Anda di halaman 1dari 71

HANDBOOK MATERI

MATERI YANG DILOMBAKAN:


1. PENGETAHUAN UMUM GEOLOGI DAN SDA INDONESIA
2. PENGETAHUAN UMUM GEOLOGI DAN SDA SUMSEL
3. MINERAL DAN BATUAN
4. PALEONTOLOGI
5. TEKTONIKA
6. SISTEM BUMI
7. GEOMORFOLOGI
8. GEOLOGI STRUKTUR
9. VULKANOLOGI

CATATAN:
1. HANDBOOK INI DIBUAT OLEH TIM PANITIA SESC 2016
2. HANDBOOK INI BERISI RANGKUMAN DARI MATERI – MATERI YANG

DILOMBAKAN PADA SESC 2016, MULAI DARI TES TERTULIS HINGGA BABAK

FINAL
3. HANDBOOK INI DIBERIKAN UNTUK MEMBANTU PESERTA SESC 2016 DALAM

MEMPELAJARI MATERI YANG DILOMBAKAN


4. SOAL YANG AKAN KELUAR DALAM PERLOMBAAN BELUM TENTU HANYA

BERASAL DARI HANDBOOK INI


5. SANGAT DIANJURKAN BAGI SETIAP PESERTA SESC 2016 UNTUK LEBIH

MENDALAMI MATERI YANG AKAN DILOMBAKAN DENGAN MEMPELAJARI

LITERATUR – LITERATUR LAINNYA


6. SETIAP PERTANYAAN MENGENAI MATERI LOMBA DAPAT DIAJUKAN KEPADA

CONTACT PERSON DARI PIHAK PANITIA SESC 2016

DAFTAR ISI
Hal
BAB I PENGETAHUAN UMUM DAN SDA INDONESIA 3

BAB II PENGETAHUAN UMUM DAN SDA SUMSEL 8


BAB III MINERAL DAN BATUAN 16

BAB IV PALEONTOLOGI 28

BAB V TEKTONIKA 39

BAB VI SISTEM BUMI 46

BAB VII GEOMORFOLOGI 50

BAB VIII GEOLOGI STRUKTUR 60

BAB IX VULKANOLOGI 67

BAB I
PENGETAHUAN UMUM GEOLOGI DAN SDA INDONESIA

1.1. Geologi Indonesia


Letak geologis adalah letak suatu wilayah berdasarkan susunan batuan yang ada pada bumi.
Letak geologis wilayah Indonesia adalah sebagai berikut.
1. Indonesia merupakan bagian dari dua buah rangkaian pegunungan besardi dunia, yaitu
rangkaian Pengunungan Mediteran dan rangkaianPegunungan Sirkum Pasifik.
2. Indonesia terletak pada pertemuan lempeng litosfer, yaitu lempengIndonesia-Australia
yang bertumbukan dengan lempeng Asia.
3. Indonesia terletak pada tiga daerah dangkalan, yaitu Dangkalan Sunda,Dangkalan Sahul
dan Daerah Laut pertengahan Australia Asiatis.
Dilihat dari formasi geologinya, kepulauan Indonesia dibagi dalam tigazone geologi
(pertemuan tiga lempeng lithosfer), yaitu:
A. Bagian utara berbatasan dengan tameng Asia dan perluasannya ke arahselatan
tenggelam di bawah permukaan air laut, yang dikenal denganPaparan Sunda atau
disebut Lempeng Asia.
B. Bagian barat dan selatan dibatasi oleh “Benua Gondwana” yang terdiridari India,
dasar Samudera Hindia, Australia, dan perluasannya ke arahutara tenggelam dari
India, dasar permukaan air, yakni pada PaparanSahul atau disebut Lempeng Indo-
Australia.
C. Bagian timur dibatasi oleh dasar Samudera Pasifik atau disebutLempeng Dasar
Samudera Pasifik yang meluas ke arah barat daya.
Letak geologis inilah yang menyebabkan wilayah Indonesia banyakdijumpai gunung
berapi, sehingga banyak wilayah di Indonesia yangkesuburannya cukup tinggi. Namun perlu
disadari pula bahwa letak geologis yangdemikian itu menyebabkan wilayah Indonesia rawan
dengan bencana alam sepertigunung meletus dan gempa bumi.
Dataran Indonesia Timur atau Paparan Sahul memiliki jenis batuan yangsama dengan
jenis batuan di Benua Australia. Daerah peralihan antara keduadataran tersebut disebut daerah
Wallacea. Dilihat dari jalur-jalur pegunungannya,Indonesia terletak pada pertemuan dua
rangkaian pegunungan muda, yaknirangkaian Sirkum Pasifik dan rangkaian Sirkum Mediterania.
Oleh karena itu, diIndonesia:
1. Terdapat banyak gunung berapi yang dapat menyuburkan tanah.
2. Sering terjadi gempa bumi.
3. Terdapat bukit-bukit tersier yang kaya akan barang tambang, sepertiminyak bumi, batu
bara dan bauksit.

1.2. Macam-Macam Sumber Daya Alam (SDA)


Sumber daya alam adalah semua kekayaan alam berupa benda mati ataumakhluk hidup yang
berada di bumi. Sumber daya alam dimanfaatkan untukmemenuhi kebutuhan hidup manusia.
Padi dihasilkan oleh petani. Tanaman paditermasuk sumber daya alam. Air yang dipakai untuk
mengairi sungai termasuksumber daya alam. Tanah yang dipakai untuk menanam padi juga
termasuksumber daya alam. Sumber daya alam di sekitar kita dapat antara lain sebagai berikut:
a) Tanah dan segala yang dapat diusahakan di atas tanah. Misalnya,
pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan.
b) Bahan galian/tambang, yaitu bahan yang terdapat di dalam tanah.
Misalnya:minyak bumi, batu bara, besi, tembaga, nikel, timah, dan lain-lain.
c) Kekayaan alam yang ada di laut, sungai, dan danau. Misalnya, ikan,
udang,mutiara, rumput laut, garam, dan lain-lain.
d) Keindahan alam, misalnya pantai pasir putih, danau, lembah, gunung, airterjun,
hutan, dan sebagainya.
Berdasarkan sifatnya, kita dapat menggolongkan sumber daya alammenjadi dua, yaitu
sumber daya alam yang dapat diperbarui dan kekayaan alamyang tidak dapat diperbarui

1. Sumber daya alam yang dapat diperbarui


SDA yang dapat diperbarui ialah kekayaan alam yang dapat dimanfaatkanterus-menerus
karena dapat tersedia kembali. SDA itu tersedia kembali karenasiklus alam maupun karena
perkembangbiakan.

2. Sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui


Sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui ialah sumber daya alam yang dapathabis.
Contoh sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui adalah bahantambang. Jika bahan
tambang yang tersedia habis, kita tidak bisamemproduksinya lagi. Bahan tambang dibagi dalam
tiga kelompok. Ketigakelompok itu adalah bahan tambang mineral logam, mineral bukan logam,
dansumber tenaga (energi).
3. Kekayaan SDA Geologi Indonesia
Letak Kepulauan Indonesia yang berada di pertemuan tiga lempeng besaryaitu Eurasia,
Australia dan Pasifik menyebabkan banyak bencana yang terjadi dikawasan ini, seperti gempa
bumi, longsor, tsunami dan gunung meletus hal itutidak lain dikarena aktivitas lempeng -
lempeng tersebut. Tapi dibalik semua potensi bencana itu ternyata terdapat sebuah keuntungan.
Akibat dari pergerakan lempeng-lempeng tersebut, akan terjadi pergerakan pulau-pulau dan
struktur batuan yang beragam.
Berbagai jenis dan umur batuan batuan yang bervariasi itu akan membuatwilayah Indonesia
kaya dengan sumberdaya mineral baik logam seperti: emas,tembaga, perak besi, kromit, timah
dan sebagainya), non logam ( seperti : belerang, batu gamping, gambut ) dan energi ( seperti :
minyak, gas, batubara, dsb) di wilayah Indonesia. Kekayaan ini semua dapat sangat bermanfaat
akan kehidupan manusia.diawali dengan kegiatan ekplorasi yakni penemuan akan kekayaan SDA
tersebut,dan selanjutnya melakukan kegiatan eksploitasi yakni pengambilan kekayaantersebut
untuk dapat di gunakan dalam kehidupan manusia.Tentunya dalam kegiatan-kegiatan tersebut
harus dilakukan dengan
sistem berkelanjutan, yakni tidak secara berlebihan dalam pengambilannya dan ramah
lingkungan dalam pencariannya.

4. Dampak Sumber Daya Alam


Eksploitasi sumber daya alam secara berlebih-lebihan tanpamemperhatikan aspek peran dan
fungsi alam ini terhadap lingkungan dapatmendatangkan berbagai macam bencana alam seperti
tanah longsor, banjir, kabutasap, pemanasan global hingga bencana lumpur panas Sidoarjo yang
sangatmerugikan masyarakat.
Bencana tanah longsor disebabkan oleh penggundulan yang dilakukanoleh pihak yang tidak
bertanggung jawab terhadap kelestarian hutan. Ketika hutandalam keadaan gundul maka formasi
tanah akan menjadi larut dan menggelincirdiatas bidang licin pada saat terjadi hujan. Sehingga
bencana banjir yang disertaitanah longsor tidak dapat dihindarkan lagi.
Bencana banjir yang selalu terjadi setiap tahun hampir di seluruh wilayahIndonesia
disebabkan oleh polah tingkah manusia yang suka membuang sampahsembarangan yang
mengakibatkan rusaknya tata guna lahan dan air. Tata gunalahan dan air menyebabkan laju erosi
dan frekuensi banjir meningkat.

5. Persebaran SDA Geologi Indonesia


Hasil bahan tambang negara Indonesia antara lain minyak bumi, bauksit(bijih alumunium),
batu bara, besi, timah, emas, tembaga, nikel, marmer, mangan,aspal, belerang, dan yodium.
Berikut ini daerah persebarannya.
a. Minyak bumi
Ada banyak tambang minyak bumi di Indonesia. Daerah daerah penghasiltambang
minyak sebagai berikut.
1) Tambang minyak di pulau Sumatera terdapat di Aceh (Lhoksumawe
danPeureulak); Sumatera Utara (Tanjung Pura); Riau (Sungaipakning,
Dumai);dan Sumatera Selatan (Plaju, Sungai Gerong, Muara Enim).
2) Tambang minyak di pulau Jawa terdapat di Wonokromo, Delta
(JawaTimur); Cepu, Cilacap di (Jawa Tengah); dan Majalengka, Jatibarang
(JawaBarat).
3) Tambang minyak di pulau Kalimantan terdapat di Balikpapan,
PulauTarakan, Pulau Bunyu dan Sungai Mahakam (Kalimantan Timur)
sertaAmuntai, Tanjung, dan Rantau (Kalimantan Selatan)
4) Maluku (Pulau Seram dan Tenggara)
5) Irian Jaya (Klamono, Sorong, dan Babo).
b. Bauksit (bijih aluminium)Penambangan bauksit berada di daerah Riau (Pulau Bintan)
danKalimantan Barat (Singkawang).
c. Batu bara
Penambangan batu bara terdapat di Sumatera Barat (Ombilin,Sawahlunto), Sumatera
Selatan (Bukit Asam, Tanjungenim), Kalimantan Timur(Lembah Sungai Berau,
Samarinda), Kalimantan Selatan (Kotabaru/Pulau Laut),Kalimantan tengah (Purukcahu),
Sulawesi Selatan (Makassar), dan Papua(Klamono).
d. Besi
Penambangan besi terdapat di daerah Lampung (Gunung Tegak),Kalimantan Selatan
(Pulau Sebuku), Sulawesi Selatan (Pegunungan Verbeek), danJawa Tengah (Cilacap).
e. Timah
Penambangan timah terdapat di daerah Pulau Bangka (Sungai Liat), PulauBelitung
(Manggara), dan Pulau Singkep (Dabo).
f. Emas
Penambangan emas terdapat di daerah Nangroe Aceh Darussalam(Meulaboh), Riau
(Logos), Bengkulu (Rejang Lebong), Sulawesi Utara (BolaangMongondow, Minahasa),
Kalimantan Barat (Sambas), Jawa Barat (Cikotok,Pongkor), dan Freeport (Timika,
Papua).\
g. Tembaga
Penambangan tembaga terdapat di daerah Irian Jaya (Tembagapura).
h. Nikel
Ditambang dari daerah Sulawesi Tenggara (Soroako).
i. Marmer
Ditambang dari daerah Jawa Timur (Tulungagung), Lampung, Makassar,Timor.
j. Mangan
Ditambang dari daerah Yogyakarta (Kliripan), Jawa Barat (Tasikmalaya),dan Kalimantan
Selatan (Martapura).
k. Aspal
Ditambang dari daerah Sulawesi Tenggara (Pulau Buton).
l. Belerang
Ditambang dari daerah Jawa Barat (Gunung Patuha), Jawa Timur (GunungWelirang).
m. Yodium
Ditambang dari daerah Jawa Tengah (Semarang), Jawa Timur(Mojokerto).

Perut bumi Indoinesia mengandung bermacam-macam bahan tambang. Semua kekayaan itu
tidak ada gunanya kalau kita tidak memmelihara dan mengolahnya dengan baik. Oleh karena itu,
kita sendiri harus dapat mengolah dan memelihara dengan baik.
BAB II
PENGETAHUAN UMUM GEOLOGI DAN SDA SUMATERA SELATAN

2.1. Geologi Regional


Sumatera Selatan adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di bagian selatan
Pulau Sumatera. Provinsi ini beribukota di Palembang. Secara geografis provinsi Sumatera
Selatan berbatasan dengan provinsi Jambi di utara, provinsi Kep. Bangka-Belitung di timur,
provinsi Lampung di selatan dan Provinsi Bengkulu di barat. Provinsi ini kaya akan sumber daya
alam, seperti minyak bumi, gas alam dan batu bara.
Secara topografi, wilayah Provinsi Sumatera Selatan di pantai Timur tanahnya terdiri dari
rawa-rawa dan payau yang dipengaruhi oleh pasang surut. Vegetasinya berupa tumbuhan
palmase dan kayu rawa (bakau). Sedikit makin ke barat merupakan dataran rendah yang luas.
Lebih masuk kedalam wilayahnya semakin bergunung-gunung. Disana terdapat bukti barisan
yang membelah Sumatera Selatan dan merupakan daerah pegunungan dengan ketinggian 900 -
1.200 meter dari permukaan laut. Bukit barisan terdiri atas puncak Gunung Seminung (1.964 m),
Gunung Dempo (3.159 m), Gunung Patah (1.107 m) dan Gunung Bengkuk (2.125m). Disebelah
Barat Bukit Barisan merupakan lereng. Provinsi Sumatera Selatan mempunyai beberapa sungai
besar. Kebanyakan sungai-sungai itu bermata air dari Bukit Barisan, kecuali Sungai Mesuji,
Sungai Lalan dan Sungai Banyuasin. Sungai yang bermata air dari Bukit Barisan dan bermuara
ke Selat Bangka adalah Sungai Musi, sedangkan Sungai Ogan, Sungai Komering, Sungai
Lematang, Sungai Kelingi, Sunga Lakitan, Sungai Rupit dan Sungai Rawas merupakan anak
Sungai Musi.

