Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN POTENSI BENCANA

WILAYAH JAWA

Kelompok 1 :

1. MUHAMMAD HAJIDIL GHALI (191910901032)


2. JO MUHAMMAD AMZE RESTU (191910901033)
3. MUHAMMAD RAUF PRIANTAMA (191910901034)
4. SASIKIRANA MAHESWARI (191910901035)
5. ELSA SHAFFAROS AHMAD (191910901036)

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS JEMBER

2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil‘alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT berkat rahmat, taufik, serta
hidayahnya penulis masih diberikan kesehatan sehingga dapat menyelesaikan “Laporan Potensi
Bencana Wilayah Jaw” ini dengan baik dan tepat waktu. Sholawat serta salam tetap tercurah
limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari jaman jahiliyah menuju
jaman islamiyah.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mineralogi dan Petrologi. Tujuan dari
pembuatan makalah ini untuk menambah ilmu penegetahuan mengenai batuan Piroklastik penulis
dan pembaca. Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Januar F. Irawan, S.T., M.Eng.
selaku Dosen Mineralogi dan Petrologi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan.

Penulis menyadari bahwa “Laporan Potensi Bencana Wilayah Jawa” ini masih banyak
memiliki kekurangan. Oleh karena itu, praktikan mengharap kritik dan saran. Semoga Laporan
Kemajuan ini memberikan maanfaat positif bagi kita semua.

Penulis

.........

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI .........................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................................4
I.I Latar Belakang.........................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................................................5
1.4 Manfaat Berdasarkan..............................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................................................6
2. 1 Gambaran Tatanan Tektonik Pada Pulau Jawa Barat ...........................................................6
2.2 Identifikasi gerakan terjadinya kebencanaan Pada Jawa Barat ..............................................7
2.3 Struktur yang Terjadi Akibat Gempa ................................................................................... 10
2.4 Dampak yang Disebabkan akibat Gempa .............................................................................. 11
BAB III PENUTUP .............................................................................................................................. 13
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................ 14

3
BAB I PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi sumber daya geologi yang relatif
berlimpah, diantaranya berupa potensi mineral logam. Kajian eksplorasi mineral logam telah
dilakukan sejak lama oleh berbagai pihak, baik itu pemerintah maupun swasta untuk memenuhi
kebutuhan akan berbagai jenis mineral logam.
Logam emas dan perak merupakan logam mulia yang banyak diminati karena nilai
ekonomisnya yang tinggi. Di Indonesia, eksplorasi untuk kedua jenis mineral ini telah dilakukan
sejak masa penjajahan Belanda hingga kini eksplorasi secara langsung ke lapangan atau dengan
melakukan berbagai studi literatur, analisis penginderaan jauh, hingga melakukan pemodelan.
Kawasan bagian pulau Jawa adalah merupakan bagian dari jalur magmatik yang berumur
Miosen hingga Pliosen. Secara umum, dikawasan bagian barat ini dapat dibedakan tiga komplek
mineralisasi emas-perak primer dari tipe hidrotermal yang sangat potensial, yaitu komplek
Cibaliung, komplek Kubah Bayah dan komplek Ciemas. Selain mineralisasi primer, kawasan ini
juga merupakan daerah yang potensial untuk mineralisasi emas dan perak sekunder dari tipe
endapan plaser, khususnya terdapat di kawasan pesisir pantai selatan mulai dari arah muara S.
Cihara di bagian barat, terus hingga muara S. Cibareno di bagian timur, serta pesisir pantai di
kawasan teluk Ciletuh.
Mineralisasi emas-perak primer di Komplek Kubah Bayah sudah dikenal cukup lama sebagai
daerah gold district, dimana tambang emas pertama di Indonesia terdapat di daerah ini, yaitu
daerah Cikotok-Cirotan, didaerah tersebut kegiatan penambangan emas-perak telah di mulai sejak
awal abad ke 20, yaitu pada masa penjajahan Belanda. Kemudian pada saat Indonesia merdeka,
daerah tersebut dipindahkan menjadi tambang milik pemerintah yang dikelola oleh PT. ANTAM
Tbk yang tetap beroprasi hingga tahun 1980an. Kawasan Kubah Bayah kemudian menjadi sangat
penting, setelah adanya penemuan mineralisasi emas di daerah Gunung Pongkor pada tahun 1988
dan mulai berproduksi pada tahun 1992, serta daerah Cikidang yang mulai berproduksi tahun 1998.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka masalah laporan ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana penggambaran tatanan setting kebencanaan?
2. Bagaimana identifikasi gerakan terjadinya kebencanaan di daerah Sulawesi ?

