenomena pragmatik humor dalam dakwahnya Cak


Nun. Selain itu, kajian pragmatik juga diarahkan untuk mengungkapkan maksud-
maksud humor yang dilakukan oleh Cak Nun dalam dakwahnya, hal ini berkaitan
dengan tindak tutur yang di dalamnya menyangkut peranggapan dan implikatur.
Pematuhan dan pelanggaran terhadap prinsip retorik digunakan oleh Cak Nun
untuk membangun sebuah humor sehingga bisa membuat penonton tertawa.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalahnya
sebagai berikut.
1. Bagaimana humor Emha Ainun Nadjib pada acara Padhang Bulan dipahami
sebagai fenomena tindak tutur?
2. Apa tujuan humor dalam dakwah Emha Ainun Najib pada acara Padhang
Bulan?
Dua permasalahan tersebut dianalisis dalam lingkup kajian pragmatik.
Oleh karena itu, kedua permasalahan tersebut dikaji dengan teori-teori pragmatik,
seperti teori tindak tutur, pranggapan, implikatur dan retorik.
Dua permasalahan tersebut dikaji dengan menempuh tiga tahapan strategis
penelitian yang disarankan oleh Sudaryanto. Tiga tahapan strategis itu adalah
penyediaan data, analisis data, dan pemaparan hasil analisis data.

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini sebagai
berikut.
1. Mendeskripsikan bagaimana humor Emha Ainun Nadjib pada acara Padhang
Bulan dipahami sebagai fenomena tindak tutur.
2. Mendeskripsikan apa tujuan humor dalam dakwah Emha Ainun Najib pada
acara Padhang Bulan.
7

1.4 Manfaat
Dari penelitian ini diperoleh dua manfaat yaitu manfaat akademis dan
manfaat praktis. Dua manfaat tersebut dipaparkan pada sub-sub bab di bawah ini.
1.4.1 Manfaat Akademis
Manfaat akademis merupakan manfaat yang berhubungan dengan
kemajuan ilmu pengetahuan. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi pengetahuan di bidang pragmatik khususnya tindak tutur kelakar dalam
dakwah humor. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi
bagi peneliti-peneliti lain yang akan meneliti objek yang sama atau yang terkait.

1.4.2 Manfaat Praktis


Kajian yang menghasilkan pengetahuan humor dalam dakwah akan
memberikan masukan positif kepada pendakwah lain. Seperti tata cara dakwah
yang dapat menyegarkan sebagaimana yang dilakukan oleh Emha Ainun Nadjib.
Dari penelitian ini diperoleh pengetahuan tentang cara dakwah Emha
Ainun Nadjib. Pengetahuan ini dapat ditiru oleh pendakwah lain untuk
meningkatkan kemampuannya berdakwah yang menarik seperti yang dilakukan
Emha.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka


Hidayati (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pragmatik
Humor Nasruddin Hoja” membahas tentang aspek pragmatik yang digunakan
Nasruddin Hoja untuk membangun sebuah humor dan manfaat serta tujuan yang
dihasilkan dari humor Nasrudin Hoja. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu: pengumpulan data menggunakan metode simak kemudian dilanjutkan
dengan teknik catat, setelah itu dikalsifikasikan berdasarkan tindak tuturnya.
Analisis data menggunakan metode padan pragmatik. Metode padan pragmatik
digunakan untuk menunujukkan pola-pola penyimpangan dalam tindak tutur. Data
dianalisis dengan mengambil tuturan tindak langsung Nasruddin Hojja yang telah
dibukukan. Hasil penelitian dipaparkan dengan menggunakan metode informal.
Hasil penelitian (1) humor Nasruddin Hojja mengandung jenis tindak tutur lokusi,
ilokusi, dan perlokusi, yang di dalamnya menerapkan teori konflik yaitu
pertentangan antara main-main dan keseriusan yang digunakan Nasrudin Hojja
untuk menciptakan sebuah humor. (2) Penciptaan humor dengan maksim
kuantitas, kualitas, relevansi baik itu yang melanggar atupun mematuhi, yang di
dalamnya melibatkan presuposisi untuk menjelaskan hasil analisisnya. (3) Tujuan
humor Nasruddin Hoja adalah selain untuk menghibur juga bertujuan mengajak
manusia berfikir lebih baik lagi.
Mustofa (2010) dalam penelitianya yang berjudul “Wacana Humor dalam
Buku Plesetan ½ Gokil Karya Diela Maya” membahas tentang pelanggaran
prinsip kerja sama dalam buku Plesetan ½ Gokil dan terbentuknya implikatur
serta adanya pelanggaran prinsip kerja sama. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu: pengumpulan data dengan menggunakan metode simak
dengan teknik lanjutan simak bebas libat cakap. Analisis data menggunakan
teknik heuristik, yang digunakan untuk (1) mengidentifikasi penerapan prinsip
kerja sama baik mematuhi maupun melanggar dan (2) wujud implikatur
percakapan
9

dalam buku Plesetan ½ Gokil. Alur kerjanya menggunakan model analisis


interaktif. Maksud dari alur ini adalah aktivitas peneliti selalu bergerak di antara
tiga komponen analisis yaitu, reduksi, sajian data, penarikan kesimpulan atau
verifikasi. Pemaparan hasil menggunakan metode informal. Hasil dari penelitian
tersebut yaitu, (1) pendeskripsian pelanggaran terhadap keempat maksim prisip
kerja sama dalam “Wacana Humor dalam Buku Plesetan ½ Gokil Karya Diela
Maya” yang meyebabkan pemberian informasi menjadi kurang informatif
sehingga memunculkan efek lucu dan menimbulkan sebuah humor. (2)
Pelanggaran terhadap maksim-maksim yang terdapat dalam prinsip kerja sama
dan prinsip sopan-santun.
Fitri (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Aspek Pragmatik
Pembangun Humor dalam Opera Van Java” membahas tentang aspek pragmatik
yang membangun humor dalam acara Opera Van Java selain itu, juga membahas
tentang hubungan antarkonteks di luar bahasa dengan humor verba Opera Van
Java. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: pengumpulan data
menggunakan metode simak dengan teknik lanjutan simak bebas libat cakap dan
dilanjutkan dengan teknik catat kemudian rekam. Analisis data menggunakan
metode deskriptif, metode ini digunakan untuk mendeskripsikan keadaan objek
yang berupa tuturan humor dalam acara Opera Van Java. Tuturan humor
dideskripsikan berdasarkan teori pragmatik meliputi: pranggapan, implikatur,
tuturan, dan dunia kemungkinan. Selain untuk mendeskripsikan hal tersebut,
metode ini digunakan untuk mendeskripsikan hubungan antara konteks diluar
bahasa dengan humor verba yang ada dalam Opera Van Java. Pemaparan hasil
menggunakan metode informal. Hasil dalam penelitian ini yaitu, aspek-aspek
pragmatik yang berupa dunia pranggapan, dunia kemungkinan, konteks di luar
bahasa, implikatur, dan pelanggaran maksim yang telah digunakan oleh pemain
Opera Van Java untuk membangun sebuah humor.
Saputri (2013) dalam penelitianya yang berjudul “Implikatur dan Inferensi
dalam Buku Humor Anak Sekolah Karya B. P. Habeahan” membahas tentang
bentuk dan analisis implikatur serta inferensi dalam buku “Humor Anak Sekolah”
Karya B. P. Habeahan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
10

pengumpulan data menggunakan metode simak dengan teknik catat, analisis data
menggunakan metode agih karena penelitian ini berada dalam bahasa yang
bersangkutan itu sendiri. Sedangkan teknik dasarnya yaitu teknik bagi unsur
langsung dengan cara membagi satuan lingual yang dimaksud. Pemaparan hasil
menggunakan metode informal. Hasil dalam penelitian ini yaitu: (1) wujud
implikatur yang terdapat dalam buku humor seperti implikatur percakapan,
implikatur percakapan umum, implikatur berskala, implikatur percakapan khusus,
implikatur konvensional yang diguanakn untuk membentuk sebuah humor. (2)
Wujud inferensi dalam buku “Humor Anak Sekolah” karya B. P. Habeahan yaitu
berupa inferensi sebagai hubungan non-otomatis, inferensi sebagai pengisi
kesenjangan atau ketiadaan kontinuitas dalam interpretasi.

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Fenomena Pragmatik
“Pragmatik adalah aspek-aspek pemakaian bahasa atau konteks luar
bahasa yang memberikan sumbangan pada makna ujaran” (Kridalaksana,
2008:198). Dengan kata lain, pragmatik adalah telaah mengenai hubungan antara
bahasa dan konteks sebagai dasar pertimbangan untuk memahami bahasa.
Pendapat lain dari Levinson (dalam Tarigan, 1987:33) bahwa “Pragmatik adalah
telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi
suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa”. Dalam hal ini, pragmatik
mencerminkan kemampuan pemakai bahasa dalam menghubungkan dan
menyerasikan kalimat-kalimat serta konteks secara tepat. Ketepatan konteks
dalam sebuah tuturan sangatlah penting terutama saat menciptakan sebuah humor,
seorang penutur harus benar-benar memperhatikannya.
Apabila humor diciptakan dengan konteks yang salah, humor tersebut
tidak akan mengundang sebuah kelucuan dan tawa. Hal ini akan menghambat
tercapai atau tidaknya sebuah maksud dan tujuan yang ingin disampaikan oleh
penutur. Dalam humor ada beberapa fenomena pragmatik seperti tindak tutur,
implikatur, peranggapan, dan lain-lain. Fenomena-fenomena tersebut akan
dijelaskan pada paragraf-paragraf di bawah ini.
11

a. Tindak Tutur
Tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan
keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam
menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih ditekankan pada makna atau
arti tindakan dalam suatu tuturan (Chaer dan Agustina, 2004:50). Tindak ujar
(speech act) adalah fungsi bahasa sebagai sarana penindak. Semua kalimat atau
ujaran yang diucapkan oleh penutur sebenarnya mengandung fungsi komunikasi
tertentu. Humor merupakan salah satu tindak tutur juga mempunyai fungsi sebagai
penindak. Dalam sebuah humor, tuturan dari penutur tidak semata-mata hanya
asal bicara, tetapi mengandung maksud tertentu atau dimaksudkan untuk
menimbulkan sesuatu tertentu (Mulyana, 2005:80).
Humor verbal merupakan bagian dari tindak tutur. Dalam tuturan humor
ada lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Ketiga jenis tindakan ini digunakan untuk
mengekspresikan sesuatu yang lucu dan tidak lazim. Ketidaklaziman yang
dimaksud seperti dari penalaran, menyatakan sesuatu yang tidak benar, tidak jujur.
Di balik kelucuan dan ketidak laziman humor, tentunya ada maksud yang ingin
disampaikan kepada orang lain, baik itu yang bermodus melarang, memerintah,
mengajak dan lain sebagainya. Oleh karena itu, humor dapat dikatakan sebagai
tindak tutur.
Austin (dalam Tarigan, 1987:109) merumuskan adanya tiga jenis tindakan
yang berlangsung sekaligus, yaitu: (1) Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk
mengatakan sesuatu. Dalam humor tindak lokusi ini diwujudkan dengan adanya
pelanggaran terhadap prinsip kerja sama dan prinsip sopan santun. Pelanggaran
yang dilakukan tentunya mempunyai tujuan agar terbentuk sebuah kelucuan. (2)
Tindak ilokusi adalah tindak tutur yang digunakan untuk melakukan suatu
tindakan dalam mengatakan sesuatu. Dalam suatu tuturan seseorang melakukan
suatu tindakan hanya dengan melakukan dari apa yang dituturkan. Namun, dalam
humor tuturan tersebut bersifat tidak wajar, artinya sesuatu yang dituturkan belum
tentu sesuai dengan apa yang dilakukan. Hal ini tentunya mempunyai maksud
agar tercipta kelucuan yang menyebabkan petutur tertawa. (3) Perlokusi adalah
melakukan sesuatu tindakan dengan mengatakan sesuatu. Dalam hal ini
12

diharapkan ada respon dari tuturan yang telah disampaikan oleh seorang penutur.
Misalnya, respon yang ditimbulkan dari sebuah humor salah satunya yaitu
tertawa. Namun bukan hanya tawa, kemarahan juga dapat timbul akibat humor
yang tidak sesuai. Semua tergantung dari kepandaian seseorang saat menciptakan
sebuah humor. Humor dapat dikatakan berhasil saat kedua pihak yaitu penutur
dan mitra tutur mencapai satu kesepakatan. Leech (1993:321) juga menyatakan
“Perlokusi sebagai tindakan atau kumpulan tindakan yang bertujuan mencapai
sesuatu melalui tuturan”.
Searle (dalam Tarigan, 1987:47-48) mengelompokkan tindak ilokusi
menjadi lima kategori sebagai berikut: (a) asertif yaitu melibatkan pembicara pada
kebenaran proposisi yang diekspresikan, seperti: menyatakan, memberitahukan,
menyarankan, membanggakan, mengeluh, menuntut, mengusulkan, dan
melaporkan; (b) direktif yaitu dimaksudkan untuk menimbulkan beberapa efek
melalui tindakan yang dilakukan oleh penutur seperti: memesan, memerintahkan,
memohon, meminta, menyarankan, menganjurkan, dan menasehatkan; (c) komisif
yaitu tindak ilokusi komisif ini melibatkan pembicara pada beberapa tindakan
yang akan datang, seperti: menjanjikan, bersumpah, menawarkan, dan
memanjatkan doa; (d) ekspresif yaitu mempunyai fungsi mengungkapkan atau
memberitahukan sikap psikologis sang pembicara menuju suatu pernyataan
keadaan yang diperkirakan oleh ilokusi, seperti: mengucapkan terima kasih,
mengucapkan selamat, memaafkan, mengampuni, menyalahkan, memuji,
menyatakan belasungkawa; (e) deklaratif yaitu ilokusi yang bila performasinya
berhasil akan menyebabkan korespondensi yang baik antara proposisional dengan
realitas, seperti: menyerahkan diri, memecat, membebaskan, membaptis, memberi
nama, mengucilkan, menunjuk, menentukan, menjatuhkan hukuman, memvonis.
Lima kategori tersebut dalam konteks humor tidak dipahami sebagai suatu
yang sungguh-sungguh sehingga mempunyai makna dan maksud yang
berlawanan dengan makna tuturan. Misalnya tindak asertif, dalam tuturan yang
wajar menyatakan sesuatu yang terikat akan kebenaran. Namun, pada konteks
humor menyatakan keyakinan sebagai sesuatu yang tidak benar sehingga
membuat penonton tertawa.
13

b. Implikatur
Implikatur diperkenalkan oleh Grice dengan tujuan memecahkan persoalan
makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan oleh teori semantik biasa. Jika hanya
menggunakan teori atau pemahaman semantik saja, makna suatu tuturan tidak bisa
dipahami dan dimengerti dengan tepat (Cumming, 2007:21). Kesalahan dalam
memahami suatu ujaran nantinya akan berdampak pada tercapai atau tidaknya
suatu komunikasi. Brown (dalam Yule, 1996:31) “Implikatur dipakai untuk
memperhitungkan apa yang disarankan atau apa yang dimaksud oleh penutur
sebagai hal yang berbeda dari apa yang dinyatakan secara harfiah”. Hal ini juga
digunakan dalam memaknai tuturan dari sebuah humor. Tuturan yang diciptakan
dalam sebuah humor mengharuskan seseorang mengaitkan konteks untuk
mengimplikasikan dari apa yang dituturkan agar memahami maksudnya.
Misalnya, dari beberapa humor yang diciptakan oleh Cak Nun kepada jemaah
yang dilakukan dengan cara melanggar prinsip kerja sama atau prinsip sopan-
santun. Pelanggaran tersebut disengaja oleh Cak Nun dan diketahui oleh jemaah
sebagai salah satu cara yang digunakan untuk menciptakan sebuah humor.
“Implikatur berkaitan erat dengan konvensi kebermaknaan yang terjadi di
dalam proses komunikasi” (Nababan, 1987:28). Makna yang terkandung dalam
tuturan penutur lebih banyak daripada yang diungkapkan. Menurut Grice (dalam
Lecch, 1993:13) hal ini dapat dijelaskan melalui implikasi-implikasi pragmatik
atau disebut dengan implikatur-implikatur percakapan. Pembahasan tentang
implikatur mencakup pengembangan teori hubungan antara ekspresi, makna,
penutur, dan implikasi suatu tuturan.
Dalam sebuah humor implikatur adalah sebuah daya untuk
mengungkapkan sebuah maksud yang dituturkan oleh Cak Nun. Implikatur
membantu penonton untuk menangkap humor yang dibuat oleh Cak Nun.
Percakapan tersebut dapat berlangsung karena adanya kesepakatan bersama antara
penutur dan mitra tutur. Salah satu kesepakatan tersebut berupa kontrak tidak
tertulis yaitu sesuatu yang dibicarakan harus saling berhubungan atau berkaitan.
Keterkaitan itu tidak terungkap secara implisit pada kalimat itu sendiri yang
disebut dengan implikatur percakapan. Jadi, implikatur percakapan adalah
14

implikasi suatu pragmatik yang terjadi akibat adanya pelanggaran terhadap


prinsip-prinsip percakapan di dalam suatu tuturan.
Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini menyangkut tentang
implikatur. Pemecahan masalah ini dapat dilihat dari sudut pandang petutur
karena masalah interpretasi tuturan. Menginterpretasi sebuah tuturan dapat
dilakukan dengan membuat hipotesis-hipotesis terlebih dahulu. Hipotesis akan
diuji dengan data-data yang tersedia. Bila semua konsekuensi selaras dengan
konteks maka hipotesis dapat diterima, tetapi bila konsekuensi bertentangan
dengan konteks hipotesis ditolak dan harus dipertimbangkan terlebih dahulu.
Untuk mengetahui tujuan tuturan harus dengan melibatkan evidensi kontekstual
dan implikatur . Oleh karena itu, dalam menganalisis data menggunakan metode
heuristik (Leech, 1993:63).

c. Praanggapan
Rustono (1999:103) mengemukakan pengertian “Praanggapan yaitu
pengetahuan bersama antara penutur dan mitra tutur yang tidak dituturkan dan
merupakan prasyarat yang memungkinkan suatu tuturan benar atau tidak benar”.
Stalnaker (dalam Rustono, 1999:98-99) mengemukakan bahwa praangapan adalah
apa yang digunakan oleh penutur sebagai dasar bersama bagi para peserta
percakapan. Yang dimaksud dengan dasar bersama itu adalah sebuah paraangapan
hendaknya dipahami bersama oleh penutur dan lawan tutur sebagai pelaku
percakapan dalam melakukan tindak tutur.
Kelucuan suatu tuturan dapat dinikmati bila penutur dan pendengar
memiliki praanggapan yang sama. Sebuah kelucuan dapat diterima saat penutur
dan mitra tutur mempunyai kesepahaman sehingga muncullah kesamaan
praanggapan yang dinyatakan oleh penutur tidak sungguh-sungguh karena itu
hanya sebuah humor yang dapat membuat tawa. Hubungan kedekatan juga akan
menimbulkan banyaknya praanggapan yang muncul. Keberadaan praanggapan
salah satunya dapat kita jumpai dalam sebuh humor, karena di dalamnya terdapat
suatu maksud yang tersembunyi.
15

Yule (1996:25) membagi praanggapan menjadi enam yaitu: (1)


praanggapan eksistensial adalah praanggapan yang tidak hanya diasumsikan
keberadaannya dalam kalimat-kalimat yang menunjukkan kepemilikan, tapi lebih
luas lagi keberadaan atau eksistensi dari pernyataan dalam tuturan tersebut; (2)
praanggapan faktual adalah praanggapan yang menunjukkan suatu fakta atau
berita yang diyakini kebenarannya; (3) praanggapan leksikal adalah praanggapan
yang didapat melalui tuturan yang diinterpretasikan melalui penegasan dalam
tuturan; (4) peranggapan struktural adalah praanggapan yang dinyatakan melalui
tuturan yang strukturnya jelas dan langsung dipahami; (5) praanggapan nonfaktual
adalah praanggapan yang masih memungkinkan adanya pemahaman yang salah
karena penggunaan kata-kata yang tidak pasti dan masih ambigu dan; (6)
praanggapan dengan fakta yang bertentangan atau berlawanan adalah
praanggapan yang menghasilkan pemahaman yang berbeda dari pernyataan atau
kontradiktif.
Levinson (dalam Cumming, 2007:45-47) menyatakan “Praanggapan
seperti halnya implikatur-implikatur sebelumnya tidak mungkin terjadi dalam
berbagai macam konteks lingusitik tertentu, kaitannya dengan tuturan yang
diketahui oleh penutur dan mitra tutur sebagai tuturan yang sesuai dengan
konteks. Keberadaan konteks dalam suatu tuturan sangat penting, karena di dalam
ilmu pragmatik konteks merupakan hal yang melatarbelakangi terjadinya suatu
percakapan. Konteks tersebut meliputi: siapa yang berbicara (penutur), dengan
siapa orang tersebut berbicara (mitra tutur), situasi meliputi: kapan, di mana,
bagaimana, dan yang terakhir adalah maksud yang ingin disampaikan oleh
penutur. Dalam menciptakan sebuah humor, seorang penutur harus
memperhatikan ketepatan suatu konteks, apabila konteksnya tidak tepat maka bisa
jadi tuturan tersebut tidak menjadi humor seperti yang diharapkan oleh penutur.

2.2.2. Prinsip Retorik


Prinsip retorik merupakan prinsip yang mengacu pada penggunaan bahasa
oleh seseorang. Penelitian ini menggunakan prinsip retorik interpersonal yaitu
prinsip kerja sama, prinsip kesopanan, dan prinsip kelakar. Halliday (dalam
16

Leech, 1993:86) menyatakan fungsi interpersonal merupakan bahasa berfungsi


sebagai pengungkap sikap penutur dan sebagai pengaruh pada sikap penutur.
Penelitian ini menggunakan prinsip retorik interpersonal karena data yang diteliti
berupa tuturan antara satu individu dengan individu dalam komunikasi. Dalam
prinsip retorik interpersonal terdiri atas prinsip kerja sama dan prinsip sopan
santun yang akan dipaparkan sebagai berikut.
a. Prinsip Kerja Sama
Dalam rangka melaksanakan prinsip kerja sama, setiap penutur harus
mematuhi empat maksim percakapan agar proses komunikasi dapat berjalan.
Grice (dalam Leech 1993:11-12) membagi prinsip kerja sama menjadi empat
kategori maksim yaitu:
1) Maksim Kuantitas
Maksim kuantitas yaitu maksim yang menghendaki setiap peserta
percakapan memberi kontribusi secukupnya, kontribusi penutur hendaknya sesuai
dengan kebutuhan yang diperlukan secara kuantitas. Dalam komunikasi yang
wajar maksim ini bersifat regulatif tapi dalam komunikasi yang tidak wajar,
seperti humor maksim ini dapat dilanggar. Dalam humor pelanggaran terhadap
maksim ini dimotivasi oleh penutur dengan tujuan membuat orang lain tertawa.
2) Maksim Kualitas
Maksim kualitas mengharuskan setiap partisipan komunikasi mengatakan
hal yang sebenarnya. Jangan mengatakan sesuatu yang bukti kebenarannya kurang
meyakinkan, hal ini terjadi dalam komunikasi yang wajar. Namun, dalam
komunikasi yang tidak wajar seperti humor, maksim ini sering dilanggar dengan
alasan agar orang lain tertawa.
3) Maksim Hubungan
Maksim hubungan yaitu maksim yang mengharuskan peserta tutur
memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan. Artinya
maksim relevansi ini merupakan maksim yang mengharuskan setiap peserta
percakapan memberikan kontribusi yang releven atau yang berkaitan dengan topik
pembicaraan. Dalam komunikasi tidak wajar seperti humor, maksim relevansi ini
jarang sekali diterapkan, biasanya para pelawak melanggar maksim ini dengan
17

cara memberikan kontribusi yang berbeda dengan topik pembicaraan. Hal ini
tentunya membuat penonton merasa aneh, tapi keanehan tersebut justru
menimbulkan tawa.
4) Maksim Cara
Maksim pelaksanaan atau maksim cara yaitu maksim yang mengharuskan
peserta tutur mengatakan sesuatu secara langsung dapat dimengerti. Hindarilah
pernyataan-pernyataan yang samar, ketaksaan atau ambiguitas, usahakan agar
ringkas dan berbicara dengan teratur. Artinya maksim pelaksanaan ini
mewajibkan pada setiap peserta percakapan untuk mengatakan sesuatu dengan
jelas sehingga mudah untuk dimengerti oleh semua pihak. Bila hal ini dilanggar,
biasanya penutur mempunyai tujuan tertentu, misalnya mengelabuhi,
menimbulkan efek lucu.
Ketaatan dan pelanggaran terhadap maksim PK dimotivasi oleh tujuan
penutur, seperti halnya humor dan kelakar. Dalam prinsip kelakar pelanggaran
prinsip atau maksim PK memang sengaja dilakukan dengan maksud membuat
sebuah lelucon sehingga dapat menimbulkan tawa.

b. Prinsip Kesopanan
Grice (dalam Nababan, 1987:33) menyatakan adanya prinsip yang bersifat
sosial, elastik, dan moral yang biasa diikuti orang dalam percakapan yaitu
kesopanan. Prinsip kesopanan menurut Leech (1993:206) menyangkut hubungan
antara peserta komunikasi, yaitu penutur dan pendengar. Oleh sebab itu, mereka
menggunakan strategi dalam mengatakan suatu tuturan dengan tujuan agar
kalimat yang dituturkan santun tanpa menyinggung mitra tutur.
Dalam sebuah humor, pelanggaran terhadap prinsip kesopanan sering kali
dilakukan. Hal ini mempunyai tujuan agar humor dapat tersampaikan kepada
audien. Pelanggaran dilakukan karena adanya unsur kesengajaan, seperti yang
dilakukan oleh Cak Nun terhadap Wakil Gubernur Jawa Timur yaitu H. Syaifullah
Yusuf. Cak Nun sudah tidak memperhatikan lagi pematuhan terhadap prinsip
kesopanan. Beliau berbicara seenakanya kepada Gus Ipul seolah-olah mereka
teman akrab, respon yang timbul dari Gus Ipul yaitu tertawa. Pelanggaran
18

terhadap prinsip sopan santun inilah yang digunakan Cak Nun untuk menciptakan
sebuah humor.
Sebagai retorika interpersonal, pragmatik membutuhkan prinsip kesopanan
(politenessprinciple). Leech (1993:206-207) mengemukakan teori tentang prinsip-
prinsip kesopanan berbahasa. Prinsip kesopanan tersebut meliputi enam maksim
yaitu: (1) maksim kearifan (tact maxim), buatlah kerugian orang lain sekecil
mungkin dan buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin; (2) maksim
kedermawanan (generosity maxim), buatlah keuntungan diri sendiri sekecil
mungkin dan buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin; (3) maksim pujian
(approbation maxim), kecamlah orang lain sesedikit mungkin dan pujilah orang
lain sebanyak mungkin; (4) maksim kerendahan hati (modesty maxim), pujilah diri
sendiri dan kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin; (5) maksim kesepakatan
(agreement maxim), usahakan agar ketaksepakatan antara diri dan orang lain
terjadi sesedikit mungkin dan usahakan agar kesepakatan antara diri sendiri dan
orang lain terjadi sebanyak mungkin; dan (6) maksim simpati, (sympathy maxim)
kurangi antisipasi antara diri sendiri dengan orang lain dan tingkatkan rasa simpati
sebanyak-banyaknya antara diri sendiri dan orang lain.
Seperti halnya prinsip kerja sama, prinsip sopan santun juga tidak harus
ditaati oleh penutur. Pelanggaran terhadap prinsip sopan santun ini dilakukan
dengan unsur kesengajaan. Seperti yang dilakukan oleh Cak Nun saat
menyampaikan humor dalam dakwahnya, yang bertujuan untuk membuat sebuah
kelucuan sehingga menyebabkan tawa di pihak penonton.

c. Prinsip Kelakar
Prinsip kelakar sering dikenal dengan prinsip daya tarik. Prinsip kelakar
berfungsi mengembangkan interaksi sosial agar lebih akrab. Untuk menciptakan
sebuah humor keberadaan prinsip kelakar sangatlah penting, hal ini dikarenakan
prinsip kelakar sering dimanifestasi dalam percakapan yang santai, prinsip ini
dapat dinyatakan sebagai berikut: “Untuk menunjukkan solidaritas dengan
petutur, katakanlah sesuatu kepadanya yang jelas tidak benar dan jelas tidak
sopan”. Sebagaimana ironi, kelakar juga kelihatan tidak serius (Leech, 1993:228).
19

Salah satu tujuan dibuatnya humor yaitu untuk menghibur, tentunya


bahasa yang digunakan adalah santai. Salah satu cara berkelakar mendorong
terwujudnya atau terpeliharanya hubungan akrab. Dari keakraban inilah sopan
santun akan terabaikan. Oleh karena itu, kurangnya sopan santun dapat menjadi
tanda keakraban seseorang (Leech, 1993:228). Misalnya, tuturan yang diucapkan
Cak Nun terhadap Wakil Gubernur Jawa Timur yaitu Gus Ipul. Cak Nun
mengatakan Mosok aku lak ketemu awakmu kudu ngomong Masyaallah Ipul, lak
gak cocok karo dapurmu iku. Prinsip kelakar dapat dinyatakan untuk
menunjukkan keakraban dengan mitra tutur. Untuk menunjukkan solidaritas
dengan Gus Ipul, Cak Nun mengatakan sesuatu yang jelas tidak sopan.

2.2.3 Pragmatik dan Konteks


Konteks menjelaskan mengenai keadaan fisik dan sosial saat tuturan
berlangsung. Nadar (2009:6-7) menyatakan “Konteks adalah hal-hal yang gayut
dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah tuturan ataupun latar belakang
pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur menafsirkan
makna tuturan”. Dalam humor keberadaan konteks sangat dibutuhkan oleh
penontonnya, hal ini untuk mempersempit ruang berfikir agar tidak melenceng
dari maksud yang ingin disampaikan oleh penutur. Menurut Sumarlan (dalam
Rosmawaty, 2011) konteks merupakan dasar bagi inferensi. Yang dimaksud
dengan inferensi adalah proses yang harus dilakukan oleh komunikan (pendengar,
pembaca, mitra tutur) untuk memahami makna sehingga sampai pada
penyimpulan maksud dari sebuah tuturan.
Berdasarkan latar belakang tempat dilaksanakannya acara dakwah, koteks
budaya penting untuk diperhatikan. Saragih (dalam Rosmawaty, 2011) konteks
budaya merupakan merupakan suatu pendekatan yang menggambarkan cara-cara
manusia menggunakan bahasa untuk mencapai tujuan sesuai dengan budaya yang
melingkupinya. Budaya pemakai bahasa menetapkan apa yang boleh dilakukan
oleh partisipan tertentu dengan cara tertentu pula. Dengan kata lain konteks
budaya secara rinci menetapkan konfigurasi unsur isi, pelibat, dan cara. Cak Nun
20

melibatkan tiga unsur tersebut untuk menyampaikan isi dakwahnya, dan cara yang
digunakan tentunya akan berbeda dengan cara lain.
Konteks dibedakan menjadi empat macam, yaitu: (1) konteks fisik
(physical context) atau tempat terjadinya pemakai bahasa dalam satu komunikasi,
objek yang disajikan dalam peristiwa itu; (2) konteks epistemis (epistemic
context) atau latar belakang pengetahuan yang sama-sama diketahui oleh
pembicara maupun pendengar; (3) konteks linguistik (linguistics context) yang
terdiri atas kalimat-kalimat atau tuturan-tuturan yang mendahului satu kalimat
atau tuturan tertentu dalam peristiwa komunikasi; (4) konteks sosial (social
context) relasi sosial dan latar setting yang melengkapi hubungan antara penutur
dengan pendengar menurut Sayfi’ie (dalam Sobur, 2006:57). Dalam proses
analisis data terutama pada data yang mengandung unsur humor, keberadaan
konteks sangat penting. Humor memunculkan kata-kata yang berusaha membuat
penonton tertawa. Pemahaman dari dialog dan monolog yang disampaikan oleh
Cak Nun berusaha penonton pahami dengan bantuan konteks yang
melingkupinya. Jadi keberadaan konteks menjadi patokan untuk memahami
maksud tuturan demi memperoleh kelucuan dari humor.

2.2.4 Humor
Humor adalah segala sesuatu yang dapat membuat orang tertawa. Humor
juga dapat dikatakan sesuatu yang membuat orang merasa geli. Seperti yang
diungkapkan oleh Rahmanadji (2007) humor adalah rasa atau gejala yang
merangsang kita untuk tertawa atau cenderung tertawa secara mental, ia bisa
berupa rasa, atau kesadaran di dalam diri kita (sense of humor) bisa berupa suatu
gejala atau atau hasil cipta dari dalam maupun dari luar diri kita. Jadi humor dapat
terbentuk akibat adanya kesengajaan atau gejala yang tidak disengaja dalam diri
manusia.
Humor merupakan sarana yang paling baik untuk melampiaskan semua
tekanan yang ada di dalam diri manusia. Seseorang yang mempunyai rasa humor
tinggi, dia akan menghadapi tekanan-tekanan tersebut dengan membuat lelucon.
Lelucon itulah yang nantinya menjadi hiburan bagi dirinya sendiri dan juga orang
21

lain. Widjaja (1993:98) mengatakan kelucuan atau humor berlaku bagi manusia
normal dengan tujuan menghibur karena hiburan merupakan kebutuhan mutlak
bagi menusia untuk ketahanan diri dalam proses pengetahuan hidupnya. Namun,
reaksi atas humor tidak selamanya berupa senyum atau tawa, terkadang humor
tidak diterima sebagai sesuatu yang menggelitik. “Tidak semua humor
menyebabkan tawa misalnya humor seks. Humor akan menjadi kurang ajar bila
menggunakan kondisi fisik sebagai objeknya. Humor yang baik adalah humor
yang bisa membawa atau menuju kebaikan” (Hasan, 2014:29).
Manser (dalam Hasan, 2014:29) menambahkan ada tiga jenis komunikasi
dalam humor. Ketiga jenis itu adalah (1) Si Penyampai memang bermaksud
melucu dan si penerima menerima sebagai lelucon; (2) Si Penyampai tidak
bermaksud melucu tetapi si penerima menganggap lucu; (3) Si Penyampai
bermaksud melucu tetapi si penerima tidak menganggap lucu. Keberhasilan
komunikator dalam berkomunikasi adalah jika pesan yang disampaikan cepat
diterima oleh komunikan dan dapat dimengerti, itulah humor dapat dikatakan
berhasil.
Mc. Gee (dalam Suharijadi, 2016) ada tujuh indikator yang bisa dikatakan
bahwa tuturan tersebut mengandung humor, yaitu: (1) absurd (menyimpang)
adalah suatu peristiwa yang dianggap tidak masuk akal dengan apa yang
diketahui. Dalam prinsip kerja sama, ini merupakan pelanggaran terhadap maksim
kualitas. Maksim ini menghendaki sesuatu dikatakan dengan benar dan sesuai
dengan fakta. Jadi apabila seorang penutur menyimpang dari kebenaran dan fakta
tentunya ada tujuan yang ingin disampaikan seperti menciptakan humor. (2)
Incongruous (aneh) adalah sesuatu ketika unsur-unsurnya tidak sesuai dengan
pola normal atau diharapkan. (3) Ridiculous (konyol) adalah mengacu pada
peristiwa yang dianggap tidak serius. Salah satunya berkaitan dengan prinsip
kelakar. Dalam prinsip kelakar seorang penutur akan mengatakan sesuatu dengan
tidak benar, tidak serius, dan jelas tidak sopan. Tujuanya adalah untuk
menciptakan sebuah humor. (4) Ludicrous (menggelikan) adalah konsep yang
mengacu pada setiap peristiwa yang menghasilkan tawa karena keganjilan,
absurditas, keberlebihan, atau kekonyolan. (5) Funny (lucu) adalah hasil dari
22

pengamatan tehadap sesuatu yang dianggap aneh, aneh, ganjil, absurd, dan lain
sebagainya. (6) Amusing (menyenangkan) adalah penempatan perhatian seseorang
dengan cara yang menyenangkan dan menghibur. (7) Mirthful (suka cita) adalah
sesuatu yang menimbulkan perasaan riang ketika menyambut sesuatu dengan suka
cita dalam suasan hati yang ringan. Dari tujuh indikator yang diungkapkan
sebenarnya hanya mengungkapkan tentang apa yang ada dalam sebuah humor
sehingga dapat menimbulkan tawa.
Munandar (dalam Hasan, 2014:27) ada tiga teori yang menyebabkan
humor sebagai penyebab kelucuan. Pertama, teori superioritas dan degridasi yang
menganggap humor sebagai refleksi rasa kelebihan pihak yang menertawakan
pihak lain. Seseorang akan memperoleh kenikmatan dengan menertawakan
kelemahan orang lain. Seseorang akan tertawa jika ia secara tiba-tiba merasa lebih
unggul atau sempurna dibanding pihak lain yang melakukan kesalahan,
kekurangan, atau mengalami keadaan yang tidak menguntungkan. Kedua, teori
konflik yang mengatakan tertawa muncul karena adanya dua pandangan atau
lebih yang inkonsisten atau berlawanan dari suatu kejadian. Dalam penerapannya,
humor adalah sesuatu yang memberi ketidaksesuaian antara apa yang diharapkan
dengan apa yang dilihat atau didengar. Ketiga, teori motivasional yang disebut
dengan teori pelepasan dari ketergantungan atau hambatan. Energi yang psikis
semula dibutuhkan untuk menekan agresi akhirya dibebsakan menjadi lelucon
atau humor yang diwujudkan dalam bentuk tawa, dengan tertawa akan terjadi
suatu pelepasan tekanan.
Dari ketiga teori yang disampaikan oleh Hasan tersebut ternyata sejalan
dengan apa yang disampaikan oleh Leech. Pada teori pertama terdapat
kesepahaman dengan pelanggaran terhadap prinsip sopan santun, yaitu membuat
kelucuan dengan cara merendahkan orang lain. Sedangkan teori kedua sepaham
dengan pelanggaran terhadap prinsip kerja sama pada maksim kualitas dan
maksim relevansi yang menyatakan bahwa humor terbentuk dengan
ketidakbenaran, ketidakjujuran, dan tidak ada relevansinya dengan topik
pembicaraan. Teori ketiga yaitu sepaham dengan pelanggaran terhadap prinsip
23

sopan santun membuat humor dengan membuat lawan tutur tidak berdaya (Leech,
1993:206-217).
BAB 3. METODELOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Metodelogi penelitian merupakan salah satu langkah yang harus dilakukan
seseorang pada saat melakukan penelitian. Dengan menggunakan sebuah metode
yang tepat, penelitian akan mendapatkan hasil yang baik. Penelitian ini termasuk
jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Moleong (2000:3) menyatakan
“Penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
diamati”. Menurut Sudaryanto (1993:5) dalam upaya memecahkan masalah,
peneliti harus melakukan langkah-langkah strategis yang berurutan yang terdiri
atas tiga tahapan: (1) penyediaan data, (2) penganalisisan data, dan (3) penyajian
hasil analisis data.

3.2 Data dan Sumber Data


3.2.1 Sumber Data
Arikunto (2003:91) menyatakan sumber data adalah asal diperolehnya
fakta yang dapat disajikan bahan untuk menyusun informasi melalui suatu proses
pengelolahan. Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder yang
berupa video dakwah Emha Ainun Nadjib. Dikatakan sumber data sekunder
karena, pengambilan data dilakukan tidak secara langsung. Peneliti mengambil
sumber data dari you tube yang diunduh dari laman website sebagai berikut.
https://www.youtube.com/watch?v=GBHhCZMuikU
https://www.youtube.com/watch?v=SVP9vmqeo70
https://www.youtube.com/watch?v=C1QYUBWdKco
Pada laman tersebut peneliti mengambil acara Padhang Bulan yang
dilakukan di Kota Jombang dengan cara memilih tiga acara dakwah Emha Ainun
Nadjib yaitu: penampilan pada tanggal 14 April 2017, Juli 2017, dan November
2017. Video yang telah diunduh kemudian disimak dan ditranskrip ke dalam
bentuk yang tertulis.
25

3.2.2 Data
Data merupakan salah satu faktor yang terpenting dan harus ada dalam
sebuah penelitian. Menurut Sudaryanto (1993:6) data dapat dipahami sebagai
fenomena lingual khusus yang mengandung dan berkaitan langsung dengan
masalah yang dimaksud. Dengan kata lain data juga dapat dikatakan sebagai
bahan-bahan yang dikumpulkan untuk keperluan suatu penelitian dan merupakan
hasil pengamatan dari sumber data. Data pada penelitian ini adalah data lisan yaitu
berupa tuturan monolog dan dialog. Namun, tidak semua tuturan dijadikan
sebagai data. Peneliti hanya mengambil tuturan monolog dan dialog dari Emha
Ainun Nadjib yang lucu, karena sesuai dengan objek dalam penelitian.
Pengambilan data dalam penelitian ini didasarkan pada tema dakwah yang
berbeda-beda.

