Anda di halaman 1dari 14

LEGAL OPINION : KASUS GAYUS TAMBUNAN TENTANG PENGGELAPAN

A. POSISI KASUS / KRONOLOGI

Terdakwa Gayus pelaksana pada Direktorat Keberatan dan Banding secara bersama-sama dengan

Humala Setia Leonardo N, SE,M.Si (Penelaah Keberatan Direktorat Keberatan dan Banding),

DR.Maruli Pendapotan Manurung,SE.Msi,MBT (Kepala Seksi Pengurangan dan Keberatan I), PJS

Kasi Pengurangan dan Keberatan IV Direktorat Keberatan dan Banding. Drs. Johnny Marlihot

tobing, Ak.MBA (Kepala Sub Direktorat Pengurangan dan Keberatan), Drs.Bambang Heru

Ismiarso, MA (Direktur Keberatan dan Banding) telah melakukan atau turut serta melakukan

perbuatan secara melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,

yang dapat merugikan Keuangan Negara atau perekonomian negara.

Gayus beserta rekannya diduga telah menyalahkan wewenang dalam hal menangani keberatan yang

diajukan oleh PT Surya Alam Tunggal (PT SAT) terkait dengan kewajiban perpajakannya. Maka,

setelah dilakukan pemeriksaan pajak di PT Surya Alam Tunggal. Akibat diterimanya permohonan

keberatan pajak dari PT SAT, perusahaan tersebut menerima keuntungan. Atas pemeriksaan tersebut

muncullah Surat Ketetapan Kurang Bayar PPN Pasal 16 D masa Januari s/d Desember 2004 PT

SAT PPN Kurang Bayar sebesar Rp.570.000.000.

Terdakwa Gayus H.P Tambunan bersama-sama dengan Haposan Hutagalung pada waktu antara

bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan November 2009 bertempat di sekitar parkir Hotel Ambara

Kebayoran Baru Jakarta, telah melakukan memberi hadiah atau janji kepada Pegawai Negeri

Bareskrim Mabes Polri untuk menggunakan kekuasaan dan kewenangan jabatan sesuai dengan

permintaannya terkait dengan penyelidikan terhadap transaksi keuangan pada rekening pribadinya.

Terdakwa Gayus H.P.Tambunan pada Hari Jumat tanggal 12 Maret 2009 sekitar jam 09.00 wib di

rumah Muhtadi Asnun telah memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud

mempengaruhi perkara kepadanya untuk diadili, agar tidak dijatuhi hukuman atau hukumannya
diringankan. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam UU No.20 Tahun

2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Bahwa terdakwa Gayus H.P.Tambunan pada bulan September 2009 bertempat di kantor Bareskrim

Mabes Polri dan Hotel Manhattan Jakarta Selatan telah sengaja tidak memberi keterangan atau

memberi keterangan yang tidak benar untuk kepentingan penyidikan, tentang seluruh harta benda

isteri atau suami, anak dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diketahui atau diduga

mempunyai hubungan dengan tindak pidana Korupsi yang dilakukan oleh tersangka. Terdakwa

telah beberapa kali menerima uang dari para Wajib Pajak atau Konsultan Pajak lebih besar dengan

jumlah kurang lebih Rp.28.000.000.000 di beberapa rekening miliknya di Bank Panin dan Bank

BCA.

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta No.1195/Pid.B/2010/PN.Jkt.Sel tanggal 19 Januari 2011 :

1. Menyatakan terdakwa Gayus Halomoan P.Tambunan telah terbukti secara sah dan meyakinkan

melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama

2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana selama 7 tahun dan denda

sebesar Rp.300.000.000 dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan

pidana kurungan selama 3 bulan.

3. Menetapkan masa penahanan yang telah dikalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana

dijatuhkan

4. Menetapkan terdakwa tetap ditahan

5. Menetapkan barang bukti surat, dokumen dikembalikan kepada terdakwa, handphone blackbarry

dimusnahkan.