4
3. Bagaimana struktur geologi yang terjadi akibat gempa?
4. Bagaimana dampak yang diakibatkan dari gempa tersebut?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari laporan ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat menggambarkan tatanan setting kebencanaan.
2. Dapat mengidentifikasi gerakan terjadinya kebencanaan di daerah Sulawesi.
3. Dapat mengetahui struktur geologi yang terjadi akibat gempa.
4. Dapat mengetahui dampak yang diakibatkan dari gempa tersebut.
1.4 Manfaat Berdasarkan
Uraian di atas maka manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari laporan ini sebagai
berikut :
1. Mampu menggambarkan tatanan setting kebencanaan dan mengidentifikasi gerakan
terjadinya kebencanaan.
2. Mampu mengetahui struktur geologi yang terjadi akibat gempa.
3. Mampu mengetahui dampak yang diakibatkan dari gempa tersebut

5
BAB II PEMBAHASAN

2. 1 Gambaran Tatanan Tektonik Pada Pulau Jawa Barat


2.1.1 Tatanan Tektonik Jawa Barat

Van Bammelen beranggapan bahwa secara fisiografis daerah Banten sangat mendekati
sifat-sifat pulau Sumatera, apabila dibandingkan dengan bagian sebelah timurnya. Kecuali
beberapa kemiripan bentuk-bentuk morfologinya, juga adanya produk vulkanisme yang
banyak tufa asam, seperti halnya tufa lempung yang asam. a.
Pola Struktur Berdasarkan data gayaberat,seismic, citra Landsat/foto udara pengamatan di
lapangan, di Jawa Barat ini dapat dibedakan menjadi 3, yaitu: - Arah baratlaut-tenggara -
Tmur-barat - Utara-selatan (dominan) Namun berdasarkan citra Landsat dan sebaran
episentrum gempa, ada satu lagi yaitu arah timurlaut-baratdaya yang menonjol di sudut
baratdaya Pulau Jawa (Cimandiri/Sukabumi).
Pola barat laut-tenggara hanya dapat direkam dengan gayaberat, yang berarti letaknya
dalam dan mungkin hingga batuan dasar. Pola sesar ditafsirkan sebagai kelanjutan tektonik
tua Sumatra. Pola berarah barat-timur umumnya berupa sesar naik ke arah utara dan
melibatkan sedimen Tersier. Sedangkan yang berarah utara-selatan di bagian Utara Jawa , dari
data seismic Nampak memotong batuan Tersier, ternyata juga mengontrol bedrock.
Memisahkan segmen Banten dari bogor dan pegunungan selatan. b.
Satuan-satuan Tektonik Batuan tertua tersingkap di Jawa Barat adalah batuan berumur
eosen awal di Ciletuh yang berupa olisostrom. Satuan ini berhubungan secara tektonis dengan
batuan ofiolit yang mengalami breksiasi dan serpentinisasi pada jalur-jalur kontaknya. Batuan
ofiolit tersebut ditafsirkan merupakan bagian dari melange yang mendasari olisostrom. Satuan
tektonik lainnya adalah jalur magma tersier.
Sepanjang jalur pantai selatan pulau Jawa, terdapat kumpulan batuan vulkanik yang
dinamakan formasi Andesit tua “old andesite formation” yang berumur oligosen-miosen awal.
Di Jabar, bagian dari formasi ini disebut formasi Jampang. Ciri-ciri batuannya merupakan
endapan aliran gravitasi seperti lava dan kadang-kadang memperlihatkan struktur bantal.
Penelitian terhadap sebaran dan umur batuan vulkanik Tersier lainnya di Jawa Barat, ternyata
Jalur Magma Tersier jauh lebih luas lagi, yaitu hampir meliputi seluruh bagian tenggara Jawa
Barat.