3.3 Penyediaan Data


Tahap ini merupakan upaya peneliti untuk menyediakan data secukupnya.
Menurut Sudaryanto (1993:5) penyediaan data merupakan fenomena lingual
khusus yang mengandung dan berkaitan langsung dengan masalah yang akan
diteliti. Metode penyediaan data terbagi menjadi dua macam yaitu metode simak
dan metode cakap. Dalam penelitian ini, penyediaan data menggunakan metode
simak atau penyimakan, karena penelitian ini dilakukan dengan menyimak tuturan
Emha Ainun Najib yang dilakukan pada acara Padhang Bulan di kota Jombang.
Sedangkan untuk tekniknya dibedakan menjadi teknik dasar dan teknik lanjutan.
Teknik dasar yang digunakan dalam yaitu teknik sadap, artinya peneliti menyadap
tuturan Emha Ainun Nadjib. Sedangkan teknik lanjutan terbagi menjadi teknik
lanjutan I dan teknik lanjutan II.
Pada teknik lanjutan I menggunakan teknik simak bebas libat cakap atau
teknik SBLC. Menurut Sudaryanto (1993:134) pada teknik lanjutan I peneliti
tidak terlibat dalam dialog, konversasi, atau imbal wicara, jadi tidak ikut serta
dalam proses pembicaraan orang-orang yang saling berbicara. Teknik lanjutan II
menggunakan teknik rekam yaitu peneliti merekam semua tuturan yang
disampaikan oleh Emha Ainun Nadjib dalam video dakwahnya.
26

3.4 Analisis Data


Pada tahap ini dilakukan analisis data, peneliti menggunakan analisis
heuristik. Menurut Leech (1993:61) analisis heuristik adalah pemecahan masalah
yang dihadapi penutur dalam menginterpretasi sebuah tuturan yang melibatkan
evidensi kontekstual dan implikatur. Pada tahap ini ada dua permasalahan yang
akan dipecahkan: (1) tentang fenomena pragmatik yang meliputi implikatur,
peranggapan, prinsip retorik, dan (2) tentang tujuan dalam humor. Strategi
heuristik berusaha mengidentifikasi daya pragmatik sebuah tuturan dengan
merumuskan hipotesis-hipotesis dan mengujinya dengan data yang tersedia.
Hipotesis yang akan diuji haruslah hipotesis yang paling dekat dengan evidensi-
evidensi yang sudah diamati. Interpretasi yang didasarkan pada kebenaran
hipotesis yang pertama kali muncul disebut dengan interpretasi default. Artinya
interpretasi ini diterima karena tidak bertentangan dengan evidensi konteks.
Sedangkan hipotesis yang tidak dapat teruji yaitu hipotesis yang bertentangan
dengan evidensi dan harus benar-benar dapat teruji sehingga tercapai suatu
pemecahan masalah (Leech, 1993:63-67).
Langkah-langkah yang akan dilakukan untuk menganalisis data yaitu: (1)
ada tuturan Emha Ainun Nadjib yang diidentifikasi sebagai humor. (2)
Menentukan unsur-unsur konteks yang relevan, yang paling dekat, atau paling
mungkin memberikan tafsiran makna, karena di dalam konteks mencakup semua
dari apa yang dituturkan. Konteks ini meliputi: siapa yang berbicara (Cak Nun),
dengan siapa penutur berbicara (penonton), di mana ia berbicara (di atas
panggung), kapan ia berbicara, dalam keadaan yang bagaimana, dan apa maksud
serta tujuan tuturan tersebut diucapkan. (3) Menafisrkan apa tujuan dari humor
yang dibentuk oleh Emha Ainun Nadjib.
Contoh analisis data sebagai berikut.
Konteks : Tuturan di bawah ini terjadi antara Cak Nun dan para audiens
yang membicarakan tentang alat musik yang digunakan Kiai
Kanjeng.
Sitiran : “Kalau gamelan jawa ke mana-mana bisa menyesuaikan diri dengan
mikrofon. Kok iso lak kudune radak mikir, lo berarti duduk gamelan
Jawa, kalau gitu barat. Lo kalau barat gak bisa juga untuk Arab, untuk
27

India, beberapa hal bisa tapi tidak semuanya bisa. Nah itu tidak ada yang
bertanya, jadi pokoke dipangan ngunu tok ae, gak takok sapa sing gawe,
lak ngulek yaopo, olehe bahan ndhek pasar endi. Gak ana sing takon
arek-arek iku. Pokoke dibadhok terus mbek arek-arek”.

[kalau gamelan jawa ke mana-mana bisa menyesuaikan diri dengan


mikrofon kɔ? isɔ la kudune rɔdɔ? mikIr, lo bǝrarti dudu? gamǝlan jawa
mungkin bentuknya gamelan tapi struktur nadanya bukan jawa, kalau
gitu barat. lo kalau barat gak bisa juga untuk arab untuk india beberapa
hal bisa tapi tidak semuanya bisa. nah itu tidak ada yang bertanya, jadi
pɔkɔke dipaŋan ŋunu tɔ? ae ga? takɔ? iki sɔpɔ sIŋ gawe la? ŋulǝ? yaɔpɔ,
ɔlɛhe gɔlɛ? bahan nḍek pasar ndi ga? ɔnɔ? sIŋ takɔn arɛ?- arɛ? iku.
pɔkɔke dibaḍɔk terUs mbe? arɛ?- arɛ?].

‘Kalau gamelan Jawa ke mana-mana bisa menyesuaikan diri dengan


mikrofon kok bisa? Seharusnya berfikir, lo berarti bukan gamelan jawa
mungkin bentuknya gamelan tapi struktur nadanya bukan Jawa, kalau
gitu barat? Lo kalau barat gak bisa juga untuk arab untuk india beberapa
hal bisa tapi tidak semuanya bisa. Nah itu tidak ada yang bertanya. Jadi
pokoknya dimakan gitu saja, tidak bertanya siapa yang membuat,
nguleknya bagaimana, dapatnya bahan dari pasar mana tidak ada yang
tanya anak-anak itu. Pokoknya dimakan terus sama-sama anak-anak’.

Untuk menjawab permasalahan (1) mengetahui humor sebagai tindak


tutur, data diidentifikasi berdasarkan teori tindak tutur dengan memperhatikan
konteks. Sitiran di atas dibentuk dengan dua kalimat introgatif secara berturut-
turut. Kalimat introgatif tersebut tidak dimaksudkan untuk meminta informasi
tetapi meminta penonton agar bertanya karena selama ini tidak ada yang bertanya
mengenai alat musik yang digunakan oleh Kiai Kanjeng. Kemudian Cak Nun
membuat perumpamaan antara dua benda yang berbeda menjadi sama. Namun,
perumpamaan yang dibuat oleh Cak Nun ternyata memunculkan informasi baru
dan tidak relevan dengan topik pembicaraan. Terbukti pada sitiran “Gak takok
sopo sing gae, lak ngulek yaopo, olehe bahan ndek pasar ndi. Gak onok sing takon
arek-arek iku. Pokoke dibadok terus mbek arek-arek”. Informasi yang diberikan
tidak memberikan kontribusi yang sesuai, sehingga secara heuristik apakah taat
pada maksim relevansi? Ternyata tidak. Sebab Cak Nun membahas tentang asal-
usul sebuah makanan yang tidak relevan dengan konteks. Sedangkan konteks
tuturan membicarakan tentang keunikan alat musik yang digunakan oleh Kiai
28

Kanjeng. Dengan adanya pernyataan yang tidak relevan menyebabkan komunikasi


menjadi tidak wajar yang menimbulkan efek kelucuan dan dapat ditafsirkan
bahwa Cak Nun telah melanggar maksim relevansi.
Kedua apakah Cak Nun sengaja melanggar maksim relevansi? melihat dari
evidensi kontestual seperti yang disampaikan oleh Leech pada sub bab 3, dapat
ditafsirkan bahwa Cak Nun sengaja melanggar maksim ini. Selain itu, ia juga
sengaja menggunaan kata-kata sarkasme dalam tuturan memang dengan tujuan
untuk menciptakan sebuah humor dan membuat audien tertawa. Hal ini tentunya
sudah dipahami oleh penutur dan lawan tutur karena situasi yang terbentuk adalah
situasi kelakar. Dari analisis heuristik sitiran di atas dikatakan bahwa kesengajaan
Cak Nun melanggar prinsip kerja sama pada maksim relevansi dan penggunaan
kata-kata sarkasme dengan alasan (maksud) untuk menciptakan humor.
Pada maksim relevansi konteks pembicaraan sangat berkaitan dengan
sebuah tuturan yang disampaikan. Adanya pemberian informasi yang tidak
relevan menyebabkan komunikasi menjadi tidak wajar sehingga dapat berefek lain
seperti humor. Oleh karena itu, seorang penutur harus benar-benar memperhatikan
konteks agar komunikasi dapat berjalan dengan wajar dan baik.
Pada sitiran di atas terdapat tindak direktif “memerintah” yang ditempuh
dengan beberapa tindakan. Adanya tindakan asertif “memberitahukan” , kemudian
dilanjutkan dengan adanya tindakan meminta informasi yaitu berupa kalimat
introgatif. Namun, hal itu tidak dimaksudkan untuk mendapatkan informasi
sebagaimana yang dinyatakan dalam kalimat introgatif tersebut. Terbukti Cak
Nun melanjutkan tuturan setelahnya dan tidak menunggu jawaban dari penonton.
Tindakan asertif memberitahukan yang diucapkan oleh Cak Nun tersebut memang
sengaja atau bertujuan agar penonton bertanya, namun tujuan tersebut
disampaikan dengan situasi kelakar. Jadi tindakan asertif ini juga digunakan
untuk mengubah situasi dari serius menjadi tidak serius yang membuat penonton
tertawa.
Untuk menjawab permasalahan (2) mengenai tujuan dari humor yang
diciptakan oleh Emha Ainun Nadjib, data dianalisis dengan memperhatikan
konteks tuturan. Pada sitiran di atas, humor yang diciptakan oleh Cak Nun
29

bertujuan membuat sebuah kelucuan saja. Hal ini dapat dilihat pada konteks, Cak
Nun memberikan contoh yang tidak relevan dengan topik pembicaraan, tidak ada
maksud selain selain membuat penonton tertawa.

3.5 Penyajian Hasil Analisis Data


Penyajian hasil analisis data merupakan tahap akhir yang dilakukan dalam
penelitian ini. Dalam penelitian ini penyajian hasil menggunakan dua metode
yaitu formal dan informal. Menurut Sudaryanto (1993:7) penyajian hasil analisis
data merupakan upaya peneliti menampilkan dalam wujud “laporan” tertulis
mengenai sesuatu yang telah dihasilkan dari kerja analisis, khususnya kaidah.
Lebih lanjut Sudaryanto (1993:145) menyatakan metode penyajian hasil analisis
data ada dua yaitu metode formal dan metode informal. Metode informal adalah
perumusan dengan kata-kata biasa, sedangkan metode informal adalah penyajian
hasildenganlambang.
BAB 4. PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan dibahas bentuk-bentuk tuturan yang digunakan oleh
Cak Nun dalam menciptakan sebuah humor. Salah satu fenomena pragmatik yang
ditemukan dari humor Cak Nun tersebut yaitu tindak tutur. Tindak tutur
merupakan esensi sebuah percakapan karena di dalamnya terdapat maksud dan
tujuan yang ingin dicapai oleh seorang penutur. Berdasarkan fenomenanya ada
dua permasalahan yang akan dikaji dalam skripsi sebagaimana dikemukakan pada
bagian rumusan masalah (lihat sub bab 1.2) di atas, yaitu: (1) tindak tutur humor
Emha Ainun Nadjib pada acara Padhang Bulan dan, (2) tujuan humor dalam
dakwah Emha Ainun Nadjib pada acara Padhang Bulan. Pembahasan terhadap
kedua permasalahan tersebut secara terperinci akan dipaparkan pada subbab-
subbab di bawah ini.

4.1 Tindak Tutur Humor Emha Ainun Nadjib pada Acara Padhang Bulan
Humor sebagai fenomena tindak tutur dianalisis dengan menggunakan
teori tindak tutur. Menurut teori pragmatik ada tiga aspek tindak tutur yaitu lokusi,
ilokusi, dan perlokusi. Humor sebagai fenomena tindak tutur diasumsikan
mempunyai tiga aspek tersebut. Oleh karena itu, penjelasan tentang esensi dan
eksistensi humor Cak Nun dalam dakwahnya ditempuh melalui pendekatan teori
tindak tutur tersebut dengan alasan humor juga direalisasi melalui lokusi, ilokusi,
dan perlokusi. Penjelasan tentang ketiga aspek tindak tutur humor Cak Nun akan
diuraikan sebagai berikut.

4.1.1 Lokusi Humor Emha Ainun Nadjib


Pada bagian ini dijelaskan bagaimana selera humor (sense of humor)
dinyatakan dalam bentuk tuturan. Ada suatu cara (modus) yang ditempuh Cak
Nun dalam membuat humor. Cara tersebut terkait dengan lokusi, bagaimana cara
Cak Nun berkelakar melalui tuturan. Seperti yang dijelaskan pada sub-sub bab 2
bahwa lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata”
atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami.

30
31

Dalam komunikasi yang wajar, seorang penutur harus mengindahkan prinsip-


prinsip retorik dalam bertutur. Dalam komunikasi yang tidak wajar, seperti dalam
humor atau kelakar, prinsip-prinsip retorik bersifat longgar. Artinya, penutur
dapat mentaati atau dapat juga melanggar prinsip-prinsip tersebut. Prinsip-prinsip
retorik yang mengatur sebuah percakapan, meliputi prinsip kerja sama, prinsip
sopan-santun, prinsip ironi, dan prinsip kelakar. Lokusi humor ditempuh melalui
pelanggaran terhadap prinsip kerjasama atau prinsip sopan santun, untuk mentaati
prinsip kelakar.

a. Pelanggaran Maksim-maksim PK dalam Tuturan Humor


Penerapan prinsip kelakar dalam tuturan humor diasumsikan ada
pelanggaran terhadap maksim-maksim kerjasama.
1) Pelanggaran terhadap maksim kuantitas
Pada sub-sub bab 2.2.2 telah dinyatakan bahwa maksim kuantitas
mengatur seseorang untuk memberikan kontribusi (informasi) yang secukupnya
dan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan dalam bercakap. Namun, dalam
humor maksim kuantitas ini dilanggar agar tuturan terkesan tidak wajar untuk
menciptakan humor yang dapat membuat penonton tertawa.
Sitiran berikut merupakan contoh lokusi humor yang diciptakan dengan
melanggar maksim kuantitas.
Konteks : Cak Nun menyampaikan topik bahasan tentang agama kepada
jemaah.
Sitiran (1) : “Ngerti gak definisi agama? Siapa yang menurut Anda berhak bikin
agama? Kalau malaikat, nabi, rasul, wali, Sampean? Nek kon sing
gawe jenenge club sepedha. Opo maneh rek? Paguyuban, kalau
manungsa parpol, itu bikinan manusia. Kalau agama? Ana maneh
nek wong modern lucu, ini agama samawi, agama ardi. Lo dadi enek
agama sing bukan bikinan dari langit to. Yaopo sih karepe wong-
wong aneh-aneh pikirane, pikirane iku sigar”.

[ŋǝrti ga? dɛfinisi agɔmɔ siapa yang menurut anda berhak bikin
agama? kalau malaikat, nabi, rasul, wali, sampeyan? nɛ? kɔn sIŋ
gawe jǝnǝŋe club sǝpeḍa, ɔpɔ manɛh rɛ? paguyuban yɔ, manuŋsɔ
parpɔl itu bikinan manusia. kalau agama? ɔnɔ? manɛh na? wɔŋ
mɔḍɛrn lucu ini agama samawi, agama ardi. lo dadi ɛnɛ? agama sIŋ
32

bukan bikinan dari langit to. yaɔpɔ sIh karǝpe wɔŋ- wɔŋ anɛh- anɛh
pikirane, pikirane iku sigar].

‘Tau definisi agama? Siapa menurut Anda yang berhak membuat


agama? Kalau malaikat, nabi, rasul, wali, Kamu? Kalau Kamu yang
buat namanya club sepeda. Apa lagi? Paguyuban, parpol, itu buatan
manusia. Kalau agama? Orang modern ini lucu mereka menyebut
ada agama samawi dan agama ardi. Lo jadi ada agama yang bukan
buatan dari langit. Berarti pikiran orang-orang aneh, otaknya itu
kurang waras’.

Dari urutan tuturan di atas diasumsikan bahwa kalimat-kalimat introgatif


tersebut tidak dimaksudkan untuk mendapatakan informasi sebagaimana mestinya
fungsi kalimat introgatif. Kalimat tersebut dimaksudkan sebagai tumpuan awal
penyampaian informasi atau pengetahuan tentang agama (sebagai topik
pembicaraan). Terkait dengan informasi yang diberikan oleh Cak Nun, secara
heuristik apakah tuturan tersebut taat pada maksim kuantitas? Ternyata tidak,
sebab jawaban yang diberikan oleh Cak Nun kurang informatif, jawaban yang
diberikan mengenai kelompok-kelompok sosial. Selain itu Cak Nun juga
memberikan jawaban mengenai agama samawi dan agama ardi. Jawaban tersebut
tidak memberikan penjelasan tentang apa dan siapa yang menciptakan agama, ia
justru memberikan pernyataan nama kelompok-kelompok sosial. Cak Nun secara
sengaja melanggar maksim kuantitas dengan maksud untuk menciptakan humor.
Adanya pemberian informasi yang kurang informatif menjadikan komunikasi
tidak wajar sehingga membuat penonton tertawa. Jika dilihat pada tuturan Yaopo
sih karepe wong-wong aneh-aneh pikirane, pikirane iku sigar, ternyata Cak Nun
juga melanggar prinsip sopan santun. Ia mengatakan kalau pikiran manusia itu
terbelah, maksud terbelah dalam tuturan tersebut adalah cara berfikirnya tidak
sehat, jadi dapat ditafsirkan Cak Nun merendahkan petutur. Berpijak dari evidensi
konteks (situasi) saat itu yang terbentuk adalah situasi kelakar, bahwa apa yang
dikatakan jelas tidak sopan dan tidak sungguh-sungguh.
Dari analisis heuristik terhadap sitiran (1) dapat disimpulkan bahwa Cak
Nun secara sengaja melanggar maksim kuantitas dan prinsip sopan santun. Tujuan
Ia melanggar adalah untuk menciptakan humor.
33

Sitiran berikut juga diidentifikasi melanggar maksim kuantitas untuk menciptakan


kelakar.
Konteks : Tuturan di bawah ini terjadi antara Cak Nun dan jemaah yang
membicarakan tentang momentum yang tepat untuk mengucapkan
Allahuakbar.
Sitiran (2) : “Makanya kalau Allahuakbar itu ati-ati juga jangan tiap kali
Allahuakbar. Sek ana opo sebabe kon meneng-meneng
Allahuakbar?, iku takbir Allahuakbar takbir. Terus malaikat “Ano
opo rek ana opo gak ana opo gak ana angin gak ana udan mara-
mara Allahuakbar?”. La Allahuakbar kan akibat dari ketakjuban
akibat dari kekhusukan akibat dari apa sehingga momentum itu
membuat anda mengucapkan Allahuakbar kan gitu”.

[makanya kalau allahuakbar itu ati-ati juga jangan tiap kali


Allahuakbar. se? ɔnɔ? ɔpɔ sǝbabe kɔn mǝnǝŋ- mǝnǝŋ allahuakbar?,
iku takbIr, allahuakbar takbIr. tǝrUs malaikat “ɔnɔ? ɔpɔ rɛ? ɔnɔ?
ɔpɔ,? ga? ɔnɔ? aŋIn ga? ɔnɔ? udan mɔrɔ-mɔrɔ allahuakbar?”. la
allahuakbar kan akibat dari ketakjuban akibat dari kekhusukan akibat
dari apa sehingga momentum itu membuat anda mengucapkan
allahuakbar kan gitu].

‘Makanya kalau bilang Allahuakbar itu hati-hati juga jangan tiap kali
Allahuakbar. Sebentar ada sebab apa kamu diam-diam mengucapkan
Allahuakbar? Takbir Allahuakbar takbir Allahuakbar. Terus
malaikat bertanya “Ada apa Rek ada apa tidak ada angin, tiak ada
hujan, tiba-tiba Allahuakbar?”. Padahal Allahuakbar itu kan akibat
dari ketakjuban akibat dari kekhusukan akibat dari apa sehingga
momentum itu membuat Anda mengucapkan Allahuakbar kan
begitu.’

Pada sitiran (2) gejala yang ditemukan sama dengan sitiran (1) yaitu
pelanggaran terhadap maksim kuantitas. Tuturan yang bercetak miring
diidentifikasi sebagai humor dan telah melanggar maksim kuantitas. Adanya
sebuah praanggapan tentang orang yang mengucapkan Allahuakbar mendasari
Cak Nun melibatkan malaikat Jibril di dalam sebuah tuturan. Kalimat introgatif
yang disampaiakan oleh malaikat Jibril ternyata tidak untuk mendapatkan
informasi sebagaimana fungsi kalimat introgatif sebenarnya. Pertanyaan yang
disampaikan seharusnya dijawab oleh jemaah, tetapi justru dijawab sendiri. Secara
heuristik apakah taat pada maksim kuantitas? Ternyata tidak, sebab jawaban yang
34

diberikan terlalu berlebihan. Seharusnya Cak Nun hanya menjawab alasan orang
mengatakan Allahuakbar tanpa harus melebihkan dengan kehadiran malaikat
Jibril. Cak Nun menganalogikan malaikat Jibril sama seperti manusia yang dapat
berbicara. Secara logika itu aneh dan tidak mungkin, sehingga jemaah tertawa.
Pelanggaran terhadap maksim kuantitas juga terlihat pada data berikut.
Konteks : Cak Nun membicarakan tentang sholat. Ditengah dakwahnya,
Cak Nun bercerita tentang orang yang melakukan penyebaran
nama baik terhadap dirinya.
Sitiran (3) : “Jadi orang salat atau tidak belum merupakan parameter dari
keislamannya seseorang. Saya tidak mengatakan salat jelek dan
saya tidak pernah mengatakan gak usah salat gak kayak ndhek
youtube iku ana Emha melarang salat. Itu menganjurkan orang
tidak salat ana ngunu iku. Aku kepingin ngunu iku ana sing akeh
ngunu. Ana iki mau aku diduduhi Cak Yus, ana fb jenengku sak
fotone pokoke aku wis. Aku ngunu iku gak opo-opo bah-bah. Kon
engko lak nguyuh gak isa leren-leren kapok kon. Wis wudu
sembahyang kait rakaat pertama lo kok metu, kapok kon. Wis gak
apa-apa kana sak karepmu, ngunu iku urusanmu gak karo aku,
urusanmu karo sing duwe aku. Lak ngunu Rek”.

[jadi orang sɔlat atau tidak belum merupakan parameter dari


keislamannya seseorang. saya tidak mengatakan sɔlat jelek dan
saya tidak pernah mengatakan ga? usah sɔlat ga? kɔyɔ? nḍe?
youtube iku ɔnɔ? emha melarang sɔlat, itu menganjurkan orang
tidak sɔlat ɔnɔ? ŋunu iku. aku kǝpuiŋin ŋunu iku ɔnɔ? sIŋ akɛh
ŋunu. ɔnɔ? iki mau aku diduduhi ca? yus, ɔnɔ? fb jǝnǝŋku sa?
fotone pɔkɔke aku wIs. aku ŋunu iku ga? ɔpɔ-ɔpɔ bah-bah, kɔn
ǝŋko la? ŋuyUh ga? isɔ lɛrɛn kapɔ? kɔn. kɛtɔke wIs mari begitu
wIs clɔnɔan lo mǝtu manɛh hayo yaɔpɔ kɔn. wIs wudu sǝmbahyaŋ
kait rɔkaat pǝrtama lo kɔ? mǝtu kapɔ? kɔn. wIs ga? pɔpɔ kɔnɔ sa?
karǝpmu ŋunu iku urusanmu ga? karo aku, urusanmu karo sIŋ
duwe aku la? ŋunu rɛ?].

‘Jadi orang salat atau tidak belum merupakan parameter dari


keislaman seseorang. Saya tidak mengatakan salat jelek dan saya
tidak pernah mengatakan tidak usah salat. Gak seperti di youtube
itu ada yang mengatakan kalau Saya melarang sholat. Saya
diberitahu Cak Yus. Kalau ada FB yang mengatas namakan saya..
Saya itu tidak apa-apa terserah, kamu nanti kalau kencing tidak
bisa berhenti kapok kamu. Kelihatannya sudah selesai, sudah
memakai celana “Lo kok keluar lagi” Hayo bagaimana kamu.
Sudah wudhu salat rakaat pertama lo kok keluar lagi kapok kamu.
35

Sudah tidak apa-apa terserah kamu, itu urusan kamu tidak dengan
saya, tetapi dengan yang menciptakan saya, kan begitu Rek’.

Pada sitiran (3) tuturan yang bercetak miring diidentifikasi telah


melanggar maksim kuantitas. Dikatakan melanggar sebab, jika dilihat dari
evidensi konteksnya, Cak Nun marah karena ada orang membuat akun FB palsu
yang menggunakan nama dan fotonya. Adanya pengetahuan bersama tentang FB
palsu membentuk sebuah praanggapan bahwa Cak Nun benar-benar marah sampai
ia menyumpahi. Namun ia menutupi rasa marahnya dengan humor sehingga
membuat situasi berubah dari awalnya serius menjadi situasi tidak serius
(kelakar). Dalam situasi kelakar tuturan yang disampaikan tidak sungguh-sungguh
artinya Cak Nun menyampaikannya tidak serius dan hanya digunakan untuk
menciptakan humor saja. Cak Nun melebihkan informasi dengan mencontohkan
fakta yang terjadi. Contoh tersebut masih ada relevansinya dengan topik dan
digunakan untuk mengungakapkan rasa marahnya kepada orang lain. Informasi
yang dibutuhkan sebenarnya cukup membicarakan tentang salat tanpa harus
memberikan contoh meskipun itu berkaitan dengan topik. Jadi dengan kelebihan
informasi yang diberikan dapat ditafsirkan bahwa Cak Nun telah melanggar
maksim kuantitas.
Kesimpulannya adalah Cak Nun sengaja melanggar maksim kuantitas
yang di dalamnya melibatkan teori konflik. Tujuannya untuk melampiaskan rasa
marahnya kepada orang lain.
Sitiran di bawah ini juga diidentifikasi melanggar maksim kuantitas.
Konteks : Cak Nun berperan sebagai malaikat Jibril yang sedang bertanya
kepada manusia. Cerita ini masih berhubungan dengan cerita
pedagang batik yang terdapat pada sitiran (21).
Sitiran (4) : “Saya ulangi lagi cerita yang sudah ratusan kali. Ana wong
penyembah berhala, la era kita ini era berhala. 84 tahun lara, selama
hidup dia menyembah berhala sehingga ketika dia lara nemen deke
iku sambat ning berhalane “Kulo pun nyembah sampean 84 tahun.
Sampean iku tolong kulo mboten? Niki lara, sak niki wis radak
miring-miring, kulo watuk untune katut wis. Mboten sampean
warasna opo o, la jenengan watu yo meneng ae yo”. Suwi-suwi deke
jengkel. “Lak sampean mboten nulung engken nyembah liyane lo”.
36

Deweke takok “Sapa yo liyane sing jare Allah-Allah iku?” Wo


malaikat Jibril krungu langsung to “Lo sapa omong Allah-Allah iku
lak ngenyek”. Lak pada karo ngene presiden kita sapa jenenge Rek?
Lak ngenyek sih ngunu”.

[saya ulangi lagi cerita yang sudah ratusan kali ɛnɛ? wɔŋ
penyembah berhala la era kita ini era berhala. 84 tahun lɔrɔ, selama
hidup dia menyembah berhala sehingga ketika dia lɔrɔ nǝmǝn dɛk e
iku sambat naŋ bǝrhɔlɔne. “kulɔ pUn nyǝmbah sampɛyan 84 tahUn.
samɛyan iku tɔlɔŋ kulɔ mbɔtǝn niki luɔrɔ sa? niki pUn wIs rɔdɔ?
mirIŋ- mirIŋ pUn, kulɔ watU? untune katUt wIs. mbɔtǝn sampɛyan
warasnɔ ɔpɔ ɔ, la jǝnǝŋan watu yɔ mǝneŋ ae yɔ suwi-suwi dɛk e
jɛŋkɛl, la samɛyan mbɔtǝn nuluŋ ǝŋken nyembah liyane lo. deweke
takok sɔpɔ yɔ liyane sIŋ jare allah-allah ikɔ? wo malaikat jibril kruŋu
laŋsUŋ tɔ. lo sɔpɔ ɔmɔŋ allah-allah iku la kɔ? ŋǝnyɛ?, la la? pɔdɔ
karɔ ŋene prɛsiden kita sɔpɔ jǝnǝŋe rɛ?. la? ŋǝnyɛ? seh ŋunu].

‘Ada orang penyembah berhala, selama hidup dia menyembah


berhala sehingga ketika dia sakit parah dia mengeluh kepada
berhalanya. “Saya sudah menyembah Kamu 84 tahun, Kamu tolong
saya, saya sudah parah. Saya batuk gigi saya itu lepas. Kalau kamu
tidak menyembuhkan saya, saya akan menyembah selain kamu”.
Lalu dia bertanya pada dirinya sendiri “Siapa ya selain Allah-Allah
itu?” Malaikat Jibril mendengar langsung to “Lo siapa yang bilang
Allah-Allah itu kok mengejek?” Sama halnya dengan presiden kita
siapa namanya rek? Lo kan itu mengejek’.

Tuturan yang bercetak miring diidentifikasi sebagai pelanggaran terhadap


maksim kuantitas. Pada sitiran (4) hal yang membuat lucu adalah cerita yang
disampaikan oleh Cak Nun. Dalam cerita tersebut Cak Nun mempraanggapkan
bahwa ada seorang penyembah berhala yang sakit dan ingin disembuhkan. Lalu ia
mengancam berhala dengan menyembah Tuhan-Tuhan yang lain. Kemunculan
malaikat Jibril dalam cerita tersebut menyebabkan pemberian informasi yang
kurang informatif. Dikatakan kurang informatif sebab Cak Nun membuat
persamaan antara lupa dengan Tuhan dan lupa dengan presiden. Terkait dengan
prinsip sopan santun, dalam cerita tersebut ada kelonggaran terhadap prinsip
kesopanan dengan berpura-pura lupa siapa nama presiden.
Pemberian informasi yang kurang informatif dan kelonggaran pada
prinsip sopan santun membuat terciptanya sebuah humor. Dari analisis heuristik
sitiran (4) tersebut, dapat disimpulkan bahwa Cak Nun melanggar prinsip kerja
37

sama pada maksim kuantitas dan prinsip sopan santun dengan alasan (maksud)
untuk menciptakan humor.

2) Pelanggaran terhadap Maksim Kualitas


Dalam dakwah, Cak Nun dituntut untuk mengatakan sesuatu yang benar
(sesuai pengetahuan dan akidah agama) dan sesuai dengan fakta. Namun,
terkadang ia harus melanggar maksim ini dengan tujuan humor. Humor bukan
unsur yang harus ada di dalam dakwah tetapi merupakan unsur yang diperlukan
agar proses penyampaian pesan berjalan efektif. Itulah sebabnya mengapa Cak
Nun harus menyelipkan kelakar dalam dakwahnya.
Salah satu lokusi humor yang diciptakan oleh Cak Nun dengan cara
melanggar maksim kualitas yaitu, dengan mengatakan sesuatu yang tidak benar
dan melakukan tindakan berpura-pura atau palsu agar orang lain tertawa serta
terhibur. Tuturan humor Cak Nun yang dibentuk dengan cara melanggar maksim
kualitas dapat dicontohkan dengan sitiran berikut.
Konteks : Cak Nun memulai dakwahnya dengan mengucapkan salam, kemudian
membahas tentang personil-personil yang pernah bergabung dengan
grup musik Kiai Kanjeng.
Sitiran (5) : “Imam itu generasi ke berapa? Doni generasi terakhir. Ibunya Doni
itu nonton Kiai Kanjeng sambil berdoa mudah-mudahan anak saya
besok-besok bisa ngewangi Cak Nun. Dan akhirnya Allah
mengabulkan, saiki dadi vokalise Kiai Kanjeng. Nah mudah-
mudahan yo ngunu Don anakmu dungakno isa ngewangi Kiai
Kanjeng, emboh Kiai Kanjeng sing endi engko”.

[imam itu generasi ke berapa? dɔni generasi terakhir. ibunya doni itu
nonton kiai kanjeng sambil berdoa mudah-mudahan anak saya
besok-besok bisa ŋɛwaŋi cak nun, dan akhirnya allah mengabulkan
saiki dadi vɔkalise kiai kanjǝŋ. Nah mudah-mudahan yɔ ŋunu Dɔn,
anakmu dUŋaknɔ isɔ ŋɛwaŋi kiyai kanjǝŋ, ǝmbɔh kiyai kanjǝŋ
pɛriode sIŋ ǝndi ǝŋkɔ].

‘Cak Nun mengatakan Ibunya Doni pernah nonton Kiai Kanjeng


sambil berdoa mudah-mudahan anak saya besok-besok bisa
membantu Cak Nun, dan akhirnya Allah mengabulkan sekarang
menjadi vokalis Kiai Kanjeng. Tapi masih belum tahu Kiai Kanjeng
periode yang mana’.
38

Humor di atas diawali dengan permintaan informasi mengenai Imam itu


generasi keberapa. Tindakan meminta informasi tersebut dipahami bukan tindakan
yang utama tetapi sebagai langkah Cak Nun menciptakan atau memasuki situasi
kelakar. Suatu situasi yang memungkinkan ia untuk berkata tidak benar atau tidak
sungguh-sungguh dan jemaah (petutur) berpraanggapan yang sama. Bagian sitiran
yang bercetak miring merupakan tindakan memberitahu kepada jemaah yang
dalam struktur kewacanaan mengikuti tindakan meminta informasi tersebut.
Apakah tindakan ini taat pada maksim kualitas? Sesuai konteks (yakni situasi
kelakar) tindakan memberitahu yang dilakukan oleh Cak Nun harus disikapi
sebagai tindak yang tidak sungguh-sungguh dan isi tuturan (informasi) harus
dipahami bukan sebuah kebenaran. Pernyataan itu dapat diuji kebenarannya
apakah benar dahulu ibunya Doni menonton penampilan grup musik Kiai
Kanjeng? Dengan berpijak pada evidensi kontekstual para jemaah akan memberi
tafsiran terhadap pernyataan itu. Evidensi kontekstual yang paling dekat dengan
pernyataan itu adalah unsur situasi. Situasi yang terbentuk saat pernyataan
dituturkan adalah situasi kelakar. Dalam situasi kelakar tuturan yang terjadi
dibentuk dengan prinsip kelakar. Prinsip kelakar sebagaimana telah dikemukakan
pada bagian sebelumnya bahwa katakanlah sesuatu kepadanya yang “jelas tidak
benar dan jelas tidak sopan”. Dapat disimpulkan bahwa Cak Nun secara sengaja
melanggar maksim kualitas untuk tujuan kelakar.
Pelanggaran terhadap maksim kualitas juga dapat dilihat pada tuturan Cak Nun
berikut.
Konteks : Cak Nun menjelaskan keberadaan Allah kepada jemaah.
Sitiran (6) : “Ngene lo Rek hidup itu ada bulatan kecil, coba Anda belajar biologi
proton, elektron, neutron, apa semacamnya. Kan ada bulatan-bulatan
kecil terus dia berada dalam bulatan yang lebih besar, ada bulatan
yang lebih besar lagi lebih besar lagi sampai akhirnya bulatan yang
tidak bisa kita ukur yang namanya al-Alamin atau alam semesta itu.
Dan kita juga tidak bisa membayangkan secara materiil Allah itu
sakjane, kalau Dia bilang “Aku dhudhuk wasiaqursyiyuhussamawati
wal ard”, kene kan isone yo bayangno ndhek kono ana bumi, ana
galaksi terus ana kursi gedhi terus Gusti Allah lungguh
medhingkrang terus nganggo ubel-ubel kayak Pangeran
Diponegoro. Terus kon bayangno endahne lak nganggo helm sak
pira gedhine helme, ngunu yo Rek yo”.
39

[ŋene lɔ rɛ? hidup itu ada bulatan kecil, coba anda belajar biologi
proton, elektron, neutron, apa semacamnya. kan ada bulatan-bulatan
kecil terus dia berada dalam bulatan yang lebih besar, ada bulatan
yang lebih besar lagi lebih besar lagi sampai akhirnya bulatan yang
tidak bisa kita ukur yang namanya al-alamin atau alam semesta itu.
dan kita juga tidak bisa membayangkan secara material allah itu
sakjane, kalau dia bilang “aku ḍuḍu? wasiaqursyiyuhussamawati wal
ard”. kene kan isɔne yɔ bayaŋnɔ nḍe? kɔnɔ ɔnɔ? bumi ɔnɔ? gala?si
tǝrUs ɔnɔ? kursi gueḍi tǝrUs gusṭi allah luŋgUh mǝḍiŋkraŋ tǝrUs
ŋaŋgɔ ubǝl-ubǝl kɔyɔ? paŋɛran dipɔnǝgɔrɔ. tǝrUs kɔn mbayaŋnɔ
ǝndahne la? ŋaŋgɔ hɛlǝm geḍine sa? pirɔ hɛlǝme ŋunu yɔ rɛk yɔ].

‘Kita juga tidak bisa membayangkan secara materiil, kalau Dia


bilang “Aku bukan wasiaqursyiyuhussamawati wal ard”. Kan kita
juga bisa bisa membayangkan di sana ada bumi, ada galaksi terus
ada kursi besar. Terus Gusti Allah duduk dengan kaki diangkat satu
terus menggunakan surban putih yang ditaruh di atas kepala seperti
Pangeran Diponegoro. Terus kamu membayangkan jika
menggunakan helm, sebesar apa helmnya. Gitu ya Rek’.