2.2. Geologi Cekungan Sumatera Selatan


Cekungan Sumatera Selatan adalah suatu hasil kegiatan tektonik yang berkaitan erat
dengan penunjaman Lempeng Indo - Australia, yang bergerak ke arah utara hingga timurlaut
terhadap Lempeng Eurasia yang relatif diam. Zona penunjaman lempeng meliputi daerah sebelah
barat Pulau Sumatera dan selatan Pulau Jawa. Beberapa lempeng kecil ( micro-plate) yang
berada di antara zona interaksi tersebut turut bergerak dan menghasilkan zona konvergensi dalam
berbagai bentuk dan arah. Penunjaman lempeng Indo-Australia tersebut dapat mempengaruhi
keadaan batuan, morfologi, tektonik dan struktur di Sumatera Selatan. Tumbukan tektonik
lempeng di Pulau Sumatera menghasilkan jalur busur depan, magmatik, dan busur belakang
(Bishop, 2000).
Menurut Salim et al. (1995), Cekungan Sumatra Selatan terbentuk selama Awal Tersier
(Eosen-Oligosen) ketika rangkaian (seri) graben berkembang sebagai reaksi sistem
penunjaman menyudut antara lempeng Samudra India di bawah lempeng Benua Asia.
Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995), diperkirakan telah terjadi 3 episode
orogenesa yang membentuk kerangka struktur daerah Cekungan Sumatra Selatan yaitu
orogenesa Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir-Tersier Awal dan Orogenesa Plio-
Plistosen.
1. Episode pertama, endapan-endapan Paleozoik dan Mesozoik termetamorfosa,
terlipat dan terpatahkan menjadi bongkah struktur dan diintrusi oleh batolit granit
serta telah membentuk pola dasar struktur cekungan. Menurut Pulunggono, 1992
(dalam Wisnu dan Nazirman, 1997), fase ini membentuk sesar berarah barat laut-
tenggara yang berupa sesar-sesar geser.
2. Episode kedua pada Kapur Akhir berupa fase ekstensi menghasilkan gerak-gerak
tensional yang membentuk graben dan horst dengan arah umum utara-selatan.
Dikombinasikan dengan hasil orogenesa Mesozoik dan hasil pelapukan batuan-
batuan Pra-Tersier, gerak gerak tensional ini membentuk struktur tua yang
mengontrol pembentukan Formasi Pra-Talang Akar.
3. Episode ketiga berupa fase kompresi pada Plio-Plistosen yang menyebabkan pola
pengendapan berubah menjadi regresi dan berperan dalam pembentukan struktur
perlipatan dan sesar sehingga membentuk konfigurasi geologi sekarang. Pada
periode tektonik ini juga terjadi pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan yang
menghasilkan sesar mendatar Semangko yang berkembang sepanjang
Pegunungan Bukit Barisan. Pergerakan horisontal yang terjadi mulai Plistosen
Awal sampai sekarang mempengaruhi kondisi Cekungan Sumatra Selatan dan
Tengah sehingga sesar-sesar yang baru terbentuk di daerah ini mempunyai
perkembangan hampir sejajar dengan sesar Semangko. Akibat pergerakan
horisontal ini, orogenesa yang terjadi pada Plio-Plistosen menghasilkan lipatan
yang berarah barat laut-tenggara tetapi sesar yang terbentuk berarah timur laut-
barat daya dan barat laut-tenggara. Jenis sesar yang terdapat pada cekungan ini
adalah sesar naik, sesar mendatar dan sesar normal.

2.3. Fisiografi Cekungan Sumatera Selatan

Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan Tersier berarah


baratlaut-tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit Barisan di sebelah barat daya,
Paparan Sunda di sebelah timur laut, Tinggian Lampung di sebelah tenggara yang memisahkan
cekungan tersebut dengan Cekungan Sunda, serta Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga
Puluh di sebelah barat laut yang memisahkan Cekungan Sumatra Selatan dengan Cekungan
Sumatera Tengah. Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah Cekungan Sumatera Selatan
merupakan cekungan busur belakang berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya
interaksi antara Paparan Sunda (sebagai bagian dari lempeng kontinen Asia) dan lempeng
Samudera India. Daerah cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510 km2, dimana sebelah
barat daya dibatasi oleh singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur oleh Paparan
Sunda (Sunda Shield), sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh dan ke arah tenggara
dibatasi oleh Tinggian Lampung (Wisnu & Nazirman, 1997).
2.4. Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan

Stratigrafi daerah cekungan Sumatra Selatan secara umum dapat dikenal satu megacycle
(daur besar) yang terdiri dari suatu transgresi dan diikuti regresi. Struktur yang terdapat dalam
Cekungan Sumatera Selatan merupakan akibat dari 3 aktivitas tektonik utama yaitu:
1. Tektonik pertama
Tektonik pertama ini berupa gerak tensional pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal yang
menghasilkan sesar-sesar bongkah (graben) berarah timur lautbarat daya atau utara-selatan.
Sedimentasi mengisi cekungan atau graben di atas batuan dasar bersamaan dengan kegiatan
gunung api.
2. Tektonik kedua

Tektonik ini berlangsung pada Miosen Tengah-Akhir (Intra Miosen) menyebabkan


pengangkatan tepi-tepi cekungan dan diikuti pengendapan bahan-bahan klastika.
3. Tektonik Ketiga

Tektonik berupa gerak kompresional pada Plio-Plistosen menyebabkan sebagian Formasi


Airbenakat dan Formasi Muaraenim telah menjadi tinggian tererosi, sedangkan pada daerah yang
relatif turun diendapkan Formasi Kasai. Selanjutnya, terjadi pengangkatan dan perlipatan utama
di seluruh daerah cekungan yang mengakhiri pengendapan Tersier di Cekungan Sumatera
Selatan.
Gambar 2.1. Stratigrafi Cekungan Sumatra Selatan
Menurut Gafoer dkk (1994) bahwa batuan pada cekungan Sumatera Selatan dapat dibagi menjadi
tujuh formasi. Dari tua ke muda adalah Formasi Kikim, Formasi Talangakar, Formasi Baturaja,
Formasi Gumai, Formasi Airbenakat, Formasi Muaraenim, dan Formasi Kasai Formasi yang
terbentuk selama fase transgresi dikelompokkan menjadi Kelompok Telisa (Formasi Talang
Akar, Formasi Baturaja, dan Formasi Gumai). Kelompok Palembang diendapkan selama fase
regresi (Formasi Air Benakat, Formasi Muara Enim, dan Formasi Kasai), sedangkan Formasi
Lemat dan older Lemat diendapkan sebelum fase transgresi utama.

2.5. Potensi Sumber Daya Sumatera Selatan


1. Potensi Batu Bara
Kabupaten Lahat memiliki potensi batu bara yang tinggi dari pada daerah di sekitarnya.
Asisten I Kabupaten Lahat Marwan Mansyur didampingi Kepala Dinas Pertambangan dan
Energi Kabupaten Lahat Syarifudin Nur Syamsu, Sabtu (23/2) dalam jumpa pers, mengatakan,
potensi batu bara di Kabupaten Lahat berada di Kecamatan Merapi Barat, Merapi Timur, Lahat,
Pulau Pinang, Kikim Barat, Gumay Talang, dan Kikim Timur yang potensinya sebesar 2,9 miliar
ton yang berada pada lahan seluas 11.000 hektar yang mulai dikelola oleh 6 perusahaan, ke 6
perusahaan tersebut adalah PT Muara Alam Sejahtera, PT Bara Alam Utama, PT Mustika Indah
Permai, PT Bukit Bara Alam, PT Bumi Merapi Energi, dan PT Bukit Asam
Kemudian Penyebaran potensi batu bara juga terdapat di wilayah bagian timur dari
Kabupaten Musi Rawas. Kualitas batubara Musi Rawas : free moisture (ar) 24,25 - 46,05%, total
mousture (ar) 38,25 - 42,81%, Inherent Moisture 12,25-14,70%, fixed carbon 35,56-40,20%,
volatile matter 40,56-47,44%, ash content 3-4%, silfur 0,09-0,22%, spesific grafity 1,32-1,37%,
HGI 45-70, calorific value (adb) 4900 - 5600 Kcal.
Serta terdapat Pemboran Dalam Batubara/ Pengukuran Packers Dan Gas Di Daerah
Tamiang Dan Sekitarnya Kabupaten Musi, Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan Kegiatan
pemboran dalam batubara dan gas telah dilakukan di daerah Tamiang, Kabupaten Musi
Banyuasin, Provinsi Sumatra Selatan. Kegiatan ini adalah untuk mengetahui keadaan geologi,
ketebalan dan penyebaran batubara, sumber daya batubara dan kandungan gas batubara.Formasi
pembawa batubara adalah Fm. Muara enim dengan keempat anggotanya M1, M2, M3, dan M4.,
dimana setiap anggota memiliki lapisan batubara dan karakteristik masing-masing. Dua titik bor
menembus 4 (empat) lapisan batubara pada titik bor TBM-01 dengan ketebalan 0,20 – 7,65 m.
Pada titik bor TBM-02 ditembus 10 (sepuluh) lapisan batubara dengan ketebalan mulai dari 0,35
– 2,60 m. Lapisan batubara yang paling tebal terdapat pada titik bor TBM-01 pada kedalaman
44,35 – 52,00 m, setebal 7,65 m. Penyebaran endapannya mengikuti sayap sinklin dengan arah
Baratlaut – Tenggara dengan kemiringan 5o – 40o. Kualitas batubara termasuk ke dalam ‘low -
medium rank coal’ dengan nilai kalori berkisar dari 5.199 – 5.838 kal/gr. Kandungan abu 5,29 –
9,75%, sulfur total 0,61 – 2,81% dan total moisture 44,14 – 51,00% (ar). Sumber daya batubara
(M2) pada kedua titik ini dengan luas pengaruh sepanjang arah jurus lapisan batubara sekitar
1.000 m dan kedalaman sampai 200 m, adalah sekitar 31,792 juta ton. Hasil analisis gas dalam
batubara menunjukkan bahwa total gas 6.108.611,54 m3/ton (in place). Kandungan gas methan
(CH4) sekitar 258.081,98 m3/ton atau sekitar 4,2249% CH4.
Dengan demikian data potensi/cadangan yang ada, Sumatera Selatan memiliki 22,24
milyar ton batubara dan bahkan berdasarkan laporan Badan Geologi Kementerian ESDM – RI
Tahun 2011 potensi batubara Sumatera Selatan mencapai 59,254 Milyar ton atau 37% Nasional
atau 161 Milyar Ton. Dalam program Sumatera Selatan sebagai lumbung energi nasional, energi
Batu Bara diposisikan sebagai salah satu sumber energi alternatif pasca minyak bumi. Sejalan
dengan penyiapan Sumatera Selatan sebagai Lumbung Energi telah dilakukan kajian Rencana
Pembangunan PLTU Mulut Tambang dengan memanfaatkan batubara kalori rendah.
2. Potensi Geothermal

Pada 2010 Gubernur Sumatera Selatan H. Alex Noerdin mengatakan bahwa Indonesia
memiliki potensi geothermal (energi panas bumi) besar, bahkan terbesar kedua di dunia setelah
Amerika Serikat. Kekayaan potensi geothermal yang dimiliki Indonesia itu, 40% berada di
Kabupaten Muara Enim tepatnya di desa Penindaian (Lumut Balai) Kecamatan Semendo Darat
Laut dan di desa Segamit (Rantau Dedap) Kecamatan Semendo Darat Ulu .
Nama geothermal memang belum begitu familiar di telinga awam, kalah populer
dibanding sumber energi lain seperti minyak bumi, gas, batubara yang kandungannya juga
melimpah di Kabupaten Muaraenim. Tapi geothermal disebut-sebut sebagai energi alternatif
yang potensial di masa depan ketika tiga sumber energi utama tadi habis dari perut bumi, mau
tak mau kita perlu memiliki pemahaman jelas dan mendalam soal sumber energi panas bumi ini,
terlebih ketika ternyata kandungannya banyak di Kabupaten Muara Enim.
Seiring makin menipisnya cadangan minyak di perut bumi—ditandai dengan makin
mahalnya harga bahan bakar ini di pasaran dunia, geothermal makin ramai diperbincangkan
sebagai energi cadangan pembangkit listrik. Beruntung, energy panas bumi ini banyak dimiliki
Indonesia. Berdasarkan data di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, di Indonesia
terdapat potensi geothermal sebesar 27.710 Mega Watt (MW) atau setara dengan 19 miliar barel
minyak bumi Maka tidak heran bila pemerintah Ikini menetapkan target untuk menjadi negara
pengguna energi panas bumi terbesar di dunia.
Kini PT PEG telah memiliki 15 wilayah kerja panas bumi di seluruh Indonesia,
termasuk di Lumut Balai yang berada di Kabupaten Muara Enim. 13 wilayah lain—selain Lumut
Balai dan Kamojang, yakni di Sibayak, Sungai Penuh, Ulubelu, Hulu Lais, Kota Mobagu,
Lahendong, Gunung Salak (kerjasama dengan Chevron), Derajat (kerjasama dengan Chevron),
Wayang Windu (kerjasama dengan Magma Nusantara Limited), Bedugul (kerjasama dengan Bali
Energy Limited), Sarulla (kerjasama dengan konsorsium Sarulla), Dieng (joint venture dengan
PT Geo Dipa), Patuha (joint venture dengan PT Geo Dipa).PT PGE menargetkan bisa mengelola
1970 MW potensi panas bumi dan menghasilkan 1340 MW listrik.
Berdasarkan pernyataan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat membuka
Kongres Panas Bumi Dunia 2010 di Nusa Dua Bali menegaskan bahwa untuk memenuhi target
itu pemerintah menargetkan pemanfaatan energi panas bumi ini sebesar lima persen pada 2025,
setara dengan kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi sebesar 9500 megawatt. Di sinilah
posisi strategis Kabupaten Muaraenim ke depan PT Pertamina (Persero) sebagai badan usaha
milik pemerintah sebenarnya sudah memulai langkah awal pemanfaatan energy energi panas
bumi sejak 1983, melalui anak perusahaan mereka PT Pertamina Energi Geothermal (PT PEG)
dengan proyek awal dilakukan di Kamojang Jawa Barat.
3. Potensi Minyak dan Gas Bumi

Cadangan Minyak Bumi sebesar 812.960,60 MSTB (Metrick Stock Tank Barrel), Gas
Bumi sebesar 19.143 BSCF (Billion Standard Cubic Feet), Gas Methan Batubara sebesar 183
TCF (Triliun Cubic Feet) serta Panas Bumi sebesar 1911 Mwe (Mega Watt energy). Potensi
minyak dan gas bumi telah memberikan kontribusi yang besar terhadap laju pembangunan di
Kabupaten Musi Rawas. Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi telah dilaksanakan oleh beberapa
perusahaan migas antara lain : PT.Pertamina DOH Sumbagsel, PT.Medco E&P Indonesia,
PT.Tropic Energy Pandan, PT.Selaraya Merangin Dua, TAC-PTM Akar Ariguna Energy,
PT.Conocco Philip, PT.Petrochina Int Bangko,KSO-Eksplorasi-Produksi Pertamina Indrico Hulu
Energy,Ltd.
4. Potensi Mineral Logam

Kabupaten Musi Rawas merupakan salah satu daerah yang diproyeksikan sebagai
bagian lumbung energi di Provinsi Sumatera Selatan. Keberadaan potensi pertambangan baik
minyak dan gas bumi, batubara dan bahan tambang lainnya seperti emas, timah hitam, biji besi
serta asosiasi mineral pengikut terdapat di Kabupaten Musi Rawas.
Potensi bahan logam penyebaran meliputi wilayah barat Kabupaten Musi Rawas. Secara
geologi daerah tersebut merupakan komplek intrusi yang sangat potensial untuk terjadinya
mineralisasi. Potensi bahan galian logam meliputi : biji besi, emas, timah hitam, seng, tembaga
dan perak. Selain potensi bahan galian logam juga terdapat bahan galian golongan C seperti :
marmar, granit, kuarsa, andesit, pasir, koral, tanah liat dan phospat.
BAB III
MINERAL DAN BATUAN

3.1. Mineral Pembentuk Batuan


Pada dasarnya kulit bumi dibentuk oleh 99,9% mineral yang terdapat dialam. Mineral-
mineral tersebut disebut Rock Forming Mineral, dengan mineral utama silika, terutama feldspar
yang merupakan kelompok mineral penting. Mineral-mineral yang penting dalam pembentukan
kulit bumi adalah mineral yang ada pada seri reaksi Bowen.
Discontinous Series :
1. Mineral yang terbentuk secara tidak menerus. Pada suhu yang tinggi terbentuk mineral
olivin. Kemudian suhu menurun terus-menerus hingga terbentuk mineral piroksen
dimana mineral olivin sudah tak terbentuk lagi. Begitu seterusnya sampai terbetuknya
mineral Biotit.
2. Didominasi oleh Mineral-mineral mafic (mineral gelap).