6
Dengan demikian terdapat kemungkinan bahwa kegiatan vulkanik selama Tersier ini
bermula di Selatan Jawa (miosen awal) dan kemudian secara berangsur bergeser ke utara.
Satuan tektonik lainnya adalah jalur magma atau vulkanik kwarter , menempati bagian tengah
Jawa Barat atau dapat juga dikatakan berlawanan dengan Jalur Magmatik Tersier muda. c.
Mandala Sedimentasi Didasarkan pada mayoritas ciri sedimen,
Soedjono (1984) membagi daerah Jabar menjadi 3 mandala sedimentasi, yaitu mandala
paparan kontinen yang terletak di utara, diikuti oleh Mandala Cekungan Bogor di bagian
tengah, dan ke arah barat terdapat mandala Banten. Mandala paparan kontinen bertepatan
dengan zona stratigrafi dataran pantai utaranya Van Bemmelen. Dicirikan oleh pola
pengendapan paparan, umumnya terdiri dari endapan gamping, lempung dan pasir kwarsa
serta lingkungan pengendapannya dangkal. Kedalamannya mencapai lebih dari 5000m.
Mandala Cekungan Bogor meliputi beberapa zona fisiografi Van Bemmelem (1949),
yakni Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan. Mandala sedimentasi ini
dicirikan oleh endapan “aliran gravitasi” yang sebagian besar terdiri dari fragmen batuan beku
dan sedimen, seperti andesit, tufa dan gamping. Ketebalannya mencapai 7000m. Mandala
sedimentasi Banten mempunyai ciri-ciri yang serupa dengan Mandala Bogor dan Paparan
Kontinen.

2.2 Identifikasi gerakan terjadinya kebencanaan Pada Jawa Barat


Pulau Jawa sebagai sebuah pulau yang dekat dengan zona subduksi Lempeng Eurasia
dan Indo-australia sering diguncang gempabumi yang terkadang dapat memicu Tsunami.
Selain itu, Pulau Jawa juga mempunyai jumlah dan kepadatan penduduk yang tinggi
sehingga akan sangat beresiko apabila terjadi bencana. Hal tersebut menjadi latar belakang
penelitian yang dilakukan oleh Tim peneliti ITB berupa pemodelan apabila terjadi gempa
pada seismic gaps. Seismic Gaps merupakan wilayah di sepanjang batas lempeng aktif
yang tidak mengalami gempa besar atau gempa selama lebih dari 30 tahun. (McCann et al.,
1979) Seismic gap perlu diwaspadai karena dapat berpotensi menimbulkan gempa besar,
dan biasanya terjadi dengan periode ulang 400 tahun.

7
Gambar 1. Peta titik-titik gempa sebelumnya di selatan Pulau Jawa. Seismic gaps
ditunjukkan oleh polygon berwarna merah muda. (Widiyantoro et al., 2020)

Subduksi Lempeng Benua dan Samudera

Indonesia terletak di antara tiga lempeng, yakni lempeng samudra pasifik, lempeng
indo-australia dan lempeng benua Eurasia. Arah gerakan dan kecepatan lempeng tersebut
menunjukkan gerakan yang berbeda. Lempeng samudra pasifik bergerak ke arah barat-barat
laut dengan kecepatan 10 cm/tahun, lempeng indo-australia bergerak kearah utara-timur laut
dengan kecepatan 7 cm/tahun dan lempeng benua Eurasia yang menunjukkan resultan
system kinematiknya menuju arah barat daya dengan kecepatan 13 cm/tahun.