Pada sitiran (6) Cak Nun memberikan pernyataan mengenai kehidupan,


bahwasanya hidup itu ada beberapa tingkatan mulai dari yang terendah sampai
yang tertinggi yaitu alam semesta. Tuturan yang bercetak huruf miring dianalisis
menurut cara-tujuan sebagaimana dilakukan oleh Leech (dalam sub bab 3) untuk
mengetahui tujuan tuturan dengan melibatkan evidensi kontekstual dan
implikatur. Langkah analisis dapat dipaparkan sebagai berikut. Apakah benar Cak
Nun menaati maksim kualitas? Dengan melibatkan konteks pengetahuan (agama)
dapat ditafsirkan bahwa pernyataan Cak Nun yang menganalogikan hakikat Tuhan
seperti penguasa yang ada di dunia yang duduk di kursi dengan kaki diangkat satu
kemudian menggunakan ubel-ubel ‘ikat kepala’ seperti Pangeran Diponegoro
yang dapat menyesatkan jemaah. Pada kenyataannya hakikat Tuhan tidak dapat
disamakan dengan apapun di dunia. Meskipun pada tuturan tersebut Cak Nun
menggunakan kata bayaŋnɔ namun kata tersebut digunakan oleh Cak Nun untuk
mempranggapkan sesuatu yang mustahil, dan tidak dapat diterima sebagai sebuah
kebenaran. Jadi, Cak Nun telah melakukan kebohongan dan terbukti telah
melakukan pelanggaran terhadap maksim kualitas.
40

Lalu apakah Cak Nun secara sengaja melakukan pelanggaran terhadap


maksim kualitas tersebut? Berdasarkan evidensi kontekstualnya, dapat ditafsirkan
ia memang secara sengaja melakukan pelanggaran terhadap maksim itu. Apakah
tujuan Cak Nun melanggar maksim kualitas dalam bertutur? Dengan melibatkan
evidensi kontekstual (yakni, situasi kelakar) dapat ditafsirkan bahwa pelanggaran
maksim kualitas dilakukan oleh Cak Nun agar tuturannya terkesan lucu dan
jemaah menjadi tertawa. Kesimpulan, Cak Nun secara sengaja melanggar maksim
kualitas untuk menciptakan humor dalam tuturan dakwahnya.
Data yang melanggar maksim kualitas juga dapat dilihat sebagai berikut.
Konteks : Cak Nun memberikan contoh bermain sepak bola di jembatan
sirotol mustaqim.
Sitiran (7) : “Urip iku gak lurus gak dlujur ngunu. Bal-balan kudu ngiwo nengen
yo to, kadhang mundur barang. Bayangno lak bal-balan ning sirotol
mustaqim pokoke lurus ngunu. Wis to yaopo dadi kon kudu ngene to.
Nek kon nganan kudu diagonal, nek straik tengah kudu lurus dadi
pokoke kowe gak oleh kok menggok titik-titik. Maka jalan yang
lurus jangan dipahami sebagai materiil, kalau materiil benar-benar
lurus. Tapi kalau substansi lurus itu selalu pada riil nilainya Allah
kan gitu”.

[UrIp iku ga? lurus ga? dlujur ŋunu, bal-balan kudu ŋiwɔ nǝŋǝn yɔ
tɔ, kadaŋ mundUr baraŋ bayaŋnɔ la? bal-balan nIŋ sirɔtɔl mustaqim
pɔkɔke lurus ŋunu. wIs tɔ yaɔpɔ dadi kɔn kudu ŋene tɔ nɛ? kɔn
ŋanan kudu diagonal, nɛ? straik tǝŋah kudu lurus dadi kowe pɔkɔke
ga? ɔlɛh kɔ? mɛŋgɔ? titi?-titi?. maka jalan yang lurus jangan
dipahami sebagai materiil, kalau materiil benar-benar lurus. Tapi
kalau substansi lurus itu selalu pada riil nilainya allah kan gitu].

‘Hidup itu gak selalu lurus, seperti halnya bermain sepak bola harus
ke kanan dan ke kiri ya kan, kadang mundur juga. Bayangkan kalau
bermain sepak bola di sirotol mustaqim pokok lurus begitu. Jadi
kalau kamu ke kanan harus diagonal, kalau kamu straik tengah harus
lurus, pokoknya tidak boleh berbelok sedikit. Maka jalan yang lurus
jangan dipahami sebagai materiil. Tapi kalau substansi lurus itu
selalu pada riil nilainya Allah kan begitu’.

Tuturan yang bercetak miring dalam sitiran (7) diidentifikasi melanggar


maksim kualitas dan dianggap lucu. Kalimat pernyataan tersebut dimaksudkan
untuk memberikan informasi mengenai jalan hidup. Cak Nun menganalogikan
41

jembatan sirotol mustaqim dengan jembatan biasa. Analogi ini dapat dilakukan
karena adanya pengetahuan bersama yang sudah terbentuk yaitu tentang jembatan
pada umunya dan jembatan siritol mustaqim. Keduanya merupakan hal yang
berbeda tetapi Cak Nun menganggap ada kemiripan, bahwa jembatan sirotol
mustaqim sama seperti jembatan pada umumnya, memiliki sisi panjang, lebar, dan
luas yang bersifat materiil sehingga dapat digunakan untuk bermain sepak bola.
Analogi yang dibuat oleh Cak Nun digunakan untuk memahami sesuatu yang
bersifat absolut menjadi konkrit. Namun, analogi yang dibuat digunakan untuk
membentuk sebuah praanggapan yang mustahil dan tidak dapat diterima bahwa
itu adalah sebuah kebenaran. Cak Nun juga meyakini bahwa apa yang
disampaikan itu tidak benar sehingga dapat ditafsirkan bahwa Cak Nun telah
melanggar maksim kualitas.
Contoh data lain yang melanggar maksim kualiatas dapat dilihat sebagai berikut.
Konteks : Sebelum membicarakan topik tentang manusia yang mematerikan
dunia dan akhirat, Cak Nun membuat sebuh kelucuan dengan
membahas tentang sholat.
Sitiran (8) : “Nek wong rajin salat iku delok wong liyane elek kabeh, enggeh nopo
mboten? Angger mari teko masjid delok “Emm gak salat yo to“
(sambil menunjuk penonton dan gerak gerik mulut yang dibuat-
buat). Ngene iki lo wong-wong Yaallah-Yaallah, seharusnya
setelah kamu rajin sholat kamu menjadi lebar dadamu, hatimu,
menjadi lebar pikiranmu. Lak ngunu asline”.

[nɛ? wIs rajin solat iku dǝlɔ? wɔŋ liyɔ iku ɛlɛ? kabɛh, ǝŋgeh nɔpɔ
mbɔtǝn aŋger mari tǝkɔ masjId dǝlɔ? “emm ga? salat yɔ tɔ“ (sambil
menunjuk penonton dan gerak gerik mulut dibuat-buat) ŋene iki lɔ
wɔŋ-wɔŋ yaallah-yaallah seharusnya setelah kamu rajin sholat
kamu menjadi lebar dadamu, hatimu, menjadi lebar pikiranmu la?
ŋunu asline].

‘Kalau orang sudah rajin sholat melihat orang lain itu jelek semua,
iya apa tidak ? Setiap habis dari masjid pasti menggibah “Emm gak
salat ya to“(sambil meledek penonton dan gerak gerik mulut
dibuat-buat) gini lo orang-orang. Yaallah-Yaallah seharusnya
setelah kamu rajin salat dadamu, hatimu, pikiranmu menjadi lebar
kan begitu sebenarnya’.
42

Tuturan yang dicetak miring merupakan tuturan yang dianggap lucu dan
melanggar maksim kualitas. Dikatakan melanggar sebab Cak Nun memberikan
sebuah pernyataan yang bertentangan dengan fakta yang terjadi. Kenyataan yang
seharusnya terjadi kalau orang rajin sholat melihat orang lain bagus, tetapi Cak
Nun mengatakan tidak demikian, ia menyatakan lawan dari kebenaran yang
terjadi. Pernyataan ini ia gunakan untuk melanggar maksim kualitas. Terciptanya
situasi kelakar mengharuskan setiap partisipan untuk mengatakan sesuatu yang
tidak sungguh-sungguh atau bukan sebagai kebenaran. Jadi dapat ditafsirkan
bahwa ia melakkukan sebuah kebohongan untuk menciptakan humor. Cak Nun
juga menciptakan teori konflik untuk menciptakan sebuah humor. Seperti yan
sudah dijelaskan pada sub-sub bab 2 yang mengatakan bahwa humor dapat
tercipta karena adanya pandangan yang inkonsisten atau berlawanan dari suatu
kejadian. Dalam sitiran tersebut Cak Nun menyampaikan lawan kebenaran yang
terjadi, seharusnya orang setelah salat menjadi baik tetapi Cak Nun tidak
mengatakan demikian. Dari ketidaksesuain apa yang dilihat dan didengar memicu
timbulnya sebuah humor.

3) Pelanggaran terhadap Maksim Hubungan


Dalam dakwahnya, Cak Nun dituntut untuk mematuhi empat maksim
yang terdapat dalam prinsip kerja sama salah satunya maksim hubungan. Maksim
ini mengharuskan peserta tutur memberikan kontribusi yang relevan dengan
masalah pembicaraan. Namun, dalam komunikasi yang tidak wajar seperti humor
maksim ini dilanggar dengan tujuan menciptakan sebuah kelucuan. Contoh data
yang melanggar maksim hubungan sebagai berikut.
Berikut contoh data lain yang melanggar maksim hubungan.
Konteks : Saat Cak Nun sedang berdakwah tiba-tiba ada bunyi klakson
mobil secara terus-menerus.
Sitiran (9) : Cak Nun : “Kamu dan seluruh badanmu itu juga tidak pernah akan
ada kalau tidak ada tanah tidak ada lingkungan hidup,
tidak ada tetangga, tidak ada suara knalpot dan mobil
yang konslet lo Kamu itu tidak bisa”.
43

[kamu dan seluruh badanmu itu juga tidak pernah akan


ada kalau tidak ada tanah tidak ada lingkungan hidup,
tidak ada tetangga, tidak ada suara knalpot dan mobil yang
konslet lo kamu itu tidak bisa].

‘Kamu dan seluruh badanmu itu tidak akan ada kalau tidak
ada tanah, tidak ada lingkungan hidup, tidak ada tetangga,
tidak ada suara knalpot dan mobil yang konslet lo kamu
itu tidak bisa’.

Audien : “Konslet”.
[Kɔnslɛt].
‘Konslet’.
.
Cak Nun : “La iyo konslet. Nek aku ngomong bel engko Nasrani,
aku omong kon ngrokok jare Majusi, engko lak aku
ngomong terompet jarene Yahudi, lak rusak. Padahal kon
lak ngeden lak koyok terompet”.

[la iyɔ kɔnslɛt. nɛ? aku ŋɔmɔŋ bɛl ǝŋkɔ nasrani. Aku ɔmɔŋ
kɔn ŋǝrɔkɔ? jare majusi, ǝŋkɔ la? ɔnɔ? tǝrɔmpet jarene
yahudi la? rusa?, padahal kɔn la? ŋǝdǝn la? kɔyɔ?
tǝrɔmpet].

‘Cak Nun menjelaskan bahwa mobil yang klaksonnya


berbunyi terus-menerus itu konslet. Kalau dia bilang bel
nanti dikira Nasrani, bilang ngrokok dikira Majusi, nanti
kalau bilang terompet Yahudi. Kan rusak, padahal kamu
kalau kentut seperti terompet’.

Pada sitiran (9) tuturan yang bercetak miring dikatakan melanggar


maksim hubungan sebab Cak Nun tiba-tiba mengatakan konslet dan ini tidak ada
kaitannya dengan topik pembicaraan. Terkait dengan pelanggaran terhadap
maksim hubungan dapat dibuat dugaan apakah benar Cak Nun melanggar maksim
hubungan? Melihat dari evidensi konteksnya, ternyata Cak Nun memberikan
kontribusi yang tidak relevan dengan topik pembicaraan. Sitiran di atas
membicarakan tentang manusia sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan
namun ada suatu keadaan (situasi) yang menyebabkan ia mengatakan konslet.
Ternyata saat itu ada bunyi klakson mobil yang terus-menerus yang kemudian
dimanfaatkan oleh Cak Nun untuk menciptakan sebuah kelakar. Pemberian
44

informasi yang tidak relevan menjadikan komunikasi menjadi tidak wajar


sehingga membuat jemaah tertawa.
Data di bawah ini juga merupakan tuturan Cak Nun yang melanggar maksim
hubungan.
Konteks : Tuturan di bawah ini terjadi antara Cak Nun dan para audiens
yang membicarakan tentang alat musik yang digunakan Kiai
Kanjeng. Cak Nun membuat perumpamaan dua hal yang berbeda
menjadi sama.
Sitiran (10) : “Kalau gamelan Jawa ke mana-mana bisa menyesuaikan diri dengan
mikrofon. Kok iso lak kudune rodok mikir, lo berarti duduk
gamelan Jawa, kalau gitu barat. Lo kalau barat gak bisa juga untuk
Arab, untuk India, beberapa hal bisa tapi tidak semuanya bisa. Nah
itu tidak ada yang bertanya, Jadi pokoke dipangan ngunu tok ae,
gak takok sopo sing gae, lak ngulek yaopo, olehe bahan ndek pasar
endi. Gak ana sing takon arek-arek iku. Pokoke dibadok terus
mbek arek-arek”.

[kalau gamelan jawa ke mana-mana bisa menyesuaikan diri dengan


mikrofon kɔ? isɔ la kudune rɔdɔ? mikIr, lo bǝrarti dudu? gamǝlan
jɔwɔ mungkin bentuknya gamelan tapi struktur nadanya bukan
jawa, kalau gitu barat? lo kalau barat gak bisa juga untuk arab
untuk India beberapa hal bisa tapi tidak semuanya bisa. nah itu
tidak ada yang bertanya, jadi pɔkɔ?e dipaŋan ŋunu tɔ? ae ga? takɔ?
iki sɔpɔ sIŋ gawe la? Ŋulǝ? yaɔpɔ, ɔlɛhe gɔlɛ? bahan ndek pasar
ndi ga? ɔnɔ? sIŋ takɔn arɛ?- arɛ? iku. pɔkɔ?e dibadɔk terUs mbe?
arɛ?- arɛ?].

‘Kalau gamelan Jawa ke mana-mana bisa menyesuaikan diri


dengan mikrofon kok bisa? Seharusnya agak berfikir, lo berarti
bukan gamelan Jawa mungkin bentuknya gamelan tapi struktur
nadanya bukan Jawa, kalau gitu barat? Lo kalau barat gak bisa juga
untuk Arab untuk India beberapa hal bisa tapi tidak semuanya bisa.
Nah itu tidak ada yang bertanya. Jadi pokoknya dimakan gitu saja,
tidak bertanya siapa yang membuat, nguleknya bagaimana,
dapatnya bahan dari pasar mana gak ada yang bertanya anak-anak
itu. Pokoknya dimakan terus sama anak-anak’.

Pada sitiran (10) tuturan yang bercetak miring juga diidentifikasi telah
melanggar maksim hubungan sama seperti sitiran (9). Cak Nun membuat sebuah
perumpamaan antara dua benda yang berbeda menjadi sama. Adanya pengetahuan
45

bersama tentang musik dan makanan membuat Cak Nun mempraanggapkan


bahwa keduanya sama. Berpijak dengan evidensi konteksnya, apakah tuturan yang
disampaiakan Cak Nun relevan? Ternyata diketahui bahwa informasi yang
diberikan tidak memberikan kontribusi yang sesuai. Cak Nun membahas tentang
asal-usul sebuah makanan yang tidak relevan dengan konteks. Adanya
pembahasan yang tidak berkaitan dengan topik menyebabkan terbukanya situasi
kelakar dan menjadikan komunikasi menjadi tidak wajar, sehingga ini terlihat
aneh dan lucu serta membuat jemaah tertawa.
Pada maksim hubungan konteks pembicaraan sangat berkaitan dengan
sebuah tuturan yang disampaikan. Adanya pemberian informasi yang tidak
relevan menyebabkan komunikasi menjadi tidak wajar sehingga dapat berefek
lucu.

4) Pelanggaran terhadap Maksim Cara


Maksim cara adalah maksim yang mengharuskan peserta tutur dalam
menyampaikan sesuatu harus secara langsung agar mudah dimengerti, hindari
ketaksaan atau keambiguitas, usahakan agar ringkas dan berbicara dengan teratur.
Dalam humor pelanggaran terhadap maksim cara ini dilakukan dengan maksud
tertentu salah satunya yaitu untuk menciptakan sebuah kelakar.
Contoh tuturan yang melanggar maksim cara sebagai berikut.
Konteks : Cak Nun menganalogikan Ratu Kanjeng Kidul seperti manusia, ia
menyampaikanya dengan bahasa yang santai dan suasana yang
tenang.
Sitiran (11) : “Nek Nyai Roro Kidul iku jane duduk Kanjeng Ratu Kidul iku adine
podo ayune. Gus Dur wis sms Nyai Roro Kidul dikongkon jilbaban.
dadi saiki nek kon ndek Roro Kidul pokok angger enek sret koyok
jilbab berarti kan Nyai Roro Kidul, Kanjeng Ratu Kidul. Jilababe
kadang kuning kadang putih, kadang biru meh podo karo banyune
sak piturute. Nek gak enek karang-karangen dewe koyo-koyo ana,
mari ngunu crito ning tonggo-tonggo mau aku delok”.

[nɛ? nyai rɔrɔ kidUl ikU jane ḍuḍu? kanjǝŋ ratu kidUl iku adine,
pɔdɔ ayune. gus dUr wIs sms nyai rɔrɔ kidUl dikɔŋkɔn jilbaban, dadi
saiki nɛ? kɔn nde? rɔrɔ kidUl pɔkɔke aŋgǝr ɛnɛ? srɛt kɔyɔ? jilbab
bǝrarti kan nyai rɔrɔ kidUl, kanjǝŋ ratu kidUl. jilbabe kadaŋ kUnIŋ,
46

kadaŋ putIh, kadaŋ biru mɛh pɔdɔ karɔ banyune sa? piturute. Nɛ?
ga? ɔnɔ? yɔ karaŋ- karaŋǝn dewɛ kɔyɔ?- kɔyɔ? ɔnɔ? mari ŋunu critɔ
nIŋ tɔŋgɔ-tɔŋgɔ, mau aku dǝlɔ?].

‘Kalau Nyai Roro Kidul itu sebenarnya bukan Kanjeng Ratu Kidul
itu adiknya sama cantiknya. Gus Dur sudah sms Nyai Roro Kidul
disuruh memakai jilbab. Jadi sekarang kalau ada sret seperti jilbab
berarti Nyai Roro Kidul, Kanjeng Ratu Kidul. Jilbabnya terkadang
kuning, terkadang putih, terkadang biru hampir sama seperti airnya
dan sejenisnya. Kalau tidak ada ya kamu karang sendiri seolah-olah
ada. Setelah itu kamu cerita ke tetangga-tetanggamu kalau kamu
melihat Nyai Roro Kidul’.

Pada sitiran (11) tuturan yang bercetak miring diidentifikasi melanggar


maksim cara dan tuturan itu dianggap lucu. Di awal tuturan, Cak Nun
menyampaikannya dengan serius, dia mengatakan bahwa Nyai Roro Kidul bukan
Kanjeng Ratu Kidul itu adiknya. Namun, pada tuturan setelahnya terjadi
pergantian situasi dari serius menjadi tidak serius (situasi kelakar). Situasi kelakar
yang tercipta mengharuskan setiap partisipan tutur memberikan tafsiran bahwa
tindakan-tindakan dalam konteks tersebut sebagai sesuatu yang tidak sungguh-
sungguh atau bukan sebagai kebenaran.
Cak Nun menganalogikan Nyai Roro Kidul sama seperti manusia.
Analogi terbentuk karena adanya pengetahuan bersama yang memunculkan
praanggapan bahwa Nyai Roro Kidul sama seperti manusia pada umumnya yang
menggunakan Hp dan memakai jilbab. Praanggapan yang dibentuk oleh Cak Nun
bertolak belakang dari kehidupan yang nyata, pernyataaan Cak Nun sangatlah
mustahil. Dikatakan mustahil sebab Nyai Roro Kidul adalah makhluk gaib yang
dikonkritkan seperti makhluk hidup, yang bisa menggunakan benda materiil (Hp).
Sedangkan Gus Dur adalah orang yang sudah meninggal namun dikonkritkan
masih hidup. Jadi dapat diasumsikan bahwa Cak Nun mengkaburkan dua makhluk
tidak nyata menjadi nyata yang digambarkan seperti manusia pada umunya.
Peryataan ini tidak dapat dibuktikan kebenaran dan kejelasaannya sehingga dapat
ditafsirkan salah, dan bisa jadi itu sebuah kebohongan untuk membuat lelucon.
Jadi kesimpulannya adalah Cak Nun sengaja melanggar maksim kualitas dan
maksim cara dengan tujuan untuk menciptakan humor.
47

b. Pelanggaran Makism-maksim PS dalam Tuturan Humor


Seperti yang dijelaskan sebelumnya, prinsip kesopanan juga merupakan
salah satu prinsip yang harus ditaati pada saat berkomunikasi. Namun, dalam
humor, prinsip ini sering dilanggar dengan maksud membuat lelucon. Pelanggaran
terhadap maksim kesopanan dalam humor dapat dijelaskan sebagai berikut.
1) Pelanggaran terhadap Maksim Pujian
Dalam dakwah Cak Nun, ditemukan beberapa tuturan yang diidentifikasi
melanggar maksim pujian. Perhatikan sitiran berikut ini.
Konteks : Cak Nun membicarakan bahwa Emilia Contessa adalah penyanyi
setelahnya Titik Puspa. Emillia Contesaa adalah seorang penyanyi
yang memiliki suara bagus dan tidak ada saingannya saat itu.
Sitiran (12) : “Emilia Contessa itu suaranya bagus. Di dalam dunia musik itu ada
namanya istilah the singer not the song artinya tidak penting lagunya
apa tapi angger dek e sing nyanyi dadi apik. Itu namanya the singer
not the song. Jadi tidak tergantung lagunya, asal dia yang nyanyi
dadi apik. Sementara lainnya lagu opo ae lak dek e sing nyanyi koyo
ngernet”.

[emilia contessa itu suaranya bagus. Di dalam dunia musik itu ada
namanya istilah the singer not the song artinya tidak penting lagunya
apa tapi aŋger dɛk ɛ sIŋ nyanyi dadi api? itu namanya the singer not
the song. jadi tidak tergantung lagunya, asal dia yang nyanyi dadi
apik. sementara yang lainnya lagu ɔpɔ ae la? dɛk ɛ sIŋ nyanyi kɔyɔ?
ŋernɛt].

‘Di dalam dunia musik itu ada namanya istilah the singer not the
song artinya tidak penting lagunya apa tapi setiap Emilia Contessa
yang menyanyi pasti bagus. Makanya dia mendapat julukan the
singer not the song. Jadi tidak tergantung lagunya, asal dia yang
bernyanyi pasti bagus. Sementara yang lainnya lagu apa saja kalau
mereka yang bernyanyi seperti suara ngernet’.

Melalui sitiran (12) tuturan yang bercetak miring merupakan humor yang
diciptakan oleh Cak Nun. Lalu apakah ia taat pada prinsip sopan santun?
Tindakan tersebut dapat diukur dengan skala untug-rugi. Ternyata merugikan,
sebab Cak Nun membuat perbandingan (komparasi) antara Emillia Contessa
dengan penyanyi lain. Cak Nun memberikan atribut bagus kepada Emillia
Contessa, dengan sebutan the singer not the song penyebutan ini bersifat spesifik
48

artinya dapat dirujuk, jelas, dan diketahui sehingga menjadi pengetahuan bersama
siapa sebenarnya Emillia Contessa. Sedangkan untuk penyanyi lain, Cak Nun
memberikan atribut yang jelek dengan mengatakan suaranya seperti orang
ngernet, penyebutan ini bersifat generik artinya tidak memiliki acuan yang jelas
sehingga tidak dapat diketahui dan masih ambigu. Pernyataan itu tidak dapat
dibuktikan dengan kondisi yang sebenarnya, sehingga tidak dapat diyakini sebagai
sebuah kebenaran. Pada kenyataannya Cak Nun tidak menyebutkan penyanyi
siapa yang suaranya seperti ngernet.
Adanya perbedaan yang signifikan antara unsur-unsur yang dibandingkan
membuat Cak Nun melonggarkan prinsip sopan santun pada maksim pujian.
Apakah dengan pelanggaran tersebut Cak Nun bermaksud untuk merugikan orang
lain? Ternyata jika dilihat dari evidensi konteks (situasi) ia tidak sungguh-
sungguh artinya tuturan yang disampaikan Cak Nun tidak serius karena
konteksnya kelakar. Ia sengaja melanggar maksim pujian dengan maksud untuk
berkelakar atau melucu. Cak Nun juga melibatkan teori superioritas karena ia
lebih berpihak kepada Emillia Contessa sehingga kelebihan yang ada pada Emillia
Contessa dijadikan bahan untuk menertawaan pihak lain. Jadi Cak Nun
menempuh beberapa pelanggaran seperti melanggar maksim kuantitas, maksim
pujian, dan melibatkan teori superioritas dengan tujuan menciptakan humor dalam
dakwahnya.
Tuturan humor Cak Nun yang melanggar maksim pujian juga dapat dilihat pada
data berikut.
Konteks : Di awal dakwah Cak Nun membicarakan tentang ijtihad mualaf
menyangkut kerajaan-kerjaan yang ada di Indonesia, terlihat
penonton jenuh karena ceritanya.
Sitiran (13) : “Sampean punya hutang politik, sampean harus kembali ke Kraton
karena mbah sampean dulu meninggalkan gelanggang politik
karena tidak terasa ada konflik antara bapak dengan Aryo
Panangsang anaknya. Terus Gusdurnya pergi, “La kok aku cak?”,
“La sampan turunane sing nomer 12”. Aku jane ngawur tapi
ternyata tak itung-itung bener yaitu turunan yang ke-12 itu. Nah
aku turunane sopo? Kapan-kapan tak kandani. Podo karo Muzamil
turunane demit yo to, mulakne lak omong metutu-metutu. Jadi nek
aku iki demet sing senengane ndek jero gua lak Muzamil mblakrak
49

ndek endi-endi, enek srengenge melonjak-lonjak wis biasa gak


opo-opo”.

[sampɛyan punyan hutang politik sampɛyan harus kembali ke


Kraton karena mbah sampɛyan dulu meninggalkan gelanggang
politik karena tidak terasa ada konflik antara bapak dengan Aryo
penangsang anaknya. terus gusdurnya pergi, “la kɔ? aku ca?”, “la
samɛyan turunane sIŋ nɔmǝr 12”. aku jane ŋawUr tapi ternyata ta?
itUŋ- itUŋ bǝner yaitu turunan yang ke-12 itu. nah aku turunane
sɔpɔ? kapan-kapan ta? kandani. pɔdɔ karɔ muzammil turunane
dǝmet yɔ tɔ. mulakne la? ɔmɔŋ mǝtutu-mǝtutu. jadi nɛ? aku iki
dǝmet sIŋ sǝnǝŋane ndek njero guɔ la? muzamil mblakra? Nde?
endi-endi ene? srǝŋeŋe mǝlɔnja?- lɔnja? wIs biasa ga? ɔpɔ-ɔpɔ].

‘Cak Nun mengatakan bahwa Gus Dur adalah turunan yang ke-12,
dengan tujuan ingin menjadikan Gus Dur sebagai presiden.
Kemudian ia bertanya pada dirinya sendiri “Nah aku ini turunanya
siapa? Kapan-kapan saya beritahu”. Sama seperti Muzammil,
keturunan demit ya to, makanya kalau bicara metutu-metutu. Jadi
kalau aku ini demit yang suka di dalam goa, kalau Muzammil
berkeliaran di mana-mana, ada matahari melonjak-lonjak

Pada sitiran (13) tuturan yang dicetak miring diidentifikasi telah


melanggar maksim pujian. Cak Nun membuat persamaan antara Muzamil dan
dirinya sendiri dengan mengatakan sama-sama keturunan demit. Ia memberikan
atribut yang baik kepada diri sendiri, penyebutan ini bersifat spesifik artinya dapat
dirujuk, jelas, dan dapat menjadi pengetahuan bersama. Sebaliknya Muzamil
diberikan atribut yang buruk. Pemberian atribut yang buruk terhadap Muzamil
menyebabkan prinsip sopan santun menjadi longgar. Ia tidak memuji justru
mengecam Muzamil dengan menyamakan cara bicaranya seperti demit yaitu
metutu-metutu. Secara logika ini aneh dan lucu sehingga membuat jemaah
tertawa, Cak Nun juga memposisikan Muzamil berada di posisi yang rendah, hal
ini jelas melaggar maksim pujian. Tujuan melanggar maksim ini adalah untuk
menciptakan sebuah kelucuan dalam dakwahnya karena situasinya situasi kelakar.
Jadi apa yang dikatakan dianggap tidak serius dan tidak sungguh-sngguh.
Diketahui juga bahwa Cak Nun melibatkan teori humor di dalamnya yaitu pada
teori superioritas. Ia menggunakan objek Muzamil sebagai bahan tawaan karena
Cak Nun merasa lebih unggul darinya. Terbukti saat Cak Nun menyatakan bahwa
50

dirinya adalah demit yang diam di dalam goa sedangkan Muzamil demit yang
suka berkeliaran ke mana-mana.
Seperti halnya pada sitiran (6) yang sudah dijelaskan sebelumnya, juga
diidentifikasi telah melanggar maksim pujian. Cak Nun menganalogikan hakikat
Tuhan seperti penguasa yang ada di dunia yang duduk di kursi dengan kaki
diangkat satu kemudian menggunakan ubel-ubel ‘ikat kepala’ seperti Pangeran
Diponegoro. Dari penganalogian tersebut, dapat menimbulkan tafsiran bahwa Cak
Nun menurunkan derajat Allah sebagai Tuhannya. Hal yang seharusnya dilakukan
Cak Nun, yaitu meninggikan derajat Tuhan, tetapi dalam tuturan tersebut ia justru
merendahkan derajat Tuhan dengan menyamakan seperti Pangeran Diponegoro.
Lalu apakah tuturan tersebut benar-benar untuk merendahkan? Ternyata jika
dilihat konteksnya, terbukanya situasi kelakar menyebabkan petutur untuk
mengatakan sesuatu yang tidak serius dan tidak sungguh-sungguh sehingga
membuat Cak Nun melonggarkan prinsip sopan santun. Tuturan itu hanya
digunakan untuk menciptakan humor dalam dakwahnya.

2) Pelanggaran terhadap Maksim Kerendahan Hati


Dalam komunikasi yang wajar, seorang penutur dituntut untuk
mengurangi pujian pada diri sendiri dan tambahi cacian pada diri sendiri. Namun,
dalam humor pelanggaran terhadap maksim ini dilakukan dengan tujuan
menciptakan kelucuan. Dalam humor Cak Nun, ditemukan beberapa tuturan yang
melanggar maksim kerendahan hati sebagai berikut.
Konteks : Tuturan sebelumnya Cak Nun membicarakan tentang kesolehan
kemudian Cak Nun menyamakanya dengan iklan bakat.
Sitiran (14) : “Iku koyo iklan apa sih bakat itu? Bakat itu tidak dikasih tetapi
diraih, ngunu terus gambar musik. Bakat itu omong kosong bakat
yang sebenarnya adalah kita tidak pernah menyerah. Lo lek tidak
pernah menyerah iku jenenge tekad blok-goblok. Hadoh yo nek
bakat iku duduk tek awakmu, bakat iku jenenge gawan bayi. Kon
wis didaftar dikeki iki, masio kon gak sinau, kuliah musik kon iku
iso”.

[Iku kɔyɔ? iklan apa sih bakat itu, bakat itu tidak dikasih tetapi
diraih ŋunu tɛrUs gambar musik. bakat itu omong kosong bakat
51

yang sebenarnya adalah kita tidak pernah menyerah. lo lɛ? tidak


pernah menyerah. iku jǝnǝŋe tekad blɔ? gɔblɔ? hadɔh, yɔ nɛ? bakat
iku dudu? tɛk awakmu. bakat iku jǝnǝŋe gawan bayi kɔn wIs
didaftar dikɛki iki, masiɔ kɔn ga? sinau, kuliah musik kɔn iku isɔ].

‘Seperti apa sih iklan bakat itu? bakat itu tidak dikasih tetapi diraih,
terus diberi gambar musik. Bakat itu omong kosong bakat yang
sebenarnya adalah kita tidak pernah menyerah. Lo kalau tidak
pernah menyerah itu namanya tekad blok-goblok. Haduh ya kalau
bakat itu bukan milik kamu. Bakat itu namanya bawaan dari lahir,
kamu sudah didaftar sudah dikasih ini meskipun kamu tidak
belajar, kuliah musik kamu itu bisa’.

Melalui sitiran (14) tuturan yang bercetak miring diidentifikasi sebagai


humor. Cak Nun mengungkapkan ketidaksepakatannya terhadap iklan bakat.
Menurutnya bakat adalah sesuatu yang sudah ada sejak lahir sedangkan menurut
iklan, bakat adalah sesuatu yang diraih. Jika dilihat dari evidensi kontesknya,
situasi saat itu adalah situasi yang serius namun, saat Cak Nun mengatakan goblok
‘bodoh’ situasinya berubah. Perubahan situasi dari serius menjadi tidak serius
menyebabkan Cak Nun melonggarkan prinsip sopan santun. Ia merugikan orang
lain dengan mengatakan goblok. Hal ini bertolak belakang dari maksim
kerendahan hati, seharusnya Cak Nun mencaci diri sendiri sebanyak mungkin
tetapi ia justru ia mencaci orang lain. Lalu apakah dengan tuturan tersebut Cak
Nun bermaksud untuk merendahkan? Terbentuknya situasi kelakar menyebabkan
ia tidak sungguh-sungguh untuk merendahkan, artinya tuturan yang disampaikan
tidak serius dan itu hanyalah sebuah kelakar. Jadi dapat ditafsirkan bahwa ia
melanggar maksim kerendahan hati dengan tujuan untuk berkelakar.
Pelanggaran terhadap maksim kerendahan hati juga dapat dilihat sebagai berikut.
Konteks : Cak Nun bercerita tentang dirinya sendiri.
Sitiran (15) : (a)“Kanggoku elek-eleke wong iku aurot gak tak bukak-bukak
kekurangane wong iku. (b) Mosok ana arek kece“Ning endi ce”,
ojo ngunu wayahe. ana arek pincang “Ning endi cang?”.Wis petak
gak kuplukan kan gitu. (c) Jadi saya dari kecil punya naluri untuk
selalu melindungi orang lain”.

[kaŋgɔku ɛlɛ?-ɛlɛ?e uwɔŋ iku aurɔt ga? ta? buka?-buka?


kǝkuraŋane uwɔŋ iku. mɔsɔ? ɔnɔ? arɛ? kece nIŋ ndi ce, ɔjɔ? ŋunu
wayah, ɔnɔ? arɛ? pincaŋ nIŋ ndi caŋ, ɔnɔ? arɛ? pɛta? wIs pɛta? ga?
52

kuplukan kan gitu. Jadi saya dari kecil punya naluri untuk selalu
melindungi orang lain].

‘Bagi saya kejelekan orang lain itu aurat dan tidak saya buka-buka
kekurangan orang lain. Misalnya ada anak kece “Mau ke mana
ce?” seharusnya jangan begitu. Ada anak pincang “Ke mana cang?,
Sudah botak tidak memakai kopyah”. Jadi saya dari kecil punya
naluri untuk selalu melindungi orang lain’.

Pada sitiran (15) di atas, tuturan yang bercetak miring merupakan humor
yang diciptakan oleh Cak Nun. Cak Nun memperumakan sikap seseorang yang
tidak memuliakan orang karena kekurangannya. Melalui tuturan (a) dan (b) Cak
Nun memberikan saran bagaimana seseorang harus menunjukkan rasa hormatnya
kepada orang lain meskipun orang tersebut mempunyai kekurangan. Kelucuan
dari sitiran (15) adalah pada tuturan (b) saat Cak Nun memberikan contoh yang
tidak sesuai dengan maksim kerendahan hati. Dari contoh tersebut memunculkan
praanggapan tentang keadaan seseorang yang fisiknya tidak sempurna ‘cacat’
yang digunakan sebagai bahan untuk membuat kelucuan. Penggunaan kata
sarkasme dalam contoh tersebut dapat mengancam muka petutur, sehingga
menyebabkan petutur berada di posisi yang rendah. Jadi dapat ditafsirkan bahwa
Cak Nun melanggar maksim kerendahan hati dengan tujuan tidak untuk
merendahkan karena situasinya kelakar. Ia hanya memberikan contoh bagaimana
sikap seseorang menghargai orang lain.

4.1.2 Ilokusi pada Tuturan Humor Emha Ainun Nadjib


Pada bab sebelumnya sudah dijelaskan bahwa tindak tutur ilokusi adalah
tindak tutur yang digunakan untuk melakukan suatu tindakan. Tindak ilokusi
dalam sebuah humor tentunya akan berbeda dengan tindakan pada umumnya.
Adanya situasi kelakar dalam humor menyebabkan tindak ilokusi bersifat tidak
serius dan tidak sungguh-sungguh. Salah satu tujuannya adalah untuk membuat
kelucuan dalam dakwahnya. Analisis tindak tutur ilokusi pada humor Emha
Ainun Nadjib akan dibahas sebagai berikut.
53

Konteks : Tuturan ini terjadi pada malam hari di atas panggung. Cak Nun
membicarakan tentang wajah yang tidak penting dengan suasana
santai.
Sitiran (16) : “(a) Jadi kalau kembali ke maiyah yang penting siapa kamu atau
bagaimana kelakuanmu? (b) Bagaimana kelakuanmu, bah kon iku
ganteng bah kon iku gak ganteng kan gak ngurus. (c) Kan gitu ya,
yo urusen titik-titik. (d) Engko rabi sak kepetuke wedus-wedus gak
opo-opo angger dikukuri, bedes-bedes gak opo-opo angger
diklambeni, kadal gak opo-opo angger kuplukan maiyah.

[jadi kalau kembali ke maiyah yang penting siapa kamu atau


bagaimana kelakuanmu? bagaimana kelakuanmu, bah kɔn iku
gantǝŋ bah kɔn iku ga? gantǝŋ kan ga? ŋurUs kan gitu ya, yɔ
urusǝn titi?-titi? Ǝŋko rabi sa? kǝpǝtuke wǝdUs- wǝdUs ga? ɔpɔ-
ɔpɔ aŋgǝr dikukuri, bǝdɛs- bǝdɛs ga? ɔpɔ-ɔpɔ aŋgǝr diklambɛni,
kadal ga? ɔpɔ-ɔpɔ aŋgǝr kuplukan maiyah].

‘Jadi kalau kembali ke maiyah yang penting bagaimana


kelakuanmu. Terserah, kamu itu tampan, kamu itu jelek tidak ada
urusan kan gitu ya. Ya tapi diurus sedikit-sedikit, nanti menikah
dengan calon yang sembarangan. Seperti kambing-kambing yang
dibedaki, monyet-monyet asal memakai baju, kadal yang memakai
kopyah maiyah.

Pada tuturan (16) terdapat beberapa macam tindak ilokusi. Pada tuturan
(a) terdapat kata maiyah yang diartikan kebersamaan (KBBA, 2010:423). Tuturan
(a) merupakan tindak ilokusi aserif menyatakan yakni memberikan pilihan yang
disampaikan dengan kalimat introgatif. Kalimat ini memang tidak dimaksudkan
untuk mendapatkan informasi sebagaimana fungsi kalimat introgatif tersebut.
Kalimat introgatif digunakan Cak Nun untuk memberi pertimbangan dengan
prinsip maiyah. Tuturan (b) merupakan tindak asertif “menyatakan”, tindakan
asertif merupakan tindakan yang melibatkan pembicara pada kebenaran proposisi
yang diekspresikan. Melalui tuturan (b) Cak Nun melakukan tindakan yang
menjelaskan sikap yang didasarkan pada Surat An-nur ayat 26. Tuturan (c)
merupakan tindakan direktif meminta pertimbangan yang disampaikan melalui
kalimat perintah. Kalimat perintah tersebut ia sampaikan dengan tidak sungguh-
sungguh, terbukti dilihat dari konteksnya ternyata tindakan ini dimaksudkan
sebagai langkah awal untuk melakukan humor. Kelucuan dibentuk melalui tuturan
54

(d) yaitu adanya anggapan-anggapan yang dibuat oleh Cak Nun. Anggapan
tersebut berupa perumpamaan seperti hewan. Dari anggapan-anggapan yang
disampaikannya diketahui ada suatu tindakan yang ingin disampaikaan yaitu
tindakan asertif “menyarankan”. Namun tindakan ini mengandung kesan untuk
merendahkan petutur dan dapat ditafsirkan ia telah melanggar maksim sopan
santun.
Jadi dari beberapa tindakan mulai dari tuturan (a) s.d. (d) yang dilakukan
oleh Cak Nun tujuan sebenarnya adalah ingin menindakkan tindakan asertif
memberi saran atau pertimbangan. Tindakan asertif ini mengharuskan peserta
tutur pada kebenaran proposisi yang diekspresikan. Cak Nun menempuh dengan
beberapa macam tindakan yaitu tindakan meminta informasi dan tindak direktif
memerintah.
Contoh data lain yang juga termasuk tindak tutur ilokusi sebagai berikut.
Konteks : Cak Nun memberitahukan kepada penonton tentang asal mula
nama maiyah jleb.
Sitiran (17) : “(a) Maiyah jleb iki jadi maiyah untuk belani wong Madura ojo
sampai dipateni luwih akeh ndek Kalimantan. (b) Dadi kene iki
karo nuthuk karo mikir iki sewaktu-waktu jleb, sewaktu-waktu ana
panah iki sing jleb dadi jenenge Maiyah Jleb. (c) Dadi sing pucet
entek getihe jenenge sing basis Mas Yoyok iku, dadi Yoyok iku
entek getihe wis ngebass iki wis gak tepak, opo sebabe mergo dek
e duwe darah Madura dadi nek wong Dayak lak mambu “Hmm
Madura iki ” jleb ngunu.