Continous Series :
1. Mineral terbetuk secara menerus. Pada suhu yang tinggi terbentuk mineral anortit
(Plagioklas Ca). Kemudian suhu menurun terus-menerus hingga terbentuk mineral
bitownit, tetapi mineral anortit masih terbentuk. Begitu seterusnya sampai terbentuk
mineral albit.
2. Disebut juga dengan kelompok Plagioklas.
3. Didominasi oleh mineral felsik (mineral terang).

Sampai pada suhu yang rendah + 5000 C mineral Biotit dan mineral Albit saling bertemu
dan terbentuklah kemudian mineral K.Feldspar, Muskovit dan Quartz.

Mineral-mineral pembentuk batuan dapat dibedakan atas :


1. Mineral Felsik, tersusun dari mineral-mineral yang berwarna terang dan cera serta
mempunyai berat jenis kecil atau ringan.
2. Mineral Mafik, tersusun dari mineral-mineral yang berwarna gelap dan mempunyai berat
jenis yan besar atau berat.

Contoh Mineral Felsik


1. Quartz = Kuarsa = SiO2

Sistem Kristal : Hexagonal (Prisma, Bipyramid dan kombinasinya)


Berat Jenis : SG = 2,65
Kekerasan :7
Warna : Jernih atau keru bila terdapat bersama Feldspar, sering terdapat bersama feldspar, sering
terdapat inklusi dari gas, cairan atau mineral lain didalamnya, yang merupakan unsur pengotor
dan sangat mempengaruhi warna pada kuarsa, sehingga dari warna yang ditunjukkan dapat
memperkirakan derajat kemurnian dari kuarsa tersebut.
Belahan : Tidak punya
Pecahan : Concoidal atau kerang
Penggunaan : Sebagai bahan baku utama atau pelengkap industri glas, refractory, pengecoran
logam, ferro silikon, glass wool, ampelas, bangunan dan semen.

2. Feldspar
Dibedakan dalam dua golongan besar, yaitu:
Alkali Feldspar terdiri dari : Orthoklas, Mikroklin, Sanidin, Anortoklas, Pertit dan Antipertit.
Plagioklas terdiri dari : Anortit, Bitownit, Labradorit, Andesin, Oligoklas, Albit.
Praktikum megaskopis hanya dapat membedakan Alkali Feldspar (didominasi Orthoklas) dengan
Plagioklas.
• Orthoklas (KalSi3O8)

Merupakan Feldspar sumber utama dari unsur K yang ada dalam tanah.
Berat jenis : 2,6
Kekerasan :6
Warna : abu-abu kemeraan atau tak berwarna
Sistem Kristal : Monoklin, Prismatik, memanjang sejajar atau membutir dan masif.
Kilap : Vitrous luster dengan kenampakan transparant atau translucent.
Penggunaan : karena sifatnya yang tidak stabil serina dijumpai orthoklas yang
terkonsentrasi dalam keadaan segar, tetapi ditemukan dalam keadaan alterasi menjadi serisit
(Muskovit) dan Kaolin yang merupakan bahan dasar industri keramik.
Ortoklas sebagian besar terdapat pada batuan beku asam.

• Plagioklas (NaCaAl2Si3O8)

Sistem Kristal : Triklin


Berat Jenis : Albit = 2,26 ; Anortit = 2,76
Kekerasan :6
Warna : Biasanya berwarna kekuning-kuningan puti dan merah.
Belahan : Plagioklas punya Twining (kembaran)

3. Feldspartoid

Mineral ini disebut juga mineral pengganti Feldspar, oleh karena terbentuk bla dalam sebuah
batuan tidak cukup terdapat SiO2.
Dalam batuan yang menandung SiO2 bebas, mineral Feldspartoid tidak dibentuk karena yang
akan terbentuk adala feldspar.
Mneral yang termasuk didalam kelompok Feldspartoid (Foida), adalah:
Nefelin KnaAl2Si2O4
Leusite KAlSi2O6
Sodalite Na4Al3Si3O12Cl
Scapolite Ca4(Al2Si2O8)3(CO3)
Cancrinite Na3Ca(Al3Si3O12)CO3(OH)2
Analcite Na(AlSi2O6)H2O
Contoh Mineral Mafik
1. Olivin (MgFe)2SiO4

Merupakan kristal-kristal campuran antara Mg2SiO4 dengan Fe2SiO4 dalam hal ini Mg selalu
lebih banyak dari Fe. Olivin kadang disebut Chrysolite yang merupakan mineral penyusun
batuan terutama batuan beku berwarna gelap.
Berat jenis : 3,27 – 4,27
Kekerasan : 5,50 – 7,00
Kilap : Vitreous Luster
Umum tersapat pada batuan beku basa sampai ultra basa.
2. Kelompok Mineral Piroksen

Merupakan kelompok mineral silikiat yang kompleks dan memiliki hubungan yang sangat erat
dalam struktur kristal, sifat-sifat fisik dan komposisi kimia walaupun mereka mengkristal dalam
dua sistem berbeda yaitu Orthorombik dan Monoklin. Struktur Piroksen terdiri atas mata rantai
tetraedral SiO4 diikat bersama secara lateral ole ion logam Mg dan Ca. Rasio Si dan O yang
dihasilkan dari ikatan ini adalah Si : O = 1 : 3 dan memberi rumus kimia MgSiO3 atau
CaMg(SiO3)2.
3. Kelompok Mineral Amphibole

Amphibole mungkin dapat dibagi menjadi seri yaitu Antopyllite, Cumingtonite – Qrunerite,
Tremolite – Actinolite, Aluminian Amphibolite – Sodic Amphibole. Mereka berhubungan dalam
sifat-sifat kristalografi, kimia dan fisik. Struktur Amphibole adalah type Tetrahedral SiO4 dalam
struktur rantai ganda dan menghasilkan rasio Si : O = 4 : 11 pengganti 1 : 3 dalam rantai tunggal.
4. Kelompok Mineral Mika

Struktur mika adala type Tetrahedron dalam lembar-lembar. Tiap SiO4 memiliki tiga oksigen dan
satu oksigen bebas. Struktur lembar direfleksikan oleh belahan bawah pada semua mika adalah
elastik dan dapat dibedakan dengan Chlorite yang brittle.

3.2. Pembentukan Mineral

Mineral mineral umumnya terbentuk mengikuti empat cara :


1. Pembentukan dari larutan larutan

Cara pembentukan mineral yang terpenting yang berasal dari larutan :


 penguapan larutan
 Pengeluaran gas yang berkerja sebagai pelarut :
 Penurunan suhu dan tekanan
 Interaksi larutan larutan
 Interaksi larutan dengan bahan padat
 Interaksi Gas gas dengan larutan larutan
 Pengaruh atau pekerjaan makhluk makhluk dalam larutan
2. Dari magma

Banyak mineral mineral (bijih bijih) yang penting seperti magnetit, ilminite, Chromit, Pyrrotit,
chalcopyrite dll berasal dari magma, ini disebut mineral mineral primer. Banyak bahan bahan
yang mudah menguap telarut alam magma seperti uap air, chlor, Fluor, Sulfur, Borium, CO2 dll.
Adanya bahan bahan ini akan menurunkan suhu penghabluran dan menurunkan kekentalan atau
viskositas magma dan mereka ini dapat ikut menjadi persenyawaan persenyawaan yang sedang
terbentuk karenanya, baik besar maupun susunan mineral. Gas gas yang keluar dapat
memberikan mineral mineral baru. Dari penyelidikan penyelidikan mikroskop terhadap banyak
batuan batuan, ternyata bahwa sering menunjukan adanya urutan urutan tertentu dalam
pembentukan mineral magmatis.
3. Terbentuk karena sublimasi

Termasuk disini tidak hanya mineral mineral yang langsung menghablur dari uap atau gas, tetapi
juga sebagai hasil interaksi gas yang lain atau gas dengan batuan batuan. Contoh yang umum
dari sumblimasi ialah pembentukan salju, sebagai hasil penghabluran uap air, yang langsung
terjadi seperti halite, salmoniak (NH4Cl), belerang, asam borat, ferri klorida dll.
Didekat lubang kepundan sering kita jumpai hematite dalam lubang lubang lahar sebagai hasil
interaksi ferri klorida dan uap air menurut ;
2FeCl3 + 3H2O Fe2O3 + 6 HCl
yang lebih penting lagi ialah mineral mineral yang terbentuk sebagai hasil reaksi gas gas
(Cl,B,S,H2O dll) dangan batuan yang berdekatan (intrusi intrusi magma granitik ). Mineral yang
terbentuk dengan jalan ini disebut sebagai hasil proses pneumatolistis. Sebagai contoh ialah
pembentukan kasiterit (SnO2) yang sering bersama sama dengan florit CaF2, menurut reaksi :
SnF4 + 2H2O SnO2 + 4HF
4HF + 2CaCO3 2CaF2 + 2H2O + 2CO2
batu kapur fluorit
Uap air dan SnF4 yang mudah menguap itu mengadakan interaksi, maka terbentuklah kasiterit
dan asam fluor dan asam ini yang merupakan bahan chemis larutan, maka akan merubah sifat,
struktur dan susunan mineral baru bila ia berhubungan dengan bahan atau batuan lain. Mineral
mineral lain yang terjadi sebagai hasil pneumatolisis ialah trauomalin topas, apatit,skapolite dan
phologobit.
4. Terbentuk karena metamorfisme

Karena faktor faktor tertentu seperti panas uap air, tekanan dan pengaruh chemis larutan maka
batuan beku maupun batuan endapan akan mengalami perubahan. Kalau perubahan hanya
dibagian luar saja maka disebut metamorfime local, termal atau kontak. Tipe metamorfisme ini
jelas didekat batholit batholit, stok, tiang tiang intrusi/dyke dll, ialah dimana batuan batuan yang
tua terutama yang tidak mudah terkena pengaruh intrusi batuan.
Perubahan ini dapat pula meliputi daerah yang luas yang umumnya karena pengaruh pengaruh
orogenetis atau pembentukan pegunungan pegunungan. Perubahan perubahan ini sebagai akibat
metamorfisme regional atau dynamic metamorfisme.

3.3. Skala Kekerasan Mineral

Salah satu cara yang paling penting untuk mengidentifikasi spesimen mineral adalah
dengan melakukan uji/test kekerasan mohs (Mohs Hardness Test). Tes ini dilakukan untuk
membandingkan ketahanan mineral terhadap goresan oleh 10 mineral referensi, yang biasa kita
kenal sebagai Skala Kekerasan Mohs (Mohs Hardness Scale). Sifat fisik mineral berupa nilai
kekerasan sangat handal untuk diagnostik pada sebagian besar mineral.
Friedrich Mohs, seorang mineralogist dari Jerman, yang paling pertama mengembangkan
skala ini. Ia memilih 10 mineral yang berbeda tingkat kekerasaannya, dari nomor 1 mineral yang
paling lembut (talk) sampai nomor 10 mineral yang paling keras (diamond). Dengan
pengecualian pada mineral intan, semua mineral dalam skala mohs relatif umum, mudah, dan
murah didapatkan.

Skala kekerasan relatif mineral ditentukan oleh skala Mohs :


3.4. Siklus Batuan

Gambar 3.2. Siklus Batuan

1. Magma mengalami proses siklus pendinginan, terjadi kristalisasi membentuk batuan beku
pada siklus ini. Ketika batu didorong jauh di bawah permukaan bumi, maka batuan dapat
melebur menjadi magma.
2. Siklus selanjutnya, batuan beku mengalami pelapukan. tererosi, terangkut dalam bentuk
larutan ataupun tidak larut, diendapkan, sedimentasi membentuk batuan sedimen. Ada
pula yang langsung mengalami peubahan bentuk menjadi metamorf saat siklus
berlangsung.
3. Selanjutnya pada siklus ini, batuan sedimen dapat mengalami perubahan baik secara
kontak, dynamo dan hidrotermik akan mengalami perubahan bentuk dan menjadi
metamorf.
4. Siklus berikutnya, batuan metamorf yang mencapai lapisan bumi yang suhunya tinggi
mungkin berubah lagi menjadi magma lewat proses magmatisasi.
5. Setelah mengalami siklus mulai dari magma tadi, batuan akan berubah bentuk dan
jenisnya menjadi batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf kemudian menjadi
magma kembali jika terdorong ke dalam bumi dan meleleh.

3.5. Jenis Batuan


 Batuan Beku

Batuan beku merupakan batuan dimana berasal dari cairan magma yang mengalami proses
pembekuan seperti yang telah diuraik`an pada siklus d`iatas. Berdasarkan tempat
pembekuaannya saat siklus berlangsung, tempat siklus batuan beku dibedakan menjadi tiga;
1. Batuan Beku Dalam ( plutonik atau intrusive), merupakan batuan beku dimana saat siklus
berlangsung tempat pembekuannya berada jauh didalam permukaan bumi. Proses siklus
pembekuannya sangat lambat.
2. Batuan Beku Korok, merupakan batuan beku dimana pada proses berlangsungnya siklus
tempat pembekuannya berada dekat dengan lapisan kerak bumi.
3. Batuan Beku Luar ( Vulkanik atau Ekstrusif ), merupakan batuan beku dimana dihasilkan
siklus pada tempat pembekuannya berada di permukaan bumi. Siklus proses nya sang`at
cepat, sehingga dapat terbentuk Kristal.

 Batuan Sedimen

Batuan Sedimen merupakan batuan beku dimana saat terjadinya siklus mengalami pelapukan,
pengikisan, dan pengendapan karena pen`garuh cuaca kemudian diangkut oleh tenaga alam
seperti air, angin, atau gletser dan diendapkan di tempat yang lain yang lebih rendah (perhatikan
kembali gambar siklus di atas). Menurut proses siklus nya, batuan sedimen ini dibagi menjadi
tiga;
1. Batuan Sedimen Klastik. Batuannya hanya mengalami proses siklus mekanik tanpa
mengalami proses siklus kimiawi dikarenakan tempat pengendapannya masih sama
susunan kimiawinya.
2. Batuan Sedimen Kimiawi dimana batuan ini terbentuk mengalami proses siklus kimiawi.
Jadi, batuanny`a hanya mengalami perubahan susunan kimiawinya. Proses siklus kimiawi
yang terjadi adalah : CaCO3 + H2O + CO2 Ca (HCO3)2
3. Batuan Sedimen Organik dimana batuan ini pada proses siklus pengen`dapannya,
mendapat pengaruh dari organisme la`in seperti tumbuhan atau bisa dikatakan terjadi
pengaru`h organisme pada siklus pembentukaannya.

Bedasarkan tempat endapannya, batuan ini dibedakan menjadi:


1. Batuan Sedimen Marine (laut) dimana saat siklus berlangsung di endapkan dilaut
2. Batuan Sedimen Fluvial (sungai) dimana saat siklus berlangsung di endapkan disungai
3. Batuan Sedimen Teistrik (darat) dimana saat siklus berlangsung di endapkan didarat
4. Batuan Sedimen Limnik (rawa) dimana saat siklus berlangsung di endapkan dirawa
5. Bedasarkan tenaga siklus yang mengangkut batuan ini, dibedakan menjadi:

Batuan Sedimen Aeris/Aeolis (tenaga angin) proses dari siklus nya di`pengaruhi angin
1. Batuan Sedimen Glasial (tenaga es) proses dari siklus nya dipengaruhi es
2. Batuan Sedimen Aqualis (tenaga air) proses dari siklus nya dipe`ngaruhi air
3. Batuan Sedimen Marine (tenaga air laut) proses dari siklus nya dipenga`ruhi laut

 Batuan Metamorf

Adanya penambahan suhu dan penambaha`n tekanan, campuran gas, yang terjadi secara
bersamaan pada saat proses siklus batuan sedimen. jenis-jenis batuan metamorf ini diantaranya:
1. Batuan Metamorf Kontak (Thermal). Merupakan Batuan yang terbentuk saat siklus
karena adanya peningkatan suhu tinggi karena letaknya dekat dengan dapur magma.
2. Batuan Metamorf Dinamo. Merupakan batuan yang terbentuk dlm siklus karena adanya
tekanan tinggi.
3. Batuan Metamorf Thermal-Pneumatolik. Merupakan batuan yang terbentuk saat proses
siklus karena adanya peningkata`n suhu dan tekanan yang tinggi.