Atas ketetapan tersebu, pada 29 April 2011 diperbaiki Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta

No.06/PID/TPK/2011/PT.DKI tanggal 29 April 2011 yang telah memperbaiki putusan Pengadilan

Negeri Jakarta Selatan No. 1195/Pid.B/2010/PN Jkt.Sel tanggal 19 januari 2011 :


1. Menerima permintaan banding dari Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dan

terdakwa/Tim Penasihat Hukum tersebut

2. Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta No.1195/Pid.B/2010/PN.Jkt.Sel tanggal 19

Januari 2011 yang dimintakan banding, dengan perbaikan pada amar pidananya dan barang

bukti, sehingga amar putusan selengkapnya berbunyi sebagai berikut :

• Menyatakan terdakwa Gayus H.P Tambunan terbukti secara sah dan meyakinkan

bersalah melakukan tindakan pidana Korupsi yang dilakukan bersama-sama

sebagaimana dakwaan Kesatu Subsidair dari dakwaan Kedua Primair dan tindak

pidana Korupsi sebagaimana dakwaan ketiga serta dakwaan keempat

• Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan penjara 10 tahun dan

denda sebesar Rp.500.000.000 dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak

dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan

• Menetapkan masa tahanan yang telah dikalani oleh terdakwa dikurangkan

seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan

• Menetapkan terdakwa tetap ditahan

• Menetapkan barang bukti dikembalikan kepada terdakwa

Atas adanya putusan tersebut, Pihak I Jaksa/ Penuntut Umum dan Pihak II Terdakwa mengajukan

Kasasi terhadap putusan pengadilan.

Kasasi dari Pihak Terdakwa :

Bahwa judex facti (Pengadilan Negeri) telah keliru dan salah menerapkan hukum dalam dakwaan.

Kasasi dari Pihak I :

1. Jaksa tidak sependapat dengan pendapat Hakim yang membuat dissenting opinion

yang menyatakan bahwa permasalahan PT.SAT adalah masalah administrasi.


2. Surat dakwaan disusun secara subsidiaritas, maka konsekuensi yuridisnya dakwaan

Primair harus dipertimbangkan terlebih dahulu

3. Terdakwa ternyata mengakui melakukan tindakan perbuatan secara melawan hukum

memperkaya orang lain atau korporasi sejumlah Rp.570.000.000 yaitu dengan

mengabulkan permohonan keberatan Pajak dari PT.SAT yang tidak sesuai dengan

mekanisme pengajuan keberatan pajak yang seharusnya harus diikuti

4. Bahwa atas pertimbangan tersebut terdakwa telah memenuhi unsur Pasal 2 ayar 1 UU

Tindak Pidana korupsi merupakan Concursus dengan Pasal 5 ayat 1 a, Psal 6 ayat 1 jo

Pasal 28 UU No.31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU No.20 Tahun 2001.

Pada Akhirnya, atas dasar Kasasi yang diajukan oleh kedua pihak, maka MA mengadili :

1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II/Terdakwa : Gayus Halomoan

P.Tambunan tersebut

2. Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I : Jaksa/Penuntut Umum pada

Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan tersebut

3. Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No.06/PID/TPK/2011/PT.DKI tanggal 29

April 2011 yang telah memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.

1195/Pid.B/2010/PN Jkt.Sel tanggal 19 januari 2011

MA Mengadili Sendiri :

1. Menyatakan Gayus H.P.Tambunan terbukti secara sah bersalah melakukan “korupsi yang

dilakukan secara bersama-sama” sebagaimana dakwaan Kesatu Primair, Kedua Subsidair,

Ketiga dan keempat : Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara 12 (dua

belas) tahun dan denda sebesar Rp.500.000.000 dengan ketentuan apabila denda tersebut

tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan 6 bulan

2. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari

pidana yang dijatuhkan.