[maiyah Jlǝb iki jadi maiyah untuk mbɛlani wɔŋ mǝdurɔ, ɔjɔ?
sampɛ? dipatɛni luwIh akɛh ndɛ? kalimantan. dadi kɛnɛ iki karo
nuthuk karo mikIr iki sǝwaktu-waktu jlǝb, sǝwaktu-waktu ɔnɔ?
panah iki sIŋ jlǝb. dadi jǝnǝŋe maiyah jlǝb, dadi sIŋ pucǝt ǝntɛ?
gǝtihe jǝnǝŋe sIŋ basis mas yɔyɔ? iku. dadi yɔyɔ? iku ǝntɛ? gǝtihe
wIs ŋǝbas iki wIs ga? tǝpa? ɔpɔ sǝbape mǝrgɔ dɛke duwe darah
mǝdurɔ, dadi nɛ? wɔŋ daya? la? mambu “hmmm mǝdurɔ iki” jlǝb
ŋunu].

‘Asal mula nama Maiyah Jleb yaitu saat Cak Nun tampil di
Kalimantan. Jadi grup musik Kiai Kanjeng memukul sambil
ketakutan karena sewaktu-waktu jleb, sewaktu-waktu ada panah
yang bisa jleb, jadi namanya maiyah jleb. Salah satu personil yang
bernama Mas Yoyok terlihat pucat habis darahnya. Ia seperti orang
yang kehabis darah, ngebas sudah tidak tepat, apa sebabnya karena
55

dia keturunan Madura. Jadi Mas Yoyok takut kalau dibunuh,


karena orang Dayak sangat paham dengan aroma orang Madura
dan langsug “Hmm Madura ini” jleb gitu.

Pada sitiran (17) di atas, juga terdapat beberapa macam tindak ilokusi.
Tuturan (a) dan (b) merupakan tindak asertif “memberitahu”. Tindak asertif
merupakan tindakan yang menjelaskan apa dan bagaimana sesuatu itu adanya,
artinya tindak tutur ini mengikat penutur pada kebenaran atas apa yang
dilakukannya. Cak Nun memberitahu kepada jemaah asal mula nama maiyah jleb.
Maiyah jleb dilambangkan dengan bunyi panah yang menancap. Lambang ini
didasari dari adanya rasa takut yang dialami oleh Cak Nun dan Kiai Kanjeng saat
tampil di Kalimatan. Ketakutan itu berupa kalau tiba-tiba ada panah yang
menyasar di tubuh mereka, karena pernah terjadi suatu peristiwa sampit. Sampit
adalah konflik antara etnik Dayak dan Madura. Jadi dapat ditafsirkan bahwa asal
mula nama maiyah jleb diambil dari peristiwa sampit. Tuturan (c) merupakan
tindaka aserif menyatakan, Cak Nun menyatakan bahwa Mas Yoyok ‘entek
getihe’ dapat diartikan dengan rasa takut. Namun kalimat pernyataan itu masih
belum diketahui secara pasti akan kebenarannya karena tidak dapat dibuktikan.
Adanya penyebutan kata jleb pada tuturan (c) meyebabkan terbentuknya situasi
kelakar, karena jleb pada tuturan (c) mempunyai arti yang berbeda dengan jleb
pada tuturan (a). Dilihat dari konteksnya, arti jleb pada tuturan (c) lebih mengarah
pada seks, karena adanya pandangan yang berbeda antara etnik Dayak dan
Madura. Secara logika hal ini tabu, namun karena konteksnya kelakar jadi
ketabuan ini justru menimbulkan tawa.
Jadi analisis pada sitiran (17) kelucuan dibangun melalui tuturan (b) dan
(c), sebagaimana sudah dijelaskan. Dari beberapa tindakan yang dilakukan oleh
Cak Nun ada satu tindakan yang menjadi tujuan yaitu tindakan asertif
memberitahukan.
Tuturan humor Cak Nun yang termasuk tindak tutur ilokusi juga terdapat pada
data berikut.
Konteks : Tuturan ini terjadi pada malam hari di atas panggung. Cara Cak
Nun menutut Allah sama seperti ia menuntut manusia.
56

Sitiran (18) : (a)“Jadi awakmu urip iku karepmu ta karepe Gusti Allah? (b) Ayo
ditentukne mulai saiki, nek iki karepmu dewe yo kono sak
karepmu mlaku-mlakuo dewe engko kari petor-petoro dewe nak
kon bahagia, bahagiao dewe. (c) Tapi nak kon urip iku konsepe
Gusti Allah kan beres. (d) Sampean sing ngengken kok lak ngunu
to karian, nek enek opo-opo nak ngunu to sampean sing ngengken
kulo. Lak nganut sami’na waato’na nggeh sampean tulungi kulo
mosok mboten to. (e) La opo lak mboten nulungi sampean
ngengken-ngengken kulo kan ngnu”.

[jadi awakmu urIp iku karǝpmu ta karǝpe gusti allah? ayo saiki
ditǝntUkne mulai saiki, nɛ? iki karǝpmu dewe yɔ kɔnɔ sa? karǝpmu
mlaku-mlakuɔ ǝŋko kari pɛtɔr- pɛtɔrɔ dewe, lǝsu-lǝsuɔ dewe, pɛrɔt-
pɛrɔtɔ dewe na? kɔn bahagia-bahagiɔ dewe. tapi na? kɔn urIp iku
kɔnsɛpe dikɔŋkɔn gusti allah kan bɛrɛs. samɛan sIŋ ŋɛŋkɛn kɔ? la?
ŋunu tɔ karian, nɛ? ɛnɛ? ɔpɔ-ɔpɔ na? ŋunu tɔ sampɛyan sIŋ ŋɛŋkɛn
kulɔ la? ŋanUt sami’na waato’na ŋgeh sampɛyan tuluŋi mɔsɔ?
mbɔtǝn tɔ. la ɔpɔ la? mbɔtǝn nuluŋi samɛan ŋɛŋkɛn-ŋɛŋkɛn ŋunu
tɔ].

‘Jadi hidup itu terserah kamu apa terserah Gusti Allah? Ayo
sekarang ditentukan kalau hidup terserah kamu, kamu jalan-jalan
sendiri nanti capek-capek sendiri, lesu-lesu sendiri, bahagia-
bahagia sendiri. Tapi kalau kamu hidup dengan konsep Gusti Allah
kan beres. Allah yang menyuruh kan gitu, jadi kalau ada apa-apa
kan Allah yang menyuruh. Saya nurut sami’na waato’na, iya Dia
harus menolong saya masak tidak. Kalau tidak mau menolong, lalu
kenapa Dia menyuruh saya’.

Sitiran (18) di atas merupakan tindak tutur kelakar dibuktikan dengan


analisis berikut. Tuturan (a) merupakan tindak meminta informasi yang
dibuktikan dengan kalimat introgatif. Namun, kalimat introgatif ini tidak
berfungsi untuk meminta informasi sebagaimana fungsi kalimat introgatif
sebenarnya. Kalimat introgatif ini digunakan sebagai alat pancing untuk berfikir.
Terbukti Cak Nun meneruskan tuturannya dan tidak menunggu jawaban dari
penonton. Tuturan (b) dan (c) merupakan tindak komisif “menawarkan”. Dalam
tuturan tersebut Cak Nun membuat komparasi antara konsep hidup Tuhan dan
konsep hidup manusia. Adanya tawaran tersebut membuat mereka melakukan
sebuah tindakan yaitu tindakan memilih. Efek yang ditimbulkan dari tindakan
memilih yaitu menuntut yang terbukti pada tuturan (d) dan (e). Cak Nun
57

memberikan contoh yang tidak sesuai dengan prinsip sopan santun. Dikatakan
tidak sesuai karena cara ia menuntut Tuhan sama seperti cara ia menuntut kepada
manusia, ia menurunkan derajat Tuhan. Hal ini menyebabkan prinsip sopan
santun menjadi longgar. Secara logika tuntutan yang seperti ini tidak masuk akal
dan aneh sehingga membuat mereka (jemaah) tertawa. Jadi dapat ditafsirkan
bahwa ia merendahkan derajat Tuhan dengan tujuan menciptakan sebuah
kelucuan.
Berdasarkan analisis di atas pernyataan melalui tuturan (d) dan (e) dapat
menimbulkan kelucuan. Kelucuan dari sitiran (18) di atas dibangun melalui
perumpamaan yang melanggar prinsip sopan santun.
Jadi dari beberapa tindakan yang dilakukan oleh Cak Nun ada satu
tindakan yang merupakan tujuan dari tuturan yang disampaikan, yaitu tindakan
komisif “menawarkan”. Cak Nun menawarkan kepada penonton bahwa jika kita
hidup dengan konsep Tuhan maka Tuhan akan selalu membantu. Namun jika kita
hidup dengan konsep diri sendiri maka Tuhan tidak akan membantu. Jadi tindak
komisif yang ingin disampaikan oleh Cak Nun ditempuh dengan dua tindakan
asertif.
Data lain yang termasuk dalam ilokusi humor sebagai berikut.
Konteks : Tuturan di bawah ini terjadi antara Cak Nun dengan para audiens
yang membicarakan tentang pengalaman saat dikejar pemusik
Prancis dan London.
Sitiran (19) : (a)“Jadi waktu di Finlandia itu kita pentas sama yang Prancis sama
yang Thailand macam-macam ya. (b) Kemudian ada pemusik
Prancis dan London ngejar Kiai Kanjeng “You are crazy, you are
crazy”. Arek-arek gak paham opo crazy iku. (c) Akhirnya kan saya
sebagai orang yang memang study di Prancis yo tak terjemahno.

[jadi waktu finlandia itu kita pentas sama yang prancis sama yang
thailand macam-macam ya. kemudian ada pemusik prancis dan
london ngejar kiai kanjeng “you are crazy, you are crazy”. arɛ?-
arɛ? ga? paham ɔpɔ crazy iku. akhirnya kan saya sebagai orang
yang memang study di prancis yɔ tɔ ta? tǝrjǝmahnɔ].

‘Jadi waktu di Finlandia kita pentas sama yang Prancis sama yang
Thailand macam-macam ya. Kemudian ada pemusik Prancis dan
London mengejar Kiai Kanjeng sambil mengatakan “You are
58

crazy, you are crazy”. Anak-anak tidak ada yang paham apa crazy
itu. Akhirmya kan saya sebagai orang yang memang study di
Prancis ya saya terjemahkan’.

Gejala yang ditemukan pada sitiran (19) sama seperti sitiran-sitiran


sebelumnya (16), (17), dan (18), yaitu tindak tutur kelakar yang akan dibuktikan
dengan analisis sebagai berikut. Tuturan (a) merupakan tindak asertif
“memberitahukan”, tindakan asertif melibatkan pembicara pada kebenaran
proposisi yang diekspresikan. Cak Nun memberitahukan bahwa ia pernah pentas
di Finlandia bersama dengan orang Prancis, Thailand, dan lainnya. Tuturan (b)
merupakan tindakan asertif “menyatakan”, tindakan ini mengikat penutur pada
kebenaran atas apa yang dilakukannya. Terbukanya situasi kelakar pada tuturan
(c) membuat Cak Nun melakukan sebuah kebohongan yaitu dengan mengatakan
kalau dia pernah study di Prancis, hal ini yang membuat jemaah tertawa. Karena
pernyataan ini tidak dapat dibuktikan sehingga tidak dapat diyakini sebagai
sebuah kebenaran. Jadi dapat dikatakan bahwa Cak Nun melanggar maksim
kualitas dengan tujuan untuk menciptakan humor dalam dakwahnya.
Dari beberapa tindak ilokusi yang ditempuh Cak Nun sebenarnya ada
satu tindakan yang menjadi tujuan yaitu tindak sertif memberitahukan. Tindakan
ini ditempuh dengan melanggar maksim kualitas dengan tujuan menciptakan
humor.

4.1.3 Perlokusi pada Tuturan Humor Emha Ainun Nadjib


Perlokusi merupakan tindakan dengan cara mengucapkan kata-kata yang
bertujuan untuk mempengaruhi lawan tuturnya (petutur). Dari konsepsi itu dapat
dipastikan bahwa dalam dakwah Emha Ainun Nadjib sebagian tuturan humornya
bersifat perlokusif. Maksudnya, tuturan humor ini memiliki daya menggerakkan
jemaah melakukan atau mereaksi sesuatu yang tertuju kepadanya. Jika sebagian
humor merupakan tuturan perlokusi, maka ada implikasi-implikasi tertentu yang
terjadi dalam diri jemaah. Implikasi tuturan humor itu tentu sejalan dengan tujuan
dakwah. Pendapat ini didasarkan pada asumsi bahwa ada hubungan antara tuturan
59

humor, perlokusi humor, dan tujuan dakwah. Berikut ini paparan analisis
perlokusi pada tuturan humor Emha Ainun Nadjib.
Konteks : Cak Nun membicarakan tentang kedermawanan Allah, dia
memulai dengan bercerita tentang pedagang batik di pekalongan.
Cak Nun menyampaikanya sambil tertawa dengan ekspresi wajah
yang dibuat-buat dan tanganya yang menunjuk ke atas seolah-olah
Tuhan berada di atas.
Sitiran (20) : “Koyok pedagang batik ndek Pekalongan iku. Cino kiwo tengene
payu. Dek e sembahyang. (a)“Yaallah itu cina-cina tetangga saya
mabuk tiap hari, gak pernah salat, makan babi laris daganganya.
(b) Saya ini sholawatan, wiritan, bangun pagi salat subuh, dhuha,
salat sunah kok alot sih. (c) Pokoke dinten niki kulo bayar
sekolahe anak kulo rodok larang. (d) Nek sampai dino iki gak payu
wis kulo tak mangan babi mawon”. Ngunu dek e, la ngunu iku
Gusti Allah apik yo rek yo dikabulno gak mergo wedi kon mangan
babi tetapi karna Dia cinta, sayang, dan dermawan kepadamu. Lak
ngunu seh rek. Jadi jangan lupa urusannya itu kedermawanan lahir
dari kasih sayang. Kasih sayang itu buah dari cinta dan urusanmu
dengan Allah itu sejak awal memang urusan cinta inkuntum
tuhibbuunallah faatabiuni. Jadi asal-usule mergo tresno ta gak
tresno.

[kɔyɔ? pǝdagaŋ batI? nde? pǝkalɔŋan iku. cinɔ kiwɔ tǝŋǝne payu
dɛk e sǝmbahyaŋ “yaallah itu cina-cina tetangga saya itu mabuk
tiap hari gak pernah salat, makan babi, laris dagangannya. saya ini
sholawatan, wiritan, bangun pagi, salat subuh, dhuha, salat sunah,
kɔ? alɔt seh. pɔkɔk e dintǝn niki kulɔ kudu bayar sǝkolahe ana?
kulɔ rɔdɔ? laraŋ, nɛ? sampɛ? dinɔ iki ga? payu wIs kulɔ ta? maŋan
babi mawɔn”, ŋunu dɛk e. lɔ ŋunu iku gusti allah api? yɔ rɛ? yɔ
dikabulnɔ ga? mǝrgɔ wǝdi kɔn maŋan babi tapi karena dia cinta,
sayang dan dermawan kepadamu la? ŋunu seh rɛ?. jadi jangan lupa
urusannya itu kedermawanan lahir dari kasih sayang. kasih sayang
itu buah dari cinta dan urusanmu dengan allah itu sejak awal
memang urusan cinta inkuntum tuhibbuunallah faatabiuni. jadi
asal-usule mǝrgɔ tresnɔ ta ga? tresnɔ].

‘Ada pedagang batik di Pekalongan, dia iri karena Cina kanan


kirinya laku. Padahal setiap hari dia salat sambil berdoa “Yaallah
cina-cina tetangga saya itu mabuk tiap hari gak pernah salat,
makan babi laris dagangannya. Saya ini sholawatan, wiritan,
bangun pagi, sholat subuh, dhuha, salat sunah kok tidak lancar sih.
Pokoknya hari ini saya harus bayar sekolah anak saya lumayan
mahal. Kalau hari ini tidak laku saya mau makan babi saja” Begitu
60

dia. Karena Gusti Allah itu baik, ya dikabulkan, tidak karena takut
dia makan babi tetapi karena Dia cinta, sayang, dan dermawan
kepadamu, kan gitu rek. Jadi jangan lupa urusannya itu
kedermawanan lahir dari kasih sayang. Kasih sayang itu buah dari
cinta dan urusanmu dengan Allah itu sejak awal memang urusan
cinta inkuntum tuhibbuunallah faatabiuni. Jadi asal-usulnya karena
suka atau tidak suka’.

Humor pada sitiran (20) ini dibangun melalui sebuah cerita yang
dikontruksi secara antonimi yakni mengkontraskan dua etnik yang berbeda antara
pedagang batik Cina dan pedagang batik muslim dari etnik yang berbeda.
Pedagang batik yang beretnik Cina yang disebut dalam sitiran itu memiliki
kebiasaan hidup yang berlawanan dengan ajaran Islam namun memiliki rejeki
yang lebih baik dibandingkan dengan pedagang batik muslim yang hidupnya
sudah sesuai dengan ajaran agamanya. Implikatur dari sitiran (20) adalah adanya
chaos ‘kekacauan’ dalam diri pedagang batik muslim dalam memahami
ketidaksesuaian antara harapan dengan dengan realita hidupnya, antara kasih
Tuhan dengan ejeki yang diberikan-Nya.
Pada sajian data (20) di atas Cak Nun menyitir tuturan pedagang muslim
pada saat ia memanjatkan doa kepada Tuhan. Tuturan doa dalam pemahaman
masyarakat beragama merupakan bentuk permohonan yang ditujukan kepada
Tuhan dan diyakini mempunyai efek perlokusif, yakni dikabulkannya
permohonan itu oleh Tuhan. Namun efek perlokusinya tidak seketika atau tidak
serta merta. Bagian sitiran (20) yang dicetak miring (a) s.d. (d) dianggap lucu
karena perlokusi permohonan kepada Tuhan disampaikan dengan modus ancaman
dan tuntutan perlokusi berefek seketika. Tindakan perlokusif seperti itu menurut
logika dianggap konyol, aneh, atau lucu. Implikasi tuturan (d) nek sampek dino iki
gak payu wis kulo tak mangan babi mawon, pendoa melakukan tindakan
mengancam. Jika tuturan (a) sampai dengan (c) tidak ada perlokusinya maka
pendoa memilih bersikap murtad yakni makan babi seperti yang dilakukan oleh
orang-orang Cina tetangganya.
Dengan pengetahuan agama yang dimiliki jemaah menilai bahwa tuturan
doa (a) s.d. (c) merupakan tindakan yang wajar, tetapi tidak untuk (d). Upaya
61

pedagang batik muslim melalui tuturan (d) dianggap oleh jemaah sebagai tindakan
yang konyol sehingga mereka (jemaah) menertawakannya. Dalam pemahaman
masyarakat efek perlokusi dari tindak mengancam hanya berlaku untuk manusia
tetapi tidak untuk Tuhan. Oleh karena itu, tuturan (d) dianggap tidak sepantasnya
untuk dipanjatkan dalam doa.
Humor dalam sitiran (20) diharapkan memberikan yang lebih baik dalam
jemaah tentang sifat dermawan Tuhan kepada umatnya yakni kedermawanan yang
lahir dari kasih sayang bersumber dari kecintaan Tuhan kepada umatnya.
Demikian halnya ibadah yang dilakukan oleh manusia juga harus didasari oleh
kecintaannya kepada Tuhan bukan kecintaan pada materi karena hubungan antara
manusia dengan Tuhan adalah hubungan cinta yang sejati.
Daya perlokusi juga dapat dilihat pada sitiran (9). Tuturan yang bercetak
miring merupakan humor yang diciptakan oleh Cak Nun dalam bentuk kritik atau
sindiran. Cak Nun membuat anggapan bahwa selama ini kata item dimanfaatkan
oleh Cak Nun untuk membuat sebuah humor dan sekaligus difungsikan sebagai
sebuah pancingan untuk menyanyikan sebuah lagu yang judulnya terkait dengan
pengucapan kata itu. Berpijak dari evidensi konteks, Cak Nun memunculkan
informasi baru dan tidak berkaitan dengan topik pembicaarn. Dapat ditafsirkan
bahwa ia telah melanggar maksim hubungan. Lalu apa tindak perlokusif dari
sitiran (9) di atas? Jika ditafsirkan implikaturnya tuturan itu merupakan sebuah
direktif untuk memerintah jemaah bernyanyi.
Pada tuturan (11.a) Gus Dur wis sms Nyai Roro Kidul dikongkon
jilbaban. (11.b) Dadi saiki nek kon ndek Roro Kidul pokok angger enek sret koyok
jilbab berarti kan Nyai Roro Kidul, Kanjeng Ratu Kidul. Pada tuturan (a) Cak
Nun melemahkan daya perlokusi pada tuturan (b) karena tuturan (a) dianggap
lelucon dan tidak ada nilai kebenaran. Melalui tuturan (a) dan (b) Cak Nun tidak
sungguh-sungguh menyarankan kepada lawan tuturnya agar memberikan tafsiran
sesuai dengan apa yang disarankan olehnya. Kerasionalan yang dibuat oleh Cak
Nun pada sitiran (11) diharapkan dapat membuat penonton tertawa.
62

4.2 Tujuan Humor Emha Ainun Nadjib pada Acara Padhang Bulan
Pada umumnya humor bertujuan untuk membuat orang lain tertawa. Pada
awalnya humor hanya terjadi dalam kehidupan sehari-hari dalam suasana santai
dan akrab, kemudian berkembang menjadi sarana hiburan, bahkan sekarang ini
sudah dianggap sebagai komoditas dalam dunia hiburan di berbagai media.
Humor juga dimanfaatkan dalam ranah-ranah komunikasi yang lain, untuk tujuan
agar komunikasi berjalan efektif. Humor terbukti dapat menciptakan suasana
komunikasi yang segar dan menggairahkan. Dalam konteks komunikasi yang
berbeda ada kemungkinan kepentingan berhumor juga berbeda.
Sebagaimana dikemukakan oleh Amanah (dalam Susetya, 2018) sebuah
pagelaran harus mengandung tatanan, tuntunan, dan tontonan. Humor dalam
dakwah berkaitan dengan tiga prinsip tersebut. Pada sub bab ini akan dijelaskan
tujuan humor dalam dakwah Cak Nun. Namun, tidak hanya itu saja masih ada
beberapa tujuan lainnya yang ingin disampaikan penutur melalui humornya.
Seperti tujuan humor Emha Ainun Nadjib pada acara Padhang Bulan, adapun
tujuannya sebagai berikut.

4.2.1 Menyampaikan Kritik


Humor biasanya digunakan seseorang untuk menyampaikan kritikan
terhadap sesuatu yang dianggap menyimpang. Konsep kritik yang ingin
disampaiakan bertujuan untuk memahami, mengevaluasi, dan menilai sesuatu
untuk meningkatkan pemahaman. Kritik yang disampaikan melalui humor akan
mudah diterima dan tidak menimbulkan sakit hati lawan tuturnya. Hal ini karena
dalam konteks kelakar tuturan tidak disampaiakan dengan serius dan tidak perlu
diterima dengan serius juga. Adapun humor yang bertujuan menyampaikan kritik
sebagai berikut.
Konteks : Tuturan berlangsung pada malam hari di atas panggung. Tuturan
di bawah ini terjadi antara Cak Nun dengan para audiens yang
membicarakan tentang permasalahan di Indonesia. Cak Nun
menyampaikannya dengan ekspresi wajah kecewa.
63

Sitiran (22) : “Sekarang kalau Indonesia mau minta tolong kita, la samean dewe
sing jaluk ngunu ancene kok. La saiki jaluk tolong aku, laopo
sampean wong ancen sampean niat koyok ngunu kok. Gawe
pancasila tapi gak Ketuhanan Yang Maha Esa bahkan ana sing
mengatakan ini bukan negara agama. Lo memang bukan negara
agama secara konstitusisonal tetapi secara substansial satu-
satunya negara yang berketuhanan Yang Maha Esa cuma
Indonesia, lo lak mek Ketuhanan Yang Maha Esa gak enek
hubungane mbek agama terus Tuhan cap opo sing kok
maksud?Tuhan cap jari”.

[sekarang kalau indonesia mau minta tolong kita “la sampean dewe
sIŋ jalUk ŋunu ancɛne kɔ?. la saiki jalU? tɔlɔŋ aku, laɔpɔ sampean
wɔŋ ancɛn sampeyan niat kɔyɔ? ŋunu kɔ?”, gawe pancasila tapi
ga? Ketuhanan Yang Maha Esa bahkan ɔnɔ? sIŋ mengatakan ini
bukan negara agama, lo memang bukan negara agama secara
konstitusional tetapi secara substansial satu-satunya negara yang
berketuhanan Yang Maha Esa cuma Indonesia, lo la? mɛ?
Ketuhahan Yang Maha Esa ga? ene? hubuŋane mbe? agɔmɔ tǝrUs
tuhan cap ɔpɔ sIŋ kɔ? maksud? tuhan cap jari].

‘Sekarang kalau Indonesia mau minta tolong kita padahal mereka


sendiri (pemimpin) yang membuat negara menjadi seperti ini.
Membuat pancasila tapi tidak Ketuhanan Yang Maha Esa bahkan
ada yang mengatakan ini bukan Negara agama, lo memang bukan
negara agama secara konstitusional tetapi secara substansial satu-
satunya negara yang berketuhanan Yang Maha Esa Cuma
Indonesia. Lo kalau Cuma Ketuhanan Yang Maha Esa tidak ada
hubungannya dengan agama, terus Tuhan cap apa yang kamu
maksud? Tuhan cap jari’.

Tuturan yang bercetak huruf miring diidentifikasi sebagai humor.


Adanya opini dalam tuturan tersebut membuat Cak Nun bersikap. Sikap itu
berupa rasa kekecewaannya terhadap pemerintahan Indonesia. Kekecewaan
tersebut ia ungkapkan melalui sebuah kritik yang bertujuan untuk mengevaluasi
apa yang selama ini terlihat tidak sesuai dengan dasar negara yaitu pancasila.
Cak Nun menyampaikan kritiknya melalui humor, yakni membuat
perumpamaan dengan mengecap Tuhan seperti cap jari. Secara logika itu aneh
dan konyol sehingga membuat jemaah tertawa. Pengecapan tersebut tidak
bermaksud untuk merendahkan Tuhan karena situasinya adalah situasi kelakar,
64

jadi apa yang disampaikan tidak serius dan juga tidak perlu ditanggapi dengan
serius.
Humor yang bertujuan untuk mengkritik juga terdapat pada data berikut.
Konteks : Tuturan berlangsung pada malam hari di atas panggung. Cak Nun
menunjuk-nunjuk properti yang digunakan pada acara itu dengan
maksud mengkritik.
Sitiran (23) : “Nah teman-teman sekalian maka sekarang pengajian ini urusan
materinya apa, makanya gak penting banget. Taplak cek elek e, iki
bangku yo gak cocok (sambil menunjukkan bangku), coba-coba
sangking materine gak Padhang Bulan Rek, eleko Rek gak mikir
blas materine yo ta gak? Gak mikir blas karena gak penting sama
sekali”.

[nah teman-teman sekalian maka sekarang pengajian ini urusan


materinya apa, makanya gak penting banget, tapla? cɛ? ɛlɛ? e, iki
baŋku yɔ ga? cɔcɔ? (sambil menunjukkan bangku) coba-coba
saŋkIŋ matɛrine ga? padhaŋ bulan rɛ? ɛlɛ?ɔ rɛ?ga? mikIr blas
matɛri yɔ ta ga? Ga? mikIr blas karena gak penting sama sekali].

‘Materi pengajian ini urrusannya apa?, Makanya tidak penting


banget. Alas meja jelek sekali, ini bangku gak cocok (sambil
menunjukkan bangku) coba-coba karena materi gak penting
Padhang Bulan Rek, jelek-jeleknya gak mikir sama sekali materi,
iya apa tidak? tidak berfikir karena tidak penting sama sekali’.

Seperti halnya sitiran (23), tuturan yang bercetak huruf miring juga
diidentifikasi sebagai humor. Dikatakan humor sebab adanya sikap yang dibuat-
buat oleh Cak Nun saat menunjuk bangku. Sikap itu ia sampaikan secara spontan
dan dimaksudkan mengkrtik panitian pelaksana kegiatan Padhang Bulan.
Tujuannya adalah agar mereka (panitia) lebih memperhatikan properti yang
digunakan pada acara tersebut. Kritik itu ia sampaikan melalui humor agar mudah
diterima dan tidak menimbulkan sakit hati lawan tuturnya.
Humor berikut juga bertujuan untuk mengkritik.
Konteks : Tuturan ini berlangsung pada malam hari di atas panggung.
Tuturan terjadi antara Cak Nun dan jemaah yang membicarakan
tentang keadaan Negara Indonesia saat itu.
65

Sitiran (24) : “Negara itu gak bisa melihat kecuali benda, benar gak? Gak bisa
lihat negarawan itu, opo o kok gak weruh? Karena dia tidak cukup
pixelnya tidak cukup resolusinya, tidak cukup softwerenya. Wong
arek-arek iku jek windows 31 yaopo lak lawas nemen, yo Mas yo?.
Tutuk windows piro saiki? (bertanya kepada penonton) 2017 yo,
cek lawase. Awal biyen windows 30 to terus 31 yo to. Yaopo nek
kon mek mengakses data koyok ngunu sing kudune kelengkapan
softwarenya sedemikian rupa”.

[negara itu gak bisa melihat kecuali benda, benar gak? gak bisa
lihat negarawan itu, ɔpɔ ɔ kɔ? ga? wǝrUh? karena dia tidak cukup
pixelnya tidak cukup resolusinya, tidak cukup softwernya. wɔŋ
arɛ?- arɛ? iku je? windows 31 yaɔpɔ la? lawas nǝmǝn. Yɔ mas yɔ,
toto? windows pirɔ saiki? 2017 yɔ cɛ? lawase, awal biyɛn windows
30 tɔ, tǝrUs 31 yɔ tɔ. yaɔpɔ nɛ? kɔn mɛ? mǝŋaksɛs data kɔyɔ? ŋunu
sIŋ kudune kelengkapan softwerenya sedimikian rupa].

‘Negara itu tidak bisa melihat kecuali benda, tidak bisa lihat
negarawan itu karena dia tidak cukup pixelnya, tidak cukup
resolusinya, tidak cukup softwerenya. Mereka itu masih windows
31 kan sudah lama sekali sedangkan sekarang ini 2017. Bagaimana
kalau kamu mengakses data seperti itu yang seharusnya
kelengkapan softwerenya sedemikian rupa’.

Humor yang dibentuk Cak Nun pada sitiran (24) juga bertujuan
mengkritik, yaitu mengkritik pemerintahan yang terjadi di Indonesia. Cak Nun
berpendapat bahwa pemerintahan yang sekarang ini tidak bisa melihat kecuali
benda sehingga mereka tidak bisa melihat lainnya. Adanya anggapan mengenai
windows 31 menyebabkan situasi menjadi tidak serius (situasi kelakar) dan
membuat jemaah tertawa. Windows 31 dapat ditafsiran windows yang sudah
lama dan sulit digunakan untuk mengakses. Anggapan dapat terbentuk karena
adanya pengetahuan terhadap diri Cak Nun sendiri dan bukan menjadi
pengetahuan bersama, dan diciptakan agar terbentuk humor dan kritik yang
disampaikan mudah untuk diterima. Dari analogi tersebut membuat Cak Nun
bersikap untuk mengkritik yang bertujuan untuk membangun.
Pada sitiran (12) tuturan yang dicetak huruf miring merupakan humor
yang dibentuk oleh Cak Nun dengan tujuan untuk mengkritik. Dikatakan
mengkritik sebab Cak Nun memberikan atribut yang baik kepada Emillia Contesa
dan dapat ditafsirkan ia memuji. Sedangkan pada penyanyi lain, ia memberikan
66

atribut yang jelek. Sikap yang dituturkan oleh Cak Nun lebih mengarah kepada
sebuah kritik dengan kualitas kritikan tidak untuk memperbaiki tetapi hanya
digunakan sebagai lelucon saja. Karena melihat evidensi konteks (situasi tutur)
yang terbentuk adalah situasi kelakar jadi apa yang dikatakan oleh Cak Nun tidak
serius.
Pada sitiran (14) humor yang dibentuk oleh Cak Nun juga bertujuan
mengkritik. Sebab pada tuturan yang bercetak huruf miring terdapat perbedaan
pendapat antara Cak Nun dan iklan yaitu mengenai pengertian bakat.
Ketidaksepakatan itu disampaikan melalui humor dengan tujuan mengkritik.
Kualitas kritik yang disampaiakan Cak Nun bertujuan memperbaiki agar tidak
terjadi kesalahan dalam iklan bakat tersebut.

4.2.2 Memudahkan Pemahaman


Dalam menyampaikan sesutau yang rumit, seseorang sering
menggunakan humor contoh untuk memudahkan pemahaman. Membandingkan
sesuatu dengan yang lain secara analogis digunakan oleh penutur untuk membantu
lawan tutur memahami sesuatu yang bersifat abstrak atau konseptual yang belum
pernah dilihat atau belum dikenalnya. Analogi melibatkan unsur pembandingan
berupa objek yang sudah diketahui oleh lawan tutur, dan objek itu memiliki
kemiripan dengan sesuatu yang dijelaskan ilustrasi yang disampaikan lucu.
Berikut contoh humor yang bertujuan untuk memudahkan pemahaman akan
dibahas sebagai berikut.
Pada sitiran (2) humor yang diciptakan oleh Cak Nun bertujuan
memberikan pemahaman tentang momentum yang tepat untuk mengucapkan
Allahuakbar. Penyampaian pesan melalui humor akan lebh efektif karena humor
memiliki daya persuasif dan perlokusif yang lebih tinggi menyampaikan kritikan.
Melalui humor, Cak Nun menganalogikan malaikat Jibril seperti manusia dengan
mengatakan ana opo rek ana opo gak ana udan moro-moro Allahuakbar. La
Allahuakbar kan akbibat dari ketakjuban akibat dari kekhusukan akibat dari apa
sehingga momentum itu membuat anda mengucapkan Allahuakbar kan gitu. Dari
67

humor tersebut tujuannya adalah agar penonton mudah untuk memahami dari apa
yang disampaikan oleh Cak Nun.
Tuturan Humor yang untuk memudahkan pemahaman juga dapat
dicontohkan dengan sitiran (6) di atas. Jika dilihat dari konteksnya, sitiran tersebut
membahas tentang menjelaskan keadaan alam kepada jemaah. Cak Nun
menganalogikan Allah sama seperti penguasa yang ada di dunia yang duduk di
kursi besar, memakai surban seperti Pangeran Diponegoro. Dari penganalogian ini
menyebabkan jemaah paham dengan apa yang dikatakan oleh Cak Nun.
Tuturan yang dicetak miring pada sitiran (17) juga ditafsirkan sebagai
humor yang bertujuan untuk memudahkan pemahaman. Pada sitiran (17) Cak Nun
ingin menyampaikan mengenai pentingnya perilaku manusia. Untuk
memudahakan pemahaman para jemaah Cak Nun memberikan perumpamaan
seperti hewan wedus, kadal, dan bedes. Dari perumpamaan tersebut ia tidak
bermaksud untuk merendahkan petutur karena situasinya adalah situasi kelakar,
jadi apa yang disampaikan tidak serius dan tidak sungguh-sungguh. Hal itu hanya
digunakan agar jemaah paham dari apa yang disampaikan oleh Cak Nun.
Humor yang bertujuan untuk memudahkan pemahaman juga dapat dilihat
pada sitiran (21). Tuturan yang bercetak huruf miring ditafsirkan sebagai humor
untuk memudahkan pemahaman. Pada sitiran tersebut Cak Nun memberikan
pemahaman tentang kedermawanan Tuhan terhadap manusia. Cara tersebut
ditempuh Cak Nun dengan mengkontraskan dua etnik yang berbeda yaitu orang
Cina dan orang muslim. Adanya kecemburuan sosial menyebabkan pedagang
batik muslim akan meniru perilaku orang cina dengan memakan babi. Menurut
keyakinan agama islam perilaku itu tidak perbolehkan dan dilarang, namun karena
Tuhan maha dermawan doa pedagang batik muslim dikabulkan bukan karena
Tuhan takut tetapi karena Dia maha pengasih dan penyayang. Jadi Cak Nun
mengkontraskan sesuatu yang salah menjadi benar tujuannya selain untuk
membuat jemaah tertawa juga untuk memudahkan pemahaman.
68

4.2.3 Menyegarkan Suasana


Pada acara dakwah seringkali dijumpai rasa bosan, jenuh, dan
mengantuk. Untuk menghindari hal seperti itu, perlu dilakukan strategi salah
satunya dengan berhumor. Melalui humor, penutur menciptakan peluang untuk
mengambil alih atas kondisi dakwah yang membosankan menjadi dakwah yang
menyenangkan. Ketika jemaah tertawa pikiran mereka terbuka dan siap menerima
materi yang disampaikan. Oleh karena itu, Cak Nun menggunakan humor untuk
menciptakan suasana yang segar agar jemaah tidak bosan dan tidak mengantuk.
Adapun humor yang bertujuan untuk menyegarkan suasana akan dibahas sebaga
berikut.
Humor yang bertujuan untuk menyegarkan suasana juga dapat dilihat
pada sitiran (8). Dilihat dari konteksnya, jemaah kurang perhatian karena
pembahasannya terlalu panjang dan membosankan. Oleh karena itu, sebelum
membicarakan topik yang lain Cak Nun membuat sebuah kelucuan dengan
membahas tentang salat. Kelucuan ini dimunculkan untuk menyegarkan suasana,
sehingga jemaah kembali terfokus pada topik yang akan disampaikan Cak Nun
selanjutnya.
Tuturan yang dicetak miring pada sitiran (13) adalah humor yang
diciptakan Cak Nun dengan tujuan untuk menyegarkan suasana kembali. Jika
dilihat dari evidensi konteksnya, di awal dakwah Cak Nun membicarakan tentang
ijtihad mualaf karena penjelasannya terlalu panjang membuat jemaah jenuh.
Melihat situasi yang seperti itu, di tengah-tengah pembahasan Cak Nun
membicarakan hal lain yaitu mengenai Muzamil keturunan dari demit. Tuturan
tersebut membuat jemaah tertawa karena dianggap melanggar maksim hubungan
dan maksim sopan santun seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Dari
pelanggaran yang dilakukan oleh Cak Nun bertujuan agar suasana menjadi segar
dan dakwahnya menjadi tidak membosankan.