Contoh dari ketiga jenis batuan yang telah diuraikan diatas yaitu:
1. Batuan beku dalam : Granit, Diorit, Senit
2. Batuan beku luar : Basal, Apung, Andesit
3. Batuan sedimen klastik : Konglomerat Breksi, Pasir
4. Batuan sedimen kimiawi : Halid, Fraternit, Gips
5. Batuan sedimen Organik : Bara, Karang, Gambut
6. Batuan sedimen a`eris : Seris, Barchan, Bukit pasir
7. Batuan sediemen glacial : Monera, Drumdin, Gletse`r
8. Batuan sedimen aquatic : Gosong pasir, Natural levee, Lempung
9. Batuan sedimen marine : Terumbu karang
10. Batuan metamorf kontak : Marmer, Kuarsit, Tanduk
11. Batuan metamorf Dinamo : Sabale, sekis, Filit
12. Batuan metamorf Thermal-Pneumatolik : Genes, Amfibiolit, Grafit
BAB IV
PALEONTOLOGI

4.1. Pengertian
Paleontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sejarah kehidupan di bumi termasuk
hewan dan tumbuhan zaman lampau yang telah menjadi fosil.Berbeda dengan mempelajari
hewan dan tumbuhan yang hidup di zaman sekarang,paleontologi menggunakan fosil atau jejak
organisme yang terawetkan di dalam lapisan kerak bumi ,yang terawetkan oleh proses-proses
alami,sebagai sumber utama penelitian,Oleh karena itu paleontologi juga dapat diartian sebagai
ilmu mengenai fosil sebab jejak kehidupan masa lalu terekam dalam fosil.
Paleontologi terbagi menjadi dua cabang ilmu,yaitu makropaleontologi dan
mikropaleontologi. Makropaleontologi merupakan ilmu yang mempelajari fosil berdasarkan
kenampakan makroskopisnya,sedangkan mikropaleontologi merupakan ilmu yang mempelajari
tentang fosil berdasarkan kenampakan mikroskopiknya.dengan menggunakan mikroskop
binokuler.
Dengan menerapkan ilmu paleontologi melalui penunjuk berupa fosil,dapat ditentukan
umur relatif suatu lapisan batuan dan hubungan antara lapisan batuan yang satu dengan lapisan
batuan tyang lainnya berdasarkan hubungan fosil yang terdapat pada lapisan batuan,oleh karena
iltu,ilmu paleontologi juga berkorelasi dengan ilmu stratigrafi dalam hal pengurutan lapisann
batuan beserta kejadian-kejadian geologi didalamnya.Melalui pengamatan fosil dapat juga
dipelajari evolusi kehidupan yang telah terjadi serta dapat mengetahui kondisi lingkungan di
masa lampau.
Sejarah ilmu Paleontologi dimulai oleh Abbey Giraund-Saulavie warga negara Prancis pada
tahun 1777 setelah melakukan penelitian pada batu gamping.Dari hasil penelitiannya tersebut
kemudian membuat suatu prinsip mengenai paleontologi,yaitu “Jenis-jenis fosil itu berada sesuai
dengan umur geologinya,fosil pada formasi dibawah tidak sama dengan lapisan yang
diatasnya”.Prinsip Abbey Giraund-Saulavie ini dikenal dengan hukum Faunal Succesion atau
urut-urutan fauna.Setelah sejalan dengan perkembangan ilmu biologi muncul Baron
Cuvier(1789-1832)yang menyusun tentang sisrtematika Paleontologi.Dengan disusunnya
sistematika tersebut membuat penyelidikan-penyelidikan paleontologi lebih terarah.
Peneliti selanjutnya adalah William smith (1816) yang memperkenalkan prinsip Strate
identificentby Fossils.Terjemahan dan pernyataannya adalah lapisan yang satu dapat
dihubungkan dengan lapisan lainnya dengan berdasarkan pada kesamaan fosil. Perkembangan
yang makin maju di dalam bidang Paleontologi membuat C.R.Darwin (1809-1892)
mengeluarkan hipotesa evolusi.Pernyataannya yang dikenal adalah “Perubaha makhluk hidup
disebabkan oleh adanya faktor seleksi alam”.Pernyataan tersebut memperkuat hipotesa yang
dikemukan oleh Lamarck (1774-1829) bahwa fauna melakukan perubahan diri untuk beradaptasi
dengan lingkungannya.Dalam mengurutkan kejadian satu dengan yang lainnya berpedoman pada
sejumlah hukum atau prinsip,antara lain:
1. Hukum Superposisi
Dalam urut-urutan yang normal (urutan sedimentasi),lapisan lapisan yang termuda terletak
pada lapisan yang paling atas.
2. Hukum Keaslian Horizontal
Lapisan sedimen akan diendapkan dengan permukaan yang horizontal dan mendekati
sejajar dengan permukaan dasar tempat pengendapan.Jika berdasar tempat pengendapan
rata,maka sedimen pada permulaannya akan mengikuti bentuk dasar cekungannya namun
kemudian akan tetap horizontal permukaannya
3. Hukum Penerobosan
Suatu intrusi (penerobosan) batuan beku adalah lebih muda daripada batuan yang
diterobosnya.
4. Hukum Faunal Succesion
Fosil yang berada dim lapisan atas berbeda dengan fosil yang berada pada lapisan
dibawahnya

4.2. Skala Waktu Geologi


Terdapat 2 skala waktu yang dipakai untuk mengukur dan menentukan umur Bumi.
Pertama, adalah Skala Waktu Relatif, yaitu skala waktu yang ditentukan berdasarkan atas urutan
perlapisan batuan-batuan serta evolusi kehidupan organisme dimasa yang lalu; Kedua adalah
Skala Waktu Absolut (Radiometrik), yaitu suatu skala waktu geologi yang ditentukan
berdasarkan pelarikan radioaktif dari unsur-unsur kimia yang terkandung dalam bebatuan. Skala
relatif terbentuk atas dasar peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam perkembangan ilmu geologi itu
sendiri, sedangkan skala radiometri (absolut) berkembang belakangan dan berasal dari ilmu
pengetahuan fisika yang diterapkan untuk menjawab permasalahan permasalahan yang timbul
dalam bidang geologi.
Sejak tahun 1877, ahli–ahli geologi Eropa telah menyusun tabel urutan terbentuknya
batuan.Tetapi karena pada waktu didasarkan pada perkembangan kehidupan di bumi. Pembagian
zaman pada waktu itu adalah:
a. Pra Kambrium: Zaman kehidupan awal bumi
b. Palaeozoikum: Zamankehidupantua(Primer)
c. Mesozoikum : Zamankehidupanpertengahan(Sekunder)
d. Kenozoikum : Zamankehidupanbaru(Tertier).

Sejarah bumi disusun berdasarkan Skala Waktu Geologi yang dikelompokkan dalam
Kurun (Eon), Masa (Era), Zaman (Period), Kala (Epoch) dan Waktu (Age).
a. Masa(Era): didasarkan pada perkembangan kehidupan di dunia dan kegiatan
pembentukan pegunungan yang menyeluruh
b. Zaman (Period): didasarkan pada kegiatan pembentukan pegunungan secara
regional/lokal
c. Kala (Epoch): didasarkan pada kandungan fosil
d. Waktu (Age): didasarkan pada ditemukan fauna dan flora
Gambar 4.1. Skala Waktu Geologi (ICS, 2009)
4.3. Proses Pemfosilan

Tidak semua organisme yang mati dapat terfosilkan hal ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor alami. Faktor-faktor perusak yang mencegah organisme terfosilkan adalah:
1. Faktor biologi
Pada faktor ini adalah adanya kehidupan yang menjadi mangsa organisme lainnya.Kondisi
ini mengakibatkan organisme yang dimangsa tidak dapat terawetkan.

2. Faktor fisika
Organisme yang mati bisa terawetkan apabila lingkunganya mendukung proses pemfosilan.
Lingkungan di mana organisme mati biasanya terjadi proses sedimentasi yang sangat
berpengaruh untuk terjadi atau tidaknya proses pemfosilan. Sedimentasi dari material yang kasar
biasanya akan merusak tubuh organisme, sehingga mencegah terjadinya proses pemfosilan.

3. Faktor kimiawi
Tubuh keras dari organisme biasanya mengandung unsur-unsur kimia yang mudah larut
dalam air. Terlarutkannya unsur-unsur tersebut kadang ikut merusak bentuk cangkangnya,
sehingga mencegah terjadinya proses pemfosilan.

 Syarat terjadinya pemfosilan:


1. Organisme yang mati tidak menjadi mangsa organisme lainnya.
2. Memiliki bagian tubuh yang atau rangka yang keras (resisten)
3. Rongga-rongga pada bagian yang keras yang dimasuki zat tertentusehingga merubah
struktur kimiawi tanpa mengubah struktur fisik.
4. Diawetkan oleh lapisan es, misal fosil mammouth.
5. Terkena atau terlingkupi oleh getah.
6. Orgnisme jatuh pada lingkungn anaerob.

4.4. Jenis – Jenis Fosil


Berdasarkan sifat terubahnya dan bentuk yang terawetkan, maka fosil dapat dibagi
menjadi beberapa golongan, yaitu:
a. Fosil Tak Termineralisasi
Golongan ini dibagi menjadi beberapa jenis:
1. Fosil yang tidak mengalami perubahan secara keseluruhan, yaitu fosil yang jarang terjadi
dan merupakan keistimewaan dalam proses pemfosilan. Misalnya Mammoth yang
terbekukan dalam endapan es tersier.

Gambar 4.2. Fosil Mammoth yang terbekukan dalam endapan es

2. Fosil yang terubah sebagian, umumnya dijumpai pada batuan Mesozoikum dan Kenozoikum.
Contohnya gigi-gigi binatang buas, tulang dan rangka.

Gambar 4.3. Fosil gigi Hoplophoneus sp.yang ditemukan di daerah Nebraska

3. Distilasi/karbonisasi, yaitu menguapnya kandungan gas-gas atau zat lain yang mudah menguap
dalam tumbuhan atau hewan karena tertekannya rangka atau tubuh kehidupan tersebut dalam
sedimentasi dan meninggalkan residu karbon (C) berupa lapisan-lapisan tipis dan kumpulan unsur
C yang menyelubungi atau menyelimuti sisa-sisa organisme yang tertekan tadi. Contohnya adalah
batubara.

4. Amber, yaitu hewan atau tumbuhan yang terperangkap dalam getah tumbuhan seperti damar dan
akhirnya terfosilkan. Contohnya insekta yang terselubungi getah damar.

Gambar 4.4 Pengawetan serangga pada amber

b. Fosil Yang Termineralisasikan / Mineralized Fossils


Golongan ini dibedakan atas dasar material yang mengubahnya serta cara terubahnya. Golongan ini
dibagi lagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

1. Replacement, merupakan penggantian total material penyusun rumah organisme oleh mineral-
mineral asing. Contohnya adalah fosil cangkang organisme Crinoid yang berumur Silur, yang
keseluruhannya tergantikan oleh mineral kalsium karbonat, yang ditemukan di Lockport ’s
Lowertown pada formasi Rochester shale.

Gambar 4.5. Contoh fosil yang mengalami replacement

2. Histometabasis, adalah penggantian total tiap-tiap molekul dari jaringan tumbuhan oleh mineral-
mineral asing yang meresap ke dalam jasad tumbuh-tumbuhan. Walaupan seluruh molekul telah
terganti namun struktur mikroskopisnya masih terpelihara dan nampak dengan jelas. Mineral-
mineral pengganti tersebut antara lain agate, chert, kalsedon dan opak. Contoh pengisian mineral
tanpa mengubah struktur mikroskopisnya adalah terbentuknya fosil kayu yang keseluruhan
bagiannya telah tergantikan mineralnya oleh mineral silikaan.

Gambar 4.6. Contoh fosil yang mengalami histometabasis

3. Permineralisasi, adalah pengisian oleh mineral-minaral asing ke dalam tiap pori-pori dalam kulit
kerang tanpa mengubah material penyusunnya yang semula (tulang/kulit kerang). Contohnya
adalah fosil cangkang organisme pada filum Mollusca seprti Dentalium sp. dan Pinctada
margaritifera

Gambar 4.7 Contoh fosil yang mengalami permineralisasi

4. Leaching, adalah proses pelarutan dinding test oleh airtanah.

c. Fosil Jejak (Trace fossils)

Fosil ini terbentuk dari jejak hasil aktivitas organisme baik binatang maupun tumbuhan.
1. Impression, adalah jejak-jejak organisme yang memiliki relief rendah. Contohnya bekas daun yang
jatuh di lumpur, jadi yang tertinggal hanya jejaknya.
Gambar 4.8. Contoh fosil jejak impression
2. Mold, adalah cetakan tapak yang ditinggalkan oleh organisme berelief tinggi.

Gambar 4.9. Contoh fosil mold

3. Cast, adalah cetakan dari jejak oleh material asing yang terjadi apabila rongga antar tapak dan
tuangan terisi zat lain dari luar, sedang fosilnya sendiri telah lenyap.

Gambar 4.10 Contoh fosil cast

4. Koprolit, adalah kotoran binatang yang terfosilkan dan berbentuk nodul-nodul memanjang dengan
komposisi phospatik.
Gambar 4.11. Contoh fosil koprolit

5. Gastrolit, fosil yang dahulu tertelan oleh salah satu hewan tertentu misalnya pada reptil untuk
membantu pencernaan.

Gambar 4.12. Contoh fosil gastrolit

6. Trail, adalah jejak ekor binatang yang terfosilkan.

Gambar 4.12. Contoh fosil trail

7. Track, adalah jejak kuku binatang yang terfosilkan.


Gambar 4.13. Contoh fosil track

8. Foot print, adalah jejak kaki hewan yang terfosilkan.

Gambar 4.14. Contoh fosil track

9. Burrow, borring, tubes, adalah lubang-lubang yang berbentuk seperti lubang bor atau pipa yang
merupakan tempat tinggal/hidup yang telah memfosil. Burrow adalah lubang yang dibuat oleh
organisme untuk mencari mangsa/makan dan hidup. Borring adalah lubang yang digunakan untuk
menyimpan makanan. Sedangkan tube adalah lubang hasil aktivitas organisme yang berbentuk
pipa/tabung.