Gambar 2. Skema melintang Jawa (Katiri, 1974)

8
Ketiga lempeng tersbut saling berinteraksi. lempeng Indo-Australia terus aktif
menunjam ke bawah lempeng Eurasia dan kemiringan dari batas penunjamannya sekitar
12 ke arah timur (Prawirodirdjo, 2000). Penunjaman tersebut disebabkan oleh sifat lempeng
indo-australia yang memiliki kepadatan material yang lebih tinggi dan elemen-elemen zat
pada lempeng samudra yang lebih berat dibanding lempeng benua Eurasia. Sehingga,ketika
terjadi tumbukan antar lempeng, maka lempeng yang berat jenisnya lebih tinggi atau
massanya lebih besar (Lempeng Indo-Australia), akan menujam ke bawah lempeng yang
lebih ringan (Lempeng Eurasia). Ketiga lempeng tersebut memiliki bidang batas lempeng
yang sama yaitu bidang batas konvergen yang membentuk zona subduksi. Ciri khas zona
subduksi adalah terbentuknya palung laut. Palung laut yang berhadapan langsung dengan
pantai selatan Jawa adalah palung Jawa yang merupakan hasil subduksi lempeng Eurasia
dan Indo-Australia (Indriana, 2008).

Saat lempeng samudera terdorong ke bawah lempeng benua terjadi gesekan yang
menghambat terdorongnya lempeng samudera, perlambatan gerak tersebut menyebabkan
adanya akumulasi energi di zona subduksi. Akumulasi energy tersebut menyebabkan
terjadinya tekanan dan regangan yang sifatnya temporal dan spasial di zona subduksi.
Terjaidnya suatu kondisi di zona tersebut dimana bidang temu antar lempeng terkunci
(locked zone) maka akumulasi energi tekanan atau tarikan yang telah melewati batas
elastisitas menyebabkan lempeng yang bertemu akan melepaskan energy. Pelepasan energy
tersebut menimbulkan kegempaan (seismisitas). Efektivitas gaya gesek yang terjadi pada
zona subduksi dipengaruhi oleh faktor sifat fisis material, keberadaan fluida, kekasaran
seafloor, geometri slab, suhu dan tekanan (Setiawan, 2015).

Adanya subduksi tersebut berdampak pada penurunan sisa lempeng lautan yang
membentuk suatu cekungan geosinklin yang terisi sedimen (Indriana, 2008). Selain itu,
terdapat beberpa sesar utama yang membentuk kelurusan gugusan dan membentuk gunung
api aktif dan non aktif. Skema tersebut menunjukkan penampang melintang subduksi dan
busur pulau Jawa.

9
2.3 Struktur yang Terjadi Akibat Gempa
Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi dan dirasakan dipermukaan bumi
yang berasal dari dalam struktur bumi. Pergeseran tersebut terjadi sebagai akibat adanya
peristiwa pelepasan energi gelombang seismik secara tiba-tiba yang diakibatkan atas adanya
deformasi lempeng tektonik yang terjadi pada kerak bumi.

Gempa bumi Yogyakarta adalah suatu peristiwa gempa bumi tektonik kuat yang
mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah pada 27 Mei 2006 kurang lebih
pukul 05.55 WIB selama 57 detik. Gempa bumi tersebut memiliki getaran yang cukup kuat
hingga sempat dirasakan sejumlah kota di provinsi Jawa Timur seperti Ngawi, Madiun, Kediri,
Trenggalek, Magetan, Pacitan, Blitar dan Surabaya.

Diambil dari tiga seri data kemudian dicoba diplot kedalam peta Google Earth. Dari ketiga
data tersebut yaitu data dari ari USGS (United States Geological Survey,
http://earthquake.usgs.gov/), kemudain data dari BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika
http://geof.bmg.go.id/gempaterkini.jsp).dan dari EMSC (European-Mediterranean
Seismological Centre).