4.2.4 Menciptakan keakraban


Salah satu tujuan humor yaitu untuk menciptakan keakraban. Menurut
prinsip kelakar yang sudah dijelaskan pada bab awal, yaitu salah satu cara
69

berkelakar mendorong terwujudnya atau terpeliharanya hubungan akrab. Dalam


sebuah humor tingkat keakraban dapat dilihat dari bahasa yang digunakan,
semakin santai maka akan semakin mengurangi sopan santun karena itu
kurangnya sopan santun dapat menjadi tanda keakraban seseorang. Berikut contoh
data humor yang bertujuan untuk menciptakan keakraban.
Pada sitiran (5) tuturan yang becetak miring diidentifikasi sebagai humor.
Humor bertujuan untuk menciptakan suasana keakraban saat acara dakwah Cak
Nun tersebut. Keakraban itu diciptakan dengan membuat cerita tentang Doni dan
ibu Doni yang kebenarannya masih belum diketahui secara pasti. Dengan
menyebut nama keluarga Doni, dapat ditafsirkan bahwa Cak Nun menciptakan
suasana keakraban dengan Doni. Terbukti penyebutan nama Doni dilakukan
secara berulang. Jadi dapat disimpulkan bahwa humor pada sitiran (5) bertujuan
untuk menciptakan keakraban.
Seperti halnya sitiran (5), pada sitiran (15) humor yang dibentuk oleh
Cak Nun juga bertujuan membentuk keakraban. Keakraban itu berupa percakapan
antara Cak Nun dan jemaah, yang ditempuh melalui humor. Jika dilihat dari
tuturan sebelumnya, Cak Nun sengaja menyamarkan kata konslet yang membuat
jemaah membenarkan ulang, sehingga terjadi percakapan antara Cak Nun dan
jemaah. Tuturan ini tidak ada kaitanya dengan topik awal pembicaraan. Awal
pembicaraan jemaah hanya ingin membenarkan ulang kata konslet, tetapi Cak
Nun merespon dengan pembahasan yang tidak relevan yakni topik tentang agama
sampai akhirnya membuat Cak Nun melanggar prinsip sopan santun. Cak Nun
merendahkan petutur dengan mengatakan Padahal kon lak ngeden lak koyok
terompet. Ia sengaja melonggarkan sopan santun dengan tujuan agar tercipta
keakraban. Kurangnya sopan santun dapat menjadi tanda keakraban antara
mereka.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Pada umumnya humor berlaku bagi manusia normal untuk menghibur
karena hiburan merupakan kebutuhan mutlak manusia dalam hidup. Humor
memiliki potensi penting terutama dalam acara dakwah. Dalam berdakwah Emha
Ainun Nadjib memasukkan ramah tamah kelakar untuk membuat lelucon
sehingga dakwahnya membuat tawa dan menghibur. Dakwah Emha Ainun Nadjib
berisi tiga hal memiliki yaitu tatanan, tuntunan, dan tontonan.
Pada penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa dalam
berdakwah, Emha Ainun Nadjib menyelipkan humor di sela-sela menjelaskan
pemahaman tentang tatanan dan tuntutan. Pemunculan humor ditempuh dengan
cara mengubah situasi serius menjadi situasi kelakar. Dengan situasi kelakar
Emha Ainun Nadjib dapat membuat lelucon dan berkelekar. Humor pada
prinsipnya bertujuan membuat penonton tertawa dan merasa terhibur dengan cara
menyampaikan hal-hal yang dianggap aneh dan lucu.
Humor Emha Ainun Nadjib diciptakan melalui tiga jenis tindak tutur,
yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Ketiga jenis tindak tutur itu dilakukan dengan
praanggapan bahwa apa yang ditindakan tidak sungguh-sungguh atau tidak serius,
hanyalah sebuah lelucon karena tindakan-tindakan itu berada dalam konteks
kelakar. Tindak tutur humor ditempuh melalui pelanggaran terhadap salah satu
maksim prinsip kerja sama atau prinsip sopan santun. Pelanggaran terhadap salah
satu maksim, baik pada prinsip kerjasama maupun prinsip sopan santun itu oleh
Emha Ainun Nadjib dimaksudkan untuk menerapakan prinsip kelakar. Prinsip
yang memungkinkan ia berkata tidak benar dan bersikap tidak sopan tanpa ada
yang merasa tersakiti atau terancam mukanya.
Pelanggaran yang paling banyak ditemukan adalah pelanggaran pada
maksim kualitas dan maksim kerendahan hati. Pada maksim kualitas Cak Nun
melanggar dengan cara berkata bohong, sedangkan pada maksim kerendahan hati
dengan cara menghina dan merendahakan. Pelanggaran terhadap prinsip kerja
sama dan prinsip sopan santun dilakukan oleh Cak Nun dengan tidak sungguh-
71

sungguh. Hal ini karena dalam berhumor sesuatu yang dikatakan tidak serius,
tidak sungguh-sungguh, dan tidak benar.
Humor dalam dakwah Emha Ainun Nadjib yang paling dominan
dibentuk dengan perumpamaan dan praanggapan yang salah dan tidak sesuai
dengan pengetahuan bersama sehingga menimbulkan kelucuan. Hal inilah yang
membuat penonton tertawa.
Humor tersebut tidak hanya bertujuan untuk membuat jemaah terhibur
tetapi juga mempunyai tujuan lain. Dalam penelitian ini ditemukan empat tujuan
yang ingin disampaikan yaitu: (a) menciptakan keakraban dengan audien, (b)
menyampaikan kritik, (c) memudahkan pemahaman, (d) menyegarkan suasana.

5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti memberikan saran sebagai
berikut.
1. Penelitian terhadap humor dalam dakwah Emha Ainun Nadijb perlu untuk
dilakukan lagi, karena kajian pada penelitian ini hanya membahas tentang
tindak tutur, implikatur, praanggapan dan prinsip retorik. Oleh karena itu,
peneliti mengharapkan adanya penelitian lain yang mengkaji lebih dalam
tentang humor dalam dakwah.
2. Demi menciptkan dakwah yang tidak membosankan dan mudah diterima,
Cak Nun menggunakan humor sebagai alat untuk menyampaikan maksud dan
tujuannya kepada audien. Oleh karena itu, peneliti juga berharap kepada
pendakwah lain, untuk mencontoh cara Cak Nun saat berdakwah agar
dakwahnya mudah diterima dan dipahami sehingga menjadi dakwah yang
berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA

Arabia, K. S. M. 2017. Dakwah dengan Cerdas. Yogyakarta: Laksana.

Arikunto, S. 2003. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineke Cipta.

Chaer, A. dan A. Leoni.. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka


Cipta.

Cummings, L. 1999. Pragmatics, A Multidisplinary Perspective. New York:


Oxford University Press. Terjemahan oleh Setiawati, E., dkk. 2007.
Pragmatik. Cetakan pertama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Departemen Agama RI. 2005. Al-Quran dan Terjemahan. 2005. Bandung:


Departemen Agama RI.

Fitri, N. 2012. Aspek Pragmatik Pembangun Humor dalam Opera Van Java.
Skripsi. Jakarta: Program Studi Sastra Indonesia Universitas Indonesia.

Hasan, A. M., A. Z. Romli, dkk. 2014. Fenomenolaugh Prolog: Cak Lontong.


Yogyakakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Hidayati. 2009. Analisis Prgamatik Humor Nasruddin Hoja. Skripsi. Semarang:


Fakultas Sastra Universitas Diponegoro.

Kridalaksana, H. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Leech, G. 1983. The Principles of Pragmatics. London: Longman Group Limited.


Terjemahan oleh M.D.D. Oka. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Cetakan
Pertama. Jakarta: Univeritas Indonesia.

Moleong, L. J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja


Roasadakarya.

Mulyana. 2005. Kajian Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Mustofa, A. 2010. Wacana dalam Buku Plestan ½ Gokil Karya Diela Maya.
Skripsi. Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas
Maret.

Nababan. 1987. Ilmu Pragmatik. Jakarta: Depdikbud.

Nadar, F. X. 2009. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu.


Nadjib, E. A. 2007. Kiai Bejo, Kiai Untung, Kiai Hoki. Jakarta: Buku Kompas.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1991. Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka.

Rahmanadji, D. 2007. Sejarah, Teori, Jenis, dan Fungsi Humor. Jurnal


Humaniora. 35(2): 216-220.

Rosmawaty. 2011. Tautan Konteks Situasi dan Konteks Budaya: Kajian


Linguistik Sistematik Fungsional pada Cerita Terjemahan Fiksi “Halilian”.
Litera. 10(1): 78.

Rustono. 1999. Pokok-Pokok Pragmatik. Semarang: CV IKIP Semarang.

Saputri, N. I. 2013. Implikatur dan Inteferensi dalam Buku Anak Sekolah Karya
Drs. B. P. Habeahan. Skripsi. Surakakarta: Fakultas Kegudruan dan Ilmu
Pendididkan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sobur, A. 2006. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana,
Analisis Semiotika, dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Soedarsono, R. M. 1997. Wayang Wong: Drama Tari Ritual Kenegaraan di


Kraton Yogyakarta. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta
Wacana University Press.

Suharijadi, D. 2016. Humor dalam Sinetron Para Pencari Tuhan. Tesis.


Yogyakarta: Program Studi Pengkajian Seni Pertunjukkan dan Seni Rupa
Universitas Gadjah Mada.

Susetya, W. 2018. Lawak dalam Pagelaran Wayang Kulit.


http://kadenews.com/1216/1216.html. [Diakses pada 9 Januari 2018].

Tarigan, H. G. 1987. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.

Widjaja, A.W. 1993. Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Jakarta: Bumi


Aksara.

Yule, G. 1996. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Yunus, M. 2007. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wa


Dzurriyyah.

https://www.youtube.com/watch?v=GBHhCZMuikU
https://www.youtube.com/watch?v=SVP9vmqeo70
https://www.youtube.com/watch?v=C1QYUBWdKco
LAMPIRAN 1

Dakwah pada tanggal 14 April 2017


Cak Nun : “Assalamualaikum warahmatullahiwabarakatuh. Arek-arek eroh
lak aku iki dodol kios rokok. Saya sangat bahagia, saya sangat
senang mendengarkan Kiai Kanjeng berinteraksi dengan anda
karena saling punya kebutuhan untuk mengenal lebih kafah satu
sama lain. Ini Kiai Kanjeng sudah mengeluarkan beberapa setting
dari beberapa album. Nanti ada sesi kedua, saya kira ada banyak
hal untuk diungkap lagi misalnya, personal-personal yang pernah
terlibat di Kiai Kanjeng jangan pernah dilupakan juga rek. Kita
dulu pernah ada Adit dari Watu Galuh Tebu Ireng, ada Sudrun.
Coba mentennya wonge sopo ae, tau ning ning endi ae, lapo iku,,
kita daftar lagi ya Mam. Termasuk ketika tadi ada album wirit
Padhang Bulan itu kur-kurnya dikaset itu sebenarnya tidak orang
maiyah, itu teman-teman arab dari Solo Hadad Alwi Cs itu yang
kur dan seterusnya nanti diinget-inget lagi. Nanti sesi kedua kita
elaborasi terutama juga masa perjuangan Kiai Kanjeng untuk
menyebarkan gerakan sholawat mulai tahun 1958 setelah Soeharto
turun. Dan ada banyak lagi rintisan-rintisan misalnya jilbab
misalnya lautan jilbab itu juga kalau anda tidak pelajari ya ditagih
juga sama Allah ya, karena saiki akeh wong sugih dodol jilbab gae
jilbab lali sapa sing memperjuangne. Aku iki nandur arek-arek sing
panen dan aku iki gak tau nandur jaluk panen. Iki alhamdulilah aku
nandur arek-arek iso panen. Nah sekarang saya waktunya sangat
singkat karena kita ingin kemantene bengi iki Kiai Kanjeng dan
tolong dieksplorasi diinterview, ditanya banyak sekali hal karena
ini kan ada beberapa generasi yang generasi awal sudah disebut
tadi ya siapa yang paling awal. Imam itu generasi keberapa? Doni
generasi terakhir. Ibunya Doni itu nonton Kiai Kanjeng sambil
berdoa mudah-mudahan anak saya besok-besok bisa ngewangi Cak
Nun, dan akhirnya Allah mengabulkan. Saiki dadi vokalise Kiai
Kanjeng, nah mudah-mudahan yo ngunu Don anakmu dungakno
iso ngewangi Kiai Kanjeng emboh Kiai Kanjeng periode sing endi
engko dan seterusnya. Pak Joko Kamto, Pak Nevi itu sudah
bersama saya mungkin 46 tahun 47 tahun. Jadi pentas pertama saya
sama Pak Nevi, Pak Nevi gak hadir mala ini sama Pak Joko Kamto
sebelah kanan itu sudah sejak 1976 adoh yo karo lahirmu yo. 1976
Pak Joko Kamto ini main teater bersama saya sudah 76, 76 ya dan
seterusnya. Ada banyak cerita cuman gini ilmunya saya coba tak
ambilkan begini, saya ingin ajak anda untuk menelusuri garis ilmu,
garis konteks, garis ilat, garis hikmah, garis kawruh dari Kiai
Kanjeng sampai ke Al-quran dan Rasulallah sampai ke
lauhumahfud Allah, Nur Muhammad dan sesterusnya. Nek kon gak
iso nemokne sambungane iki engko kon dadi wong cacat. Nah
engko tak jelasne kok cacat yaopo terus. Ngene lo rek, hidup itu
ada bulatan kecil, coba anda belajar biologi proton, elektron,
neutron, apa semacamnya. Kan ada bulatan-bulatan kecil terus dia
berada dalam bulatan yang lebih besar, ada bulatan yang lebih
besar lagi lebih besar lagi sampai akhirnya bulatan yang tidak bisa
kita ukur yang namanya Al-alamin atau alam semesta itu. Dan kita
juga tidak bisa membayangkan secara material Allah sakjane, kalau
dia bilang aku dhudhuk wasiaqursyiyuhussamawati wal ard. Kene
kan isone yo bayangno ndek kono ana bumi, ana galaksi, terus ana
kursi gedi terus Gusti Allah lungguh medingkrang terus nganggo
ubel-ubel kaya Pangeran Diponegoro. Terus kon bayangno
endahne lak nganggo helm gedine sak piro helme ngunu yo rek yo.
Jadi gini saya pakai ini dulu nanti tema ini akan dikolaborasikan
dengan Ustad Jamil. Ngene lo drijimu iku duduk driji lak gak
nemplek tangan. Enggeh nopo mboten? Tanganmu iku yo gak iso
dadi tangan. Tangan kamu tidak bisa menjadi tangan kalau dia
tidak merupakan menjadi bagian seluruh badanmu, begitu juga
semua unsur yang lain. Kamu dan seluruh badanmu itu juga tidak
pernah akan ada kalau tidak ada tanah tidak ada lingkungan hidup,
tidak ada tetangga, tidak ada suara knalpot dan mobil yang konslet
lo kamu itu tidak bisa”.
Jemaah : (ada mobil yang membunyikan klansonya secara terus menerus)
“konslet”.
Cak Nun : “La iyo konslet, nek aku ngomong bel engko Nasrani, aku
ngomong kon ngrokok jare Majusi, engko lak omong terompet
jarene Yahudi. Lak rusak, padahal kon lak ngeden lak koyo
terompet. Oke ya jadi kita, saya mencoba menelusuri kafah iku
yaopo. Hidup itu sebuah satuan besar kemudian di dalam satuan
ada satuan-satuan ada sub-sub lagi dan kita ini merupakan bagian
satuan yang kecil. Di dalam satuan kecil kita ada satuan kecil lagi
ada darah, ada tulang, tapi ternyata darah dan tulang itu juga
terdapat satuan-satuan ada sel-selnya, ada unsur-unsur lagi ada
atom sampai segala macam. Jadi anda tidak bisa memisahkan diri
satu sama lain karena anda berada dalam satuan besar. Satu bulatan
dari hakikat hidup dan wujud kehidupan. Dari driji tangan kalau
anda terjemahkan ke politik lo gak bisa kamu menjadi partai tanpa
mengabdi kepada rakyat, kalau enggak berarti kamu amputasi
mengamputasi dirimu dari rakyat. Kamu gak bisa jadi presiden,
kok kamu, tuan rumahmu di dalam hatimu bukan rakyat ya gak
bisa. Driji itu butuh jantung dan jantungnya itu hakikat rakyat.
Jadi kalau tanganmu mau mukul tanganmu dia butuh energi
energinya berasal dari darah berasal dari engsel-engsel dan struktur
otot-otot dan syaraf. Jadi gak bisa kalau negara anda itu terpecah-
pecah jarinya sendiri yo to. Kaki kanan berjalan sendiri sama kaki
kiri gaprekan dewe iki ya to, yaopo antara kepala dan badan tidak
menyatu dan seterusnya. Jadi anda ini nanti tinggal proyeksi di
kebudayaan segala macam. Nah sekarang ini kita berangkat dari
kesatuan-kesatuan itu, misalnya saya ambil tiga bulatan dari Kiai
Kanjeng. Ini Kiai Kanjeng sendiri juga belum pernah mendengar
ini. Dulu ada namanya penyanyi sangat bagus sejak zaman Bung
Karno, dia penyanyi yang vokalnya bagus, cara menyanyinya juga
bagus cara menciptakan lagu juga bagus, namanya Titik Puspa.
Ana sing rileks wedok Puspa akeh apik-apik kabeh. Coba nanti
browsing di youtube cari tahu Titik Puspa, terus orang yang mirip
Titik Puspa kelak sekian generasi berikutnya Emilia Contesa. Jadi
Emilia Contesa itu suaranya fom di dalam dunia musik itu ada
namanya istilah the singer not the song artinya tidak penting
lagunya apa tapi angger dek e sing nyanyi dadi apik, itu namanya
the singer not the song. Jadi tidak tergantung lagunya, asal dia
yang nyanyi dadi apik. Sementara yang lainnya lagu opo ae lak dek
e sing nyanyi koyo ngernet. Gitu kira-kira ya, jadi ngerti ya the
singer not the song. Itu kalau urusannya adalah bulatan musik
maka orang-orang jadi pemusik, karirnya menjadi pemusik dan
alamnya alam bulatannya dunia musik. Kiai Kanjeng bukan the
singer not the song Kiai Kanjeng bukan musikus, musik mereka
tidak untuk musik mereka sendiri, musik mereka itu untuk bulatan
yang besar yaitu kebudayaan, peradaban, bahkan juga keagamaan
bahkan sampai ke bulatan yang lebih besar alam semesta yaitu
lauful mahfud, nur Muhammad, Allah SWT, tauhid, innalillahi,
dan setersunya. Kiai Kanjeng berada pada tiga bulatan itu sekaligus
oleh karena itu Kiai Kanjeng tidak terdaftar di dalam konselasi
bulatan kecil. Jadi kalau ada riwayat musik Republik Indonesia gak
ana Kiai Kanjeng karena bajunya gak cukup untuk memuat Kiai
Kanjeng karena Kiai Kanjeng itu raksasa. Pada baju kesenian
Republik Indonesia itu banjunya kanak-kanak mesti suwek-suwek
kan gitu. Nah di Kiai Kanjeng bukan the singer not the song tetapi
the song not the singer diwalek. Jadi lagu apa saja yang
dinyanyikan siapa saja hanya ada perbedaan esteti kecil tetapi tidak
penting kok. Mau yang Allahummagfirlaha (sambil menyanyi). Pak
Misyanto yo gak opo-opo, Pak Zainul yo gak opo-opo, Imam yo
gak opo-opo, karena yang penting bukan siapa yang nyanyi tapi
sing penting apa yang disampaikan karena unsurnya bukan
kesenian atau alat musik urusannya adalah kebudayaan dan tata
nilai yang lebih luas dan bukan sekedar musik dan kesenian. Jadi
mereka ini adalah the song not the singer, jadi kalau ada coba kasih
pararel yang penting dalam islam itu nilainya apa orangnya? Kalau
Masehi kan itu didasarkan pada kelahiran Isa atau Yesus jadi
fokusnya pada orang. Tapi kalau Tahun Hijriah fokusnya tidak
pada Muhammad sebab kalau fokusnya Muhammad Tahun Hijriah
dimulai dari lahirnya Muhammad tahun gajah. Yang satu Tahun
Masehi yang satu Tahun Hijriah gajah maksudnya. Opo gajah
bahasa arabe? Alfil, filiyah. Tapi kan enggak kita kan menganut
satuan tahun Hijriyah karena pedomannya adalah nilai hijrah yang
diambil dari satu peristiwa hijrahnya Rasulallah SAW dari Mekah
ke Madinah. Jadi yang penting nilainya, jadi kalau kembali ke
maiyah yang penting siapa kamu atau bagaimana kelakuanmu?
Bagaimana kelakuanmu. Bah kon iku ganteng, bah kon iku gak
ganteng kan gak ngurus kan gitu ya. Yo urusen titik-titik, engko
rabi sak kepetuke, wedus-wedus gak opo-opo angger dipupuri,
bedes-bedes gak opo-opo angger diklambeni, kadal gak opo-opo
angger kuplukan, oke Mas ngerti ya Mas. Maka, untuk mengenali
Kiai Kanjeng saya tambah itu tadi, cara memahami Kiai Kanjeng
dalam selasi musik saja bulatan kecil tapi anda memahami dalam
bulatan yang lebih besar yaitu urusan kebudayaan menyeluruh.
Bahkan kebudayaan itu cuma lengan, ada badan yang lebih besar
itu alam semesta, penciptaan Allah Islam ya to, sistem nilai
ekolokhi, sistem metabolisme alam semesta dan setersunya. Kiai
Kanjeng berada dalam tiga bulatan itu sekaligus oleh karena itu
Kiai Kanjeng tidak terdaftar dikonselasi bulatan kecil saja,
sebaiknya musik itu sudah ok. Itupun orang tidak mampu melihat
pada bulatan kecil yang namanya muscoba. Ora ana wong takok iki
dari dulu. Ya kan Mas Ari, Mas Botong, dari dulu kan ada stikam
bahwa gamelan Jawa itu gak mungkin bisa mate sama musik barat
kan gitu ya benar gitu ya. Penjelasan nek bahasa musik iku kenapa
kok tidak bisa gatuk? Misale (membuat contoh bunyi musik) kan
gak iso digameli ngunu mas, misale lagu opo wis
audzubillahiminassaitonirrojim digameli yo aneh to. Pedro karo
pelok kok, jadi gak mungkin kepetuk. Tapi Kiai Kanjeng ke mana-
mana membawakan lagu arab, lagu barat, lagu apa saja pakek
gamelan. Mestinya kan ada pertanyaan kok iso yo gamelan, tapi
gak ana sing takok sampai saiki. Jadi iki gamelan Jawa ta duduk
gak ana sing takok. Iki yaopo lo maeng digawe harohalhubbu
(memperagakan bunyi music) kok iso kalau gamelan Jawa ke
mana-mana bisa menyesuaikan diri dengan mikrofon iko kok iso,
kan kudune rodok mikir. Lo berarti duduk gamelan Jawa?
Mungkin bentuknya gamelan tapi struktur nadanya bukan Jawa,
kalau gitu barat? Lo kalau barat gak bisa juga untuk Arab untuk
India beberapa hal bisa tapi tidak semuanya bisa. Nah itu tidak ada
yang bertanya, jadi pokoke dipangan ngunu tok ae gak takok iki
sapa sing gawe, lak ngulek yaopo, olehe golek bahan ndek pasar
endi gak ana sing takon arek-arek iku. Pokoke dibadok terus mbek
arek-arek. Nah itulah nasib Kiai Kanjeng, makanya Kiai Kanjeng
harus menjadi manusia sufi karena dia tidak boleh punya pamrih
untuk memperoleh manusia memahami dia. Maka mau tidak mau
Kiai Kanjeng akan melakukan perjalanan bahwa audiens utamanya
Kiai Kanjeng Allah itu sendiri. Sing delok Allah sing penting.
Terus ning ndi ana ayat nek kata Rasullallah “Salat itu seperti
engkau melihat Ku, kan gitu kalau engkau tidak bisa melihat
ketahuilah bahwa Aku melihat mu”. Kan gitu dadi iki Kiai
Kanjeng iki angger nuthuk iku bayangno Gusti Allah mboh ndek
kono delok dipentelengi sak malaikate melok kabeh iku. Nah
berarti bukan hanya musik Kiai Kanjeng, bulatannya tiga tadi
bulatan kecil, bulatan sedang, dan bulatan gedi yaitu alam semesta.
Kalau kita pararelkan lagi, di sekolahan Anda itu kan dididik untuk
menjadi penghuni bulatan kecil. Fakultas Biologi, Fakultas
Farmasi yang fatkhul tadi tadi sifatnya. Tapi anda tidak pernah
diajari untuk menjadi manusia universitas dan anda tidak ada
sampai saat hari ini sarjana universitas yang ada sarjana fakultas
tapi jenenge kuliah di universitas lak ngapusi. Jadi itu bukan
universitas itu paguyuban fakultas-fakultas UNAIR, UGM, jangan
bilang universitas dan seterusnya. Ini panjang kalau kita tinggal
tarik garis tarik garis dengan itu mudah-mudahan anda bisa
memahami ya. Nah sekarang Kiai Kanjeng itu bisa kita gali, jadi
terutama ya Kiai Kanjeng itu pengalamane. Kiai Kanjeng itu saya
kira gak ada yang ngelawan lah sejauh ini. Dalam sejarah orang
yang memainkan musik karena tidak ada tempat 90% dari tempat
pementasannya Kiai Kanjeng adalah tempat atau audiens yang
tidak pernah ketemu dengan grup-grup musik kan gitu. Dadi Kiai
Kanjeng ning gereja ndek Finlandia, ndek Inggris, ndek London,
yo ana Maiyah Welut. Maiyah Welut iku ndek Gunung Slamet
kono, munggah lunyu Mas dadi nabuh gamelan iku karo sret-sret
akhire jenenge Maiyah Welut, lunyu nemen koke. Ana maneh
Maiyah Kathuken dadi main musik karo kathuken. Itu di
Ismailiyah, Ismailiyah itu salah satu provinsi di Mesir. Jadi kita
pentas di Ismailiyah itu di kebun jadi garden pagelaran di kebun
besar gitu, opo jenenge rek? Ditaman besar dengan gubernurnya
wali kotanya. Audiens di sana dan dalam keadaan sangat dingin
dan itu mustahil sebenarnya, iso muni yaopo. Beduk delehen jero
kulkas iso muni? Kono terbangmu lebokno kulkas, nek iso munine
(menirukan suara terbang) lo kudu terbangan di musim dingin di
luar di taman atau di kebun harus berbunyi dan banyune opo
jenenge ngrembes dadi dukure gamelan iki yo banyu kabeh. Nek
opo jenenge ngembun keyboarde yaopo ditutupi plastik keki
bunyian. Kiai Kanjeng wis ngalami ngunu iku yaopo keyboard
karo tangane ngene, dadi deke wis gak iso delok. Wong wis plastik
(mulutnya umit-umit menirukan bunyi keyboard) bakul pecel. Itu
ya itu di Ismailiyah yang paling susah jaga sapa sing gitar ya Mas.
Kon eroh nek ademe koyok ngono, misale -1% drijimu dadi opo
lak prek-prek, ngono iku. Terus dadi ngene iki yaopo, tapi
alhamdulilah dadi lo musike Mas dan kita kagum sendiri kok iso
yo? Berarti duduk aku iki mau, lak gak Jibril karo anak buahe
maeng. La yaopo kok iso iki lo. Gitu lo di musim dingin betul
meskipun gak sampai di bawah tapi bener-bener dingin dan itu
salah satu model perjuangannya. Kiai Kanjeng wis tau main ndek
endi ae, wis dadi zombie tau. Di hotel sangat besar tau, di depan
perdana mentri tau, di depan wali kota, di Itali tau, di depan apa
namanya para pengusaha Jerman tau. Wis tau kabeh wis pokoke
jenenge maiyah macem-macem. Ana Maiyah Welut, Maiyah
Kathuken, maiyah opo neh rek? Maiyah Jleb. Maiyah Jleb iki jadi
maiyah untuk belani wong Madura ojo sampek dipateni luwih akeh
ndek Kalimantan. Dadi kene iki karo nuthuk karo mikir iki
sewaktu-waktu jleb, sewaktu-waktu ono panah sing jleb, dadi
jenenge maiyah jleb. Dadi sing pucet entek getihe jenenge sing
basis mas Yoyok iku. Dadi Yoyok iku entek getihe wis ngebas iki
wis gak tepak. Opo sebabe merga deke duwe darah Madura, dadi
nek wong dayak lak mambu “Hmm mambu Madura iki” jleb
ngunu. Jadi kita keliling empat kabupaten di daerah Kalimantan
Barat karena pusat konfliknya di Sampit. Di Kalimantan agak
tengah ya to lak kita ke barat itu Kersaujaya, Kabupaten
Mentawah, Pontianak, dan Sanggau. Puncaknya di Sanggau itu
yang jleb banget itu, jadi Mas Didit wis semaput-semaput gak
karu-karuan saya sampai jupuk arek cilik, aku mencolot tak jupuk
arek cilik iku tak gendong ana gambarku itu dalam rangka ngrayu
wong-wong cek gak tawur. Aku wis gak iso opo-opo meskipun
sudah saya temui kepala suku dayaknya, pimpinan maduranya wis
tak beresi tapi kan nek wis ndek lapangan ngono iku kan ana opo
titik kan jleb ngunu iku mau mas dan itu juga luar biasa
pengalaman itu sampai kita malam-malam (menirukan suara
pistol) gowo bedel. Kita ke mana-mana sama tentara sama polisi
terus macem-macemlah pengalaman kita. Jadi gak ana Mas grup
musik duwe pengalaman jleb iki gak ana Mas. Nek grup musik itu
disewa namanya pemainnya talent. Talent ya ini talent saron ini
talent dangdut. Nek talent itu berarti dia punya hak priogratif untuk
mendapatkan fasilitas tertentu. Kalau ada grup musik disewa nanti
kontrak hotel minimum bintang 4 terus nanti tiap anak yang main
gitar itu punya asisten berapa minimal satu membawakan gitar ana
sing nyiapno sepatune sak piturute. Lak iki opo jin endi saing
gelem ngelayani Kiai Kanjeng. Jadi Kiai Kanjeng di Finlandia, di
Mesir oh enggak di Italia, di Finlandia itu tanpa kru gak ana sing
ngewangi yo angkat-angkat dewe, pasang-pasang dewe, dicepot-
cepot dewe, dionek-onekne dewe, mari ngunu diangkut-angkut
dewe. Di Mesir kan kita pentas-pentas di tingkat tiga yo angkut-
angkut dewe arek-arek. Jadi pemusik itu kalau ingin terampil jari-
jarimu jangan hanya digunakan untuk memetik gitar kudu digawe
ngangkut gitar, ngangkut saron, ngangkut gendang, ngunu lak
kepingin apik. Rahasia itu tidak ada yang tahu, jadi mereka
angkut-angkut barang seperti pedagang kaki lima. Itu semua anu ya
mas ya bukan pedagang kaki lima. Mereka itu hanya tidak dikenal
