MAKALAH
yang dibina oleh Bapak Listyo Yudha Irawan, S.Pd, M.Pd, M.Sc
Disusun Oleh:
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, sehinggan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik tepat pada
waktunya. Karena atas rahmat dan hidayah-Nya, makalah ini dapat diselesaikan
dengan baik. Adapun pembuatan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas
makalah pada mata kuliah Geologi Geomorfologi Indonesia, yang berjudul
”Kepulauan Indonesia”. Makalah ini berisikan informasi kepada kita semua tentang
bagaimana fisiografi, ancaman, dan potensi di Kepulauan Maluku. Maka atas dasar
itulah kami mengharapkan semoga makalah ini bisa digunakan sebagai bahan
diskusi kelompok sebagaimana mestinya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata kami sampaikan terimakasih
kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari
awal sampai akhir.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
di Maluku terdapat tiga pulau besar yaitu Pulau Halmahera, Pulau Seram dan
Pulau Buru. Pulau-pulau tersebut dikelilingi oleh pulau-pulau yang berukuran
sedang dan kecil, pulau-pulau kecil seperti Tidore, Makian, dan Ternate, serta
kelompok Pulau Seram termasuk pulau-pulau Ambon, Haruku, Saparua, Lease,
Kelang, Buano, Mampa dan sebagainya. Selain itu, terdapat pula kelompok-
kelompok pulau yang sedang besarnya seperti Kepulauan Tanimbar, Kepulauan
Aru, Kepulauan Kei, dan Kepulauan Sula.Di samping itu ada pula pulau-pulau
tersendiri (soliter) seperti Pulau Obi, dan Pulau Wetar. Sisanya merupakan
pulau-pulau kecil yang luas rata-ratanya kurang dari 500 km yang sebagian
besar tidak berpenghuni.
Seperti halnya iklim di daerah tropis khatulistiwa, yang dikelilingi
perairan yang luas, iklim wilayah Maluku sangat dipengaruhi oleh lautan.
Kepulauan Maluku dikenal dua musim, yaitu musim Barat atau Utara
(Desember-Maret) dan musim Timur atau Tenggara (Mei-Oktober) yang
diselingi oleh dua musim pancaroba diantara kedua musim tersebut. Keadaan
musimnya tidak homogen, dalam artian setiap musim memberikan pengaruh
yang berbeda-beda pada daratan maupun lautannya.
Kepulauan Maluku merupakan daerah yang relatif sangat kontras,
yaitu berselang-seling antara igir pegunungan dengan ledok lautan dan
merupakan daerah yang pembentukannya relatif muda dimana pegunungannya
masih aktif hingga sekarang. Maluku utara sebagian berhubungan dengan busur
kepulauan Asiatik Timur dan sebagian lainnya berhubungan dengan sistem
Malenesia, sedangkan Maluku Selatan atau Busur Banda merupakan bentuk
bagian dari sistem Pegunungan Sunda. Karakteristik tersebut juga dipengaruhi
oleh letak Maluku diantara lempeng bumi Indo-Australia, Pasifik, Laut Filipina,
dan Laut Banda, sehingga memberikan sebaran beberapa gunungapi baik yang
masih aktif maupun sudah tidak aktif lagi. Oleh karena itu, perlu adanya
pengetahuan mengenai kondisi geomorfologi Kepulauan Maluku yang akan
dibahas pada makalah ini yaitu fisiografi Kepulauan Maluku (kondisi
geomorfologi, geologi, hidrologi, klimatologi, litologi), potensi sumber daya
alam dan mineral, dan ancaman bencana yang terdapat di Kepulauan Maluku.
2
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan informasi pada bagian latar belakang, berikut
ini disajikan empat rumusan masalah yang menjadi fokus bahasan.
1. Bagaimana kondisi fisiografis wilayah Kepulauan Maluku?
2. Bagaimana jenis tanah di wilayah Kepulauan Maluku?
3. Bagaimana potensi sumber daya alam dan mineral di Kepulauan
Maluku?
4. Bagaimana ancaman bencana alam yang ada di Kepulauan Maluku?
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, berikut ini
dipaparkan tujuan penulisan makalah.
1. Mengetahui kondisi fisiografi Kepulauan Maluku yang meliputi proses
geologi, geomorfologi, ekoregion, kondisi hidrologi, dan klimatologi.
2. Mengetahui bagaimana jenis-jenis tanah yang ada di wilayah Kepulauan
Maluku.
3. Mendeskripsikan potensi sumber daya alam dan mineral di Kepulauan
Maluku.