Gambar 4.14. Contoh fosil burrow, borring, tubes


BAB V
TEKTONIKA
5.1. Teori Tektonik Lempeng

Teori lempeng tektonik diyakini oleh banyak ahli sebagai teori yang menerangkan proses
dinamika bumi, antara lain gempa bumi dan pembentukan jalur pegunungan. Menurut teori ini
kulit bumi (kerak bumi) yang disebut litosfer terdiri dari lempengan yang mengambang di atas
lapisan yang lebih padat yang disebut astenosfer. Ada dua jenis kerak bumi, yaitu kerak samudra
dan kerak benua. Kerak samudra tersusun atas batuan yang bersifat basa, sedangkan kerak benua
tersusun atas batuan yang bersifat asam.
Teori lempeng tektonik dikemukakan oleh ahli geofisika Inggris, Mc Kenzie dan Robert
Parker (1967). Kedua ahli itu menjadikan teori-teori sebelumnya sebagai satu kesatuan konsep
yang lebih sempurna sehingga diterima oleh para ahli geologi.
Kerak bumi menutupi seluruh permukaan bumi. Namun, akibat adanya aliran panas yang
mengalir di astenosfer menyebabkan kerak bumi pecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil.
Bagian-bagian itulah yang disebut lempeng kerak bumi (lempeng tektonik). Aliran panas tersebut
untuk selanjutnya menjadi sumber kekuatan terjadinya pergerakan lempeng. Lempeng tektonik;
merupakan dasar dari “terbangunnya” system kejadian gempa bumi, peristiwa gunung berapi,
pemunculan gunung api bawah laut, dan peristiwa geologi lainnya.
Teori Tektonik Lempeng (Plate Tectonic) juga suatu teori dalam bidang geologi yang
menjelaskan tentang sifat-sifat bumi yang mobil/dinamis karena adanya gaya endogen dari
dalam bumi. Teori ini dikembangkan untuk memberikan penjelasan terhadap adanya bukti-bukti
pergerakan skala besar yang dilakukan oleh litosfer bumi.
Teori ini menggantikan teori lama yaitu: Teori Continental Drift yang lebih dahulu
dikemukakan pada pertengahan pertama abad ke – 20 dan konsep Seafloor Spreading yang
dikembangkan pada tahun 1960 – an.
Menurut Teori Lempeng Tektonik, lapisan terluar bumi terbuat dari suatu lempengan tipis
dan keras yang masing-masing saling bergerak relatif terhadap yang lain. Gerakan ini terjadi
secara terus-menerus sejak bumi ini tercipta hingga sekarang.
Teori Lempeng Tektonik muncul sejak tahun 1960-an, dan hingga kini teori ini telah
berhasil menjelaskan berbagai peristiwa geologis, seperti gempa bumi, tsunami, dan meletusnya
gunung berapi, juga tentang bagaimana terbentuknya gunung, benua, dan samudra.
Lempeng tektonik terbentuk oleh kerak benua (continental crust) ataupun kerak samudra
(oceanic crust), dan lapisan batuan teratas dari mantel bumi (earth’s mantle). Kerak benua dan
kerak samudra, beserta lapisan teratas mantel ini dinamakan litosfer yang terpecah ke dalam
beberapa lempeng tektonik yang saling bersinggungan satu dengan lainnya.
Kepadatan material pada kerak samudra lebih tinggi dibanding kepadatan pada kerak
benua. Demikian pula, elemen-elemen zat pada kerak samudra (mafik) lebih berat dibanding
elemen-elemen pada kerak benua (felsik).
Di bawah litosfer terdapat lapisan batuan cair yang dinamakan astenosfer. Karena suhu
dan tekanan di lapisan astenosfer ini sangat tinggi, batu-batuan di lapisan ini bergerak mengalir
seperti cairan (fluid).
5.2. Jenis Pergerakan Lempeng

Pergerakan lempeng tektonik dibedakan menjadi tiga macam, yaitu pergerakan lempeng
yang saling mendekat, saling menjauh, dan saling melewati.
a. Pergerakan lempeng saling mendekat (Konvergen)
Pergerakan lempeng yang saling mendekat dapat menyebabkan terjadinya tumbukan
yang salah satu lempengnya akan menunjam ke bawah tepi lempeng yang lain. Daerah
penunjaman tersebut membentuk palung yang dalam dan merupakan jalur gempa bumi yang
kuat. Sementara itu di belakang jalur penunjaman akan terjadi aktivitas vulkanisme dan
terbentuknya cekungan pengendapan. Contoh pergerakan lempeng ini di Indonesia adalah
pertemuan Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia. Pertemuan kedua lempeng tersebut
menghasilkan jalur penunjaman di selatan Pulau Jawa, jalur gunung api di Sumatra, Jawa, dan
Nusa Tenggara, serta berbagai cekungan di Sumatra dan Jawa. Batas antar lempeng yang saling
mendekat hingga mengakibatkan tumbukan dan salah satu lempengnya menunjam ke bawah
lempeng yang lain (subduct) disebut batas konvergen atau batas lempeng destruktif
b. Pergerakan lempeng saling menjauh (Divergen)
Pergerakan lempeng yang saling menjauh akan menyebabkan penipisan dan peregangan
kerak bumi hingga terjadi aktivitas keluarnya material baru yang membentuk jalur vulkanisme.
Meskipun saling menjauh, kedua lempeng ini tidak terpisah karena di belakang masing-masing
lempeng terbentuk kerak lempeng yang baru. Proses ini berlangsung secara kontinu. Contoh
hasil dari pergerakan lempeng ini adalah terbentuknya gunung api di punggung tengah samudra
di Samudra Pasifik dan Benua Afrika. Batas antar lempeng yang saling menjauh hingga
mengakibatkan terjadinya perluasan punggung samudra disebut batas divergen atau batas
lempeng konstruktif.
c. Pergerakan lempeng saling melewati (Transform)
Pergerakan lempeng yang saling melewati terjadi karena gerak lempeng sejajar dengan
arah yang berlawanan sepanjang perbatasan antarlempeng. Pada pergerakan ini kedua perbatasan
lempeng hanya bergesekan. Oleh karena itu, tidak terjadi penambahan atau pengurangan luas
permukaan. Namun, gesekan antarlempeng ini kadang-kadang dengan kekuatan dan tegangan
yang besar sehingga dapat menimbulkan gempa yang besar. Contoh hasil dari pergerakan
lempeng ini adalah patahan San Andreas di Kalifornia. Patahan tersebut terbentuk karena
Lempeng Amerika utara bergerak ke arah selatan, sedangkan Lempeng Pasifik bergerak ke arah
utara. Batas antar lempeng yang saling melewati dengan gerakan yang sejajar disebut batas
menggunting (shear boundaries).
Berlandaskan pada teori lempeng tektonik, kerak bumi terpecah-pecah menjadi
lempengan-lempengan yang mengapung di atas lapisan yang lebih cair. Lempeng tektonik
tebalnya dapat mencapai 80 km, tetapi ada juga yang lebih tipis dengan luas yang beragam. Jika
lempeng-lempeng tersebut bergerak saling bertumbukan, maka akan terjadi penunjaman. Sesuai
dengan hukum fisika sederhana, lempengan yang berat jenis atau massanya lebih besar akan
menunjam dan menyusup ke bawah lempeng yang lebih ringan. Pergerakan lempeng tektonik
tersebut sangat lambat, yaitu antara 1 dan 10 cm per tahun. Namun, pergerakan yang sangat
lambat tersebut ternyata mengumpulkan energi yang sangat kuat secara pelan-pelan di
kedalaman sekitar 80 km. Apabila tekanan dan regangan tumbukan lempeng mencapai titik
jenuh, biasanya akan terjadi gerakan lempeng tektonik secara tiba-tiba. Gerakan tersebut
menimbulkan getaran di muka bumi yang disebut gempa.
Jika lempeng tektonik saling memisah, maka terjadi aktivitas magmatis yang mengakibatkan
penambahan landas samudra. Di daerah pemisahan tersebut terdapat rekahan-rekahan yang
menjadi jalan untuk keluarnya cairan dari dalam bumi. Cairan yang keluar dari dalam bumi
tersebut kemudian mendingin menjadi batuan basalt. Banyaknya basalt yang terus terbentuk
mendorong lempeng tektonik ke arah yang saling berlawanan. Akibatnya, lempeng tektonik
terpisah dengan jarak yang makin jauh.
Pada setiap daerah penunjaman, kira-kira pada kedalaman 150 km, terjadi pelelehan batuan
yang disebut pelelehan sebagian (partial melting). Pelelehan terjadi karena adanya gesekan
batuan dengan massa yang sangat padat dan berat secara terus menerus. Melalui rekahan atau
celah yang ada, lelehan tersebut akan menyusup dan berusaha menembus kerak bumi. Jika
lelehan tersebut berhasil menembus kerak bumi berarti di tempat tersbut muncul gunung api.
Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa gunung api dapat muncul di daerah terjadinya gesekan
lempeng tektonik.
5.3. Lempeng Bumi

Lempeng bumi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu lempeng mayor (lempeng besar) dan
lempeng minor (lempeng kecil).

Gambar 5.1. Pembagian lempeng bumi

Daftar Lempeng Mayor yaitu:


 Lempeng Pasific (Pasific Plate), Ini merupakan Lempeng Samudera yang meliputi Seluruh
Samudera Pasifik.
 Lempeng Eurasia (Eurasian Plate), Lempeng ini merupakan lempeng benua, meliputi Asia
dan Eropa.
 Lempeng India-Australia (Indian-Australian Plate), Lempeng ini merupakan lempeng benua
meliputi Australia (tergabung dengan Lempeng India antara 50 sampai 55 juta tahun yang
lalu).
 Lempeng Afrika (African Plate),Ini merupakan lempeng benua, meliputi seluruh Afrika.
 Lempeng Amerika Utara (North American Plate), Lempeng ini merupakan lempeng benua,
meliputi Amerika Utara dan Siberia timur laut.
 Lempeng Amerika Selatan (South American Plate), Ini merupakan lempeng benua yang
meliputi Amerika Utara.
 Antartika (Antartic Plate), Lempeng ini merupakan lempeng benua yang meliputi seluruh
Antartika.

Beberapa Lempeng Minor yaitu:


 Lempeng Nasca (Nasca plate), diapit oleh Pacific Plate, Cocos Plate, South American Plate,
Antartic Plate.
 Lempeng Arab (Arabian Plate), diapit oleh oleh African Plate, Iranian Plate dan Turkish Plate
 Lempeng Karibia (Caribian Plate), diapit oleh South American Plate, North American Plate
dan Cocos Plate
 Lempeng Philippines (Phillippines Plate), diapit oleh Pacific Plate, Indian – Australian Plate
dan Eurasian Plate .
 Lempeng Scotia (Scotia Plate), Lempeng ini terletak di antara Antartica plate dan South
American Plate .
 Lempeng Cocos (Cocosa Plate), diapit oleh Nazca Plate, Rivera Plat, Caribbean Plate dan
North American Plate.

Zona subduksi lempeng tektonik yang terkenal berada di Sirkum Pasifik. Kawasan ini
dikenal dengan sebutan lingkaaran api Pacific (Ring of Fire) karena di sepanjang kawasan ini
muncul serangkaian gunung api. Lingkaran api Pasifik membentang di antara subduksi dan
pemisahan lempeng Pasifik dengan lempeng-lempeng India-Australia, Eurasia, dan Amerika
Utara, serta tumbukan lempeng Nazca dengan lempeng Amerika Selatan.
Zona lingkaran api Pasifik ini sangat luas, yaitu membentang mulai dari pantai barat Amerika
Selatan, berlanjut ke pantai barat Amerika Utara, melingkar ke Kanada, semenanjung
Kamchatka, Kepulauan Jepang, Indonesia, Selandia Baru, dan Kepulauan Pasifik Selatan.
Selain menjadi tempat munculnya gunung api, zona subduksi di lingkaran api Pasifik juga
merupakan tempat terjadinya gempa bumi. Menurut United State Geological Survey (USGS),
sekitar 90% gempa bumi di dunia terjadi di sepanjang jalur lingkaran api Pasifik. Gempa bumi
yang terjadi di lingkaran api Pasifik lebih sering diakibatkan oleh gerakan lempeng tektonik
daripada aktivitas gunung apinya
5.4. Sejarah Tektonik Bumi

Pada awalnya hanya terbentuk satu benua besar yang disebut Pangaea dan dikelilingi satu
samudera Panthalassa. Sekitar 200 juta tahun yang lalu benua ini terbelah menjadi dua yakni
Gondwanaland dan Laurasia. Gondwanaland kemudian terbelah membentuk benua afrika,
antartika, australia, Amerika Selatan, dan sub benua India.

Gambar 5.2. Sejarah Tektonik Bumi


Sedangkan Laurasia terbelah menjadi Eurasia dan Amerika Utara. Pada saat benua ini
terbelah-belah beberapa samudera baru muncul di sela-selanya. Diperlukan waktu berjuta-juta
tahun untuk membentuk posisi daratan yang seperti sekarang ini.Pada awalnya hanya terbentuk
satu benua besar yang disebut Pangaea dan dikelilingi satu samudera Panthalassa. Sekitar 200
juta tahun yang lalu benua ini terbelah menjadi dua yakni Gondwanaland dan Laurasia.
Gondwanaland kemudian terbelah membentuk benua afrika, antartika, australia, Amerika
Selatan, dan sub benua India.
Sedangkan Laurasia terbelah menjadi Eurasia dan Amerika Utara. Pada saat benua ini
terbelah-belah beberapa samudera baru muncul di sela-selanya. Diperlukan waktu berjuta-juta
tahun untuk membentuk posisi daratan yang seperti sekarang ini.

BAB VI
SISTEM BUMI
6.1. Komposisi Bumi

Ahli geokimia F. W. Clarke memperhitungkan bahwa sekitar 47% kerak bumi terdiri dari
oksigen. Batuan-batuan paling umum yang terdapat di kerak bumi hampir semuanya adalah
oksida (oxides); klorin, sulfur dan florin adalah kekecualian dan jumlahnya di dalam batuan
biasanya kurang dari 1%. Oksida-oksida utama adalah silika, alumina, oksida besi, kapur,
magnesia, potas dan soda. Fungsi utama silika adalah sebagai asam, yang membentuk silikat. Ini
adalah sifat dasar dari berbagai mineral batuan beku yang paling umum. Berdasarkan
perhitungan dari 1,672 analisa berbagai jenis batuan, Clarke menyimpulkan bahwa 99,22%
batuan terdiri dari 11 oksida . Konstituen lainnya hanya terjadi dalam jumlah yang kecil.

Salah seorang ahli yang yang pertama kali mengemukakan pendapatnya tentang materi
dan bentuk dalam bumi adalah Plato. Menurutnya, bumi terdiri dari masa cair yang pijar dan
dikelilingi oleh lapisan batuan yang keras yang disebut kerak bumi. Masa cair yang pijar itu
berasal dari dalam bumi dan kadang-kadang ke luar mencapai permukaan bumi dalam bentuk
lava melalui pipa-pipa gunung api.
Namun, penyelidikan tentang gempa bumi (seismologi) memberikan pandangan yang
lain tentang keadaan dalam bumi. Berdasarkan penyelidikan seismologi diketahui bahwa
perambatan geolombang gempa dipengaruhi oleh zat-zat penyusun bumi. Penyelidikan
seismologi juga membuktikan bahwa bumi terdiri dari lapisan-lapisan yang dibatasi oleh lapisan
yang tidak bersambung (diskontinu).
6.2. Struktur Lapisan Bumi
Secara struktur bumi dibagi menjadi 3 lapisan utama, yaitu kerak bumi (crush), selimut (mantle),
dan inti (core). Struktur bumi seperti itu mirip dengan telur, yaitu cangkangnya sebagai kerak,
putihnya sebagai selimut, dan kuningnya sebagai inti bumi.