di Indonesia. Pak Nevi Budianto itu inovator musik yang luar biasa
karena semua tempat di dunia musik Kiai Kanjeng itu tidak
tertandingi. Kalaupun tertandingi unsurnya tidak tertandingi
aransemennya, kalaupun aransemennya bisa diduga tetapi kejutan-
kejutannya tetap tak terduga, jadi pokoke musik gendeng. Jadi
waktu Finlandia itu kita pentas sama yang Prancis sama yang
Thailand macam-macam ya. Kemudian ada pemusik Prancis dan
London ngejar Kiai Kanjeng you are crazy, you are crazy arek-
arek gak paham opo crazy iku akhirnya kan saya sebagai orang
yang memang study Prancis yo to tak terjemahno, Prancis mbahmu
iku yo to. Jadi pokoknya dia mengatakan saya mengamati musik
anda sejak awal dan saya selalu kecilik, biasanya musik itu
(menirukan bunyi musik) misalnya ngunu yo. Iki gak, Kiai Kanjeg
(menirukan bunyi musik) pencolotan koyok kethek iku jenenge
Nevi. Kalau bukan Nevi gak bisa membuat seperti itu aneh, jadi
kalau digambar secara partikus itu setengah mati karena Kiai
Kanjeng harus menuliskan partitur nomer dia bawakan di Napoli.
Di Napoli di pusat musik klasik Italia. Jadi Kiai Kanjeng di sana
menuliskan partiturnya terus ninggal demung siji dan seterusnya.
Nah ini contoh saja teman sekalian, bahwa kabeh itu ada
perjuangannya. Gethuk iku enak enek asal-usule Rek kudu bener
nandur telone, kastine, lemahe kudu diolah. Anda semua ini
kebanyakan Kiai Kanjeng iku wis kari mangan gethuk gak
bayangno nandure kebone sak piturute. Gitu ya, nah terakhir sekali
gini jadi dari situ kita bisa belajar dodol opo wong kae. Dadi
samean engko bati rong-rongewu yo mas, gak gak rek-rek. Aku
wis gak opo-opo aku wis dikeki Gusti Allah tenang ae pokoke aku
nek mangan ndek kamar iku ana piring, ana semangka, cuma aku
gak oleh nentukno. Ana semangka yo tak pangan semangka ngunu
to. Kadang-kadang ana intan ta berlian kulo dol, tapi enek
semangka yo tak pangan semangka yo tak pangan sing nikmat.
Allah kasih juwet, juwet itulah yang terenak dan yang ternikmat
dan yang paling barokah karena kita tidak tahu sesudah juwet dan
sebelum juwet itu apa. Maka sudahlah sama Allah itu khuznudzon
dan percaya. Bulatan kecil, sedang itu tadi berarti kita akan belajar
manurut Al-quran menurut Allah ada yang namanya
udluhhufissilmi kaffah, kalau tadikan kaffah itu ya driji yang
menyadari kalau dia adalah bagian dari seluruh badannya. Badan
yang kaffah adalah dia bukan dirinya sendiri, dia adalah bagian
dari sebuah diri besar. Jadi gitu ya seluruh alam semesta dan
ciptaan Allah ini bukan berdiri sendiri, ia bagian dari kehendak
Allah bagian dari Allah sendiri kan ngunu akhire. Jadi alangkah
indahnya kalau negara diciptakan dengan kesadaran fisilmi kaffah
dan ini bisa diterapkan dalam pasal-pasal sebenarnya itu, nah untuk
ini saya mohon sangat kepada pak Muzamil, Cak Fuad dulu ini
memang kesepakatan kita untuk untuk mengungkapkan
udhulufisilmi kaffah. Nuwun sewu”.
Cak Fuad : ”Audzubillahiminassaitonirrojim, yaa amanu udhulu fissilmi
kaffatan walatattabiu uhuwatissayton innahu lakum
aduwwumubin. Itu ada disurat Al-baqarah ayat 208 ya. Selama ini
diterjemahkan wahai orang-orang yang beriman masuklah kalian
semua ke dalam Islam secarah kaffah. Artinya secara menyeluruh,
walatattabiu uhuwatissayton dan janganlah kalian mengikuti
langkah-langkah setan, innahu lakum aduwwumubin karena
sesungguhnya setan itu lawan atau musuh yang nyata bagi kalian
ya. Ini serba singkat karena Cak Nun mengingatkan kami berbuat
juga pokoknya ini 45 menit ya bertiga ini, karena selanjutnya akan
diisi oleh mempelainya yaitu Kiai Kanjeng malam ini. Selama ini
juga saya tidak terfikir mengapa Allah menggunakan kata assilmi
yang selalu diartikan islam. Udhulufissilmi terjemahannya
masuklah kalian ke dalam islam, kenapa kok tidak udhulu fil islam
tetapi kenapa udhulu fissilmi terus terang saya juga baru kaget. Pak
Muzzamil saya tanya, gimana Pak Muzamil ini kok fissilmi? iya ya
kok fissilmi ya kok tidak fil islam. Nah jadi ini berarti ada sesuatu
yang khusus karena tidak mungkin kalau Allah menggunakan
assilmi kemudian sama dengan fil islam jelas tidak mungkin
karena setiap pilihan kata dalam Al-quran itu pasti ada latar
belakangnya ada maksudnya ada konteksnya ada pengertian-
pengertiannya. Jadi pasti Allah dengan sengaja menggunakan
fisilmi untuk memberikan suatu pemaknaan yang berbeda dengan
terjemahan yang kita mudahnya mengatakan masuklah kalian
semua ke dalam islam. Nah ini bisa dikaji lebih lanjut saya terus
terang belum sempat juga membuka referensi, cuma begini assilmi
itu memang akar katanya sama dengan al islam, yaitu sin, lam, dan
mim ya. Kalau islam itu sudah merupakan sebuah apa sebuah nama
dengan definisi-definisi tertentu, sementara kalau assilmi itu saya
melihat merupakan inti salah satu inti dari islam. Karena kata
assilmu itu bisa diartikan rasa aman, assilmu bisa diartikan assalam
yang artinya kedamaian. Jadi ini adalah salah satu inti dari Islam.
Kalau Islam itu sendiri sudah sebuah inti dari sebuah nilai maka
assilmi lebih inti lagi, jadi inti dari inti. Nah itu satu tentang
penggunaan dari kata assilmi mudah-mudahan nanti Pak Muzamil
bisa menambahkan. Udhulu fissilmi kaffah, kaffah itu apanya itu
ada dua sisi, jadi ya ayyuhaladi na amanu wahai orang-orang yang
beriman udhulu kaffatan maka seolah kalian semua wahai orang
beriman ke dalam assilmi itu satu apa definisi. Jadi yang disebut
kaffah itu adalah semua orang yang beriman jangan masuk kesini
itu dewe-dewe, sekarang kan sendiri-sendiri yang NU yang
Muhammadiyah yang salafi yang hizbutahrir masuk ke fissilmi itu
sendiri-sendiri. Kurang apa kurang silaturahim di antara mereka,
mestinya harus bersama-sama, itu penelitian secara bahasa. Kalau
ada ungkapan misalnya bahasa Arab udhulu ayyuhatolabah
kaffatan jamian maksudnya yang diperintahkan masuk itu semua,
semua yang tadi di sebut. Yaitu apakah pelajar, apakah manusia,
apakah orang yang beriman dan itu semua. Jadi kaffatan menunjuk
kepada pihak yang diperintah, tapi di sisi lain juga yang disebut
kaffah itu adalah hal yang diperintahkan untuk dimasuki yaitu
assilmi tadi. Jadi katakan assilmi kita artikan Islam berarti kita
diperintahkan untuk masuk ke dalam Islam itu secara apa
menyeluruh, mungkin bahasa lain bisa komprehensif jadi tidak
sepotong-sepotong. Nah pengertian sepotong-sepotong ini macam-
macam salah satunya yang dijelaskan oleh Cak Nun bahwa Islam
itu tidak bisa terlepas, ya kalau dikatakan Islam itu bukan hanya
soal akidah saja, atau syariah saja, atau akhlak saja. Tapi ketiga-
tiganya saling terkait, jadi ibarat itu ada lingkaran-lingkaran ada
syariah-syariah akhlak ini tidak terpisah satu sama lain ini saling
menyatu. Misalnya iman dengan amal sholeh itu terpisah apa
menyatu? Harusnya menyatu karena Rasulallah mengatakan la
yukmuni ahadukum hatta yuhabili mayuhibbu linafsih. Jadi orang
beriman itu harus saling mengasihi satu sama lain, mangkanya la
yukminu billahi yaumil akhir walyukrim jaruhu. Barang siapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya dia
memuliakan tetangganya. Berarti satu kesatuan iman dan amal
sholeh itu menjadi satu kesatuan. Ini salah satu bagian dari kaffah
itu, jadi semua unsur yang ada di dalam islam itu kita masuki
secara bukan saja kita masuki semua sendiri-sendiri tetapi semua
itu merupakan satu kesatuan yang tidak bisa di pisahkan. Mungkin
saya pernah mengatakan di dalam forum ini tetapi saya lupa, kalau
menurut orang Kristen ini ada tulisan dari cardinal darmoyuono
saya kardinal Semarang ya. Dia mengatakan kalau dalam Kristen
itu religiusitas dan sosialis sosial, religious dan sosial itu simbolnya
adalah religious sama dengan sosial. Jadi kalau orang beragama
Kristen harus punya sikap sosial, kalau Islam menurut dia itu
menurut Islam, religious ples sosial saya tidak bisa menerima ini
karena hadisnya jelas ya, siapa yang beriman kepada Allah maka
hendaknya dia mengasihi, berarti yang tidak mengasihi sesamanya
tidak iman kan begitu. Jadi ini yang saya kira salah satu pengertian
dari kaffah yaitu bukan saja kita harus melakukan salat, harus
melakukan berbaik dengan tetangga, ya tapi kalau tidak bisa baik
dengan tetangga ya salat tok menyatu, kalau dia salat tapi dia
belum amal sholeh berarti salatnya belum benar karena ini
merupakan satu kesatuan. Maka kata Allah innasholatatanha
anilfahsyaiwalmunkar, jadi berhubungan satu sama lain tidak bisa
dipisah-pisahkan maka bukan ples tapi sama dengan ya sama
dengan. Saya kira ini secara singkat mungkin ini yang bisa saya
sampaikan dalam kesempatan ini mengenai udhulu
fissilmikaffatan, jadi kaffah menyangkut dua sisi yaitu masuknya
dalam islam itu hendaknya bersama-sama jangan mencari selamat
sendiri-sendiri bersama-sama. Kalau ada saudara kita menurut kita
itu belum benar ya sikap kita kemudian bukan menyalahkan dia
atau menerakakan dia tapi kita merasa sedih karena ada saudara
kita yang menurut kita belum bisa masuk ke assilmi secara kaffah,
jadi katakanlah kalau ada orang yang kita anggap sesat ya justru
kewajiban kita untuk mengajak dia supaya tidak sesat bukan malah
menyesatkan. Saya kira ini sedikit dari saya mengenai ayat udhulu
fissilmi kaffah al-Baqarah 208”.
Cak Nun : ”Nah sebelum Pak Muzamil saya inigin sedikit merespon
mengenai kardinal dan moyowono tadi, ini supaya kita juga belajar
proposional di dalam kehidupan bersama dalam perbedaan. Jadi
saya iu sejak muda aku iki lak lumayan, aku iki umur 17 tahun iki
wis nulis ndek endi-endi wis koyok pinter-pintero iku. Kemudian
saya dilibatkan di dalam banyak hal termasuk teman-teman dalam
kristiani. Jadi itu saya pernah dua hari dua malam delapan sesi
dengan para pastur di gereja, jadi saya tidur di situ, dan diserap
habis. Jadi saya kira saya umur 23 kalau enggak 24 saya dianggap
tokoh Islam, sementara orang Islam sendiri tidak pernah
menganggap saya tokohnya. Syukur alhamdulilahirobbil alamin
karena saya tanggung jawabnya sangat besar, tetapi saya tidak
pernah mau masuk dalam kelompok. Kalau sekarang ada
kerukunan umat beragama saya tidak mau masuk terus nanti ada
diskusi antar agama saya tidak pernah mau sampai hari ini saya
tidak mau. Karena satu saya sudah tidak punya masalah dengan
iman, saya tidak punya masalah dengan siapa-siapa satu. Nomer
dua saya menghindari agar supaya saya tidak terpancing untuk
bicara seperti Kadirotol Munaya iku. Aku iki kanggoku elek-eleke
wong iku aurot gak tak buka-buka kekurangane wong iku, mosok
ana arek kece ning ndi ce. Ojo ngunu wayah, ana arek pincang ning
ndi cang, ana arek petak wis petak gak kuplukan. Kan gitu, kan jadi
saya dari kecil punya naluri untuk selalu melindungi orang lain.
Jadi kalau ada orang salah itu lantas saya tidak menyalahkan,
menunding, atau menunjukkan kesalahannya tapi ngincer siapa tau
ada cara, suatu saat bisa menyentuh masalah itu dan bisa menjadi
bagian dari proses perbaikan dia. Kalau dialog antar iman, dialog
antar agama, seolah-olah agama itu belum ketemu belum selesai
sehingga perlu kita dialogkan. Tapi kalau kerja sama antar umat
beragama di bidang pertanian, di bidang UKM masih mungkin.
Awakmu duwe konco Kristen karo Budha gawe angkringan bareng
kan gak opo-opo to itu ya. Tapi kalau dialog antar agama saya
menolak karena saya khawatir saya akan terpancing omong. Lo
nak aku ngomong sak embrek, tak jebol-jebol kon tak banting-
banting entek kon. Dan saya gak perlu gak perlu sekolah untuk itu
ket cilik aku wis weruh ngunu iku, maka saya sangat menghindari
maka saya tidak memakai tangan saya, saya tidak pernah
ngampleng wong soale aku tau ngampleng Cak Nas sepisan
sampek saiki aku getun. Ngunu Cak Nas sayang aku, kan adikku.
Aku angon wedus, aku lak duwe wedus 35 ngunu rek critani biyen,
tapi terus dikon bal-balan jadi aku tanding. Angon iku lak jam-jam
3 jam-jam 2 sampai sore, la aku lak bal-balan jam 3 kudu siap ndek
lapangan kunu iku mergo adikku dijak bal-balan. Waktu iku yunior
tapi wis dilebokne ning kelompok yang senior, dadi aku bal-balan.
Nas aku tetep wedus Nas engko awasono iku tak ngon ndek gon
etan iku ndek ngisor wit turi-turi iku. Barang mari bal-balan emboh
Nas iku gak tek ngawasi emboh yaopo wedusku iku melbu-melbu
sawah gak karu-karuan, iku Nas tak parani tak kaplok (menirukan
bunyi suara saat dia menampar) sampek saiki aku getun ngunu
Yaallah Nas, umpomo wedok tak rabi kon. Ealah wis pokoke
sampai saiki aku getun dan ternyata sampek saiki kesalahan itu
bisa merupakan bekal untuk perbuatan baik yang berlipat-lipat.
Jadi saya itu sayang sama Nas karena aku ngaplok pisan iku aku
nabok, ta tabok iku lo sore-sore surup-surup tak tabok Yaallah
getun aku sampai saiki.
IKLAN
Cak Nun : ”Nah saya tidak mau Budha ngene-ngene aku gak gelem
ngomong Hindu ngene-ngene gak gelem ngomong. Kristen ngene-
ngene gak gelem ngomong, moh aku ojo wis gak opo-opo iku
bojomu wis kon sak karepmu kono, aku gak usah bandingno karo
bojoku ngunu lo dan aku tidak usah membanggakan agamaku
kepada kamu, kamu kan punya proses sendiri sudah gedhe sudah
mateng toh Allah yang akan memberi hidayah kepada setiap orang
bukan saya, saya bisanya bergaul baik dan Islam untuk memberi
rasa aman pada siapapun saja. Makanya jamaah maiyah iki gak ana
syarate lak uwes gak ditakoni kon iki agama opo, pengaweanmu
opo gak dikongkon bayar. Kon NU ta Muhammadiyah bah-bahno
kono, kon milih Ahok ta ahik monggo aku gak weroh lah. Itu
semua adalah urusanmu kan gitu kan aku yo gak takon pakaianmu
yaopo sak karepmu setiap orang itu punya hak punya kenikmatan
untuk mengekspresikan dirinya pada tahap-tahap dia sendiri yang
menikmatinya kan gitu. Nah maka saya kalau mendengar itu rodok
gatel jajal kon rene tak keplekno iku terusan metu Cak Kartolone
metu ngunu rek yo. Nah makanya saya menghindar, jadi saya baik
pada semua teman-teman, semua teman-teman dari agama apapun
saya baik. Kemarin kita maiyahan di depan Gerbang Kraton
Pakualaman dan yang bersama kita ka nada pendeta ada iku opo
maneh nek sunda wiwitan semuanya itu ngomong salah kayak
apapun saya belani seolah-olah benar. Coba tak golekno alasan
cekno bener sampai dia tahu Cak Nun ini melindungi saya salah,
dia tahu tapi gak perlu saya omongkan. Jadi menang tanpa
ngasorake dan itu butuh ilmu, butuh retorika, butuh mantik, butuh
usluk, butuh macam-macam. Harus begitu sama orang jangan
asumsi. Kata Cak Fuad adalah ketenangan, jadi kita harus bikin
kalau ada kita orang punya rasa aman ngunu lo. Jadi tolong kita,
saya juga jangan diganggu-ganggu opo o aku iki ngamano awakmu
kon ojo ate demo wadiku. Aku iki benere gak tak duduhno
benerku, aku gak pamer-pamer benerku. Aku duwe keyakinan tapi
aku gak memarno keyakinanku, aku weruh aku salah tapi gak
kecuali kon takok aku gak kiro meneng-meneng duding lak
awakmu salah. Jadi tolong kita di antara umat beragama yang, saya
juga punya keyakinan yang ngomong jane yang berbeda jane aku
yo gak setuju karo kalimat iku, kok ana agama berbeda aku yo gak
setuju pasti ada kekeliruan di dalam memahami agama iku apa.
Kan gitu pengertian mengenai din iku opo jane rodok, cuman aku
meneng ae yo gak opo-opo lah. Lek ancene kon kliru sak umur
hidup la yaopo maneh wong aku gak iso dandani awakmu. Nek
kon takok tak kandani gitu lo. Jadi respon saya karena saya jaga
harga diri saya sebagai wong Islam yo gedi nemen rek, aku iki yo
Madura rek, dadi masio teler mabuk pas teplek kok ana Nabi
Muhammad dinyek wo langsung mencolot gowo cloret, padahal
iku jek teler jane kan gitu, kan itu masalah cinta kan gitu kan.
Islam itu sudah menjadi bagian dari harga diri kita, sudah menjadi
bagian dari cinta kita dan itu disentuh sedikit saja sangat wajar
kalau orang mengamuk gitu lo. Makanya kalau Allahuakbar itu ati-
ati juga jangan tiap kali Allahuakbar. Sek ana opo sebabe kon
meneng-meneng Allahuakbar iku takbir, Allahuakbar takbir, terus
malaikat ana opo, ana opo rek? Gak ana angin gak ana udan moro-
moro Allahuakbar. La Allahuakbar kan akibat dari ketakjuban
akibat dari kekhusukan akibat dari apa sehingga momentum itu
membuat anda mengucapkan Allahuakbar kan gitu. Lak
dikomando lak nek dikomando la laopo kon omong Allahuakbar
kan gitu, itu lo mas yang disebut kaffah. Allahuakbar tidak terkait
dengan ketakjuban misalnya seperti misalnya tidak terkait dengan
kekaguman pada Allah cinta pada Allah kan jadi lucu juga, itu
bagian dari kaffah tadi kira-kira gitu ya. Ok pak Muzamil silakan
dari sudut ketua basul masait yang kemarin tidak dilibatkan di
dalam fatwa GP ansor pusat”.
MEMPERSILAHKAN PAK MUZAMIL
Pak Muzamil :”Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Kalau saya itu
hanya berpedoman pada salah satu hadis Nabi Muhammad SAW.
Jadi kalau ada orang berdiri di pinggir pantai terus melihat laut
yang berdebar terus ombak berdebur ombaknya tinggi
bergelombang terus dia membayangkan kemaha besaran Allah
taala mengucapkan Allahuakbar sampai tiga kali maka diampuni
dosanya. Oleh karena itu saya tiggal di dekat pantai selatan. Jadi
saya itu takbir terus di sana, ada ombak di parang teritis itu
Allahuakbar Allah maha besar, maka diampuni dosanya untuk
Nabi Muhammad SAW. Tiga kali sudah diampuni apalagi seumur
hidup di sana, jadi sepertinya saya di sana untuk mencari alasan
untuk takbir dan Alhamdulilah. Tadi saya di perjalanan juga punya
alasan untuk takbir, takbir terus dari Jogja sampai Jombang takbir
terus luar biasa. Jadi tadi saya naik apa kereta api bisnis, kalau
bisnis itu kan tidak ada jarak antara penumpang satu, kalau
eksekutif kan kursinya sendiri-sendiri ada sekat. Kalau bisnis atau
ekonomi kan gk ada sekatnya jadi penumpang dua itu saling
berdekatan. Nah ternyata apa penumpang di samping saya ini
seorang turis perempuan cantik masih muda celananya sampai sini
jadi pakai celana pendek sampai sini, coba bayangkan sampean
terus pakai kaos yang kaos yukensi mai nah itu ya. Nah dia itu
membawa tas besar dua sehingga tasnya itu kan tidak bisa ditaruh
di atas, tasnya ditaruh didepannya akhirnya kedua pahanya itukan
gak bisa ke depan akhirnya ke depan saya. Saya itu Allahuakbar
bayangkan samean dari Yogya sampai Jombang habis kan dosa
kita. Jadikan sebetulnya banyak alasan kita untuk takbir gak usah
yang kayak itu, seperti itu saja kita sudah bisa takbir Allahuakbar,
bagaimana Allahuakbar kalau kayak gitu. Coba bayangkan
sampean berani, akhirnya meskipun saya gak bisa bahasa Inggris
terpaksa saya bicara bahasa Inggris karena saya tidak bisa saya
singkat-singkat saja from?, dia langsung jawab Jerman. To? la kan
tak tanya langsung from Jerman, to bromo oh yes. Ya Allah kata
saya, saya kira ini bisa juga Allahuakbar ya kan, maka tadi
memang benar Ibnu Ilyas Alkandari itu, seperti tadi beliau berkata
ngampleng orang satu kali itu bisa menyebabkan beliau menjadi
pendorong untuk tidak pernah melakukan hal seperti itu lagi. Maka
Ibnu Ilyas Alkandari berkata maksiatun aurotat dzullan
wankisaron khoiirun mintoatin aurotat iddan wastiqbaro gitu ya
wis tau? Kan artinya satu kemaksiatan dari kesalahan yang
menyebabkan engkau merasa hina dan sedih itu lebih baik daripada
berbuat baik tapi menyebabkan gumede dan sombong. Ya kan itu
betul apa yang beliau katakan tadi termasuk apa yang saya lakukan
tadi itu. Jadi takbir beneran saya sampai di Jombang Allahuakbar,
shollu alanabi Muhammad, ya itu namanya Allah maha luar biasa
gak tau saya pakek sarung pakek peci pakek begini dikasih
pengalaman kayak itu ya kan, nah seandainya saya gondrong kayak
Mas Joko kan wah asik ya kan. La orang pakek sarung bagaimana
ini shollu alanabi Muhammad, maka apa udhulu fissilmi kaffah
tadi ya Cak fuad kan sudah menyampaikan. Jadi memang
pertarungan kita sekarang itu kan sebetulnya antara identitas dan
substansi, gitu ya itu pertarungan sehingga orang sekarang ini lebih
memenangkan identitas daripada isi. Maka Allah taala perintahnya
isi bukan identitas bukan masuklah kamu di dalam Islam karena
Allah itu sudah tau kalau islam besok itu hanya akan dijadikan
identitas, maka Allah langsung menukik masuklah kamu dalam
silmihnya karena silmih itu, bukan identitas silmih itu adalah rasa,
slimih itu adalah substansi, silmih itu yang harus ada dalam dada
orang Islam. Apa silmih itu, silmih itu adalah tumaknina,
ketenangan. Nah sekarang fenomenanya ini orang rebutan
identitasnya dan padahal identitas itu sendiri mestinya bukan
seperti yang kita ketahui sekarang yang kita percayai sekarang,
karena identitas itu mestinya bukan sesuatu yang given seperti itu
kata Mas Sabrang itu. Kalau sampean lahir terus Islam gitu ya
karena orang tua sampean itu Islam ayah ibunya Islam terus
sampean Islam. itu sebetulnya Islam belum menjadi identitas
sampean, itu namanya Islam yang menjadi personalitas sampean,
ya apa gak? Sama seperti sampean lahir bapaknya si Paijo itu kan
karena tidak perjuangan sampean berartin itu punya bapak Paijo
bukan identitas sampean tetapi itu persoanlitas. Sama ketika Islam
itu terus langsung sampean ikuti karena sampean turunan orang
Islam berarti sampean itu belum punya identitas islam gitu ya tapi
sampean itu personalitas Islam, karena sampean langsung.
Sementara Islam itu bisa menjadi identitas kalau sampean buktikan
dalam pekerjaan sehari-hari kan sesuatu itu menjadi identitas
bahwa si A ini betul sabar itu kan karena dibuktikan dalam
perilaku sehari-hari dalam ucapannya bukan kok langsung dikasih
nama Sabar. Nah iki sapa jenengmu Sabar, nah itu bukan identitas
namanya itu personalitas karena ingin jadi kiai langsung anaknya
dikasih nama lahir kiai haji. Ya itu ya gak perlu hafal quran, gak
perlu jujur, gak perlu apa, gak perlu mondok gak perlu belajar
pokoknya langsung kiai. Nah sekarang kan Islam kita kan seperti
itu ya gak”.
IKLAN
Cak Nun : ”Sek bener, jadi ketika tadi malam Cak Fuad menceritakan lagi
mengenai bagaimana Rasulallah menyikapi Abu Bakar yang kalau
salat. Abu Bakar Assidiq kalau salat tahajud itu sebelum tidur,
sementara Umar Bin Khatab tidur dulu baru salat tahajud, terus
Rasulallah mewancarai mereka kenapa Abu Bakar kamu kalau
sholat sebelum tidur baru salat dia bilang kalau saya harus yakin
bahwa saya, saya khawatir saya tidak bisa bangun nanti gitu. Jadi
mending salat dulu daripada saya tidur terus gak terbangun.
Sementara Umar mengatakan saya yakin karena saya bertekad
untuk salat tahajud maka saya berani tidur karena saya yakin saya
akan bangun. Nah Rasulallah tidak lantas secara objektif menilai
ini yang lebih baik dari itu, Rasulallah menemukan baiknya pada
kedua-duanya. Rasulallah mengatakan kamu itu orang yang sangat
waspada, sangat berhati-hati sehingga kamu tidak sembrono untuk
tidur, karena kamu khawatir tidak bangun. Jadi titik beratnya Abu
Bakar As-sidiq adalah pada kewaspadaan dan kehati-hatian
sementara nanti saya akan cari hikamahnya ya. Nek guyu ngunu
iku gak enek salahe nek ngentut bret-bret iku rodok masalah. Gak
opo-opo wong dia, setiap orang itu hidup dengan iramanya masing-
masing. Dadi emboh iling opo terus guyu dewe engko kiro-kiro
Dadi emboh iling opo terus guyu dewe engko kiro-kiro enek sing
iling turis Jerman Allahuakbar. Allahuakbar opo o rek? Iling turis
Jerman. Ok sementara Umar Bin Khatab dipuji Rasulallah karena
keteguhannya, tekadnya, istiqomah, keyakinan bahwa dia ditolong
Allah untuk bangun karena dia punya niat untuk salat tahajud.
Kalau tidak salah saya potong dari riwayat yang lebih sadis ya
lebih dahsyat, dimana ada tiga apa dua prajurit Islam yang
ditangkap oleh musuh. Kemudian mereka akan dibunuh kalau tidak
keluar dari agama Islam kalau tidak mengikuti agama siraja yang
menangkapnya itu. Yang satu ikut agamanya ya ikut agama siraja
itu sehingga dia bebas, sehingga diam-diam dia bebas sehingga
diam-diam dia pulang kembali ke Madinah. Yang satunya bertahan
saya tidak mau saya muslim saya tidak akan murtad, maka dia
dibunuh oleh raja itu, tapi yang satu yang masuk Kristen tadikan
terus pulang ke Madinah dan diceritakan kepada Rasulallah teman
saya begini saya begini, teman saya bertahan Islam dia dibunuh
saya pura-pura masuk Kristen maka saya bisa pulang ke sini. Saya
mohon fatwa Rasulallah ini yang benar yang mana teman saya apa
saya? Saya ini salah apa tidak? Rasulallah memuji kedua-duanya,
kedua-duanya yang teman tadi yang dibunuh tadi adalah orang
yang mempertahankan keyakinannya bahwa metode itu dan
keyakinan itu membuat dia meninggal itu kan tidak buruk kan
sangat mulya meninggal dibunuh orang kafir kan begitukan.
Sementara temennya kamu orang yang sangat aktis, orang yang
sangat punya siasah kamu punya strategi. Ya jadi kamu apa
namanya kamu juga bagus kan gitu. Ngunu lo rek lak perasaanku
urip iku ya bah-bahlah ta, sitok milih sate kupang sitoke rujak
cingur bah-bahlah. Saya kira itu yang dimaksud Pak Muzamil,
memang kan tidak jelas Pak, ini kalau organisasi biasanya pakek
ADART kalau ahwa itu kan jenis organisasi lain tapi
mempercayakan kepada kualitas ahwa itu kualitas ahlul hali
waalqi. Jadi gini kalau demokrasi itu ADART, jadi siapa jadi ketua
PBNU siapa tergantung jumlah suara terbanyak itu namanya
demokrasi. Itu sistem yang yang paling rendah yang hanya tau
kauntitas manusia, cuma tau jumlah oh ini sekian, ini orang sekian
itu. Tapi kalau ahwa kuatanya kualitatif dia peracya kepada 9
orang ulama tidak perlu semuanya karena kita percaya secara
kualitas pilihannya pasti baik, cuman kita tidak pernah mengalami
tetapi ahwa juga bisa dimanipulasi itu lo ulama juga bisa diapusi
diperdaya dan seterusnya. Sehingga memilih seseorang atau satu
tim satu formasi yang sebenarnya tidak tepat gitu. Tapi monggo itu
persoalan saya bukan mau turut campur tapi saya kira ada banyak
bahan ada banyak fakta selama ini dimana NU memang sedang
dalam ujian yang sangat besar dan kayaknya harus menjawab dan
kayaknya menurut istiqoroh dari temenya adik kelasnya Pak
Muzamil yang sekarang jadi pimpinan pesantren yang sangat besar
di Situbondo. Mbah Hasyim sendiri member waktu 2 tahun untuk
supaya NU memperbaiki dirinya dan kembalikan kembali kepada
islamnya maupun silminya. Jadi dia kaffah bilislam fisilmi kan gitu
kalau anda cukup kafah fisilmi gitu ya yang penting output anda itu
baik kan gitu saya kira gitu”.