3. Menetapkan agar terdakwa tetap berada di dalam tahanan

4. Memerintahkan barang bukti dikembalikan kepada terdakwa.

ISU HUKUM :

Apakah tindakan yang dilakukan oleh Gayus Tambunan dapat disangkakan sebagai tindakan yang

melanggar ketentuan pidana Penggelapan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 372 KUHP?

ANALISA KASUS :

Kasus Gayus dinyatakan bukan kasus pidana perpajakan oleh dirjen pajak karena kasus ini tidak

berkaitan dengan SPT wajib pajak, tetapi kasus ini tidak lepas dari jenis kasus perpajakan, dimana

tindak kejahatan terjadi di dalam lingkup perpajakan. Selain itu, kasus ini juga menyeret secara

langsusng beberapa pasal dalam undang-undang yang berbeda. Sehingga, menimbulkan spekulasi

tentang analisis kasus ini. Di lain sisi putusan yang telah ada sampai dengan kasus gayus ini di

angkat hingga tingkat kasasi menyebutkan bahwa :

• Gayus Tambunan dinyatakan melakukan pelanggaran pada pasal 3 jo pasal 18 UU no.

31/1999 mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi (tipikor), dianggap merugikan

negara sebanyak 570 juta rupiah, serta menyalahkan wewenang dengan memberikan

keberatan serta banding dari wajib pajak PT. Surya Alam Perkasa.

• Gayus juga dinyatakan melanggar pasal 5 ayat (1) a, UU no. 31/1999 (tipikor), berkaitan

dengan ini Gayus melakukan penyuapan sebanyak 750 juta dolar Amerika, diduga

diberikan kepada beberapa orang Penyidik Bareskrim Mabes Polri, hal itu dilakukan

supaya mereka tidak memblokir rekeningnya d salah satu bank, supaya tidak menyita

rumahnya, dan supaya memindahkan pemeriksaan atas dirinya yang asalnya di Mabes

Polri menjadi di hotel.

• Selanjutnya Gayus Tambunan dinyatakan bersalah atas pelanggaran pasal 6 ayat(1)a, UU

no.31/1999 (tipikor), berhhubungan dengan hal ini Gayus perbah menjanjikan akan
memberikan uang 40 ribu dolar Amerika kepada PN Tangerang yang bernama Muhtadi

Asnun, supaya dapat mempengaruhi majelis hakim.

• Pasal berikutnya yang menjadi pelanggaran Gayus adalah pasal 22 jo pasal 22 UU no.

31/1999 (tipikor) pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Berkenaan dengan Gayus yang memberikan

keterangan palsu kepada penyidik menyangkut kepemilikan rekening di salah satu bank

yang isi rekeningnya berjumlah miliaran rupiah.

Berdasarkan hal diatas, kasus Gayus ini merupakan suatu concursus atau perbarengan tindak

pidana. Hal ini pun ditegaskan dalam amar putusan yang menyatakan terdapat suatu perbarengan

Tindak pidana dalam kasus Gayus. Pada dasarnya yang dimaksud dengan perbarengan tindak

pidana ialah terjadinya dua atau lebih tindak pidana oleh satu orang dimana tindak pidana yang

dilakukan pertama kali belum dijatuhi pidana, atau antara tindak pidana yang awal dengan tindak

pidana berikutnya belum dibatasi oleh suatu putusan hakim. Dapat juga di dalam bentuk concursus

itu terjadi dua atau lebih tindak pidana oleh dua atau lebih orang. Jadi intinya, yang terpenting

adalah ada lebih dari satu tindak pidana dan diantara tindak pidana tersebut belum diputus hakim.

Pada pengulangan juga terdapat lebih dari satu tindak pidana yang dilakukan oleh satu orang.

Perbedaan pokoknya adalah bahwa pada pengulangan tindak pidana yang dilakukan pertama atau

lebih awal telah diputus oleh hakim dengan mempidana pada si pembuat/pelaku, bahkan telah

dijalaninya baik sebagian atau seluruhnya. Sedangkan pada perbarengan (concursus) syarat seperti

pada pengulangan tidaklah diperlukan. Pengulangan tindak pidana lebih familiar dengan sebutan

recidive.