4. Mendeskripsikan ancaman bencana alam di Kepulauan Maluku.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
2.1.1. Geologi Kepulauan Maluku
Karakteristik geologi Maluku yaitu terdiri dari batuan sedimen,
batuan metamorfik dan batuan beku dengan penyebaran yang hampir
merata di setiap gugus pulau. Hal ini dipengaruhi oleh klasifikasi umur
pulau/kepulauan yang terbentuk pada 50-70 tahun lalu, pada periode
Neogen sampai Paleocen. Karakteristik tersebut juga dipengaruhi oleh
letak Maluku diantara lempeng Indo-Australia, Pasifik, Laut Filipina, dan
Laut Banda, sehingga memberikan sebaran beberapa gunungapi baik yang
masih aktif maupun yang sudah tidak aktif lagi. Kepulauan Maluku juga
merupakan daerah yang relatif sangat kontras, yaitu berselang-seling
antara igir pegunungan dengan ledak lautan dan merupakan daerah yang
pembentukannya relatif mudah dimana pegunungannya masih aktif
hingga sekarang.
5
umumnya merupakan daerah vulkanik yang tersusun dari bahan andesit
dan batuan beku basaltic dengan leering curam. Pulau Obi dibatasi oleh 2
sesar besar yaitu, sesar Sorong-Sula Utara yang terletak di bagian selatan,
dan sesar Maluku-Sorong yang terletak di bagian utara. Sesar normal yang
terjadi di pulau Obi diakibatkan oleh sentuhan tektonik antara batuan
Ultramafik dan batuan yang lebih muda. Umumnya sesar-sesar di Obi
berarah barat-timur, barat laut-tenggara, dan timur laut-barat daya. Di ulau
Obi bagian barat terdapat danau Karu yang di perkirakan berupa Terban
yang dibatasi oleh 2 sesar dengan arah utara-selatan. Lipatan-lipatannya
membentuk antiklin sdan sinklin yang secara umumnya sumbunya
berarah barat-timur.
Fisiografi Pulau Halmahera dibagi menjadi 3 (tiga) bagian
utama, yaitu Mandala Halmahera Timur, Halmahera barat, dan Busur
Kepulauan Gunungapi Kuarter.
1. Mandala Fisiografi Halmahera Timur
Mandala Halmahera Timur meliputi Lengan Timur Laut, Lengan
Tenggara dan beberapa pulau kecil di sebelah Timur Pulau Halmahera.
Morfologi mendala ini terdiri dari pegunungan berlereng terjal dan
torehan sungai yang dalam, serta sebagian mempunyai morfologi karst.
Morfologi pegunungan berlereng terjal merupakan cerminan batuan
keras. Jenis batuan penyusun pegunungan ini adalah batuan ultrabasa.
Morfologi karst terdapat pada daerah batugamping dengan perbukitan
yang relatif rendah dan lereng yang landai.
6
3. Mandala Busur Kepulauan Gunungapi Kuarter
Mandala ini meliputi pulau-pulau kecil di sebelah barat pulau
Halmahera. Deretan pulau ini membentuk suatu busur kepulauan
gunungapi kuarter. Sebagianpulaunya mempunyai kerucut gunungapi
yang masih aktif.
B. Maluku Selatan
Maluku Selatan secara geologi merupakan Busur Banda, yaitu
sistem kepuluan yang membentuk busur mengelilingi tapal kuda basin
Laut Banda yang membuka ke arah barat. Sistem Kepualaun Maluku
Selatan dibedakan menjadi busur dalam yang vulkanis dan busur luar non-
vulkanis. Busur dalam vulkanis terdiri dari pulau-pulau kecil
(kemungkinan puncak gunungapi bawah laut/seamout), seperti Pulau
Damar, Pulau Teun, Pulau Nila, Pulau Serua, Pulau Manuk, dan
Kepulauan Banda. Busur luar non-vulkanis terdiri dari beberapa pulau
yang agak luas dan membentuk kompleks-kompleks kepulauan, antara
lain Kepulauan Leti, Kepulauan Babar, Kepulauan Tanimbar, Kepulauan
Aru, Kepulauan Kai, Kepulauan Watu Bela, Pulau Seram, dan Pulau
Buru.