Gambar 5.1. Lapisan Bumi


1. Kerak Bumi (Crush)
Kerak bumi merupakan lapisan kulit bumi paling luar (permukaan bumi). Kerak bumi terdiri dari
dua jenis, yaitu kerak benua dan kerak samudra. Lapisan kerak bumi tebalnya mencapai 70 km
dan tersusun atas batuan-batuan basa dan masam. Namun, tebal lapisan ini berbeda antara di
darat dan di dasar laut. Di darat tebal lapisan kerak bumi mencapai 20-70 km, sedangkan di dasar
laut mencapai sekitar 10-12 km. Lapisan ini menjadi tempat tinggal bagi seluruh makhluk hidup.
Suhu di bagian bawah kerak bumi mencapai 1.100°C.
Kerak bumi merupakan bagian terluar lapisan bumi dan memiliki ketebalan 5-80 km.
kerak dengan mantel dibatasi oleh Mohorovivic Discontinuity. Kerak bumi dominan tersusun
oleh feldsfar dan mineral silikat lainnya. Kerak bumi dibedakan menjadi dua jenis yaitu :
Kerak samudra, tersusun oleh mineral yang kaya akan Si, Fe, Mg yang disebut sima.
Ketebalan kerak samudra berkisar antara 5-15 km (Condie, 1982)dengan berat jenis rata-rata 3
gm/cc. Kerak samudra biasanya disebut lapisan basaltis karena batuan penyusunnya terutama
berkomposisi basalt.
Kerak benua, tersusun oleh mineral yang kaya akan Si dan Al, oleh karenanya di sebut
sial. Ketebalan kerak benua berkisar antara 30-80 km (Condie !982) rata-rata 35 km dengan berat
jenis rata-rata sekitar 2,85 gm/cc. kerak benua biasanya disebut sebagai lapisan granitis karena
batuan penyusunya terutama terdiri dari batuan yang berkomposisi granit.
Disamping perbedaan ketebalan dan berat jenis, umur kerak benua biasanya lebih tua dari
kerak samudra. Batuan kerak benua yang diketahui sekitar 200 juta tahun atau Jura. Umur ini
sangat muda bila dibandingkan dengan kerak benua yang tertua yaitu sekitar 3800 juta tahun.
Tabel Skala waktu geologi dapat dilihat di Skala Waktu Geologi.
2. Selimut Bumi (Mantle)
Selimut atau selubung bumi merupakan lapisan yang letaknya di bawah lapisan kerak bumi.
Sesuai dengan namanya, lapisan ini berfungsi untuk melindungi bagian dalam bumi.Selimut
bumi tebalnya mencapai 2.900 km dan merupakan lapisan batuan yang padat yang mengandung
silikat dan magnesium. Suhu di bagian bawah selimut mencapai 3.000 °C, tetapi tekananannya
belum mempengaruhi kepadatan batuan.
Inti bumi dibungkus oleh mantel yang berkomposisi kaya magnesium. Inti dan mantel dibatasi
oleh Gutenberg Discontinuity. Mantel bumi terbagi menjadi dua yaitu mantel atas yang bersifat
plastis sampai semiplastis memiliki kedalaman sampai 400 km. Mantel bawah bersifat padat dan
memiliki kedalaman sampai 2900 km.
Mantel atas bagian atas yang mengalasi kerak bersifat padat dan bersama dengan kerak
membentuk satu kesatuan yang dinamakan litosfer. Mantel atas bagian bawah yang bersifat
plastis atau semiplastis disebut sebagi asthenosfer.
Selimut bumi dibagi menjadi 3 bagian, yaitu litosfer, astenosfer, dan mesosfer.
a. Litosfer merupakan lapisan terluar dari selimut bumi dan tersusun atas materi-materi
padat terutama batuan. Lapisan litosfer tebalnya mencapai 50-100 km. Bersama-sama
dengan kerak bumi, kedua lapisan ini disebut lempeng litosfer.

Litosfer tersusun atas dua lapisan utama, yaitu lapisan sial (silisium dan aluminium) serta
lapisan sima (silisium dan magnesium).
 Lapisan sial adalah lapisan litosfer yang tersusun atas logam silisium dan alumunium.
Senyawa dari kedua logam tersebut adalah SiO2 dan Al2O3. Batuan yang terdapat
dalam lapisan sial antara lain batuan sedimen, granit, andesit, dan metamorf.
 Lapisan sima adalah lapisan litosfer yang tersusun atas logam silisium dan
magnesium. Senyawa dari kedua logam tersrsebut adalah SiO2 dan MgO. Berat jenis
lapisan sima lebih besar jika dibandingkan dengan berat jenis lapisan sial. Hal itu
karena lapisan sima mengandung besi dan magnesium.

b. Astenosfer merupakan lapisan yang terletak di bawah lapisan litosfer. Lapisan yang
tebalnya 100-400 km ini diduga sebagai tempat formasi magma (magma induk).
c. Mesosfer merpakan lapisan yang terletak di bawah lapisan astenosfer. Lapisan ini
tebalnya 2.400-2.700 km dan tersusun dari campuran batuan basa dan besi.

3. Inti Bumi (Core)


Dipusat bumi terdapat inti yang berkedalaman 2900-6371 km. Terbagi menjadi dua
macam yaitu inti luar dan inti dalam. Inti luar berupa zat cair yang memiliki kedalaman 2900-
5100 km dan inti dalam berupa zat padat yang berkedalaman 5100-6371 km. Inti luar dan inti
dalam dipisahkan oleh Lehman Discontinuity.
Dari data Geofisika material inti bumi memiliki berat jenis yang sama dengan berat jenis
meteorit logam yang terdiri dari besi dan nikel. Atas dasar ini para ahli percaya bahwa inti bumi
tersusun oleh senyawa besi dan nikel.
Inti bumi merupakan lapisan paling dalam dari struktur bumi. Lapisan inti dibedakan
menjadi 2, yaitu lapisan inti luar (outer core) dan inti dalam (inner core).
a. Inti luar tebalnya sekitar 2.000 km dan terdiri atas besi cair yang suhunya mencapai 2.200
°C.
b. Inti dalam merupakan pusat bumi berbentuk bola dengan diameter sekitar 2.700 km. Inti
dalam ini terdiri dari nikel dan besi (NiFe) yang suhunya mencapai 4500 derajat celcius.

BAB VII
GEOMORFOLOGI
7.1. Pengertian dan Definisi Geomorfologi
Pada hakekatnya geomorfologi dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang roman muka
bumi beserta aspek-aspek yang mempengaruhinya termasuk deskripsi, klasifikasi, genesa,
perkembangan dan sejarah permukaan bumi. Kata Geomorfologi (Geomorphology) berasal
bahasa Yunani, yang terdiri dari tiga kata yaitu: Geos (erath/bumi), morphos (shape/bentuk),
logos (knowledge atau ilmu pengetahuan). Berdasarkan dari kata-kata tersebut, maka pengertian
geomorfologi merupakan pengetahuan tentang bentuk-bentuk permukaan bumi. Worcester
(1939) mendefinisikan geomorfologi sebagai diskripsi dan tafsiran dari bentuk roman muka
bumi. Definisi Worcester ini lebih luas dari sekedar ilmu pengetahuan tentang bentangalam (the
science of landforms), sebab termasuk pembahasan tentang kejadian bumi secara umum, seperti
pembentukan cekungan lautan (ocean basin) dan paparan benua (continental platform), serta
bentuk-bentuk struktur yang lebih kecil dari yang disebut diatas, seperti plain, plateau, mountain
dan sebagainya. Lobeck (1939) dalam bukunya “Geomorphology: An Introduction to the study
of landscapes”. Landscapes yang dimaksudkan disini adalah bentangalam alamiah (natural
landscapes). Dalam mendiskripsi dan menafsirkan bentuk-bentuk bentangalam (landform atau
landscapes) ada tiga faktor yang diperhatikan dalam mempelajari geomorfologi, yaitu: struktur,
proses dan stadia. Ketiga faktor tersebut merupakan satu kesatuan dalam mempelajari
geomorfologi. Para akhli geolomorfologi mempelajari bentuk bentuk bentangalam yang
dilihatnya dan mencari tahu mengapa suatu bentangalam terjadi, Disamping itu juga untuk
mengetahui sejarah dan perkembangan suatu bentangalam, disamping memprediksi perubahan
perubahan yang mungkin terjadi dimasa mendatang melalui suatu kombinasi antara observasi
lapangan, percobaan secara fisik dan pemodelan numerik. Geomorfologi sangat erat kaitannya
dengan bidang ilmu seperti fisiografi, meteorologi, klimatologi, hidrologi, geologi, dan geografi.
Kajian mengenai geomorfologi yang pertama kalinya dilakukan yaitu kajian untuk
pedologi, satu dari dua cabang dalam ilmu tanah. Bentangalam merupakan respon terhadap
kombinasi antara proses alam dan antropogenik. Bentangalam terbentuk melalui pengangkatan
tektonik dan volkanisme, sedangkan denudasi terjadi melalui erosi dan mass wasting. Hasil dari
proses denudasi diketahui sebagai sumber bahan sedimen yang kemudian diangkut dan
diendapkan di daratan, pantai maupun lautan. Bentangalam dapat juga mengalami penurunan
melalui peristiwa amblesan yang disebabkan oleh proses tektonik atau sebagai hasil perubahan
fisik yang terjadi dibawah endapan sedimen. Proses proses tersebut satu dan lainnya terjadi dan
dipengaruhi oleh perbedaan iklim, ekologi, dan aktivitas manusia.
Model geomorfik yang pertama kali diperkenalkan adalah model tentang siklus
geomorfik atau siklus erosi, dikembangkan oleh William Morris Davis (1884–1899). Siklus
geomorfik terinspirasi dari teori “uniformitarianisme” yang pertama kalinya dikenalkan oleh
James Hutton (1726-1797). Berkaitan dengan bentuk-bentuk lembah yang terdapat dimuka bumi,
siklus geomorfik mampu menjelaskan urut-urutan dari suatu sungai yang mengikis lembah yang
mengakibatkan kedalaman suatu lembah menjadi lebih dalam lagi, sedangkan proses erosi yang
terjadi pada kedua sisi lembah yang terjadi secara teratur akan membuat lembah menjadi landai
kembali dan elevasinya menjadi semakin lebih pula. Siklus ini akan bekerja kembali ketika
terjadi pengangkatan dari daratan.
7.2. Konsep Dasar Geomorfik
Untuk mempelajari geomorfologi diperlukan dasar pengetahuan yang baik dalam bidang
klimatologi, geografi, geologi serta sebagian ilmu fisika dan kimia yang mana berkaitan erat
dengan proses dan pembentukan muka bumi. Secara garis besar proses pembentukan muka bumi
menganut azas berkelanjutan dalam bentuk daur geomorfik (geomorphic cycles), yang meliputi
pembentukan daratan oleh gaya dari dalam bumi (endogen), proses penghancuran/pelapukan
karena pengaruh luar atau gaya eksogen, proses pengendapan dari hasil pengahncuran muka
bumi (agradasi), dan kembali terangkat karena tenaga endogen, demikian seterusnya merupakan
siklus geomorfologi yang ada dalam skala waktu sangat lama.
1. Hukum-hukum fisika, kimia dan biologi yang berlangsung saat ini berlangsung juga pada
masa lampau, dengan kata lain gaya-gaya dan proses-proses yang membentuk permukaan
bumi seperti yang kita amati saat ini telah berlangsung sejak terbentuknya bumi.
2. Struktur geologi merupakan faktor pengontrol yang paling dominan dalam evolusi
bentangalam dan struktur geologi akan dicerminkan oleh bentuk bentangalamnya.
3. Relief muka bumi yang berbeda antara satu dengan yang lainnya boleh jadi karena derajat
pembentukannya juga berbeda.
4. Proses-proses geomorfologi akan meninggalkan bekas-bekas yang nyata pada bentangalam
dan setiap proses geomorfologi akan membentuk bentuk bentangalam dengan karakteristik
tertentu (meninggalkan jejak yang spesifik yang dapat dibedakan dengan proses lainnya
secara jelas).
5. Akibat adanya intensitas erosi yang berbeda beda di permukaan bumi, maka akan dihasilkan
suatu urut
6. Evolusi geomorfik yang kompleks lebih umum dijumpai dibandingkan dengan evolusi
geomorfik yang sederhana (perkembangan bentuk muka bumi pada umumnya sangat
kompleks/rumit, jarang sekali yang prosesnya sederhana).
7. Bentuk bentuk bentangalam yang ada di permukaan bumi yang berumur lebih tua dari Tersier
jarang sekali dijumpai dan kebanyakan daripadanya berumur Kuarter.
8. Penafsiran secara tepat terhadap bentangalam saat ini tidak mungkin dilakukan tanpa
mempertimbangkan perubahan iklim dan geologi yang terjadi selama zaman Kuarter
(Pengenalan bentangalam saat sekarang harus memperhatikan proses yang berlangsung sejak
zaman Pleistosen)
9. Adanya perbedaan iklim di muka bumi perlu menjadi pengetahuan kita untuk memahami
proses-proses geomorfologi yang berbeda beda yang terjadi dimuka bumi (dalam
mempelajari bentangalam secara global/skala dunia, pengetahuan tentang iklim global sangat
diperlukan)
10. Walaupun fokus pelajaran geomorfologi pada bentangalam masa kini, namun untuk
mempelajari diperlukan pengetahuan sejarah perkembangannya.

Di samping konsep dasar tersebut di atas, dalam mempelajari geomorfologi cara dan
metode pengamatan perlu pula diperhatikan. Apabila pengamatan dilakukan dari pengamatan
lapangan saja, maka informasi yang diperoleh hanya mencakup pengamatan yang sempit (hanya
sebatas kemampuan mata memandang), sehingga tidak akan diperoleh gambaran yang luas
terhadap bentanglahan yang diamati. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dikakukan beberapa hal:
a. Pengamatan bentanglahan dilakukan dari tempat yang tinggi sehingga diperoleh
pandangan yang lebih luas. Namun demikian, cara ini belum banyak membantu dalam
mengamati bentanglahan, karena walaupun kita berada pada ketinggian tertentu,
kadangkala pandangan tertutup oleh hutan lebat sehingga pandangan terhalang. Kecuali,
tempat kita berdiri pada saat pengamatan bentang alam merupakan tempat tertinggi dan
tidak ada benda satupun yang menghalangi. Itupun hanya terbatas kepada kemampuan
mata memandang.
b. Pengamatan dilakukan secara tidak langsung di lapangan dengan menggunakan citra
pengideraan jauh baik citra foto maupun citra non foto, cara ini dapat melakukan
pengamatan yang luas dan cepat.

7.3. Relief Bumi


Relief bumi yang dimaksudkan disini adalah mencakup pengertian yang sangat luas, baik
yang terdapat pada benua-benua ataupun yang terdapat didasar lautan. Berdasarkan atas
pengertian yang luas tersebut, maka relief bumi dapat dikelompokkan atas 3 golongan besar,
yaitu :
1. Relief Orde I (Relief of the first order)
2. Relief Orde II (Relief of the second order)
3. Relief Orde III (Relief of the third order)
Pengelompokan atas ketiga jenis relief diatas didasarkan pula atas kejadiannya masing-
masing. Karena itu pula didalamnya terkandung unsur waktu relatif.
1. Relief Orde Pertama

Yang terdiri atas Paparan Benua (Continental Platforms) dan Cekungan Lautan (Ocean
Basin). Bentuk-bentuk dari orde pertama ini mencakup dimensi yang sangat luas dimuka bumi.
Sebagaimana diketahui bahwa luas daratan beserta air seluruhnya sebesar 107.000.000 mil
persegi, yang terdiri dari luas benua (continents) sebesar 56.000.000 mil persegi dan
sisanya10.000.000 mil persegi merupakan luas continental shelf. Yang dimaksud dengan paparan
benua meliputi benua dan tepi benua(continental shelf). Dengan demikian luas total paparan
benua (continental platforms) adalah 66.000.000 mil persegi. Paparan benua Amerika Utara &
Selatan, Eurasia, Afrika, Australia, dan Antartika merupakan bahagian-bahagian yang tertinggi
dari permukaan litosfir.
Tepi Benua (Continental shelf) adalah bagian dari paparan benua (continental platforms)
yang terletak dibawah permukaan air laut. Cekungan Lautan (Ocean Basin) mempunyai
kedalaman rata-rata 2,5 mil dibawah muka air laut, walaupun kita tahu bahwa dasar lautan
memiliki bentuk topografi yang tidak teratur. Terdapat banyak depressi-depressi yang sangat
dalam dari batas kedalaman rata-rata yang dikenal sebagai Palung Laut (Ocean Troughs),
disamping itu terdapat pula bagian-bagian dasar laut yang muncul dipermukaan atau secara
berangsur berada dekat dengan permukaan air laut. Relief order pertama diketahui sangat erat
hubungannya dengan proses kejadian bumi, dengan demikian teori-teori tentang geologi,
astronomi, fisika dan matematika, seperti “Planetesimal Hypothesis”, “Liquid Earth Theories”
maupun “Continental Drift Theory” menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam pembentukan
relief orde pertama.
2. Relief Orde Kedua
Relief orde Kedua biasa disebut juga sebagai bentuk bentuk yang membangun
(Constructional forms), hal ini disebabkan relief orde kedua dibentuk oleh gaya endogen sebagai
gaya yang bersifat membangun (Constructional Forces). Kawasan benua-benua dan Cekungan-
cekungan laut merupakan tempat keberadaan atau terbentuknya satuan-satuan dari relief dari
orde kedua, seperti dataran, plateau, dan pegunungan. Gaya endogen yang berasal dari dalam
bumi dapat mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan diatas muka bumi. Adapun gaya
endogen dapat berupa:
a. Epirogenesa (berasal dari bahasa Latin: epiros = benua dan genesis = pembentukan),
proses epirogenesa yang terjadi pada daerah yang sangat luas maka akan terbentuk suatu
benua, dan pembentukan benua dikenal sebagai “continent buiding forces”.
b. Orogenesa (berasal dari bahasa latin: Oros = gunung, dan genesis = pembentukan ),
proses orogenesa yang terjadi pada daerah yang luas akan membentuk suatu pegunungan
dan dikenal sebagai “mountain building forces”.