Gayus Halomoan Tambunan dituduh melakukan tiga tindak pidana sekaligus, yaitu korupsi,

pencucian uang, dan penggelapan. Ini tidak masuk ke dalam suatu penyertaan pidana karena

Gayus melakukan delik secara sendiri dan tidak bersama-sama. Penyertaan dalam poin kesatu

bentuk-bentuk penyertaan, yaitu “mereka yang melakukan (pembuat pelaksana: Pleger)” adalah

berbeda dengan enkelvoudige dader (pembuat tunggal). Perbedaan pleger dengan dader (pembuat

tunggal) adalah, bagi seorang pleger masih diperlukan keterlibatan minimal seorang lainnya, baik
secara psikis, misalnya terlibat dengan seorang pembuat penganjur; atau terlibat secara fisik,

misalnya dengan pembuat peserta atau pembuat pembantu. Jadi, seorang pleger diperlukan

sumbangan dari peserta lain dalam mewujudkan tindak pidana. Tetapi, keterlibatan dalam hal

sumbangan peserta lain ini, perbuatannya haruslah sedemikian rupa sehingga perbuatannya itu tidak

semata-mata menentukan untuk terwujudnya tindak pidana yang dituju terutama dalam hal kasus

gayus tambunan.

Fakta-fakta di dalam kasus mafia pajak dengan tersangka Gayus Halomoan Tambunan,

menunjukkan dan mengindikasikan bahwa itu merupakan suatu perbarengan tindak pidana. Hal

tersebut karena Gayus disangkakan dan dijerat dengan pasal mengenai korupsi, pencucian uang

(money laundering) serta penggelapan. Ketiganya merupakan bentuk tindak pidana. Masing-masing

berbeda antara satu dengan yang lain. Korupsi diatur di dalam Undang-undang No. 31 Tahun 1999

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi. Kemudian, money laundering diatur di dalam Undang-undang No. 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Undang-undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Lalu, penggelapan itu

diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 372-377.

Oleh karena itu, concursus dari kasus Gayus masuk ke dalam concursus realis (perbarengan

perbuatan) atau meerdaadse samenloop. Perihal apa yang dimaksud dengan perbarengan perbuatan,

kiranya dapat disimpulkan dari rumusan pasal 65 ayat (1) dan pasal 66 ayat (1) KUHP. Pengertian

perbuatan dalam rumusan di ayat (1) pasal 65 dan 66 adalah perbuatan yang telah memenuhi

seluruh syarat dari suatu tindak pidana tertentu yang dirumuskan dalam undang-undang, atau secara

singkat adalah tindak pidana, yang pengertian ini telah sesuai dengan kalimat di belakangnya,

“sehingga merupakan beberapa kejahatan” (berdasarkan penafsiran sistematis).

Jadi berdasarkan rumusan ayat (1) pasal 65 dan 66 KUHP, maka dapat disimpulkan bahwa masing-

masing tindak pidana yang mana tindak pidana dalam perbarengan perbuatan itu satu sama lain
adalah terpisah dan berdiri sendiri. Inilah ciri pokok dari perbarengan perbuatan. Kesimpulannya,

kasus Gayus Halomoan Tambunan dalam penyelesaiannya dapat diadili dan dipidana sekaligus

karena ini merupakan concursus. Sehingga benar adanya jika kasus ini diputus hakim dalam satu

putusan pidana dan tidak dijatuhkan sendiri-sendiri.

1. Pasal yang menjerat tersangka :

UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun

1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan :

• Pasal 36A (4) UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan,

berbunyi :

“Pegawai pajak yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan

menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, untuk membayar

atau menerima pembayaran, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, diancam

dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan perubahannya.”

Pegawai pajak yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan

menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, untuk membayar

atau menerima pembayaran, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, diancam dengan

pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan perubahannya.