Bagian tengah Basin Banda dibatasi oleh dua busur parallel, busur
dalam ditumbuhi oleh vulkan-vulkan aktif, sedangkan busur luar tidak
vulkan muda. Basin Banda terdiri dari bagian utara dan selatan. Basin
Banda Utara terletak antara Sulawesi dan Pulau Buru, sedangkan Basin
Banda Selatan terletak antara Batu Tara di bagian barat (sebelah utara
Lomblen) dan Manuk di bagian timur. Basin Banda Selatan dipisahkan
oleh Vulkan Api yang berada di tengahnya sehingga menjadi dua bagian,
yaitu bagian barat dan timur. Pada bagian timur dikelilingi oleh Busur
Banda (Basin Banda Tengah), sedangkan bagian barat berupa flatform laut
dalam. Basin Banda tengah mempunyai garis tengah 400 km antara Pulau
Damar dan Pulau Buru yang berarah tenggara-baratlaut dan antara Vulkan
Api dan Banda yang berarah baratdaya-timurlaut. Pada bagian utara Basin
Banda Tengah dijumpai beberapa kompleks cekungan yang memanjang.
Punggungan atau igir Laymes dan Siboga tidak mencapai permukaan laut,
7
hanya beberapa pulau karang dari pulau-pulau Lacipan dan Schildpad yang
muncul diatas permukaan laut. Antara igir Laymes dan Buru memiliki
kedalaman 5000 m dan kedalamannya maksimum 5400 m, disebelah barat
Damar.
Di bagian barat Basin Banda Selatan mempunyai ketinggian 282 m
dan muncul dari dasar laut yang mempunyai kedalaman 4500 m. Bentukan
flatform laut dalam di bagian barat ini bergabung ke arah barat dan
baratlaut menjadi sejumlah parit. Dari laut yang dalam ini arahnya sejajar
dengan Busur Alor kea rah barat di sebelah utara Flores melintasi sebuah
igir sampai ke laut dalam Flores. Cabang yang lain melengkung secara
teratur dan berangsur-angsur kedalamannya menuju ke Teluk Bone antara
lengan Selatan dan tenggara Sulawesi. Basin Banda Tengah dikelilingi oleh
Busur Banda pada sisi selatan, timur, serta utara. Busur ini terdiri dari
sejumlah igir yang membentuk rangkaian searah, busur-busur ini diketahui
berdasarkan hasil pemetaan dan ekspedisi Snellius.
Dengan demikian ternyata busur dalam terdiri dari beberapa igir
dan ketinggian menyerupai kubah yang tersusun dalam satu rangkaian.
Perubahan posisi tersebut terdapat geantiklin yang secara umum
menunjukkan adanya proses pelengkungan yang intensif dari busur dalam
Kepulauan Sunda Kecil yang berarah menuju timur hingga barat dan
bergeser ke timurlaut dan utara sehingga akhirnya kembali ke baratlaut dan
barat.
Maluku Selatan merupakan bagian dari Pulau Maluku yang
tersusun dari endapan laut dangkal yang diperkirakan berumur Pliosen-
Plistosen sampai Holosen. Sejarah terbentuknya Maluku Selatan ialah pada
Zaman Miosen bawah, hal ini dibuktikan dengan pengendapan batu
gamping dan napal yang berlangsung sampai Zaman Miosen tengah. Pada
Zaman Miosen atas hingga Pliosen bawah terjadi pengangkatan yang
berakibat zona pengendapan berubah menjadi laut dangkal dengan adanya
pengendapan napal dan batu gamping yang termasuk Formasi Manumbai.
Sehingga batuan penyusunnya terdiri dari batu gamping, napal, dan
endapan alluvium.
8
Formasi Geologi Pulau Seram Pulau Seram termasuk ke dalam
mandala kepulauan Maluku. Bentuk fisiografi daerah ini merupakan
perbukitan bergelombang kuat yang terbentuk oleh aktivitas tektonik yang
terjadi di daerah ini. Gaya tektonik tersebut degan arah utama hamper
utara–selatan mengakibatkan terjadina proses pengangkatan yang
membentuk perbukitan yang memanjang timur – barat, perlipatan yang
diiringi dengan proses pembentukan sesar naik dan sesar geser. Perbukitan
yang berada di bagian tengah pulau yang diapit oleh daerah pedataran di
bagian utara dan selatan. Puncak tertinggi adalah Gunung Binaya dengan
ketinggian ± 3.027 meter di atas permukaan laut (mdpl). Sungai-sungai
yang mengalir dari bagan tengah ke arah selatan di antaranya Sungai Kawa,
Sungai Nusulahu, Sungai Salame, Sungai Nua, Sungai Jage, Sungai
Walalia, Sungai Wolu, Sungai Fuwa, Sungai Kaba, dan Sungai Taluarang.