Kedua gaya endogen tersebut diatas menyebabkan terbentuknya bentuk-bentuk


bentangalam yang membangun (contructional landforms). Apabila disuatu daerah yang tersusun
dari batuan yang perlapisannya horisontal maka terbentuk bentangalam yang disebut dengan
Dataran (Plain) atau Plateau. Proses ini dapat terjadi pada lapisan-lapisan batuan yang berada di
bawah laut kemudian terangkat oleh gaya endogen menghasilkan bentuk bentangalam daratan
atau plateau. Gaya endogen dapat juga melipat lapisan-lapisan batuan sedimen yang awalnya
horisontal menjadi suatu bentuk kubah (dome mountains) dan apabila gaya endogen
mengakibatkan terjadinya dislokasi dari blok blok yang mengalami patahan serta lapisan batuan
mengalami tilting, maka dikenal dengan bentuk pegunungan patahan (faulted mountains).
Apabila gaya endogen mengakibatkan batuan sedimen terlipat kuat menghasilkan perlipatan
sinklin dan antiklin maka akan menghasilkan pegunungan lipatan (folded mountains). Sedangkan
apabila dipengaruhi oleh lipatan dan patahan akan menghasilkan pegunungan lipat pathan
(complex mountains). Kelompok lainnya dari relief orde kedua adalah bentuk bentangalam yang
dihasilkan oleh aktivitas volkanik yang dikenal bentangalam gunungapi. Bentuk bentuk
bentangalam yang dihasilkan oleh proses endogen diatas masih brada dalam tahapan awal (initial
stage). Bentuk bentuk bentangalam ini kemudian akan mengalami proses penghancuran oleh
gaya eksogen (destruction forces) yang memungkinkan terjadinya perubahan dari bentuk aslinya.
3. Relief Orde Ketiga
Relief order ketiga dikenal juga sebagai bentuk bentuk yang bersifat menghancurkan
(Destructional forms), hal ini disebabkan karena relief ini dibentuk oleh proses proses eksogen.
Bentuk bentangalam yang berasal dari proses-proses eksogenik banyak dijumpai pada relief orde
ketiga dan jumlahnya tak terhitung banyaknya dimana bentuk bentuk bentangalam ini
memperindah dan menghiasi bentuk-bentuk bentangalam konstruksional dari relief orde kedua.
Proses eksogenik akan meninggalkan bentuk-bentuk lahan hasil erosi, seperti : Valleys dan
Canyons, meninggalkan sisa sisa residu membentuk bentuk bentangalam seperti tiang (peak
landforms) dan kolom-kolom batuan yang tahan terhadap erosi, sehingga masih menyisakan
bentuk-bentuk seperti diatas, disamping itu juga akan meninggalkan bentuk-bentuk pengendapan
(depesitional forms), seperti delta atau tanggul. Relief orde ketiga ini dapat dikelompokkan
berdasarkan atas energi yang merusak atau agen yang bersifat membangun. Ada 4 (empat) agent
yang utama, yaitu sungai (streams), gletser (glaciers), gelombang (waves) dan angin (winds),
sedangkan pelapukan merupakan pemeran utama bagi keempat agen tersebut.
1. Bentuk-bentangalam yang dihasilkan oleh aktivitas sungai (fluvial), yaitu :
a. Bentuk bentangalam hasil erosi (Erosional forms), seperti: gallies, valleys, gorges
dan canyons.
b. Bentuk bentangalam hasil residu (Residual forms), seperti: peaks, ronadrocks,
summits areas.
c. Bentuk bentangalam hasil pengendapan (Depositional forms) seperti: alluvial
fans, flood plains and deltas.
2. Bentuk-bentangalam yang dihasilkan oleh energi dari luncuran es (gletser) yaitu :
a. Bentuk bentangalam hasil erosi (Erosional forms), seperti: cirques, glacial trought
b. Bentuk bentangalam hasil residu (Residual forms), seperti: patterhorn-peaks,
aretes, roche eontounees
c. Bentuk bentangalam hasil pengendapan (Depositional forms), seperti: deraine,
drumlins, kame dan esker.
3. Bentuk bentangalam yang dihasilkan oleh energi gelombang laut, yaitu :
a. Bentuk bentangalam hasil erosi (Erosional forms), seperti: erode sea caves
b. Bentuk bentangalam hasil residu (Residual forms), seperti: stacks & Arches
c. Bentuk bentangalam hasil pengendapan (Depositional forms) seperti: beaches,
bars & spits
4. Bentuk bentangalam yang diciptakan oleh energi angin, yaitu :
a. Bentuk bentangalam hasil erosi (Erosional forms), seperti: blow holes pada
daerah-daerah yang berpasir
b. Bentuk bentangalam hasil residu (Residual forms), seperti: pedestal dan
mushroom rocks.
c. Bentuk bentangalam hasil pengendapan (Depositional forms) seperti: endapan
pasir atau lempung dalam bentuk dunes atau loess.

Selain energi yang merusak secara fisik tersebut, organisme juga dapat menjadi agen
yang cenderung merusak batuan-batuan di permukaan bumi, sebaliknya aktivitas pengendapan
dapat menghasilkan bentuk-bentuk seperti coral-reefs dan hills. Dapat disimpulkan, bahwa waktu
terbentuknya ketiga orde relief itu berbeda-beda. Relief bentuk pertama terbentuk lebih dulu dari
pada relief orde kedua dan relief orde kedua terbentuk lebih dulu dari pada relief orde ketiga.
7.4. Struktur, Proses, dan Stadia
Struktur, proses dan stadia merupakan faktor-faktor penting dalam pembahasan
geomorfologi. Pembahasan sesuatu daerah tidaklah lengkap kalau salah satu diantaranya tidak
dikemukakan (diabaikan). Pada pembahasan terdahulu, telah dikemukakan ketiga faktor tersebut
dikenal sebagai prinsip-prinsip dasar geomorfologi, sedangkan pada bagian ini akan lebih
diperjelas lagi, bagaimana arti dan kedudukan ketiga faktor tersebut dalam studi geomorfologi.
1. Struktur

Untuk mempelajari bentuk bentangalam suatu daerah, maka hal yang pertama harus
diketahui adalah struktur geologi dari daerah tersebut. Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa
struktur geologi adalah faktor penting dalam evolusi bentangalam dan struktur itu tercerminkan
pada muka bumi, maka jelas bahwa bentangalam suatu daerah itu dikontrol/dikendalikan oleh
struktur geologinya. Selain daripada struktur geologi, adalah sifat-sifat batuan, yaitu antara lain
apakah pada batuan terdapat rekahan-rekahan (kekar), ada tidaknya bidang lapisan, patahan,
kegemburan, sifat porositas dan permiabilitas batuan satu dengan yang lainnya.
Menurut Thornburry, bahwa pengertian struktur dalam geomorfologi mempunyai
pengertian yang lebih luas lagi, sedangkan Lobeck membedakan antara “Struktur Geologi” dan
“Struktur Bentangalam”. Beberapa istilah struktur geologi: struktur horisontal, struktur dome,
struktur patahan, struktur lipatan, struktur gunungapi; Beberapa istilah struktur bentangalam:
dataran atau plateau, bukit kubah, pegunungan patahan, pegunungan lipatan, pegunungan
komplek. Karena struktur bentangalam ditentukan oleh struktur geologinya, dimana struktur
geologi terjadi oleh gaya endogen, maka struktur bentangalam dapat diartikan sebagai bentuk
bentangalam yang terjadi akibat gaya endogen.
2. Proses
Banyak para ahli, seperti Worcester, Lobeck, dan Dury berbeda dalam menafsirkan
tentang pengertian proses geomorfologi, mereka beranggapan bahwa yang dimaksud dengan
proses disini adalah proses yang berasal dari dalam dan luar bumi (proses endogenik dan proses
eksogenik), ada pula yang beranggapan proses disini adalah energi yang berasal dari luar bumi
(gaya eksogen) saja. Adapun pengertian proses disini adalah energi yang bekerja di permukaan
bumi yang berasal dari luar bumi (gaya eksogen) dan bukan yang berasal dari dalam bumi (gaya
endogen). Pengertian “Geomorphic Processes” semata-mata dijiwai oleh energi / proses yang
berasal dari luar bumi, dengan alasan adalah:
1. Energi yang berasal dari dalam bumi (gaya endogen) lebih cenderung sebagai faktor yang
membangun, seperti pembentukan dataran, plateau, pegunungan kubah, pegunungan lipatan,
pegunungan patahan, dan gunungapi.
2. Energi yang berasal dari luar bumi (gaya eksogen) lebih cenderung merubah bentuk atau
struktur bentangalam.
Gaya merusak inilah yang menyebabkan adanya tahapan stadia atau “stages” pada setiap jenis
bentangalam. Stadia atau stage tidak disebabkan oleh gaya endogen seperti diastrophisme atau
vulcanisme. Tak dapat disangkal, bahwa memang kedua gaya (endogen dan eksogen), yang
disebut juga sebagai proses endogenik dan proses eksogenik mempunyai pengaruh yang
dominan dalam pembentukan suatu bentangalam yang spesifik diatas muka bumi ini, oleh karena
itu maka sejarah genetika bentangalam dibagi menjadi dua golongan besar yaitu:
 Bentangalam kontruksional, yaitu semua bentangalam yang terbentuk akibat gaya
endogen (gaya eksogen belum bekerja disini, jadi masih berada pada tingkat initial).
 Bentangalam destruksional, yaitu semua bentangalam yang terbentuk akibat gaya
eksogen terhadap bentangalam yang dihasilkan oleh gaya endogen, melalui proses
pelapukan, erosi, abrasi, dan sedimentasi.

Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan prose disini adalah semua gaya
yang berdampak terhadap penghancuran (perombakan) bentuk bentangalam yang terjadi akibat
gaya endogen sehingga memungkinkan bentangalam mengalami stadia Muda, Dewasa, dan Tua.
Proses perombakan bentangalam terjadi melalui sungai (proses fluvial), gletser, gelombang, dan
angin. Keempatnya disebut juga sebagai agen yang dinamis (mobile agents/geomorphic agent)
karena mereka dapat mengikis dan mengangkut material-material di bumi dan kemudian
mengendapkannya pada tempat-tempat tertentu.
3. Stadia

Stadia/tingkatan bentangalam (jentera geomorfik) dinyatakan untuk mengetahui seberapa


jauh tingkat kerusakan yang telah terjadi dan dalam tahapan/stadia apa kondisi bentangalam saat
ini. Untuk menyatakan tingkatan (jentera geomorfik) digunakan istilah: (1) Muda, (2) Dewasa
dan (3) Tua. Tiap-tiap tingkatan dalam geomorfologi itu ditandai oleh sifat-sifat tertentu yang
spesifik, bukan ditentukan oleh umur bentangalam.

Stadia Muda: Dicirikan oleh lembah berbentuk “V”, tidak dijumpai dataran banjir, banyak
dijumpai air terjun, aliran air deras, erosi vertikal lebih dominan dibandingkan erosi lateral.

Stadia Dewasa: Dicirikan oleh relief yang maksimal, dengan bentuk lembah sudah mulai
cenderung berbentuk “U” dimana erosi vertikal sudang seimbang dengan erosi lateral, cabang-
cabang sungai sudah memperlihatkan bentuk meandering.
Stadia Tua: Dicirikan oleh lembah dan sungai meander yang lebar, erosi lateral lebih dominan
dibandingkan erosi vertikal karena permukaan erosi sudah mendekati ketingkat dasar muka air.

BAB VIII
GEOLOGI STRUKTUR
8.1. Jenis – Jenis Struktur Geologi
1. Lipatan

Struktur tiga dimensi yang berukuran mikroskopis hingga ratusan kilometer lebar
membentang menunjukkan kenampakan perlipatan, kubah (dome) dan cekungan (basin) besar
disebut sebagai lipatan. Lipatan merupakan ekspresi ductile deformation dari batuan pada kerak
bumi. Lipatan bernilai penting secara ekonomik karena perannya sebagai perangkap minyak dan
gas bumi serta mengontrol sejumlah lokasi endapan bijih.
Tiga jenis lipatan yang umum adalah monoklin (monoclines), antiklin (anticlines) dan
sinklin (synclines). Monoklin adalah lipatan sederhana dengan kemiringan (dipping) landai atau
hampir horisontal seperti lengkungan seperti tangga (steplike). Antiklin adalah bentuk sederhana
dengan lapisan melengkung keatas dan kedua sayap lipatan (limbs) memperlihatkan kemiringan
menjauh dari puncak lipatan (fold crest). Batuan pada antiklin bila tererosi secara progresif,
maka lapisan yang semakin tua berada pada bagian dalam lipatan. Sinklin adalah lipatan
sederhana yang kedua sayap lipatan menuju ke sumbu lipatan. Batuan pada sinklin bila tererosi
secara progresif, maka lapisan yang muda berada pada sumbu lipatan.

Gambar 8.1. Lipatan Sinklin dan Antiklin


Untuk tujuan deskripsi dan analisis, lipatan secara sederhana dapat dibagi beberapa
bagian lipatan. Hinge plane adalah bidang imajiner yang membagi lipatan menjadi dua bidang
yang sama besar. Lebih presisi lagi, maka hinge plane berada pada pelengkungan maksimum
lipatan. Garis yang terbentuk oleh perpotongan hinge plane dan bedding plane disebut hinge.
Inklinasi kearah bawah dari hinge disebut sebagai plunge (Gambar 7.4). Dengan demikian,
plunging fold adalah suatu lipatan yang hinge-nya telah mengalami inklinasi. Hinge plane
seringkali disebut pula sebagai axial plane (bidang sumbu).
Lipatan digambarkan sebagai lipatan simetri atau lipatan up-right apabila posisi axial
plane vertikal dan masing-masing dip dari sayap lipatan memiliki sudut yang sama. Namun bila
posisi axial plane tersebut miring, maka menjadi lipatan asimetri. Pada overtuned folds, kedua
sayap lipatan memiliki arah yang sama. Lipatan dengan axial plane horizontal disebut sebagai
recumbent folds. Overtuned folds dan recumbent folds umumnya dijumpai pada barisan
pegunungan yang terbentuk oleh kompresi pada convergent plate boundaries.
Gambar 8.2. Bagian – Bagian Lipatan

2. Sesar (Faults)

Pergeseran sepanjang sesar di permukaan bumi membentuk sesar. Pada tebing ditepian jalan atau
pada dinding lembah memperlihatkan bidang sesar (fault plane) yang jelas. Lapisan yang
bergeser dan mengalami offset mudah terlihat. Tiga tipe dasar dari sesar yang dikenali, yakni
sesar normal (normal faults), sesar naik (thrust faults) dan sesar mendatar (strike-slip faults).
a. Sesar Normal (Normal Faults)

Sesar normal adalah adanya pergeseran vertikal dan batuan diatas bidang sesar (hanging wall)
yang bergerak menuruni bidang sesar relatif terhadap footwall. Sesar normal biasanya adalah
terinklinasi curam antara 65 – 90O. Pergerakan vertikal ini menghasilkan cliff atau scrap
(Gambar 8.3.).