Menurut USGS diduga bahwa kekuatan gempa sebesar 6.3 Skala Richter dan sumber gempa
berada di barat di dekat muara sungai Opak. Kedalam gempa diperkirakan 10 km, sehingga
mempunyai daya rusak yang sangat besar hingga mencapai 6-7 MMI. Terjadi gempa susulan
yang berada di sebelah timur laut dari gempa utama. Gempa susulan berada di sekitar Patuk.
Kondisi geologi mempunyai peran terhadap sebaran kerusakan bangunan. Bangunan yang
berada pada morfologi dataran aluvial dan dataran kolovial cenderung mempunyai tingkat
kerusakan yang lebih parah daripada bangunan .

Gambar 3.1

10
Gempa bumi 27 Mei 2006 (Rovicky Dwi Putrohari, n.d.) yang didirikan pada morfologi
perbukitan. Kerusakan paling parah terutama di sekitar tubuh Kali Opak sebagai bagian sistem
struktur patahan, yaitu Sesar Opak. Peran kontrol geologi tersebut nampak dari hasil interpretasi
data seismik, foto udara.

2.4 Dampak yang Disebabkan akibat Gempa


Akibat Gempa Bumi Gempa bumi mengakibatkan dampak yang cukup besar terhadap
bangunan serta lingkungan yang terkena bencana gempa bumi. Akibat gempa bumi
dikategorikan menjadi dua golongan besar. Akibat yang pertama adalah akibat langsung (direct
effects) dan akibat yang kedua adalah akibat tidak langsung (Law & Wang, 1994). Akibat
gempa bumi langsung dan tidak langsung adalah sebagai berikut ini.

1. Akibat Langsung Akibat langsung yang dimaksud adalah kerusakan struktur tanah
ataupun kerusakan sesuatu diatas tanah. Kerusakan-kerusakan akibat gempa bumi langsung
adalah sebagai berikut ini.

a) Likuifaksi
b) Penurunan tanah dan runtuhnya lapis tanah
c) Tanah longsor dan batu longsor
d) Retakan permukaan tanah
e) Kerusakan bangunan

2. Akibat tidak langsung Efek tidak langsung adalah efek yang diakibatkan oleh kondisi
situs (topographical effects)dan kondisi tanah (site effects) yang mana kerusakan bangunan
terparah oleh peristiwa rambatan gelombang gempa. Efek tidak langsung dapat dikategorikan
sebagai berikut ini.

a) Akibat Resonansi Resonansi adalah peristiwa membesarnya respon suatu objek akibat
adanya kesamaan periode getar struktur dan periode getar tanah/situs. Mengingat bangunan
berada diatas tanah maka terdapat interaksi antara 15tanah dengan bangunan.
b) Akibat Amplifikasi Amplifikasi adalah membesarnya respon tanah (percepatan, kecepatan
ataupun simpangan) dan akan banyak berkaitan dengan tanah yang bersifat elastic atau
tanah yang degradasi kekuatannya relative kecil.

11
c) Akibat Wave-Field Wave-Field yang dimaksud adalah gelombang gerakan tanah akibat
kompleksitasnya kombinasi gelombang Rayleigh (R-wave) dan gelombang Love (L-wave)
yang ada di permukaan tanah.

Pengaruh gempa terhadap kerusakan bangunan yaitu ketika terjadi gempa bumi pada
bidang patahan aktif yang pecah dan bergerak maka tanah serta permukaan tanah dan patahan
genpanya akan bergerak secara instan.Besarnya pergerakan yang terjadi dan luas panjangnya
zona patahan gempa sebanding dengan besar magnitude gempanya. Jadi semakin besar
kekuatan gempanya akan semakin besar pula pergerakan dan luas wilayahnya. Rekahan
tektonik di permukaan dan pergerakan tanah menimbulkan kerusakan pada bangunan dan
infrastruktur yang terletak di permukaan tanah.