LAMPIRAN 2
Dakwah pada bulan Juli 2017
Cak Nun : ”Pak Muzamil berangkat dari sejarah kontinuasi dan sejarah
adopsi, kita memilih adopsi. Jadi kita itu salah sejak lahir, dari
1945 itu sangat bagus tapi dia salah pilih jadi bayi kita sudah cacat
sejak tahun 1945 memilih menjadi makhluk yang bukan anaknya
bapak ibu kita gitu ya Pak Muzamil ya. Kita memilih menjadi bayi
tabungnya Belanda sehingga perilaku kita kemudian menjadi
Belanda tidak seperti bapak ibu kita dan seperti nenek-nenek kita,
gampangannya seperti itu. Itu di bidang konstitusi, hukum,
perilaku budaya bahkan cita-citanya juga bukan cita-cita sebagai
bapak ibu dan mbah-mbahnya cita-cita bangsa Indonesia yang lahir
45 adalah cita-cita Belanda cita-cita barat satu. Nah kalau kita
ngomong kontinuasi dan adopsi sebenarnya di dalam kontinuasi
yang berlangsung itu terdapat adopsi dan terdapat kontinuasi, jadi
maksdunya hidup kan tetep kontinuasi tapi deke iki nerusne lagune
sing wingi opo gae lagu anyar kan gitu. Kalau saya boleh bikin
periodesasi sebelum Demak itu saya menyebut gak usah jauh-jauh
sampai ke Aji Saka ya pokoke Singosari, Kediri, Majapahit iku itu
saya sebut peradaban atau kurun ijtihad, kemudian Demak itu
sudah mulai mualaf. Dari ijtihad cari Tuhan cari kebenaran
kemudian mualaf ketemu Islam sedikit, tapi dalam waktu cepat
menjadi Mataram sehingga kita terpleset ke era klenik. Jadi ini era
musrik sebenarnya, kemudian begitu kita merdeka kita masuk ke
era jahiliah sampai hari ini. Tolong diingat-ingat ya ini saya bikin
video yang baru ini, saya akan jelaskan satu ijtihat, nomer dua
mualaf, nomer tiga musrik klenik, nomer empat jahiliah. Oke saya
akan pakai parameter, kenapa saya mulai ijtihad? Itu kan Hindu,
Budha, Hindu dan Hindu Budha. Jadi teman-teman kelompok
Budha dari sebuah vihara di Jakarta datang ke macapat syafaat dan
mengatakan dengan terang-terangan. Cak ini yang kami peluk ini
bukan agama, yang kami peluk ini adalah contoh dari orang baik
yang kami anut. Jadi dia mengerti kalau agama itu ciptaan Allah,
kalau ciptaan manusia namanya bukan agama tetapi ijtihad mencari
Tuhan. Jadi selama Majapahot dan sebelumnya, Singosari, Kediri,
kauripan itu kan masih masa ijtihad dimana orang golek sopo to yo
Gusti Allah sopo? nabi Ibrahim, terus ada dewa surya, Dewa bayu.
Akhirnya disimpulkan dari semua itu gas dimensi atau sifat utama
yaitu menciptakan yang memelihara dan yang merusak yaitu
Brahma, Wisnu, Siwa. Saya menyebut ijtihad karena mereka
beriktikad baik siapa Tuhan itu, yang berkuasa sebenarnya siapa
sih. Jadi karena mereka belum dikasih tahu sama Tuhan ya mereka
ketemunya cuma itu, beruntungnya anda-anda dikasih tahu
langsung sama Allah melalui al-Quran lek gak ana Quran kon yo
podo ae kan gitu. Maka saya sebut era ijtihad, dan era ijtihad itu
kemudian ketika sampai di Majapahit konstitusinya bernama
Utaramanawa itu. Mereka masih belum detail memahami manusia,
kemudian datanglah Maulana Malik Ibrahim datanglah Sunan
Ampel, Sunan Giri sampai Sunan Kalijaga sehingga manusia jawa
dan bangsa nusantara menjadi maualaf. Sehingga seluruh
perjalanan politik dan kekuasaan atau birokrasi dan pembangunan
selama Demak itu di pandu atau di rujukkan kepada pengetahuan
para auliya. Jadi menjadi transformator atau katolarisator dari
Allah ke Negara ke kerajaan yang namanya Wali Songo, maka
saya sebut mualaf. Seperti yang diceritakan Pak Muzamil bahwa
kasus Abu Bakar dipilih itu juga terjadi di Demak bahwa semua
raja-raja Demak sampai menjelang Mataram sebenarnya
diserahkan kepada Sunan Kalijaga, maka saya sebut ini era mualaf
artinya Islam belum sampai ke aplikasi-aplikasi kultural belum
sampai mancep tenan. Kemudian diminumlah air cengker tadi itu
air degan tadi itu atau banyu adeg-adegan. Kemudian yang menjadi
raja adalah yang membela Raden Mas Karebet atau Jaka Tingkir.
Gus Dur lari ke Banyumas, Gus Durnya itu maksud saya mbahnya
Gus Dur namanya Pangeran Pandawa dan itu yang saya pakai
untuk ngapusi Gus Dur supaya gelem dadi presiden. Saya dengar
saya menyebut riwayat di Raden Pangeran Pandawa ini. Sampean
punya hutang politik sampean harus kembali ke Kraton karena
mbah samean dulu meninggalkan gelanggang politik karena tidak
terasa ada konflik antara bapak dengan Aryo Panangsang anaknya.
Terus Gus Durnya pergi, “La kok aku Cak?” “La sampean
turunane sing nomer 12”. Aku jane ngawur tapi ternyata tak itung-
itung yaitu turunan yang ke 12 itu. Nah aku turunane sapa kapan-
kapan tak kandani. Podo karo Muzammil turunane demet yo to,
mulakne lak omong metutu-metutu. Jadi nek aku iki demet sing
senengane mblakrak ndek endi-endi enek srengenge melonjak-
lonjak wis biasa gak opo-opo. Wis nak tak terusne nek inikan
ngomong ijtihad mualaf. Kenapa mualaf karena dia belum
sempurna islamnya, Sunan Kalijaga berjuang luar biasa. Yang
belum sempurna itupun masih awet sampai saat ini dan luar biasa
menjadi kekuatan sejarah umat Islam. Nah begitu pindah
kekuasaan dari Demak ke Mataram maka backking politik atau
rujmajak politik Mataram tidak lagi Wali Songo tetapi klenik yaitu
sesuatu yang sebenarnya sampai hari ini tidak dirumuskan kecuali
secara versi-versi yaitu setting, spiritual, atau kebatinan yang
namanya Kanjeng Ratu Kidul yang semua orang membiasakannya
dengan Nyai Roro Kidul. Nek Nyai Roro Kidul jane duduk
Kanjeng Ratu Kidul iku adine, podo ayune. Gus Dur wis sms Nyai
Roro Kidul dikongkon jilbaban, dadi saiki nek kon ndek Roro
Kidul pokoke angger enek sret koyok jilbab berarti kan Nyai Roro
Kidul Kanjeng Ratu Kidul. Jilbabe kadang kuning, kadang putih,
kadang biru meh podo karo banyune sak piturute. Nek gak ana yo
karang-karangen dewe koyok-koyok ana mari ngunu crito ning
tonggo-tonggo mau aku delok. Wong deke gak iso verifikasi to yo
sama dengan Kiai Tiga Jogja tadi kan gak iso dicek. Kate lapo yo
ta gak? Kan wis gak weruh Rek. Oke jadi pindah ke kebatinan
berarti kalau ruangan spirit dan itu berlangsung sampai hari ini
sebenarnya dan itu saran saya kepada Gus Dur dulu. Gus, saya
usahakan bener untuk menakhlukan P3 dan Pak Harto untuk
supaya PDIP kalah. Saya kira di maiyah berapa tahun saya
menyampaikan. Kon enak ndi dadi direktur opo super truk? Kon
misale gowo barang nyuper truk teko Jakarta ndek Banyuwangi
karep sing kon pilih sing nyupir truk tutuk Banyuwangi opo kon
direkturmu. Kon nyupir truk ning Banyuwangi sing kon pilih sing
endi. Yang menjadi pertimbangan adalah kalau kamu nyupir truk,
trukmu sendiri keputusanmu sendiri kok gowo-gowo dewe kok
supir-supir dewe engko kon dirampok ndek dalan yo tanggung
jawabmu dewe, glimpang gak glimpang yo urusanmu dewe. Tapi
nek kon dikongkon karo direkturmu, karo majikanmu, karo
juraganmu. Maka kalau kamu mendapatkan sesuatu entah musibah
entah apa yang tanggung jawab adalah direkturmu. Jadi awakmu
urip iku karepmu ta karǝpe Gusti Allah? Ayo saiki ditentukne
mulai saiki nek iki karepmu mlaku-mlakuo engko kari petor-petoro
dewe, lesu-lesuo dewe, perot-peroto dewe, nak kon bahagia-
bahagiao dewe. Tapi nak kon urip iku konsepe dikongkon Gusti
Allah kan beres. “Sampean sing ngengken kok lak ngunu to karian,
nek enek opo-opo nak ngunu to sampean sing ngengken kulo lak
nganut sami’na waato’na, nggeh samean tulungi mosok mboten to.
La opo lak mboten nulungi sampean ngengken-ngengken ngunu
to”. Bener ta gak Rek? Lo yo gak pantes kon iku ngomong ngunu
ning Gusti Allah yo gak pantes yo gak? Aku iki mek ngomong
bahasa Jombang ngunu lo. Gak terus mbok kon mari sembahyang
terus “Awas lak gak nulungi aku”. Koyok pedagang batik ndek
Pekalongan iku Cina kiwo tengen payu dek e sembahyang
“Yaallah itu cina-cina tetangga saya itu mabuk tiap hari gak pernah
salat, makan babi laris dagangannya. Saya ini sholawatan, wiritan,
bangun pagi, salat subuh, dhuha, salat sunah. Kok alot sih? pokoke
diten niki kulo kudu bayar sekolahe anak kulo rodok larang, nek
sampai dino niki gak payu wis kulo tak mangan babi mawon”,
Ngunu dek e. Lo ngunu iku Gusti Allah apik yo rek yo dikabulno,
gak mergo wedi kon mangan babi, tapi karena Dia cinta, sayang
dan dermawan kepadamu lak ngunu sih Rek. Jadi jangan lupa
urusannya itu kedermawanan lahir dari kasih sayang. Kasih sayang
itu buah dari cinta dan urusanmu dengan Allah itu sejak awal
memang urusan cinta inkuntum tuhibbuunallah faatabiuni. Jadi
asal-usule mergo tresno ta gak tresno. Saya ulangi lagi cerita yang
sudah ratusan kali, enek wong penyembah berhala la era kita ini
era berhala 84 tahun lara selama hidup dia menyembah berhala
sehingga ketika dia lara nemen dek e iku sambat nang berhalane.
“Pun nyembah samean 84 tahun, Sampean iku tolong kulo mboten
niki? laroa sak niki pun wis rodok miring-miring pun, kulo watuk
untune katut. Mboten sampean warasno opo o? La jenengan watu
yo meneng ae yo suwi-suwi dek e jengkel. “Lak sampean mboten
nulungi kulo, engken nyembah liyane lo”. Terus dek e takon dewe
“Sapa sing jare Allah-Allah iku?” Wo malaikat Jibril krungu
langsung to, “Lo sapa sing omong Allah-Allah iku lakok ngenyek”.
La lak podo karo ngene “Presiden kita sopo jenenge Rek?”. Lak
ngenyek sih. Ngunu dadi kon ngerti teater usluk yo ngunu iku.
Sapa yo (tangan ditaruh di dahi sambil berfikir) em lak ngenyek
ngunu iku, aku nyembah sing jare Allah-Allah iku. Jibril
tersinggung langsung bilang Yaallah itu ada makhluk-Mu yang
kurang ajar dia menyembah berhala gini-gini gak dikabulkan terus
dia bilang kalau gak disembuhkan nanti saya akan meminta
kesembuhan dari yang lain yang katanya Allah-Allah itu. Ya Allah
Engkau dibilang yang katanya Allah-Allah itu aku menyembahmu
sepanjang hidup yakmakluma yukmarun, aku tersinggung dan aku
memohon jangan disembuhkan sakitnya ngunu Jibril. Jibril yang
sangat halus lembut kali itu sangat keras. Gusti Allah mesem,
“Laopo bril-bril wong kon biasane jembar kok saiki metoto-
metoto, laopo sih kon iku?”. “Yaallah aku tidak melakukan apapun
kecuali bertasbih kepadamu Yaallah maka aku mohon dengan
sangat kabulkan karena aku sakit hati engkau disindir seperti itu”.
“Bril ngene lo sak jane”, (penonton tertawa) terus nyeluke yaopo
ngunu iku mosok dek Jibril? seneng aku delok arek-arek seneng
semakin banyak maiyahan semakin lali utang. “Bril sek ta ngene lo
iku 84 tahun nyembah berhala terus loro jaluk waras, terus lak gak
diwarasno bedane aku karo berhala opo?” (jibril menjawab) “Oh
enggeh-enggeh”. Ngunu iku lak wis mlayu langsung yo wis set
ngunu. Jadi Allah itu memang menciptakan satu pola kehidupan
yang dimensinya itu luar biasa banyak. Jadi banyak kemungkinan,
banyak kemungkinan dalam hidup itu. Aku nek crito ngene iso
dowo. Jadi sebenarnya ini ilmu psikologis tapi kan aku gak kuliah
psikologis tapi contoh-contohnya sangat banyak. Jadi, hidup kita
akan menjumpai banyak dilema-dilema seperti itu. Ini saya
kembalikan ke yang era-era tadi, nah kalau Pak Muzamil
mengatakan kan la ya wajar memang yang sekarang kita sembah
berhala. Nyuwun sewu yo kita sebagai orang Islam saja bisa
menjadi penyembah berhala yang kita berhala kan, itu adalah Islam
bisa enggak? Jadi islam di Gusti Allahno, salat digusti Allahno,
betul enggak?. Misalnya tidak waspada salat itu cara apa tujuan,
salat itu jalan atau pencapaian? Jalan. Kalau kita pamerkan salat
kita, kita bangga bahwa kita salat. Salat kita akan membanggakan
jalan bukan mau membanggakan pencapaian, kan salat itu cara
untuk mencapai satu tingkat akhlak, kesolehan, dan tanha
anilfahsa iwalmunkar. Kan begitu rumusnya, jadi orang salat atau
tidak belum merupakan parameter dari keislamannya seseorang.
Saya tidak mengatakan salat tidak jelek dan saya tidak pernah
mengatakan gak usah salat. Koyok sing ndek youtube iku Emha
melarang salat, itu menganjurkan orang tidak salat, ana ngunu iku.
Aku kepingin ngunu iku sing akeh ngunu. Ana iki mau aku didudui
Cak Yus, ana fb jenengku sak fotone pokoke aku wis. Aku ngunu
iku gak opo-opo bah-bah kon engko lak nguyuh gak iso leren
kapok kon. Ketoke wis mari begitu wis clonoan lo metu maneh
hayo yaopo kon. Wis wudhu, sembahyang kait rakaat pertama lo
kok metu kapok kon. Wis gak opo-opo kono sak karepmu. Ngunu
iku urusanmu gak karo aku urusanmu karo sing duwe aku lak
ngunu Rek. Wong aku iki nganut karo sing kuasa, aku iki mek
buruh Rek, aku iki wis diurus karo majikanku, aku kan nyupir truk
lak ngunu to. Sampean punya pedoman hidup seperti Allah
membela kamu, tapi karena kamu terlalu suka sama kehendakmu
sendiri, kemauanmu sendiri, desainmu sendiri, cita-citamu sendiri,
maka ya tanggung jawabmu sendiri. Sekarang kalau Indonesia mau
minta tolong kita la samean dewe sing jaluk ngunu ancen kon. La
saiki jaluk tolong aku, laopo sampean wong ancen sampean niat
koyok ngunu kok. Gawe pancasila tapi gak Ketuhanan Yang Maha
Esa bahkan ana sing mengatakan ini bukan Negara agama, lo
memang bukan negara agama secara konstitusional tetapi secara
substansial satu-satunya Negara yang berketuhanan Yang Maha
Esa Cuma Indonesia, lo lak mek Ketuhanan Yang Maha Esa gak
enek hubungane mbek agama terus Tuhan cap opo sing kok
maksud. Lo kalau Ketuhanan Yang Maha Esa yaopo gelem gak
gelem iku agama jenenge Rek. Ngerti gak definisi agama? agama
siapa yang menurut anda berhak bikin agama? Kalau malaikat,
nabi, rasul, wali, sampean? Nek kon sing gae jenenge club sepeda,
opo maneh rek paguyuban yo, manungso iku parpol, itu bikinan
manusia. Kalau agama yaopo maneh nek agama yo ana maneh, nak
wong modern lucu ini agama Samawi, agama Ardi. Lo dadi enek
agama sing bukan bikinan dari langit to. Yaopo sih karepe wong-
wong aneh-aneh pikirane, pikirane iku sigar. Misale ana dibagi ini
kesolehan sosial, kesolehan pribadi yaopo karepe iku, lak gak
sigar. Yo nek salat pribadi gak usah usholi gak sholeh Rek, sholeh
iku yo jangkep. Wong jenenge gak jangkep iku gak sholeh yaopo
sih kon iku. Kok ana kesholehan pribadi ana kesholehan sosial yo
gak. Yo gak sholeh secara sosial yo gak sholeh, secara jenenge,
awakmu to jenenge dholim iku. Iku koyok iklan apa sih bakat itu?,
bakat itu tidak dikasih tetapi diraih ngunu terus gambar musik,
bakat itu omong kosong bakat yang sebenarnya adalah kita tidak
pernah menyerah. Lo lek tidak pernah menyerah iku jenenge tekad
blok-gblok. Hadoh yo nek bakat iku duduk tekmu, bakat iku
jenenge gawan bayi, kon wis didaftar dikeki iki masio kon iku gk
sinau kuliah musik kon iku wis iso. Kon iku wis seneng sak kata
iku kon ngelek-ngelek liyane, la ngunu kui lo wong saiki. Engko
lak wis seneng karo satu tokoh iki apik, tapi digusti Allahno liyane
lak setan kabeh. Lak ngnu saiki saking senenge tidak pernah
menyerah, hidup itu jangan pernah menyerah saking fanatike
jangan pernah menyerah itu diterjemahkan jangan pernah
menyerah. Bakat tidak pernah menyerah duduk bakat iku jenenge
yaopo sih kon iku, iku jenenge tekad. Iki wong modern kok uculan
uteke iki, ucul rene ucul rono lak ngunu sih. Kayak itu tadi Pak
Muzamil la yaopo sih wong dibayar kok memerintah. Lo lak ancen
gak penting kata, Pak Muzamil kalau roin roinyah, kalau samir
makmur, kalau imam makmum lak ngun sih. Muris iki murod, lak
guru siswa, guru kok karo murid. Lo lak pancen kata gak penting
nek ngunu bapakmu tak sebut sak karepku, yaopo Darsono kabare.
Ayo jajal aku ketemu bapakmu, “No ning endi No?” awan-awan
kon muring-muring ta gak? Kalau memang kata itu tidak penting
ayo wis Indonesia Indonesiwa, jare wong Madura alasane
sesungguhnya kata adalah yang ada di dalam hati. Benar Pak
Muzamil benar cuman apike ojo angger sholawatan, engko
kepethuk arek-arek, kon iku suworo lak cocoke ngernet sih laopo
nyanyi barang arek-arek iki. Gini lo teman-teman ini bener saja
tidak tepat sebenarnya kan bagus tekad itu orang, tidak pernah
menyerah never give up apik to, cuman gak usah ngelek-ngelek
liyane. Gitu lo terus sesuatu yang bukan dia kamu dia-diakan bakat
yang sebenarnya adalah tidak pernah menyerah, duduk bakat iku.
Bakat iku masi kon gak lapo-lapo iku iso, lawong bakat kok.
Mulane amu milih fakultas berdasarkan identifikasi masing-masing
kamu terhadap bakatmu betul gak ada orang punya kecenderungan
seni, kecenderungan spiritual kan gitu, itu namanya bakat itu
namanya fadilah keistimewaan pada masing-masing orang
fadollallahu ba’dal alaba’din. Ojo terus remehno apa sih bakat itu?
Katek gak nguenaki cangkeme iku. Umpomo ancene kon bener yo
mbok yo wis ngomongo ojo gak tek ngenaki. Gini bro, misale
ngunu gini bro sebenarnya bakat itu yang penting kita tidak pernah
menyerah. Nek ngunu kan salah tapi gak nglarani ati. Bakat itu
omong kosong, wis-wis wong saiki saking mlarate duwe woh sitok
lak nglamuti gak karu-karuan, liyane dielek-elek kabeh. Begitulah
mereka bermakalah, begitulah mereka mengurusi negara, begitulah
mereka beragama. Nek wis rajin salat iku delok wong liyo iku elek
kabeh, enggeh napa mboten angger mari teko masjid delok, “Emm
gak salat yo to”. Ngene iki lo wong-wong Yaallah-Yaallah
seharusnya setelah kamu rajin salat kamu menjadi lebar dadamu,
hatimu, menjadi lebar pikiranmu lak ngunu asline. Ngene wingi
ndek fabelan iku pak Camat ngomong pkoke rek wong kang sholeh
kumpulono, oke apik. Tapi aku kepingin ngejak awakmu delok-
delok kiwo tengen yo. Urip iku gak lurus gak dlujur ngunu, bal-
balan kudu ngiwo nengen yo to, kadang mundur barang bayangno
lak bal-balan ning sirotol mustaqim pkoke lurus ngunu. Wis to
yaopo dadi kon kudu ngene to nek kon nganan kudu diagonal, nek
straiker tengah kudu lurus dadi kowe gak oleh pokoke gak oleh
kok menggok titik-titik. Maka jalan yang lurus jangan dipahami
sebagai material, kalau materiel benar-benar lurus itu gini, tapi
kalau substansi lurus itu selalu pada rel nilainya Allah kan gitu.
Nek lurus materiil kan gitu kayak demokrasi, inikan materiil sekali
dan tujuan hidup kita semua materiil agama kita materikan, surga
saja dipahami secara materi lak wis. Jadi cita-citamu terhadap
surga pun itu berdasarkan cara berpikir keduniaan dan materiil-
materiil pun di dunia. Dadi ndek surga engko kan selalu ngomong
bati to, titik-titik bati, opo titik-titik pahala. Aku gak ngarani pahala
gak apik, cuma caramu delok koyo delok bati ndek pasar. Wah iki
aku wis mari umrah, iki berarti misale ngene wis enek. Pak
muzamil mencari ilmu saat disebuah majelis apa Pak Muzamil
hadisnya?”
Pak Muzamil : “Attafakurussanatan khoirun min ibadati sanatin”.
Cak Nun : “Coba iki nek kon materiil berfikirnya berhala dan itu umum
sekarang, tafakur sesaat itu lebih tinggi nilainya daripada ibadah
setahun. Coba dadi kon ngene (tangannya ditaruh diatas dahi
sambil menunduk) disopo wong meneng ae pada saatan saja lebih
baik daripada ibadah setahun. Dadi nek kon ngene dadi (tangannya
ditaruh diatas dahi sambil menunduk) 5 menit bebas sembahyang
10 tahun. Itu kalau berfikir materialistik, dan ini lo yang harus kita
kritik pada era jahiliyah itu, kita itu berfikir materialistik semua
kamu materikan. Padahal seharusnya semua materi kamu
rohanikan dipakai untuk berbuat baik, dunia ini materi maka
akhiratkan supaya ada tranformasi materi ke rohani. Kan ngunu,
jane urip iku amal sholeh itu nomer satu. Tidak penting kamu kaya
atau miskin yang penting uang yang ada padamu, harta yang ada
padamu kamu rohanikan, kamu abadikan kamu kasih nilai akhirat
maka dia menjadi abadi kan ceto ngunu iku jane. Nah sekarang itu
era jahiliah paham enggak? (bertanya kepada penonton). aku takon
semua program mengenai ifrastruktur nyilih duit gak sampai 20
tahun wis 4000 triliun, itu semua untuk tujuan apa kecuali berhala
dan tidak ada yang berfikir martabat bangsa eggak ada yang
berfikir. Aduh saya gak paham sebenarnya apa yang terjadi
sekarang ini, kok menungso opo lo batine kok koyok ngunu iku.
Bati opo gak paham aku sing kok raih iki opo, kon iku untung opo,
tepake iku opo gak paham aku. Kenapa kok kita bunuh diri bareng-
bareng gini ini, oke ya. Jadi pemimpin tadi intinya nomer satu
adalah bukan pada siapa presidennya. Tadi Pak Muzamil
mengatakan gak ada punakawannya, ada Pak Muzamil lengkap
punakawannya, panembahannya ada, kerisnya ada, pusakanya ada,
kita masih lengkap semuanya kita masih punya. Cuman rakyatnya
dan yang sekarang mengurusi Negara itu gak bisa melihat kecuali
benda, benar gak? (bertanya kepada penonton). Gak bisa lihat
negarawan itu, opo o kok gak weruh, karena dia tidak cukup
pixelnya tidak cukup resolusinya, tidak cukup softwernya. Wong
arek-arek iku jek windows 31 yaopo lawas nemen yo Mas yo?
Teko windows piro saiki? (bertanya kepada penonton) 2010 yo?
Cek lawase. Biyen windows 30 to terus 31 yo to. Yaopo nek kon
mek mengakses data koyok ngunu sing kudune kelengkapan
softwerenya sedemikian rupa awakmu jek windows 31 terus yaopo
browsinge nganggo nokia 612 yaopo browsinge sing layare sak
mene iku (sambil menunjukkan ukuran handpone). Terus lak nulis
D iku tek tek tek tek (menirukan bunyi saat orang mengetuk huruf
D) suwi ngunu. La yaopo lak koyok ngunu carane. Jadi ada semua
lengkap masih lengkap cuma kita terdidik hanya untuk melihat
materi, kita ini penyembah berhala, penyembah berhala artinya
bukan kok terus kowe golek koco terus kowe ngene-ngene gak?.
Menyembah berhala itu artinya kamu tidak menomor satukan
Allah yang maha roh, yang maha zat yang kamu nomer satukan
adalah benda, maka nomer dua fikiranmu tidak berfikir selain
materialistik itu lo, jadi delok secara materialistik. Ada yang saya
kritik berpuluh-puluh tahun tapi tidak ada yang mendengarkan dan
gak ada yang mau percaya sama saya. Saiki nek kon ndek kampus
iku ana delok opo ae iku secara materialistik. Ada yang saya kritik
berpuluh-puluh tahun tahun tapi tidak ada yang mau mendengarkan
dan gak ada yang mau percaya sama saya. Saiki nek kon ndek
kampus iku ana seminar, ana sarasehan, ana semposium. Iku sing
memberi presentasi jenenge opo? Yang ditulis itu lo namanya apa
coba?”
Penonton : “Materi”.
Cak Nun : “La gendeng to, materi iku opo lak benda, lo kok benda sih wong
sing kok tulis ilmu kok benda. Lo kok materi sih? Jadi kita ini gak
paham mbok golek istilah liyo item kek, item kan umum. Ojo item
(penonton tertawa) watu item kok, terusno”. Watu item kok
terusno”.
Penonton : (meneruskan lagu)
Cak Nun : “He dolanan lagu, watu item polong. Seneng arek-arek masa
kanak-kanak dapat bahagia. Menurut anda itu materi apa rohani?
Menurut anda seni materi apa rohani? Kalau lukisannya iu materi
tapi apakah itu lukisannya? itu kan mengantarkan lukisan. Jadi
lukisannya itu materi atau rohani, jadi sebenarnya urusan kesenian
itu urusan rohani atau materi? Jadi ilmuwan, seniman, itu
rohaniawan apa bukan? Rohaniawan kenapa selama ini ilmuwan
menolak disebut bahwa mereka itu rohaniawan. Yang disebut
rohaniawan itu pendeta, kiai kan gitu. Gimana orang modern,
padahal ulama, kiai, pendeta, kadang-kadang juga bukan
rohaniawan sangat mementingkan salat daripada akhlak betul
enggak? Karena materiil. Nek enek wong korupsi sing dieman-
eman iku barange sing dicolong, duduk eman ning wonge kok
nyolong sampean kan gitu rek keihatannya materi lo ya, kok materi
sih. Dari dulu saya menyebut penyair itu sangat rohaniawan
dibanding ulama, lebih rohaniawan penyair karena dia lebih dalam
daripada ilmu, dia lebih esensial, dia tetesan inti dari kehidupan itu
puisi. Terus sekarang puisi dianggap materi urusan kebudayaan
terus yang disebut puisi itu kata di dalam deret-deret kalau gitu. Lo
kata itu bukan puisi kata itu yang mengantarkan puisi sama dengan
mushab quran sing ana tulisane itu bukan quran itu yang
mengantarkan quran, dia materi mergo ketok mergo dicetak, dicat,
ya to sama dengan dalil mablu tadi. Tapi dia bukan quran,
qurannya itu berdiri sendiri di dalam pemahan kita. Mosok ngunu
gak iso bedakno. Nah teman-teman sekalian maka sekarang
pengajian ini urusan materinya apa, makanya gak penting banget,
taplak cek eleke, iki bangku yo gak cocok (sambil menunjukkan
bangku) coba-coba saking materine gak Padhang Bulan Rek elek-
eleke saking materine gak Padhang Bulan rek eleko rek gak mikir
blas materi. Yo ta gak? Gak mikir blas karena gak penting sama
sekali. Mulane urip ndek dunyo iki jare wong jawa mek mampir
ngombe. Saiki cek gak mamppir ngombe rodok model outbond ta
ngunu sing rodok gaya titik. Lek biyen pesantren saiki boarding
school yo wis ngunu iku gak opo-opo podo ae, wingi menyan saiki
aroma terapi. Ala wong menyan ae lo rek kok repot, biyen balon
mari ngunu PSK, biyen begenggek mari ngunu WTS podo ae jane.
Gaya-gaya wedus dipupuri, bedes diklambeni, wis nak iyo iyo nak
gak-gak. Jadi kita itu sering melakukan evoinisme itu namanya
evoinisme, jadi pengahalusan atau manipulasi artinya gitu ya. Jadi
anda semua datang ke sini karena anda semua rohaniawan dan
manusia itu makhluk roh bukan makhluk materi makhluk rohan,
kalau makhluk materi itu kan angus sebentar lagi mati. Apakah
anda yang mati dikuburan itu? Apa engkau yangmati dikubur itu?
Itu cuman jasatmu. Terus nek jasadmu iku awakmu terus Munkar
Nakir marani sopo? “La kok wes matek arek e? ngunu yo. Terus
balik ning Jibril “ Pak Jibril pun matek arek e, terus kulo tarap”. La
terus sing jawab iku mayat ta? Yaopo sih kon iku rek-rek. Mosok
ana mayat jawab, bayangno nek iku mayat-mayatmu iku sing
jawab. Manrobbuka? La terus mari ngunu nek perlu kon keki load
speaker rek. Jajal lek kon pingin roh yo kon keki mikrofon, kon
keki kabel red keki salon ya to apik to. “Manrobbuka? Allahurobbi,
kon wingi nguyuh ngadek? Enggeh, gae ongko wolu kon”. Mosok
kon iku sing dikubur iku rek? Lak duduk sih, iku lak mushafmu to,
itu lak kata-kata, itu bukan yang ada padamu. Jadi jangan dilihat
kata-katanya tapi yang dimaksud dalam hatinya. Pokoke aku belani
Muzamil terus, cek kabeh iling ancen suarane elek temen mulane
dibelani terus yo. Dadi ngunu iku lo wong-wong bingung nek karo
maiyah iku, ketoke belani padahal cekne wong tambah iling nek
elek. Ngerti gak politik kon iku, usluk kon iku, ketoke belani
padahal neges-negesno. Kondo enggak Cuma gak ngerti padahal
Cuma dibahasakno wong goblok. Bedane gak ngerti karo goblok
ngunu ae kapusan arek-arek iku. Wis-wis mualne urip ndek dunyo
iku gampang jane rek mek ujian singkat, ujian singkat opo to mek
diluk tok. Dan barang siapa menganggap hidup hanya sampai
dikuburan yo wis, padahal kon gak iso bolos pension dini gak iso.
Terus mari ngunu begitu dikubur gak urusan ngunu, terus gak ana
urusan malaikat, gak ana urusan alam barzah ngunu, gak ana
urusan suargo neroko ngunu, iyo nek gak ana nek ana? Yaopo kon
kate mlayu ndk endi kon? Hayo-hayo mlayu ning ndi kon, nek kon
kate metu teko sepur jek ana sawah, malyu teko sawah jek ana
kampung, malyu teko kampung jek ana alas, malyu teko alas jek
ana gunung, malyu teko gunung jek ana segoro, malyu teko segoro
jek is metu ko bumi ning bulan, mari ko bulan sek ana mars yo to.
Wis mlayu teko alam semesta ning ndi kon kabeh tek e Gusti Allah
kok. Ning endi-endi kepergok, dadi kon saiki menghindar dari
kekuasaan Allah kon rono terus Gusti Allah “Hayo ndek kene kon”
kepergok terus to karo Gusti Allah, ning endi ae mlayumu,
singitono ning kon mesti kepergok Gusti Allah. Ayo wis singitono
kon mlayuo wis ndek cepitan alas kono wis terus Gusti Allah “Piye
kabare le?” Jingkat semaput kon yo. La Allah kan sahabat sehari-
harimu kan begitu, makanya saya memakai bahasa seperti itu.
Bahwa saya terlalu rileks la terus yaopo opo nganggo la yoapo?
Apa harus nganggo bahasa buku “Wahai Allah dari manakah
Engkau tadi?” Karo bojomu kon engko nganggo bahasa buku “Dek
apakah malam hari ini engkau ijinkan aku untuk memasukkan?”.
Lak aku cap opo ngunu iku, terus bojomu jawab “Iya itu
tergantung Mas bagaimana malam ini, apakah malam ini
terangsang kepadaku?” Seandainya ada bojo koyok ngunu apik yo.
“Dek apakah pada malam hari ini (Cak Nun tertawa). Oleh bojo
arek Jawa Timur disentak kon “ Iyo to dol dol wis ta dol kok repot
kon kepingin ta? Wis ta kene”. Mosok kon digawe dulinan karo
urip? Ojo gelem digawe dulinan kon. Opo maneh urip dalam arti
cuma materi jangan mau kamu dijadikan mainan kamu harus
mempermainkan. Mempermainkan dalam arti kamu meletakkan
dunia itu digenggamanmu karena engkau ada digenggaman Allah
kan begitu, masak kamu digenggam oleh dunia? Kita yang
menggenggam dunia. “Dunia lak gede Cak?” Lo iku lak mikir
materi maneh dadi kon cilik dunia gede, nek rohani gak kon gede
timbangane dunyo enggeh nopo mboten? “.
Penonton :“Enggeh”.
Cak Nun :” Dunia itu tidak lengkap, hewan tidak lengkap. Di dalam diri kita
ada semua makhluk ada potensi malaikat, ada potensi
hayawaniyah, ada potensi nabati, ada potensi semuanya ada. Tapi
mereka tidak mengandung apa yang kita punya kita mengandung
semua apa yang mereka ada. Jadi kalau kita berfikir rohani itu enak
Rek. Dadi misale utang wis golek sampai sore sampai mari magrib
mari isya jek usaha jek gak iso bayar gak oleh-oleh. Terus mari
ngunu kon suwengi tet iku mikir ngunu “Yaallah yaopo agk iso
bayar” Goblok kon mosok kon kate nyilih duit ning sopo-sopo nak
gak iso. Jadi ketika kamu sudah melakukan apa-apa kamu wis
memerdekakan diri dari beban itu, dadi begitu kamu sampai jam 10
bengi jek gak iso golek duit, terus antara jam 10 sampai jam 5 isuk
kon lapo? Harus merdeka ojo dipikir maneh itu lo. Ojo
(memegangi dahi), saya itu dikasih rahmat Allah berupa apa?
Kabeh wong biyen nek kon ate dadi seniman, penyanyi, pemain
drama begitu munggah panggung nak demam, demam paggung
ngerti? Gupuh, nerves, gitu kan nek ono opo-opo pokoke ada
nerves-nervesnya. Aku gak tau nerves tapi ngantuk, lo iyo ngantuk
aku, pokoke begitu ngenteni iki engko giliranku jam sak mene.
Zaman biyen yo zaman nom-nomanku aku langsung turu ndek
kursi, engko digugah. Dadi gak kober nerves aku. Saiki misale
gelut musuh bojo ngantuk aku wis langsung turu aku. Jadi tidur itu
rahmat luar biasa, ngantuk itu rahmat luar biasa masyaallah
nikmatnya. Duwe problem sak munu gedine gak iso menyelesaikan
jalan keluarnya opo rek?”
Penonton : ”Turu”.
Cak Nun : ”Oalah rek-rek. Oke dua tiga pertanyaan gak masalah dang uwes
engko aku kedawan. Oke gak usah maju.”
IKLAN
Cak Nun : ”Jadi gini jawaban itu anda bergaul dengan banyak orang anda
harus punya banyak opsi banyak serve, jadi jawabe ojo kedukuren
ojo keendeken gitu ya. Jadi misalnya gini kholifah, kholifah iku
wis gae wong biasa ndek pasar ndek gerdu. Ngene lo Rek kholifah
iku iku kon nyeter awakmu ojo salah dalan siji ojo salah dalan,
nomer 2 carane nyetir yaopo sing hemat sing efesien sak piturute..
Tapi yang terpenting dari urusan nyetir adalah kon eroh tekan endi
ate ning endi dadi kholifah iku gur ngunu tok gae wong awam yo
ngunu iku tok. Saiki agak diunggahne titik wong urip iku teko endi
ning endi? Kalimatnya dalam Islam jelas to innalillahi
wainnailahirojiun. Nah rojiun itu kan dari menturo kembali ke
menturo iku yaopo carane opo tutuk Jombang terus balik ngunu
opo? Kan anda tidak pernah balik anda kan terus tidak pernah balik
selalu terus maka gambarannya harus bulat betul enggak? Dadi
kudu ngene. Maka pola utama dari ciptaan Allah adalah bulatan
yang kalau diserpih-serpihkan menjadi lingkaran itu. Maka Semar
itu, kalau kalian sudah ngomongne Punakwan ya Semar itu adalah
praksis dari lingkaran itu ciptaan dari Sunan Kali Jaga gagasan
simbolisme Sunan Kali Jaga. Kok semar itu lingkaran? Duduk
wetenge iku bunder duduk, Semar itu dia ada di dua titik tapi dua
titik itu menyatu karena Semar. Jadi semar itu di satu pihak adalah
wong biasa lurah Karang Kedempel ya to, tapi disaat yang sama
dia adalah dewa yang senior di atas petoro guru di atas semua itu,
itu semua simbol. Jadi kalau anda berfikirnya materiil anda
berfikirnya ferdal anda berfikirnya struktural maka kan ini wong
cilik ndek ngisor terus mari ngunu raja kan dukur dewe lak ngunu
to. Nah dewa dukure maneh nek ngunu padahal Semar iki yo iki yo
iki ya titik teratas dan titik terbawah. Jadi ada materi yang padat
terus ada yang lebih menuju rohani yang cair, ada yang uap gas ya
gas kan agak lebih dinamis ya. Iki aku jaluk awakmu aktif
berasosiasi. Saiki aku takon bumi iki meneng ta bergerak bumi iki
lo sing kon urip ndek kene meneng ta bergerak? Bergerak
melingkar betul. Dia melingakar pada porosnya maupun
melingkari pada matahari betul enggak? Bersama matahari dia juga
berputar-putar dengan skala yang lebih luas lagi. Jadi bulan itu
punya gerakan empat sekaligus yang orang tidak mungkin bisa
menirukannya padahal ketoke meneng ngunu iku ketok raine sitok
ngunu iku tok, gak tau bulan ketok raine seje mesti ono buto iko ya
to. Oke saya hanya ingin mengatakan hidup itu kalau istilah
politika saya ya mengalir dan bergetar atau getaran yang mengalir.
Jadi kalau anda berfikirnya materiil kalau anda menyembah
berhala maka anda tidak bisa mengalami dan tidak bisa mencapai
apa yang dicapai oleh sesuatu yang bergetar dan mengalir atau
aliran yang bergetar. Nah manusia itu adalah pemimpin dari
getaran dan aliran itu, iki rodok puisi titik yo gak opo-opo yo?
Dadi pokoke ilingo nek kon ngalami opo sek ta iki mengalir terus
iki gak mandek iki yo, nek mandek ndek paing yo kon gak rabi-
rabi. Wis to teruse engko tak kandani dalane teruse engko ngene.
Nek kon madek ndek paing wis nglamar paing maneh, nglamar
paing maneh akhire gak cocok maneh, wage meneh legi yo gak
cocok wage yo gak cocok pon gak cocok lak gak rabi-rabi ngunu
yo. Nek kon mandek di konteks paing tanpa dikembangkan dengan
ijtihad dan pemikiran baru mengenai apa sih paing itu, apa sih
primbon iku, apa sih metodelogi jawa itu, maka kamu juga tidak
akan pernah mencapai apa-apa. Maka selalu mengalami apapun
ilingo nek urip iki mili rek dadi kon iku ojo mandek sedih, nek kon
begitu menderita untuk sesuatu hal berarti kamu sedang bersikap
materi. Mulane wis to percayao mlakuo terus waidafarohtafansob
mlakuo terus kerjakno terus karena hidup ini mengalir. Kon gak
mili uripe sing mili dadi kon ketinggalan mest, mulakne milio
terus. Oke berarti bumi yang keliatannya jasad itu mengalir.
Sekarang aku takon sambil konfirmasi ke Pak Muzamil, ayat yang
sering anda baca diakhir acara adalah innama amruhuida
arodasaiian aiyakulalahukunfayakun. Aku saiki takon nek kon
moco ndek terjemahane iku opo artine? Kun fayakun itu
diterjemahkan apa? Jadi maka jadilah, Pak Muzamil iki kira-kira
bener gak menurute sampean? Bener salahnya Allah yang tau
persisnya tapi menurut sampean bener ndak ini, jadi perintah ya
maka jadilah. Bener gak itu menurut nahwu sorof dari kun
fayakun?”
Pak Muzamil : ”Kun kalau arti aslinya adalah kamu fayakun maka sesuatu itu
menjadi ada”.
Cak Nun : ”Bener?”
Pak Muzamil : ”Iya”.
Cak Nun : ”Iki wis belajar kitab kuning suwi lo iki, kalau fiil madinya apa?”
Pak Muzamil : ”Kana yakun”.
Cak Nun : ”Kunfakana jadi maka jadilah, jadilah kan sudah jadi berarti.
Jadilah berarti wis dadi bahasa arabnya kana kunfakana, ini enggak
kunfayakun yakun ini selesai apa terus Pak?’
Pak Muzamil : ”Karena fiil mudorik tidak selesai terus”.
Cak Nun : ”Tidak selesai, kenapa diterjemahkan jadilah? Kok jadilah nek
jadilah kan wis dadi ?”
Pak Muzamil : ”Mestinya menjadi”.
Cak Nun : ”Wis tau ana sing ngomong ngene iki? Iki tak bukak titik. Maka
anda mengalami zaman baru dengan pemikiran-pemikiran ini wis
to. Akan lahir zaman baru yang pengawalnya adalah anda yang
kholifahnya adalah anda, imamnya adalah Allah SWT. Jadi yakun
bukan kana bukan jadilah. Jadi kata Allah maka berlangsunglah
maka menjadilah, cocoke bahasa Indonesia berlangsunglah dia
terus sampai hari ini. Umpamanya Allah mengatakan “Aku
menciptakan alam semesta 6 hari mungkin dino iki hari keenam”.
Lo lo lek guyu, ketoro lak pas dangdut sing teplek-teplek kowe
delok jenis guyune iku lo. Maka berlangsunglah fayakun, jadi
bukan alam sudah jadi terus kita huni bukan. Fayakun itu ya
sampai saiki tetep fayakun bener gak Pak Muzamil?”
Pak Muzamil : ”Karena fiil mudorik”.
Cak Nun : ”Mudorik kok, makanya sama dengan keluarga sakinah itu lo
litaskunu fiha ilaiha. Nah kata ila ini membuat kata sakinah itu
diperjuangkan terus-menerus ora berhenti, mari sakinah awan
bengi gak sakinah kadang begi sakinah awan gak sakinah. Sing
akeh iku awan gak sakinah soale duet ruwet-ruwet bengine sakinah
jam 11. Jam 11 jek petutat-petutut akhire endinge akhire jam 2
sakinah meneh. Jadi sakinah itu sesuatu yang litaskunu ila
diperjuangkan terus menerus. Yakunu fayakun dia terus-menerus,
jadi sekarang ini bisa hari pertama bisa hari kedua bisa hari ketiga
bisa hari ke enamkan gitu pak Muzamil. Kita tidak tahu dan harus
tidak tahu, ojo eroh kon sing enak iku gak eroh kok sak jane. Ada
dalam hidup yang sebaiknya kamu tahu ada hal-hal yang dalam
hidup yang sebaiknya tidak kamu tahu supaya kamu ingin tahu
terus dan ingin tahu itu kehidupan yang penuh dengan gairah. Nek
wis weruh wis gak enak sing uenak iku ketike wis weruh tapi
ketoke kok ngene yo, sek sek sek lo ngene. Jadi selalu tidak tahu
selalu ingin tahu ngunu iku urip. Makanya hidup itu mengalir dan
bergetar ya, jadi menjalankan kekholifahan dengan prinsip
mengalir terus sing penting tutuk Gusti Allah meneh. Maka ada
urusan akhlak ada urusan fikih ada urusan budaya ada urusan
macem-macem anda kendalikan anda kholifahi sehingga anda
melihat bahwa anda tidak kemanapun dalam hidup anda kecuali
ilaihirojiun. Jadi fayakun jadi maknanya lagi berarti Allah itu terus
bekerja sampai hari ini, nek jadi maka jadilah uwis dadi rek
(merokok sambil duduk dengan kaki diangkat satu) wis kono uripo.
Mosok Gusti Allah medingkrang karo ngrokok wis dadi kok, jare
sapa wis dadi sedang berlangsung dan Allah menjadi pekerja utama
dari segala sesuatu yang berlangsung sehingga kamu jangan
merasa hidup sendirian kamu bersama dia. Malanamaulansi
waallahumanadaitayahu qolayaabdi annallah kapan awakmu
nyeluk Yaallah ya Gusti kemudian Allah menjawab “Iyo Rek Aku
ndek kene tenang ae kon, kon iku laopo nangis-nangis gak iling
Aku kon, Aku iki ngancani kon iki yo tak bayarno utangmu engko
tapi sabar sek ta. Kon ate nganut Aku ta Aku sing nganut kon?”
Lak disentak ngunu karo Gusti Allah kapok kon, nek kon ngoyak
ae gak sabar yo wis kon Gusti Allah wis. Yaopo kon hayo? Kon
sing tanggung jawab sembarang modar kon lak an. Jadi anda
sebagai kholifah anda tidak sendirian karena ada Allah ada
imamnya ya kan Pak Muzamil. Kan seluruh proses di Indonesia ini
ana imame dan itu yang tidak dihitung oleh mereka. Mereka jadi
kholifah pun tidak menyadari, menjadi imam pun tidak menyadari
maka jadinya kehancuran-kehancuran dilema yang terus-menerus,
kehancuran yang ditutup-tutupi seolah-olah kesuksesan itu kan.
Kegelapan yang dicat-cat seolah-olah itu cahaya kan gitu yang
berlangsung sekarang, jadi jelas kan kekholifahan. Fayakun jadi
meloko perahu gedhi sing jenenge fayakun apa fiil mudorik,
present continue tense betul ya? Understain? Kon iku kok guyang-
guyu ngenyek aku ta kon iku? Aku omong bahasa Inggris titik kok
guyu. Ngene iki spontan aku pancen weruh ket biyen enek 16 rek
dan wis dalam bahasa inggris ana 16 anggetmu. Sama dengan kata
islam itu dari fundamen kata sin, lam, mim yang jumlah titik
beratnya ada 16 ya Pak Muzamil? Salam ada saluma ada salama
ada salima ada ada yang tasdid ada yang tidak pokoke ana 16
kabeh. Makanya mempelajari Islam itu sebenarnya awakmu moco
telung huruf iku kok goleki lingkungane wis dadi. Kelak saya akan
bilang sama anda ketika nanti suatu hari sudah sampai saatnya
iqraknya yang dititipkan Rasullallah untuk ada semua itu kan
bukan untuk Rasulalah, Rasulallah itu wis gak butuh iqra’ rek wis
lulus kok, wis kumlaude gelare al-Amin ya to. Jadi dia itu sudah
sangat islam meskipun belum datang agama islam secara resmi
sudah sangat muslim maka dia menjadi Al-amin menjadi puncak
pencapain insan kamil itu al-amin itu. Maka iqra’ iku asline nek
kon gak iso moco quran ancene wis kadung gak iso wis pokoke
pelajarono kanjeng nabi. Misale ada 128 kebiasaan hidup kanjeng
nabi iku tok kok tiru wis top kon. Akhire engko morotuomu wis
gak iling wetonmu (penonton tepuk tangan) le kon iku yaopo.
Penyanyi iku ngene itu tahu kelemahannya tau kekuatannya misal
ana wong sing suarane elek (penonton tertawa) enggak-enggak ini
mesti Muzamil sing dimaksud, yang namanya suara jelek itu beda
dengan kemampuan bernyanyi beda dadi ono sing teknike apik
jenis suaranya jelek, misalnya timbrenya kurang serak terlalu
melengking terlalu alus gak ono noisnya misalnya ya. Jadi jenisnya
ya, ada orang yang suaranya bagus tapi gak iso nyanyi suara itu
maksude materine metune suara iku elek masio pinter nyanyi dadi
engko hasile tidak maksimal. Ana wong suarane elek tapi pinter
nyanyi, ana sing perfek suarane yo ancen apik pinter nyanyi pisan
nah iku sing sempurna. Nah aku iki gak iso nyanyi gak iso qiroah
aku mek iso nutupi gak isoku mek iku ngerti kon, lo ngerti. Aku iki
gak iso cuman kon gak weroh lak aku gak iso tak tutupi gak iso iku
dengan teknik lain ngnu lo rek. Aku iki ngerti opo ilmu aku gak tau
sekolah gak jelas, bacaanku iku nagasosro sabuk inten pas SD
kelas 1,2 aku nek dino minggu dolen ndek pasar Sumambito aku
tuku komik pertama iku jenenge Akling Darma Batik Madrim tuku
ndek pasar Sumambito iku lo cedek stasiun buri stasiun iku lo,
cidek rel iku lo. Ana guruku SD jenenge Pak Sis gurune Cak Mip
barang. Aku tuku ndek kunu Akling Darma eroh opo aku aku gak
eroh cuman tak tutupi gak werohku sehingga kon ngarani aku
weroh. Terus Gusti Allah gak tega karo aku mulakne dikeki weruh
titik-titik, dadi pas nutupi dikeki ngnu lo rek jane mek ngunu iku
tok. Itu sama dengan ekonomi kita nek diturut-turuti jane yo gak
cukup duite tapi wis rodok darurat dikeki maneh masio mek icrit-
icrit tapi nek bendino. Jane nek didelok yo gak cukup iki gak
rasional cuma gak sampai kejlungup kon ya kan, engko begitu
entek enek titik maneh enek titk maneh dadi pokoke gak tau sat
temenan gak tau sat, yo ana ae lah mboh sak tetes rong tetes ana ae
lah. Begitulah Allah menyayangi hamba-hambanya nganuto karo
Gusti Allah wong ilaihirojiun kok gitu ya. Jane ojo sampai ketemu
wong sing kagum karo aku mesti kecewa, kon salah lak kagum
karo aku terusno ojo mandek ndek aku karna yang kamu kagumi
itu bukan aku yang kamu kagumi itu adalah sesuatu yang
ditranformasi melalui aku ya tak gak?”
Penonton : ”Enggeh”.
Cak Nun : ”Sing lewat aku duduk akune salah kon, opo maneh engko kon
mergo duwe fotoku zaman nom ganteng koyo Gatut Kaca
Jagalabilowo brengosen, brengose ireng ya to. Lo nek aku berfikir
material nek mbak Via berfikir material kari tak chat kari tak tarik.
Sekarang teknologi itu sangat mudah kok iki ditarik dadi nom
maneh iso kok tapi haram hukumnya untukku sendiri. Putih-putih
ate laopo kon? Slamete arek-arek iku nek ngelokne aku sopan nek
gak sopan koyok ngene “Udah tua loe ya” Nek ngomong ngunu
langsung tak. Slamet arek-arek iku sopan, isuk-isuk muleh maiyah
ndek bandara jam 5 ndek Juanda jam 5 ning Cengkareng jek pegel
gurung ados gurung opo terus lungguh ndek tempat ruang tunggu
terus ana arek teko “Lo Cak Nu? Terus aku jawab “Iyo mas”, lakok
ngomong aku maleh tuek kok ana lo makhluke Allah koyo ngnu.
Terus aku kon yaopo aku terus tak cekel gulune terus karepmu
yaopo. Arek-arek iki lo ana uwong gak oleh tuek iki yaopo arek-
arek iki. Engko lak Gusti Allah mesakne ning aku terus aku digae
nom maneh kapok kon. Sek tak jarno ae wong sek duwe aku kesan
tuek engko nak wis kesane wis sampurna engko tak tibakne jeglek
ngunu suatu hari nek oleh nek gak oleh yo pancen ngene iki Rek
gitu ya mas. Jadi menurut saya semua itu hiburan-hiburan selama
out bond gak ada masalah itu tuek gak tuek nom gak enom nah itu
kan gak sempat mikir ngunu iku. Saya itu gak sempat mikir sing
konco-koncoku sempat yo, kok kober yo. Gak nglakoni rabi maneh
rabi maneh kober gak due jadwal ta kon iku? La aku iki rabi sitok
ae gak kober-kober koke, la iyo saiki bayangne rampak karo
mbokne ning Semarang cacakne rampak jembar ndek Jogja gak
ana kancane. Isuk-isuk aku kudu teko kono cek awan-awan aku iso
ngeterne ning boarding school. Lo dadi tercerai berai keluargaku
ngunu lo Rek. Jadi menurutku ilingo terus bahwa hidup itu yakin
dia terus berlangsung Allah bekerja termasuk mikir Indonesia ojo
khawatir Allah bekerja. Anggetmu iso ta gae triger pulau seribu iku
nek kon sing gae ayo gaeo viral lak iso, wong iku wis ana telung
tahun yang lalu kait viral tiga bulan yang lalu. Yang bikin dia jadi
viral bukan mukidi senidiri tapi sak karepe gusti Allah kapan dek e
ngukur gatele uwong kui kan mek masalah pas gatel dikukur
ngunu to. Iku tok, jadi itu namanya ajal dalam al-Quran. Ajal itu
artinya momentum, waidajaaluhum la yastakhirunasaayatan
walayastakjimun. Nek wis momentumnya tiba boleh juga diartikan
sebagai kematian boleh juga tetapi saya mengartikan lebih luas itu
momentum. Nek wis pancene wayae gak iso kok tunda gak iso kok
disiki kan ngunu. Nah triger-triger yang berlangsung di Indonesia
ini juga bikinan Allah ya kan semua. Jadi setelah tangal 15 ini DKI
siapapun yang menang itu tetap di dalam genggaman yakunnya
Allah. Sub kedua-duanya setelah teoritis setelah keberhalaan tadi
itu podo negatif. Saya kemarin disambati ada penggede-penggede
dari parpol yang ada di belakangnya calon yang nonahok dan
mereka sangat cemas kalau Ahok menang dan aku dijaluki tolong
yo wis tak ewangi titik-titik Rek. Iki aku dijaluki tulung yaopo
carane Gubernur DKI ngene-ngene, aku saiki kondo ning arek-arek
kabeh, mosok kon ngunu iku gak iso milih Rek mosok gak eroh
sing kon pilih goblok kon iku ngunu to aku. Tak lok-lokne
malahan. Ngerti ta gak akhire wong-wong iku, mosok ngunu kok
pilih mosok gak iso sing kok pilih mosok ngunu tok takon aku
ngunu ae lak wis paham to wonge. Wong wis jelas koyok ngunu
kon pilih maneh kon iku yaopo sih. Lo gak ngomong opo-opo
ngunu tok lak wis paham wonge yo tak gak Rek. Alangkah
indahnya kalau pemimpin Indonesia punya bahasa seperti itu.
Dadi gak perlu metutu-metutu nang luar negeri gak perlu, pokoke
omonge iki titik ngunu. Jadi teman-teman sekalian saya itu
bersyukur Allah itu memberi petunjuk-petunjuk tetapi petunjuk itu
kan bisa berhenti sebagai petunjuk dan itu sudah diperkirakan.
Umpamane maiyahe ngene tok aku wis seneng kok, kurang yaopo,
kon wis iso sampai 4 jam, 5 jam lungguh seneng ngoyoh langsung
ndek gonmu dewe-dewe gak atek rono-rene. Aku curiga soale iki
arek-arek kok tahan gak nguyuh-nguyuh mesti wis gowo plastik
teko omah ndek endi-endi tenang ae arek-arek. Wingi iku mandek
tabelan jam 2 bengi ngadek ndk buri-buri wis tak dungo wis
alhamdulilahirobbil alamin wis dungo entek meneng ae arek-arek.
Iki kok gak nguyuh yo ket jam 8 sampai jam 2 bengi gak nguyuh-
nguyuh berarti ada teknologi plastik. Misale simpul Kediri, Madiun
kan tidak ada tuntunan segala macam itu lahirnya dari rasa
sykururnya kamu sendiri kenikmatanmu sendiri kan tidak ada
persyaratanmu sendiri, kon menikmati ta gak kan begitu. Wong
aku iku sepait-pait makanan dan minuman kalau itu jelas kesehatan
out putnya dan aku menerapkan seperti itu, sepait apapun itu kalau
harus saya lakukan harus saya lakukan. Sesenang apapun sekaya
apapun sebanyak apapun duitnya kalau itu tidak membuat aku
ilaihirojiun saya tidak akan lakukan meskipun getun setitik kan
gak opo-opo sih. Nek malaikat gak mengalami ngunu tapi nek
manusia kudu enek getune titik-titik. Biyen aku disogok laopo aku
gak gelem biyen emmm ngunu to, tapi engko lak disogok maneh
yo tetep gak gelem Rek ngunu iku wong iku. Gak kok terus “Maaf
ya aku orang yang beriman” Yo gak usah ngunu iku. Paling
awakmu jawabe mboten usah cukup ditraktir rawon mawon, tapi
engko lak dek e muleh pasti getun laopo gak tak jupuk ngunu.
Ibarat ana arek wedok garek “.
Penonton : ”Nutul”.
Cak Nun : ”Kon iku ojo ngiris-ngiris atine pahing, kon iki kudu ngerti
audiene iki macem-macem. Kon ngomong nutul iki loro ati dicegat
kon engko “Ngomong opo kon iku mau nutul ngeyek kon”. Wong
Indonesia, gak opo-opo rek kon iku nek gak iso sugih koyok ngene
iku fikiranmu terus gae opo? Sing sugeh sing kreatif gitu lo. Soale
engko akeh sedihmu nek kon engko sedih ngapusi awakmu dewe
golek alasan cek no awakmu seneng aku ngerti uripmu ket biyen.
Mulane gak ana masalah masio mlarato koyo opo ae wis malarat
yo diguyu karo wong Indonesia. Jadi kemiskinan itu lama-lama
gak krasan, tuwuk aku ganggu wong Indonesia wis ket biyen tapi
gak ono wong Indonesia, arek-arek iki tenang ae emboh yaopo iso
mangan ae iki. Gak duwe penggawean ngrokok ae ngunu yo
sepurane. Untuk teman-teman simpul hasbunallah wanikmal wakil
nikaml maul, nikmal iku kuncinya. Wong aku gak iso nasehati opo-
opo Rek, aku gak dorong opo-opo wis iki natural ini, ini
metabolism dari Allah. Mugo-mugo kabeh iku buat awakmu lebih
berperan sebagaimana yang awalnya di janjikan Allah ditambahi
dengan kedermawanan”.