• Pasal 3 jo pasal 18 UU no. 31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

berbunyi :

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu

korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena

jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,
dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun

dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta

rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)”.

• Pasal 12 UU Tipikor, di dalam Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.:

Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 419, Pasal 420,

Pasal 423, Pasal 425, atau Pasal 435 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan

pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama

20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan

paling banyak 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Kasus ini merupakan kasus pidana penyuapan, dengan adanya kesaksian tersangka atas adanya suap

PT. Bakrie yang diterima oleh tersangka. Pasal yang terkait dengan kasus ini adalah Pasal 11

Undang-Undang Pemberantasan Korupsi mengatur tentang penerimaan uang oleh pegawai negeri

yang patut diduga berhubungan dengan jabatannya dan gratifikasi.

Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 418 Kitab

Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan

paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan

paling banyak 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Isi pasal 418 dan 419 KUHP, yang mana berkaitan dengan kasus dalam pembahasan Penulis adalah

sebagai berikut. Seorang pejabat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau sepatutnya

harus diduganya., hahwa hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang

berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji

itu ada hubungan dengan jabatannya diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau

pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.


Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun seorang pejabat:

(1) yang menerima hadiah atau janji padahal diketahuinya bahwa hadiah atau janji itu diberikan

untuk menggerakkannya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang

bertentangan dengan kewajibannya;

(2) yang menerinia hadiah mengetahui bahwa hadiah itu diberikan sebagai akibat. atau oleh

karena si penerima telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang

bertentangan dengan kewajibannya.

Kasus ini juga masuk dalam kasus pidana, karena berkaitan dengan adanya upaya penggelapan

dana negara. Penggelapan itu diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

pasal 372 , yang isinya :

Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau

sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena

kejahatan, diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau

pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah Selain kasus penggelapan, juga terdapat

adanya upaya untuk menguntungkan diri sendiri, sebagaimana disebutkan dalam pasal 378

Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan

hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun

rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya,

atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan

pidana penjara paling lama empat tahun

Selain jeratan sanksi diatas, kasus ini juga masuk dalam ranah money loundry, diatur di dalam

Undang-undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Undang-undang

No. 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak

Pidana Pencucian Uang, dengan adanya pengalihan uang dengan cara dialirkan ke rekening lain,

yang ketika dicek saldo rekening gayus, hanya ditemukan nominal Rp. 400.000.000,00, yang tidak

sesuai dengan laporan yang diperoleh dari penyidikan.


Dari pembahasan diatas, kasus ini juga termasuk dalam kasus tindak pidana ekonomi karena

berkaitan dengan kondisi keuangan/fiskal negara. Karena berkaitan dengan kondisi keuangan

negara, khususnya dalam hal keuangan negara.

KESIMPULAN :

Kasus gayus dinyatakan bukan kasus pidana perpajakan oleh dirjen pajak karena kasus ini tidak

berkaitan dengan SPT wajib pajak, tetapi kasus ini adalah kasus perpajakan, dimana tindak

kejahatan terjadi di dalam lingkup perpajakan. Selain itu, kasus ini juga menyeret secara langsusng

beberapa pasal dalam undang-undang yang berbeda. Kasus Gayus, merupakan suatu concursus atau

perbarengan tindak pidana. Pada dasarnya yang dimaksud dengan perbarengan tindak pidana ialah

terjadinya dua atau lebih tindak pidana oleh satu orang dimana tindak pidana yang dilakukan

pertama kali belum dijatuhi pidana, atau antara tindak pidana yang awal dengan tindak pidana

berikutnya belum dibatasi oleh suatu putusan hakim. Dapat juga di dalam bentuk concursus itu

terjadi dua atau lebih tindak pidana oleh dua atau lebih orang. Jadi intinya, yang terpenting adalah

ada lebih dari satu tindak pidana dan diantara tindak pidana tersebut belum diputus hakim.