12
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Mandala Cekungan Bogor meliputi beberapa zona fisiografi Van Bemmelem (1949), yakni
Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan. Mandala sedimentasi ini
dicirikan oleh endapan “aliran gravitasi” yang sebagian besar terdiri dari fragmen batuan
beku dan sedimen, seperti andesit, tufa dan gamping. Ketebalannya mencapai 7000m.
Mandala sedimentasi Banten mempunyai ciri-ciri yang serupa dengan Mandala Bogor dan
Paparan Kontinen.
2. Pulau Jawa sebagai sebuah pulau yang dekat dengan zona subduksi Lempeng Eurasia dan
Indo-australia sering diguncang gempabumi yang terkadang dapat memicu Tsunami. Selain
itu, Pulau Jawa juga mempunyai jumlah dan kepadatan penduduk yang tinggi sehingga akan
sangat beresiko apabila terjadi bencana
3. Gempa bumi Yogyakarta adalah suatu peristiwa gempa bumi tektonik kuat yang
mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah pada 27 Mei 2006 kurang
lebih pukul 05.55 WIB selama 57 detik.
4. Pengaruh gempa terhadap kerusakan bangunan yaitu ketika terjadi gempa bumi pada bidang
patahan aktif yang pecah dan bergerak maka tanah serta permukaan tanah dan patahan
genpanya akan bergerak secara instan.Besarnya pergerakan yang terjadi dan luas panjangnya
zona patahan gempa sebanding dengan besar magnitude gempanya. Jadi semakin besar
kekuatan gempanya akan semakin besar pula pergerakan dan luas wilayahnya. Rekahan
tektonik di permukaan dan pergerakan tanah menimbulkan kerusakan pada bangunan dan
infrastruktur yang terletak di permukaan tanah.

13
DAFTAR PUSTAKA

Indriana, Rina Dewi. 2008. Analisis Sudut Kemiringan Lempeng Subduksi di Selatan Jawa Tengah
dan Jawa Timur Berdasarkan Anomali Gravitasi dan Implikasi Tektonik Vulkanik. Jurnal
Berkala Fisika, vol. 11(3). Hal : 89-96.

Putra, Purba Sulastya., Yulianto, Eko., Praptisih, Supriatna, Nandang., Trisuksmono, Djoko.,
Amar., Nurhidayati, Ayu Utami., Ridwan, Januar., Griffin, Jonathan. 2015. Studi Paleotsunami
di Selatan Jawa. Pemaparan Hasil Penelitian Geoteknologi 2015.

Rizal, Y., Aswan, A., Zaim, J., Puspaningrum, M. R., Santoso, W. D., & Rochim, N. (2019).
Late Miocene to Pliocene Tsunami Deposits in Tegal Buleud, South Sukabumi, West Java,
Indonesia. Modern Applied Science, 13(12), 80. doi:10.5539/mas.v13n12p80

Setiawan, Muhamad ragil dan Ari Setiawan. 2015. Pemodelan Struktur Bawah Permukaan Zona
Subduksi dan Busur Gunungapi Jawa Timur berdasarkan Analisis Data Gravitasi. Jurnal Fisika
Indonesia, vol. 19(57). Hal : 13-18.

U.S. Indian Ocean Tsunami Warning System Program. 2007. How Resilient is Your Coastal
Community? A Guide for Evaluating Coastal Community Resilience to Tsunamis and Other
Coastal Hazards. U.S. Indian Ocean Tsunami Warning System Program supported by the
United States Agency for International Development and partners, Bangkok, Thailand. 144 p.

Widiyantoro, S. Gunawan, E. Muhari, A. Rawlinson, N. Mori, J. Hanifa, N R. Susilo, S. Supendi,


P. Shiddiqi, H A. Nugraha, A. D. Putra, H. E. (2020). Implication for Megathrust Earthquakes
and Tsunamis from Seismic Gaps South of Jawa Indonesia. Scientific Report Nature
Research, 10: 15274

Yudhicara., Zaim Y., Rizal, Y., Aswan., Triyono, R., Setiyono, U., Hartanto, D. 2013.
Characteristics of Paleotsunami Sediments, A Case Study in Cilacap and Pangandaran Coastal
Areas, Jawa, Indonesia. Indonesia Journal of Geology. Vol 8. No 4. 163 – 175

14

Anda mungkin juga menyukai