Gambar 8.3. Normal fault. Hanging wall bergerak turun terhadap footwall (Hamblin &
Christiansen, 1995).
Sesar normal seringkali memperlihatkan bentuk susunan tangga atau seri fault blocks. Bila ada
blok yang turun diantara dua sesar normal disebut graben. Sedangkan, Blok yang terangkat
diantara dua sesar normal disebut sebagai Horst.
b. Sesar Naik (thrust faults dan reverse faults)

Sesar naik dengan sudut kecil dimana hanging wall relatif naik diatas footwall disebut sebagai
thrust faults. Geolog membatasi untuk thrust fault memiliki fault dip bersudut kurang dari 45O.
Sedangkan bila bersudu lebih dari 45O, maka disebut reverse faults. Thrust faults merupakan
hasil dari pemendekan kerak bumi dan biasanya berasosiasi dengan perlipatan intensif yang
disebabkan kompresi horizontal pada kerak bumi (Gambar 8.4.).

Gambar 8.4. Thrust fault. Hanging wall bergerak naik terhadap footwall (Hamblin &
Christiansen, 1995).

c. Sesar mendatar (strike-slip faults)

Sesar mendatar merupakan rekahan dengan sudut yang besar dengan pergeseran secara
horizontal dan paralel terhadap strike bidang sesar. Tidak ada atau sedikit pergerakan vertikal
sehingga tebing yang tinggi tidak dijumpai sepanjang sesar mendatar. Sesar ini secara topografi
diekspresikan oleh kenampakan yang lurus memanjang dan adanya ketidakmenerusan pada jenis
bentangalam (landscape) dan pembelokan sungai tiba-tiba (Gambar 8.5.).

Gambar 8.5. strike-slip fault. Pergeseran secara horizontal (Hamblin & Christiansen, 1995).
3. Rekahan (Joints)

Kenampakan struktural pada batuan yang tersingkap di permukaan bumi seperti simple
cracks, fractures dan dikenal sebagai joints. Rekahan tidak terjadi secara random, melainkan
sebagai dua set rekahan yang berpotongan pada sudut antara 45 hingga 90 derajat. Rekahan
terkait pula dengan sesar dan lipatan.
Rekahan umumnya ditemukan pada batuan yang getas (brittle) seperti batupasir. Rekahan
terekspresi dalam, paralel dan mengontrol perkembangan sungai, percabangan sungai dan
aktivitas pelarutan.
Rekahan berasosiasi dengan rejim kompresi (compression) dan tarikan (tension).
Rekahan dapat bernilai ekonomi tinggi. Rekahan memberikan permeabilitas yang penting bagi
migrasi air tanah (groundwater migration) dan akumulasi minyak bumi (petroleum). Jadi,
analisis rekahan penting bagi eksplorasi dan pengembangan sumber daya alam. Rekahan juga
mengontrol pengendapan emas, perak, tembaga dan endapan bijih lainnya. Larutan hidrotermal
yang berasosiasi dengan intrusi batuan beku bermigrasi sepanjang dinding rekahan (joint walls)
membentuk mineral veins.
Pada proyek konstruksi seperti pembuatan bendungan (dam), terkait dengan keberadaan
sistem rekahan pada batuan, maka perlu diberikan perhatian ketika membuat perencanaan proyek
(project planning) karena terkait dengan kestabilan bendungan.
8.2. Penyebab Terbentuknya Struktur Geologi
Diatas telah dibahas berbagai produk deformasi struktur geologi seperti perlipatan dan
penyesaran. Tapi, mengapa deformasi dapat terjadi? Mengapa dijumpai lipatan yang landai
sedang ditempat lain terdapat lipatan kompleks? Pendek kata, apakah yang sesungguhnya
berperan sebagai pengontol utama bentuk dan jenis deformasi yang dialami batuan?
Gaya (force) yang mempengaruhi suatu daerah disebut sebagai tegasan (stress). Hal ini
dipengaruhi oleh tekanan (pressure). Pengalaman keseharian memperlihatkan pada kita bahwa
suatu benda pada bila dikenai tegasan maka akan melengkung dan akan retak atau patah bila
tegasan yang mengenainya berlebihan. Itulah yang menjelaskan bahwa tegasan yang berlebihan
telah membuatnya terdeformasi dan mempengaruhi resistensi alamiahnya terhadap deformasi.
Batuan pun demikian, akan terdeformasi bila merespon tegasan yang mengenainya (Gambar
8.6.).
Semua batuan di bumi telah mengalami berbagai tegasan yang mengenainya. Pada
beberapa batuan, tegasan memiliki besaran yang sama pada semua arah, kondisi ini bukanlah
karena tegasan langsung (directed stress), kondisi ini dikenal sebagai tekanan hidrostatik
(hydrostatic pressure) yang terkait dengan pembebanan yang dalam dari tubuh batuan. Contoh
dari tegasan ini adalah tekanan yang kita alami ketika kita menyelam di dalam air.
Pada berbagai tatanan tektonik, batuan mengalami tegasan langsung (directed stress)
sehingga batuan terdeformasi atau mengalami keterakan (strain) (Gambar 8.7). Keterakan adalah
tingkat perubahan bentuk dan volume yang dialami. Tubuh batuan terubah bentuknya akan
mengalami retakan yang membentuk rekahan dan kehilangan kohesi (lose cohesion). Keadaan
ini disebut sebagai deformasi getas (brittle deformation). Sebaliknya, bila tubuh batuan
mengalami deformasi permanen tanpa disertai dengan terbentuknya rekahan atau kehilangan
kohesi dikenal sebagai deformasi lentur (ductile deformation).

Gambar 8.6. Besaran dan orientasi tegasan (stress) menentukan bentuk keterakan (strain) atau
deformasi yang dialami batuan. Hydrostatic pressure merupakan tegasan yang sama pada
semua arah. Tegasan ini memberikan perubahan volume dan atau mineral tetapi tidak
mengubah batuan. Directed pressure merupakan tegasanyang terjadi tidak sama besar pada
setiap arah. Perubahan tidak pada volumenya melainkan pada bentuknya. Bila tegasan melebihi
kuat geser batuan, maka akan menyebabkan deformasi permanen (Hamblin & Christiansen,
1995).
Bentuk deformasi yang terjadi sangat bergantung pada besaran tegasan, tingkat tegasan
yang mengenainya dan disertai temperatur atau tekanan disekitarnya. Kondisi batuan sangat
dikontrol oleh berbagai kondisi eksternal. Contoh, silinder marmer mengalami deformasi di
laboratorium dibawah kondisi tekanan terbatas tapi pada temperatur yang sama dan tegasan
dengan tingkat perbedaan yang sama. Mulanya semua silinder berukuran sama, tapi setelah
dikenai kompresi maka semua mengalami pemendekan. Silinder yang terkena tegasan rendah
terjadi pada keadaan yang getas menghasilkan rekahan dan sesar. Sedangkan silinder yang
terkena tegasan tinggi pada keadaan yang lentur menyebabkan penyusunnya mengembang dan
mengkristal kembali (recystallized) sebagai respon terhadap tegasan yang mengenainya.
Temperatur yangmeningkan dapat menyebabkan batuan menjadi lebih lentur.
Untuk memahami lebih baik tentang struktur batuan, maka perlu memahami orientasi
tegasan yang mengenai tubuh batuan (Gambar 8.8.). Tegasan kompresi (compressional stress)
cenderung untuk menekan tubuh batuan. Tegasan tarikan (tensional stress) atau tarikan (tension)
hadir bila tegasan yang mengenai menjauh satu terhadap lainnya dan cenderung menarik tubuh
batuan untuk saling terpisah. Tarikan yang mengenai tubuh batuan pada kondisi tegasan
hidrostatik, hal ini hampir umum terjadi pada semua tubuh batuan disebut sebagai extension.
Kompresi litosfer menyebabkan pemendekan dan penebalan dan hasilnya seperti pada
pembentukan lipatan (pada batuan lentur) dan thrust fault pada batuan yang getas. Litosfer yang
mengalami ekstension memberikan efek pemanjangan yang diekspresikan pada batuan getas
dengan hadirnya sesar normal, sedang pada batuan yang lentur akan membentuk pemanjangan
dan penipisan.

Gambar 8.7. Sifat lentur (ductile) vs getas (brittle) batuan dikontrol oleh sejumlah kondisi
eksternal. Bila suatu silinder dikenai tegasan, maka silinder yang getas akan terekahkan dan
tersesarkan. Sedangkan silinder yang lentur akan melakukan penyesuaian dan rekristalisasi
sebagai respon terhadap tegasan yang mengenainya (Hamblin & Christiansen, 1995).

(A) (B)
Gambar 8.8. Regim kompresi dan tarikan menghasilkan struktur batuan yang sangat berbeda.
(A) tegasan tarikan menyebabkan tubuh batuan merenggang dan menghasilkan sesar normal
yang diturun melalui ductile shear zone. (B) tegasan kompresi menyebabkan pemendekan yang
dimanifestasikan dengan sesar naik dan lipatan (Hamblin & Christiansen, 1995).

BAB IX
VULKANOLOGI
9.1. Pengertian Vulkanologi dan Gunungapi

Vulkanologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kegunungapian dan merupakan mata
rantai yang tak terpisahkan dengan ilmu geologi.
Gunung api mempunyai pengertian yang cukup kompleks, yaitu :
 Merupakan bentuk timbulan di permukaan bumi yang dibangun oleh timbunan rempah
gunungapi.
 Dapat diartikan sebagai jenis atau kegiatan magma yang sedang berlangsung.
 Atau merupakan tempat munculnya batuan leleran dan rempah lepas gunungapi yang
berasal dari dalam bumi.
Sebuah gunungapi disebut aktif apabila kegiatan magmatisnya dapat dilihat sacra nyata.
Leleran lava dari kawah puncak atau kawah samping, adanya awan panas letusan dan awan
panas guguran, lahar letusan dan lain sebagainya mencirikan bahwa gunung api tersebut masih
aktif. Morfologi gunung api aktif biasanya menampakan bentukan kerucut sempurna. Apabila
gejala kegiatan magmatisnya tidak teramati, suatu gunungapi dapat dikelompokan menjadi
gunung api padam. Tetapi keadaan seperti ini bukan berarti bahwa gunung api tersebut mati,
sebab pada suatu saat gunungapi itu dapat aktif kembali. Kenampakan gejala panas bumi di
permukaan seperti daerah ubahan hidrotermal, kubangan Lumpur panas, hembusan fumarol dan
mata air panas memang sering dikaitkan dengan gejala padamnya suatu gunungapi. Sebagai
contoh kontras, jalur panas bumi di Indonesia ternyata merupakan tempat kedudukan gunungapi
aktif, sebab gas-gas belerang akan dijumpai melimpah di daerah gunungapi aktif.
9.2. Pembentukan Gunungapi
1. Pemekaran kerak benua, lempeng bergerak saling menjauh sehingga memberikan
kesempatan magma bergerak ke permukaan, kemudian membentuk busur gunung api tengah
samudra.
2. Tumbukan antar, dimana kerak samudra menunjam dibawah kerak benua. Akibat gesekan
antar kerak tersebut terjadi pelebuaran dan batuan.
3. Kerak benua menjauh satu sama lain secara horizontal, sehingga menimbulkan rekahan atau
patahan. Patahan atau rekahan tersebut menjadi jalan ke permukaan lelehan batuan atau
magma sehingga membentuk busur gunungapi tengah benua atau banjir lava sepanjang
rekahan.
4. Penipisan kerak samudera akibat pergerakan lempeng memberikan kesempatan bagi magma
menerobos ke dasar samudera, terobosan magma ini merupakan banjir lava yang membentuk
deretan gunungapi perisai.
Gambar 9.1. gunungapi terbentuk di permukaan melalui kerak benua dan kerak samudera serta
mekanisme peleburan batuan yang menghasilkan busur gunungapi, busur gunungapi tengah
samudera, busur gunungapi tengah benua dan busur gunungapi dasar samudera. (Modifikasi
dari Sigurdsson, 2000).
Di Indonesia (Jawa dan Sumatera) pembentukan gunungapi terjadi akibat tumbukan
kerak Samudera Hindia dengan kerak Benua Asia. Di Sumatra penunjaman lebih kuat dan dalam
sehingga bagian akresi muncul ke permukaan membentuk pulau-pulau, seperti Nias, Mentawai,
dll. (Modifikasi dari Katili, 1974).
9.3. Jenis Gunungapi

Jenis-jenis gunung api dibagi berdasarkan: aktivitas, proses terjadi, dan tipe letusan.
1. Berdasarkan aktivitasnya, jenis gunung api antara lain:
 Gunung api aktif, yaitu gunung api yang masih bekerja dan mengeluarkan asap, gempa,
dan letusan.
 Gunung api mati, yaitu gunung api yang tidak memiliki kegiatan erupsi sejak tahun 1600.
 Gunung api istirahat, yaitu gunung api yang meletus sewaktu-waktu, kemudian
beristirahat. Contoh, Gunung Ceremai dan Gunung Kelud.

2. Jenis gunung api berdasarkan bentuk dan proses terjadinya, antara lain:
 Gunung api Maar, berbentuk seperti danau kawah. Terjadi karena letusan besar yang
kemudian membentuk lubang besar di bagian puncak. Bahan-bahan yang dikeluarkan
berupa benda padat/effiata. Contoh, Gunung Lamongan di Jawa Timur.
 Gunung api kerucut/srato, yaitu jenis gunung api yang paling banyak dijumpai.
Berbentuk seperti kerucut dengan lapisan lava dan abu yang berlapis-lapis. Terjadi karena
letusan dan lelehan batuan panas dan cair. Lelehan yang sering terjadi menyebabkan
lereng gunung berlapis-lapis sehingga disebut strato. Sebagian besar gunung api di
Indonesia masuk dalam kategori gunung api kerucut. Contoh, Gunung Merapi.
 Gunung api perisai/tameng, berbentuk seperti perisai, terjadi karena lelehan yang keluar
dengan tekanan rendah, sehingga nyaris tidak ada letusan dan membentuk lereng yang
sangat landai dengan kemiringan 1 sampai 10 derajat. Contoh gunung api perisai/tameng
antara lain Gunung Maona Loa Hawaii di Amerika Serikat.

3. Jenis gunung api berdasarkan tipe letusan, antara lain:


 Hawaian, memiliki tipe letusan dengan pancuran lava ke udara mencapai ketinggian 200
meter, mudah bergerak dan mengalir secara bebas.
 Strombolian, memiliki ciri letusan mencapai 500 meter dengan pijaran seperti kembang
api.
 Merapi, memiliki tipe letusan dengan ciri guguran lava pijar saat kubah lava runtuh.
 Volcanian, memiliki ciri letusan yang membentuk volcano disertai awan panas yang
padat.
 Pelean, gunung api dengan tipe letusan yang paling merusak karena magma yang meletus
dari bagian lereng gunung yang lemah.
 St. Vincent, gunung api dengan tipe letusan yang disertai longsoran besar dan awan panas
yang bisa menutupi area yang luas.
 Sursteyan, gunung api dengan tipe letusan dengan vulkanian tetapi kekuatan letusannya
lebih besar.
 Plinian, gunung api dengan tipe letusan eksplosif yang sangat kuat dengan ketinggian
letusan yang mencapai >500 km.

Anda mungkin juga menyukai