LAMPIRAN 3

Dakwahpada bulan November 2017


Cak Nun : “Yang diidolakan apanya, mereka gak bahagia mereka juga tidak
mencapai apa-apa. Opo sugih endi? Kon nyango Kandangan kon
nyango ning Gresik sugih-sugih kabeh ubet wong cilik iku dan luar
biasa dan aku wis ning Amerika, aku wis ning Jepang, aku wis
Korea, aku ning Swiss, aku ning Jerman, aku ning Italia. Tidak ada
bangsa yang seefisien dan sekreatif bangsa Indonesia Cuma tidak
diakui dunia, mergo dunyone gak paham. Kene iki U19 dunyo iki
mek sepak bola tarkam antar kampung. Aku wani omong ngunu
ate lapo? Ancene ngunu kok. Opone sing enak iku opone dadi
wong amerika iku apane. Iki Jamal di Amerika lama apane yang
enak jadi orang amerika itu apane sistemnya, apanya? Kamu
mejadi orang yang lemah di depan. Kenapa karena kamu
dilindungi oleh negara, ya to? Polisine tertib hukume jalan. Lak
ndek Indonesia kamu harus melindungi dirimu sendiri sehingga
kamu sakti betul enggak? Ndek kono polisi melindungi ndk kene
ngancam. Maka tidak ada bangsa yang setangguh bangsa Indonesia
tidak ada bangsa yang semandiri bangsa Indonesia. Gak duwe
penggawean wani rabi ana wong sak dunyo gak ana, gak jelas
mangane duwe anak maneh, enek WA meteng. Aku harus jipik
atine mereka mas kecuali anda menjadi presiden anda bombing aku
gak masalah asal kuncinya cuma satu bolehkan mereka menjadi
diri sendiri dan multitalent mereka ini di bidang ilmu pengetahuan.
Kapan ada olimpiade sains Indonesia gak menang? SD,SMP,SMA,
selalu menang tapi Indonesia tidak boleh meneruskan
kemenangannya sampai ke tingkat dewasa begitu kamu dewasa
kamu hebat kamu dibunuh. Apalagi kamu orang indonesia apalagi
Indonesia itu muslim, muslim itu gak boleh. Muslim ibadah itu
boleh tetapi muslim kaya dielek-elek, difitnah-fitnah betul enggak?
Muslim politik pateni kan begitu. Koyok ver-vero ae dunyo wong
dapurmu gak ver. Bayangno nak aku mimpin Indonesia “Kate
laopo kon? Hayo kate laopo kon hayo?” ono dayoh macem-macem
gak terus mayungi Raja Arab ala mek titik olehe investasi la laopo
kon iku mayung-mayungi iki mau gitu lo. Nek kene emoh ngemis
Mas mlarat gak mangan ayo matek tapi emoh ngemis mandiri.
“Saudara-saudara sebangsa dan setanah air”, Oalah aku iki
setengah matek gedekne atine arek-arek Arab ojo dicilikne Mas
atine mesakno. Pinter-pinter Mas kita juara olimpiade terus
bahkan anak saya itu gak mau juara olimpiade. Cak Fuad saya
pingin lapor Cak Fuad anak saya yang kecil “Lo kamu kok ndak
ikut olimpiade yang itu” kemudian dia menjawab “Enggak saya
mau fokus bahasa Arab saja”. Jadi sekarang dia fokus bahasa Arab,
“Saya olimmpiade untuk apa kalau bahasa Arab jelas untuk
akhirat. Jelas urusannya sama Allah, sama malaikat, jelas
urusannya sama nabi sama kehidupan manusia gitu lo. Maka islam
itu tidak berlangsung seperti yang ada di dunia sekarang ini gak
begitu. Pancasila pun gak begitu tidak ada kesejahteraan ada
kemakmuran sosial bagi negara, yang ada itu keadilan. Itu softwere
tadi itu tawar-menawar antar manusia bukan soal sugihnya, bukan
soal berapa investasimu, berapa hartamu jadi adil apa tidak. Jadi
gak ada radikalis di Indonesia jadi yang ada itu pemerintah. Begitu
kamu bilang radikal kamu sendiri radikal maka kamu merasa
radikal kamu sendiri juga radikal betul apa enggak? “
Penonton : ”Betul”.
Cak Nun : “Ukurannya kamu sendiri, kamu itu sangat radikal gitu ya. Tidak
berarti saya setuju HTI, HTI yo ngunu ojo kementus kon iku he.
Ojo petita-petiti koyok islam-islamo dewe koyo surga-surga dewe
ayo srawung sing enak rembuk sing enak. Temen-temen saya mau
datang hari ini tapi kecilik dikira tadi malam temen-temen dari
HTI. Saya tidak masalah HTI, HTO, HTU, HTN, sak karep-
karepmu tidak urusan, yang urusan adalah out put perilaku
menyelamatkan manusia apa tidak. Untuk apa kamu jadi ringking
satu kalau kerjanya menjajah kemana-mana kan begitu. Dan kita
ini tidak mau menjajah tapi malah memohon untuk di jajah. Ibarat
lonte “Mas mongo ta” Oalah jadi Mas saya setuju kalau Indoensia
seperti itu tapi saya tidak setuju kalau rakyat Indonesia dianggap
bagian dari Indonesia yang seperti itu. Rakyat Indonesia something
all you are very opo yo? Kapal very. Lo aku kenal arek-arek kok
pinter-pinter lengkap pengetahuane skillnya luar biasa temen-
temen tapi tidak akan pernah bisa berkembang very smart
multitalented. Mereka tidak boleh berkembang tidak boleh menjadi
dirinya sendiri dibunuh mereka, kecuali anda menjadi dosen di
Jepang gak masalah. Tapi kalau anda di Indonesia anda menjadi
seperti itu anda akan dipotong karena cara berfikirnya maupun
sistemnya karena unsur birokrasinya seperi itu. Oke sekarang saya
minta kepada Doni kepada Imam untuk membawakan lagu khusus
untuk tamu-tamu kita. Jadi kita gak anti Amerika jangan seudzon
tapi tidak mau menjadi orang amerika karena kita orang Indonesia,
kita tidak anti Arab tapi kita tidak mau menjadi orang Arab ya tapi
kita harus belajar bahasa Arab kita harus tahu bahasa al-Quran kan
gitu tetapi kita menjadi bangsa Arab. Yaopo bondone wong
irungmu koyok ngunu kate dadi Arab kan gitu ra pati genah. Kita
ini mengayomi orang lain sampai-sampai penjajah saja diayomi
dan seluruh polisi-polisi kita mengayomi penjajah. Oke sekalian
pagi ini kita mungkin agak ekstra Cak Fuad saya mohon izin ini
demi kebahagiaan anak-anak maiyah, ini belum tentu sebulan
sekali tapi tidak selalu bersama-sama berbagai kota. Oleh karena
itu, saya meminta sabrang untuk menanggapi semua tadi yang kita
fikirkan kemudian kita puncaki dengan dalilnya apa Rek. Baru
nanti Pak Muzammil”.
Sabrang : “Hari ini saya mendapatkan berkah luar biasa karena saya sudah
diberi janji oleh seorag bapak untuk mengayomi anak apapun yang
terjadi. Lumayan sih dan satu lagi adik saya yang belajar bahasa
Arab jadi lumayan sih walaupun agak grundel. Oke mungkin saya
merespon sedikit-sedikit ya. Saya bercerita seorang nelayan
bercerita sedikit di kampung nelayan. Tapi sebelumnya, mausia itu
yang dicari apa to? Setahu saya dimana-mana itu pingin bahagia.
Kalau pria kan yang membahagiakan ada lima itu kadang-kadang
kita menyebut sebagai godaan. Harta, tahta, wanita, wanita, wanita,
orang akan mencari bahagia entah caranya bagaimana dengan
rekreasi dengan uangnya banyak dengan berpuasa pokoknya dia
cari bahagia. Saya pingin cerita nelayan, ada seorang nelayan ngopi
sama ngerokok kakinya dijegang ketawa-ketawa terus ada bule
datang gak tau dari mana. “Kamu kok gak kerja jam segini”
kemudian nelayan menjawab “Sudah-sudah anak saya sudah
makan”. Jadi salah satu efesiensi itu bisa banyak macam cara jadi
kalau soal mencapai bahagia orang Indonesia yang paling utama.
Yo iyono kowe pingin makan pizza kari nyekel tempe terus omong
lak iki pizza kan beres. Pingin hidupnya bahagia ngopi karo udud
guyang-guyu. Ya mungkin untuk sebuah standart ora pas ngunu
kuwi, ora efktif ngunu iku. Misalnya untuk standart kita negara
yang tirakatnya nomer satu pakek sudut pandang tirakat misalnya
ana wali sing sugih luar biasa milih urip ning terminal, wong kono
gak tau poso. Ranking-ranking gak apa-apa tapi menurut saya itu
bagaimana kita memahami sebuah hidup. Setiap orang itu
melakukan untuk hidup bahagia, kita kan sudah bahagia untuk itu
yo ora? Bukan berarti kamu meninggalkan itu juga kalau menurut
saya. Lakukan itu yo ora masalah tapi konsekuensinya sudah
berbeda mereka sudah mencari kebahagiaan kita sudah bahagia.
Hidup efisien iseng-iseng ae lo hidup itu mengisi kebahagian
ngantri nunggu mati kok mek an. Misalnya gini menurut mereka
yang paling ampuh itu pemain bal-balan aku tak main sepak takrau,
kan jadinya kita tidak punya beban. Seperti kataya Cak Nun tadi
asik, o itu bapak kita semua mosok aku ngomong bapak. Saya mau
ngomong gimana saja dimaafkan kok tenang saja, betapa banyak
sudut pandang di dunia betapa banyak cara untuk menjalani hidup
di dunia. Kalau dulu kita pakai konsep kebenaran dan gajah ngunu
kui semakin kita banyak belajar persepsi semakin kita lemngkap
mengahadapi dunia. tepuk tangan sek ora opo-opo ojok ragu-ragu
dadi wong iki ojo setengah-tengah oh tapi kamu bisa menjadi
rinking satu untuk orang yang setengah-setengah. Tapi paham
maksud saya ya? Ranking itu peraturan selalu dibikin oleh mausia,
padahal cara manusia menghadapi dunia itu berbeda-beda kalau
cara mereka pingin menghasilkan sesuau ikuti cara mereka.
Kuncinya hanya satu kita harus menjadi diri kita sendiri kita punya
kedaulatan terhadap bagaimana kita mau menjalani hidup sing
penting berguna untuk liane. Menurutku sih ngunu wae semua
orang itu melakukan baik menurut cara pandang diri kita masing-
masing, aku setuju karo Cak Nun aku setuju terus. Saya pingin
cerita, pengalaman saya di umroh waktu itu saya juga punya cita-
cita pingin nyium hajar aswad meskipun gak separah Pak Totok.
Pak Totok gak di sini, waktu itu melihat keadaanya ini rebutan
nyium Hajar Aswad, saya ikut muter terus saya melihat orang
sikut-sikutan menurut saya iki ora apik. Padahal standartnya kaya
ini lek gak sikut-sikutan ora entuk, wis aku tak ikhlasne wis ora
nyium Hajar Aswad. Baru saya ditunjukkan cara lain suatu hari
saya umroh dengan keluarga saya dan keluarga ayah saya. Terus
sesuke saya di jawil mau nyium Hajar Aswad tapi gak dengan
sikut-sikutan. Terus saya disuruh duduk sama beliau untuk
menghadap Hajar Aswad terus salat wis terus aku melek terus dijak
“Ayo ndek Hajar Aswad” ternyata pas aku mlaku orang membelah
semua, ndk batikun “Jancuk wirite opo iki” Saya heran kok bisa
begini wirite piye iki. Piye carane wong sak bajek kok iso mlaku
mantep ngunu iku iki piye, aku iki ndk burine ngetutne karo mikir
kok iso ngene, ora sikut-sikutan blas. Sampai bapak saya ini
megang atasnya Hajar Aswad dan bilang “Brang ayo” terus aku
ditabrak sama orang batiku yo wis aku ora entuk berarti terus ada
orang meluk saya, “Sampun teng Hajar Aswad?” Batinku sopo
wong iki gak pakai ihram pakai baju kotak-kotak. Terus aku
dipeluk sing nyikut-nyikut iki dek e sing penting aku ora nyikut lah
aku ngunu waelah alhamdulilah. Wis rampung, rodok aneh kita
ditarik kelingkaran luar lagi nang gak akeh langkah lagi kayak ada
yang nyangking gitu. Terus tawaf, aku ate takok wirite opo rodok
ora wani terus ada ibu-ibu jamaah haji Indonesia minta foto sama
saya. Aku isin e mosok ning ngarep Ka’bah foto, isin aku Rek.
Terus aku ngobrol maneh dan akhire aku takon opo wirite, dia
menjawab “Ngene iki dungo”, Aku iling iki mau iso belah lautan
manusia aku ra wani takok maneh digetak engko. Akhirnya selesai
dan bayak sekali hikmahnya bukan keajaibannya tapi banyak cara
untuk mencapai sesuatu itu. Banyak cara tidak hanya satu banyak
jalan menuju Tuhan banyak jalan menuju sesuatu yang pingin kita
tuju. Ana jalan alternatif, ana jalan tol banyak cara. Banyak macam
kita jangan sampai terjebak oleh satu cara, kita sebagai orang
Indonesia banyak cara untuk menjadi diri kita sendiri. itu yang
dapat saya sampaikan ngoten nggeh ayahanda”.
Cak Nun : “Sambil saya sambung dengan cara berfikir beliau, pernah saya
bahasa pada maiyah beberapa tahun yang lalu. Subjek perubahan
itu primer Allah apa kita kan gitu, kalau anda liat ayat tadi
menurut Pak Muzamil subjek utamanya adalah Allah. Saiki ngene
wis carane daripada berdebat kita lihat alam kauniahnya sama
waliyahnya. Jadi misalnya kalau kita tanam padi kita cuma naruh
benih set ya kemudian sudah kita tinggal ngeliat-liat dadak sukete
dicabuti mek ngunu tok. Tapi yang menumbuhkan dia sampai
panen itu bukan kita. Asumsinya Allah itu tidak ada, pokoke ana
awake dewe karo sing duduk awake dewe. Nah saya tanya
presentase kerjaan kita di dalam peristiwa tanam padi sampai
panen itu kira-kira yang kita kerjakan berapa persen yang bukan
kita kerjakan berapa persen? Mek ngunu tok jane. Kira-kira 90 ta
95 persen ta siji 90 ta 0,001 menurut sampean? Jadi padi saja sudah
bisa kita lihat ranah di bawah 5% durung maneh banyu iku
berinteraksi dengan sel-sel tanaman itu dan seterusnya. Wis ngene
ae wis gak usah adoh-adoh ndek swah timbangane bletok, deloko
awakmu dewe. Siapa yang membikin jantungmu berdetak setiap
hari? Engko sek kan asumsinya Allah gak ada, wis pokoke bukan
anda. “Anda bisa gak menentukan jam sekian menit kesekian anda
tidur bisa? Gak bisa”. Jadi anda tidak bisa tau anda pindah dari
bangun ketidur, itu gaib. Kowe ngerti kowe turu terus kowe tangi,
sing nangikno sapa? Jadi teman-teman sekalian di dalam diri kita
di alam semesta sesungguhnya tinggal kita statistik peran kita
berapa dan peran bukan kita berapa? Nah sekarang yang bukan
kita itu Allah apa bukan? Di sini ada perbedaan pandangan.
Sekarang gini Allah itu apa tidak Allah itu sekunder apa primer di
sini letaknya. Seluruh dunia ini tidak bertujuan ridho Allah, tidak
ada tujuan surge. Sebenarnya tujuan mereka adalah membangun
dunia dan membangun dunia dipersempit menjadi materialisme.
Semua yang disebut ranking tadi kan materialisme metodenya
adalah kapitalisme itupun dilebarkan menjadi kapitalisme liberal
kan gitu. Dan yang kita lakukan dan dilakukan oleh semua negara
di duni adalah itu bukan pancasila sama sekali. Jadi penonton
sekalian ini resume saja di seluruh dunia ini tapi kenapa anda tidak
bisa merubah Indonesia ini karena Allah? Karena cara berfikir anda
dan pandangan hidup anda berbeda dengan yang berlangsung di
Indonesia dan di seluruh dunia karepe dunyo yo ngene iki karepe
Indonesia yo ngene iki karepe padahal karepmu gak ngunu. Jadi
perubahan menurut siapa, kemana, untuk apa, tujuannya apa,
pandangannya bagaimana? Kalau pak Muhtar jelas pandangannya
jelas menuju ridho Allah tadi itu. Terus yang saya ingin
resumakan terakhir adalah kan gak mungkin anda merubah
Indonesia, wong sing dikarepno iku dadi koyok Amerika dadi
koyok Jepang dadi koyok Korea. Nek kene gak jadi kan gelut
gelem gak gelem nek kon ate merubah Indonesia. Kalau harus
bertengkar maka HTI langsung merubah secara konsitusional maka
dia kena palu. Nah saya bertanya sama anda, anda ini di titipi
Indonesia disangoni maiyah sehingga anda, udan iki yaopo? “
Penonton : “Lanjut”.
Cak Nun : “Ataukah anda itu pokoknya dikasih fadilah maiyah oleh Allah
sak karepmu kok gae opo. Yang mana? Yang nomer dua. Nah saya
ingin menjelaskan kenapa kita wiritan, dan sampai malam besok
malam kita juga sampai jam segini di Bojonegoro. Hampir tiap
kemana-mana seperti ini, saya cuma dalam tanda petik merangsang
atau memohon kepada Allah agar Allah berkenan menjadi subjek
utama perubahan sebab kita tidak bisa menjadi subjek perubahan,
gak bisa. Tidak ada umat Islam di Indonesia yang ada golongan-
golongan Islam. Kita berangkat dari kata umah saja ummin itu saja
kita tidak memenuhi syarat, kan ada kalau masyarakat itu yang
berserikat kalau umat kan yang sepersusuan nilai itu umah. Tauhid,
akhlakul karimah ya to, kalau rakyat juga dari islam rokiyah. Nah
kemudian penonton sekalian karena kita gak mungkin merubah
Indonesia dan kalau anda sekarang bergerak keluar jadi satu
pasukan maiyah yang satu kota satu kabupaten kita bisa
kumpulkan 10.000 terus kita mau merubah Indonesia, anda sudah
hitung belum bahwa maiyah bunuh-bunuhan melawan saudara
anda sendiri sesama Islam. Tolong anda pelajari itu kalau gak salah
di intentitas kedelapan. Orang yang sedang bermusuhan luar biasa
dan sangat saling membenci dan mereka tidak saling menyadari.
Yang saya lihat arus bawah dari sungai saya tidak melihat ombak
di atasnya dan teman-teman tidak menyadari bahwa kita sekarang
ini sedang saling membenci antara umat Islam dan itu akan
berbenturan luar biasa kalau kita itu perjuangan fisik itu. Jadi, saya
menahan diri dan menahan anda semua untuk tidak melakukan itu,
kita cari jalan tol ke Allah SWT karena tol yang menumbuhkan
padi dan Allah SWT. Maka saya materinya dari Cak Fuad bahwa
orang yang berkumpul seperti ini adalah almutahana fillah orang-
orang yang bersaudara karena tidak berhubunga darah tidak karena
ideologi, tidak karena transaksi ekonomi tidak karena kesan politik.
Tetapi bersaudara lillahitaala, itu yang disebut kaffah
almutahabina. Nah saya punya optimisme karena saya berasumsi
ya Pak Muzamil saya tidak mengatakan kalau itu kesimpulan, saya
berasumsi marahnya Allah kepada umat Nuh itu menurut saya
nomor satu tidak karena kekafiran mereka tetapi karena kekasihnya
yang bernama Nuh a.s itu disakiti hatinya sampai Nabi Nuh kan
minta bencana ya kan, sampai Nabi Nuh minta hukuman. Jadi ini
urusan cinta teman-teman sekalian kalau sekedar kafir sedunia
Allah gak pateken tidak berkurang sehelai apapun sehelai bulu
seandainya seluruh umatnya ataupun hambanya ini kafir kepada
Dia. Tetapi kalau ada kekasih-Nya entah itu Muhammad SAW,
entah itu siapa entah itu Cak Fuad entah anda semua kalau dicintai
Allah, kalau kekasihnya disakiti hatinya maka Allah yang akan
bertindak. Itu aja spekulasi saya Allah yang akan bertindak. Maka
yang saya lakukan adalah akan memperbanyak jumlah orang agar
supaya melakukan sesuatu yang memungkinkan Allah lebih
mencintai kita semua. Dadi engko Gusti Allah sing melakukan,
tapi engko pasif, pasif yaopo wong kon maiyahan sampek jam 3
gak enek sing kuat ngunu sing ngomong pasif-pasif iku. Sampean
gak usah kagum kalau hanya ini, kalau sampean ikut ke Bukit
Jamur sampean tidak paham kecuali teori kegoiban. Tempatnya
begitu jauh, hujan, badai, sound sistem hancur lebur, tanah yang
semula bisa diduduki becek dan airnya ngecembeng dan kita sudah
pesimis semua, siapa acara ini nanti yang datang. Ternyata
berkumpul begitu banyak orang dan duduk atas bletokan-bletokan
itu di atas lumpur itu betul-betul. Siapa mereka kalau bukan orang-
orang yang dihidayahi Allah SWT. Untuk apa lungguh metenteng
kenek masuk angin ya to, nguyuh yo eman. Kate nguyuh ngadek
iki eman karena mereka peka terhadap momentum hidayah.
Jangan-jangan satu menit saya meninggalkan diruang ini di menit
itulah terdapat hidayah Allah. Kalau anda kehujanan anda berfikir
diantara ribuan titik-titik ribuan hujan itu mungkin ada satu yang
dimaksudkan oleh Allah untuk mengantarkan hidayah, barokah,
dan rezeki kepada saya. Maka biarkan saya kehujanan karena salah
satu air yang menimpa saya itu Allah mengantarkan berkahnya.
Yaopo carane eroh kon, satu-satunya jalan itu ya dilakoni, diterjang
ngunu, makanya anak-anak ini gak pernah payungan udan gak opo-
opo menter arek-arek terus. Di pesantrenya Pak Muzamil terbalik
saya ceramahnya di sana banjir sampai lutut jamaahnya tak suruh
naik, aku pengajiannya di tempat air. Itu malaikat saja kagum, kok
iso yo aneh yo kok diwalek yo, la iyo to aneh to iku. Nah teman-
teman sekalian anda mengalami keajaiban-kejaiban Allah yang luar
biasa di maiyah. Gini ini biasanya tidak hari Sabtu, Minggu,
biasane yo selasa ya rabu meneh yo nyambut gawe. Arek-arek
engko mulih numpak motor ning Gresik, ning Kediri engko turu
sediluk mari ngunu nyambut gawe, dan mereka sehat walafiat”.
Penonton : “Amin”.
Cak Nun : “Mereka ini insyaallah adalah sarana dari petunjuk Tuhan bahwa
Allah akan menolong bangsa Indonesia melalui itu yang saya sebut
saipul gabah den intri dari bahasa Jawa. Allah sedang memfilter
Allah sedang ngayak nah sedang ngintri, anda semua ini adalah
gabah yang terpilih gabah unggul tanaman masa depan yang
unggul. Nah teman-teman sekalian ini resume saya kenapa saya
melakukan ini terus-menerus kepada anak-anak karena urusane
maiyahan iku bukan golek ilmu, karena maiyahan iku kangen,
mulakne lak gak teko iku gak iso turu dan kangene iku macem-
macem bentuke. Wingi iku enek anyar maneh ndek Jogja dan
Bentul kalau nuwun sewu ya, sekali lagi ya Pak Muzamil sudah
dijelaskan yo tidak ada yang mandhi wirite yo gak wonge yo gak.
Tongkat Nabi Musa juga gak sakti, yang sakti adalah Allah. Allah
memerintahkan kepada laut “Wahai laut membelahlah ketika
disentuh oleh tongkat Musa” Cuma tidak dituturkan di dalam al-
Quran saja kan begitu. Pasti ada memerintah yang dobel karena
komunikasinya dua arah dua subjek, jadi ini semua kita lakukan
bukan karena ada yang sakti di antara kita. Saya sudah mengatakan
di tetes yang kesepuluh Cak Fuad kita syukuri Allah memberi Cak
Fuad, kita syukuri Allah memberi Syech Muhammad Kamba.
Tetapi jangan anggap Cak Fuad kiai, ulama, mursid dan seterusnya
karena mekanismenya bukan seperti itu. Pak Muzamil juga, dia
kiai di wilayahnya tetapi di sini adalah dia sahabat, dia kekasih kita
kan begitu. Jadi di sini iki yo gak ana rek, la aku kiai apane kiai
gak memenuhi syarat sama sekali belas tidak memenuhi syarat
apapun. “Sapa iku anake sapa iku, turunane sapa iku” Lak ngunu
wong takok, turunane Ronggolawe angel suwi-suwi iki aku.
Teman-teman sekalian waktu sudah semakin menjelang subuh saya
minta barang satu dua poin Mas Munir yang punya pengalaman
yang luar biasa dan akhirnya mendarat di maiyah karena punya
pengalaman yang luar biasa. Beliau tidak pernah sekolah anaknya
tidak pernah sekolah dia sudah hampir dia seorang radikalis yang
luar biasa Mas Munir itu. Tetapi dia sekarang sudah menemukan
dunia yang semakin bulat, dunia yang lebih luas dan seterusnya.
Terus Pak Ilyas ini juga gitu, Pak Ilyas ini aneh Pak Ilys ini orang
maiyah lama sejak awal yang merintis gambang syafaat. Jadi saya
mohon dengan sangat Pak Ilyas, Pak Munir saya persilahkan untuk
akhir acara ini yang terakhir nanti Kiai Kanjeng terus dipimpin doa
oleh Cak Fuad.
Pak Ilya : “Bismillahirohmanirrohim,assalamualaikumwaramatullahiabarakatuh.
Saya berbahagia pada malam hari ini dibanding saya ketemu
dengan dosen-dosen di kampus. Meskipun indek kita di bawah
kecamatan Malaysia, Kelurahan Singapore itu yang pertama. Benar
apa yang disampaikan Mbah Nun, jadi Mbah Nun itu jarang ke
gambang syafaat tapi kalau gedekne ati teman-teman sekalian kalau
ketemu saya itu wis kowe dadi Pambang palgunadi wae. Bambang
Palgunadi itu adalah mau melamar jadi muridnya Durna tapi tidak
diperbolehkan menjadi muridnya Durna karena Durna tau kalau
Pargunadi lebih hebat daripada Janaka. La kecilik rumangsane
Janaka iki lelanange jagad lak gitu to, jebul yo ora Janaka nguber-
nguber rondone Palgunadi di tolak. Jadi nek saiki Amirkan merasa
ampuh iki yo didelok tenan sek wae. Yang berikutnya saya
nambah-nambahi dari cerita saja, saya pernah ngajar mata kuliah
lokal dengan mahasiswa jepang yang di rumah saya selama dua
hari itu namanya Fukudu Aik. Satu hari dia minta dibelajari untuk
membuat tempe karena rumah saya di kampung di desa depan
rumahnya itu sungai mengalir jernih sekali sebagaimana yang
digambarkan surga itu. Ketika delai itu dikom dipleceti diidek-idek
iku bule-bule iku seneng kabeh karo guyu “Oh guru happy guru
happy”. La anakku sing nomer telu iku cangkeme rodok rusak
“Opo pak bule kuwi mosok ngunu ae kok happy, pekok men to” yo
wis melu ae. Wong ning Estunia kuwi ora ana kali mesake kae yo
saya jawab begitu. Lah setelah dia pulang kan masih sempat ada
hubungan dengan saya kemudian Ayik kan sudah bekerja. Saya kan
tau kalau dia itu sukanya nasi goreng kalau di salah tiga itu kan,
“Masih menemukan nasi goreng di sana?” Dia menjawab masih
tetapi harganya hampir 700 ribu terus kui jek tambah transport
maneh sekitar 400 ribu. La wis mbok bayangke ning arep mangan
sego goreng sak piring iku biayayane sak munu. La kuwi lek gae
tuku ning Menturo lak entuk sak bakule, la ngunu sampean kok
pingin dadi wong Jepang sing enak iki apane oalah-alah. Yo pekok
tapi ojo nemen-nemen ngunu, lo bener itu Mas. Terus berikutnya
banyak itu yang bule-bule dari Eropa kalau kuliah di kampus sana
itu kan kuliah budaya lokal. Terus setelah tidur di rumah saya itu
ada enam bule itu kan kemudian saya mau pulang saya antarkan
sampai Semarang terus merek tanya “Guru aku kudu bayar pirang
rupiah wis turu ning omahmu rong bengi?” Terus aku jawab uwes
gak usah wong gak opo-opo aku ikhlas mis. Kono iki ngertine free
lak ikhlas iki saka nurani saka ati sing jero sing duwe iki cuma
wong Indonesia ngunu Mas yo. Dadi bule iki gak paham ikhlas iku
opo, maka yang dikatakan Mbah Nun bener di sana itu transaksi.
Jadi sampean kalau mau ketemu sama teman kencan sek iki
nganggo mangan opo ora, lek nganggo mangan, mangan cilik opo
mangan gede sing bayar sopo kan begitu. Ning Indonesia iku ora,
enek tamu nuthuk pintu ditakoni durung wedang iku wis metu. Yo
ngunu kok ranking 400 kan gendeng, apalagi tentang bahasa tadi
berkali-kali ngomong adil dimana Mas. Kita itu mau keluar negeri
suruh toefel sekian la laopo lak bule-bule rene iki kan kudune
toefel genten to. Lo enggak toefel bahasa Indonesia sek lek lulus
lagek di toefel Jawa, lo lak kui mentrine aku kui ngunu Mas. Piye
sih, toefel Jawa iku engko sek “Iki arep ning endi kowe” Misale
arep ndek Jombang, lo Jawa ala Jombang bedo Jawa ala Solo. Lo
ngunu kudune dadi wong ben merdeka, ngunu yo tak dungakno
dadi mentri sing rodok kentir-kentir ngunu iku kan lumayan lo.
Saiki lo golek mahasiswa sing rodok edan iku angel kok, lo cah
maiyah ini kalau ditanya enggak pernah selesai ya Mbah Nun ya.
Pertanyaan nek ora diendek iku rong dino ra gelem balik. Coba
anda masuk di kelas, kelas mana saja kalau selesai kuliah itu lak
ditakoni sopo sing takok lak meneng kabeh. Itu ya soal dunia tadi
yang saya singgung mungkin sedikit ya yang saya sampaikan. Itu
mas sedikit jadi guru, jadi orang maiyah itu salah satunya menjaga
keseimbangan, saya kan paling mesake iku nak melbu ning
Fakultas MIPA. MIPA iki bocahe serius setiap hari sudah disiksa
sama dosennya praktikum, gawe laporan lihatlah perkembangan
fisik anak-anak MIPA gak stabil. Karena hidupnya penderitaan
terus itu, saya ketika memberi kuliah di MIPA itu cah-cah senenge
pol bukan saya pintar ora, ning menurut dekne lak aku ning
ngarepe dekne iki nyenengke. Lo gak nyenengke gimana saya itu
gak ada urusan mau masuk gimana gak masuk gimana, mau tidur
silahkan, mau liat 10 menit terus keluar gak masalah bagi saya. Itu
merdeka kuliah iku wis ora enek aturan opo-opo, kan macem-
macem. Pas saya tanya kenapa kamu suka masuk kuliah dengan
saya jawabannya bahagia kan sederhana, mereka iku kuliah golek
bahagia, kok iso kuliah iku golek ilmu iku lo. Mbok yo sing jilbab
koyok opo yo tetep nyontek, lo ngunu kok iso enek mahasisa sing
berprestasi prestasi apane ngunu lo. Oalah-alah, aku iki wis riset
Mas gak ipa gak ekonomi tak riset nyontek semester iki “Wu selalu
pak dari semester satu nyontek” Lo kui tenan wani ngomong iku.
Jek kuliah mas?”
Penonton : “Sudah lulus.”
Pak Ilyas : “Tapi tau kuliah to, tau nyontek?”
Penonton : “Iya.”
Pak Ilyas : ”La kan jilbaban ngene nyontek kok, mangkakne ojo bangga-
bangga mbek wong kampus-kampusan. Makanya anak-anak saya
ini gak punya cinta-cita, anak saya yang nomer dua itu kan gak
punya cita-cita. Lo benar iki saya ini bersyukur punya anak telu,
siji ae gak enek sing duwe cita-cita, bener. Sing nomer 2 iku
anggere sekolah jam 10 balik “Napa dek kok balik?” Terus dek e
jawab “Gurune matematika gateli kok”. Lo bener iku, insyaallah 25
besok dia mayangan dalang di gambang syafaat ning Semarang.
Anakku wedok 3, ning bojone tetep siji, jadi sekolah iku sak karepe
dewe lo aku seneng dan itu dulu anak yang membuat saya stress
karena waktu di SD dia jadi anak yang patuh. Balik sekolah ngaji
tekan arep magrib kae sampai magrib, bar magrib iku deres ning
masjid terus sinau. La aku kan sedih delok urip kok koyok ngunu lo
dolane kapan iki bahaya lo lek sek dolanmu keter ngunu. Lo bener
itu Pak, akhire mari diniah ashar iku tak jemput tak gowo ning kota
tak jajakne seneng-seneng dolan kae. Terus balik tekan omah
besoknya kan dia sekolah di madrasah lagi langsung disetrap karo
ustade balik tekan omah kui Mas, aku ning nagrepan iku wis
dipentelengi tase iku wis diubeng-ubengne ngene sawatne ning
raiku. Tak takoni “ Kowe iki laopo?” Terus dek e jawab “Wingi ora
mbok ijinke to karo ustade”. Sek-sek wingi koe bahagia opo ora
waktu tak jemput nggon dolan kae ayo dipikir sek sing tenan. “Oh
iyo Pak enak enak dolan timbang sekolah”. La itu Mas, saya
bersyukur mendidik anak saya dan alhamdulilah hari ini dia sudah
pelanggaran terus setiap hari. Jadi saya seneng anak saya alamiah
kembali ke habitatnya karena dia bermain. Saya ini gak mau
patokan hidup dengan jam ini saya gak mau. Apalagi saya ini
pantang untuk tidak meluluskan mahasiswa, opo maneh delok arek
e apik wis ora mentolo, maka tak delok saya kan kalau mau
yusidium kan tak delok bernafas opo ora lek bernafas lulus. Mergo
aku ora iso sodakoh duit aku ora iso sodakoh opo-opo aku mek
sodakoh ongko. Saya menerapkan dari Mbah Nun uripku sing iso
nyenengke wong liyo itu saya amalkan di kampus setiap hari dan
sampai hari ini mahasiswa yang sudah lama minta jadwal kuliah
saya padahal wis ora kuliah iku lak tandane wong stress to. Lo sing
akeh iki cah MIPA,. Kenapa pendidikan di negara kita ini gagal
karena prosese ora nyenengke, yang terakhir saya sampaikan kelak
kalau kalian menjadi guru menjadi orang tua sing nyenengke yo
Mas. Guru matematika, wis raine ora nyenengne, medit, gateli. Itu
yang bisa saya sampaikan apabila ada segala kekurangan saya
mohon maaf. Assalamualaiku warahmatullahi wabarakatuh”.
Pak Munir : “Nggeh matur nuwun mekaten Mbah Nun saya ingin menyampaikan
sedikit tentang sepuluh tetes mata air maiyah. Subjektivitas kami
melihat bahwa itu merupakan pemadatan zat-zat yang luar biasa.
Yang saya mohonkan kepada si mbah agar memberikan doa rejeki
keamanan. Karena kami melihat tetesan-tetesan itu pemadatan,
yang bisa kami lakukan hanyalah berusaha setiap saat memanaskan
padatan-padatan agar bisa mencair dan bersyukur ketika cairan
tersebut menguap dapat kami hirup dan bermanfaat kepada
sebanyak mungkin orang. Mohon izin memberikan kepada kami
hanya itu mbah matur nuwun”.
Cak Nun : “Oke ini sudah menjelang subuh saya ingin mengingatkan satu
poin saja. Seluruh yang kita omongkan tadi banyak kutubnya
banyak perbedaannya banyak pertentangannya. Tolong anda jangan
lantas memakai satu kutub dan membuang kutub yang lain anda
berdiri di khatulistiwa anda tetep menjaga keseimbangan berfikir
anda, karena apa yang diungkapkan oleh semua tadi itu semua ada
patrapnya ada koordinatnya ya dan ada kebenarannya masing-
masing. Anda harus menjadi subjek yang mampu menemukan
keseimbangan di antara macam-macam tadi. Jadi misalnya kutub
antara Pak Aziz dan Pak Ilyas itu sangat jauh, tapi anda tidak boleh
termakan oleh salah satunya anda harus mencari keseimbangan
sendiri. Karena kemungkinan tadi sesuatu yang rasional dan sangat
perlu kita capai. Bedanya cuma kalau saya mencapai sesuatu buak
karena saya mengingkan sesuatu itu. Itu efek dari kerja keras saya.
Saya dapat hadiah apapun tidak pernah saya ambil karena saya
tidak pernah punya niat untuk meraih hadih dari kejuaraan. Itu efek
saja, kayak orang dagang bukan tujuannya laku tujuannya adalah
memproduksi barang jualan yang terbaik yang tersehat dan terenak
untuk konsumen dan saya kerja keras untuk itu. Dan kita sudah
punya teori itu dimaiyah bahwa itu lebih efektif lebih efisien, kalau
anda kerja keras, tekun, melayani, maka hasilnya akan berkali lipat
daripada orang yang tujuannya adalah kejuaraan atau keunggulan
atau laku dan sesterusnya. Waktu kita sudah tidak memungkinkan
untuk lagu saya minta izin Mbak Nia, teman-teman Kiai Kanjeng
kita langsung mohon doa dipimpin oleh Cak Fuad dan tidak
mungkin juga ini kita salam karena sebentar lagi subuh ya teman-
teman. Ikhlas atine yo bismillah amin ya robbal alamin, pokoknya
ini doa anda semalaman di sini ini doa anda lebih konkrit daripada
kalimat-kalimat anda. Anda membuktikan kepada Allah bahwa
anda mau capek sampai pagi pun demi mencari ridho-Nya mencari
manfaat untuk manusia lain, gitu ya. Anda adalah syaridin-syaridin
muridnya Sunan Kali Jaga yang berani menjatuhkan dirimu dari
atas pohon kelapa untuk membuktikan kalau kau adalah orang yang
berani mati demi syahadatmu kepada Allah SWT. Ngunu yo kiro-
kiro, wis engko silahkan cari pohon kelapa masing-masing dan naik
menjatuhkan dirinya masing-masing, nuwun sewu Cak Fuad
Bismillahirahmanirrahim”.
Cak Fuad : (berdoa)

Anda mungkin juga menyukai