Gayus Halomoan Tambunan dituduh melakukan tiga tindak pidana sekaligus, yaitu korupsi,

pencucian uang, dan penggelapan. Ini tidak masuk ke dalam suatu penyertaan pidana karena Gayus

melakukan delik secara sendiri dan tidak bersama-sama. Penyertaan dalam poin kesatu bentuk-

bentuk penyertaan, yaitu “mereka yang melakukan (pembuat pelaksana: Pleger)” adalah berbeda

dengan enkelvoudige dader (pembuat tunggal).

Fakta-fakta di dalam kasus mafia pajak dengan tersangka Gayus Halomoan Tambunan,

menunjukkan dan mengindikasikan bahwa itu merupakan suatu perbarengan tindak pidana. Jadi

berdasarkan rumusan ayat (1) pasal 65 dan 66 KUHP, maka dapat disimpulkan bahwa masing-

masing tindak pidana yang mana tindak pidana dalam perbarengan perbuatan itu satu sama lain

adalah terpisah dan berdiri sendiri. Inilah ciri pokok dari perbarengan perbuatan. Kesimpulannya,

kasus Gayus Halomoan Tambunan dalam penyelesaiannya dapat diadili dan dipidana sekaligus
karena ini merupakan concursus. Sehingga sudah patut diputus dalam satu putusan pidana dan tidak

dijatuhkan sendiri-sendiri.

Gayus dianggap merugikan negara sebanyak 570 juta rupiah, serta menyalahkan wewenang dengan

memberikan keberatan serta banding dari wajib pajak PT. Surya Alam Perkasa.

• Pasal 5 ayat (1) a, Udang-Undang 31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

berbunyi :

“Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 209 Kitab

Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan

paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).”

Berkaitan dengan ini Gayus melakukan penyuapan sebanyak 750 juta dolar Amerika, diduga

diberikan kepada beberapa orang Penyidik Bareskrim Mabes Polri, hal itu dilakukan supaya mereka

tidak memblokir rekeningnya d salah satu bank, supaya tidak menyita rumahnya, dan supaya

memindahkan pemeriksaan atas dirinya yang asalnya di Mabes Polri menjadi di hotel.

• Pasal 6 ayat(1) a, UU no.31/1999 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

berbunyi :

“Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 Kitab

Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan

paling lama 15 (lima belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima

puluh juta rupiah)”

Berhhubungan dengan hal ini Gayus perbah menjanjikan akan memberikan uang 40 ribu dolar

Amerika kepada PN Tangerang yang bernama Muhtadi Asnun, supaya dapat mempengaruhi majelis

hakim.

• Pasal 22 jo pasal 22 UU no. 31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

berbunyi :
“Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, atau Pasal 36 yang

dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar dipidana

dengan pidana penjara paling singkat 3 9tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan

atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak

Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”

Berkenaan dengan Gayus yang memberikan keterangan palsu kepada penyidik menyangkut

kepemilikan rekening di salah satu bank yang isi rekeningnya berjumlah miliaran rupiah.

• Pasal 12 UU Tipikor, di dalam Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

“Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 419, Pasal 420,

Pasal 423, Pasal 425, atau Pasal 435 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan

pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama

20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan

paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi mengatur tentang penerimaan uang oleh pegawai

negeri yang patut diduga berhubungan dengan jabatannya dan gratifikasi, Kitab Undang-undang

Hukum Pidana (KUHP) pasal 372 dan pasal 378.Selain jeratan sanksi diatas, kasus ini juga masuk

dalam ranah money loundry, diatur di dalam Undang-undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak

Pidana Pencucian Uang juncto Undang-undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Sehingga dari

pembahasan diatas, kasus ini juga termasuk dalam kasus tindak pidana ekonomi karena berkaitan

dengan kondisi keuangan/fiskal negara. Karena berkaitan dengan kondisi keuangan negara,

khususnya dalam hal keuangan negara.

Anda mungkin juga menyukai