Selain itu terdapat Sungai Mual, Sungai Isal, Sungai Sariputih, Sungai
Samal, dan Sungai Kobi mengalir dari bagian tengah ke arah utara. Pulau
ini dibatasi oleh Laut Seram di bagian Utara dan Laut Banda di bagian
Selatan.
Wilayah Pulau Seram dan Pulau Ambon merupakan bagian dari
Busur Banda. Berdasarkan data stratigrafi kedua pula tersebut
menunjukkan perkembangan tektonik dari Paleozoik sampai Miosen.
Perkembangan tektonik pada kedua pulau sangat erat dengan
perkembangan tektonik tepi benua Australia. Interaksi konvergen antara
lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik pada Miosen Akhir yang
diikuti oleh rotasi Kepala Burung berlawanan arah jarum jam pada Mio-
Pliosen telah menyebabkan perkembangan tektonik kedua kawasan itu
berbeda, sehingga unit litologi dari Pulau Seram dan Ambon dapat
dibedakan menjadi Seri Australia dan Seri Seram. Batuan sedimen tertua
di Pulau Seram adalah Formasi Kanikeh yang diendapkan di neritik luar,
berupa batupasir dan mudstones dan secara tidak selaras terdapat di atas
batuan beku dan batuan metamorfik (basement). Umur dari Formasi
Kanikeh adalah Trias Tengah–Trias Akhir. Di atas Formasi Kanikeh secara
gradasi terdapat Formasi Saman-Saman yang berupa batu gamping.
9
Kemudian secara menjari di atas Formasi Saman-Saman terdapat Formasi
Manusela yang berupa batugamping dan diendapkan pada lingkungan
neritik–batial. Kompleks Salas diendapkan di outer shelf–bathyal, yang
terdiri dari batulempung, mudstones, dan mengandung klastik, bongkah,
dan blok dari batuan sebelum mengalami pengangkatan. Selain Kompleks
Salas, erosi dari pengangkatan batuan di Pulau Seram ini juga
menyebabkan diendapkannya Formasi Wahai yang berupa endapan klastik
di outer shelf – bathyal pada Pliosen – Awal Pleistosen. Di atas Formasi
Wahai, terdapat Formasi Fufa yang merupakan endapan laut dangkal (zona
neritik) dari erosi ketika proses pengangkatan masih berlangsung pada
Awal Pleistosen. Formasi Wahai terdiri dari mudstones, batulempung,
batupasir, batulanau, konglomerat, dan batugamping.
Fomasi Geologi Pulau Buru Pulau Buru yang terdiri dari Kabupaten
Buru dan Buru Selatan merupakan salah satu kawasan di luar busur banda
(jalur gunungapi) dengan formasi geologi bervariasi antara batuan sedimen
dan metamorfik. Dalam Peta sketsa geologi Pulau Buru dan Pulau Seram,
ditemukan 3 (tiga) material utama penyusun Pulau Buru. Ketiga formasi
dimaksud berada pada bagian selatan, utara dan formasi deposisi di bagian
timur laut, yang masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Batuan Sedimen di bagian selatan yang kebanyakan dijumpai pada
tempat-tempat dengan permukaan air yang dangkal.
2. Batuan Metamorfik yang mirip dengan tipe batuan benua yang meliputi
filit, batu sabak, sekis, arkose serta greywacke meta yang dominan
berada pada bagian utara Pulau Buru
3. Endapan Batuan sedimen berumur neogen bagian atas ditemukan pada
bagian timur laut sekitar Kawasan Waeapo tersusun dari endapan
Aluvium dan Kolovium berupa bongkahan, kerikil, lanau, konglomerat,
lumpur dan gambut. Sedangkan di sepanjang pantai utara terdapat jalur
endapan pantai dan aluvio-kolovium yang diselingi dengan terumbu
karang angkatan (uplifed coral reef). Keberadaan sesar pada masing-
masing pulau akan berpengaruh terhadap potensi gerakan tanah dan
longsor.
10
Stratigrafi Maluku
1. Halmahera
Sejarah stratigrafi Halmahera merupakan hasil dari patahan dan
pengangkatan dan sedimen-sedimen hasil fluktuasi genang laut. Sedimen-
sedimen tersebut berpotensi sebagai batuan induk, reservoir, dan batuan penutup,
yang penting dalam pembentukan dan penjebakan hidrokarbon. Salah satu lokasi
yang distratigrafikan di wilayah Halamahera adalah Cekungan Kau Bay.
Stratigrafi Cekungan Kau Bay diendapkan diatas batuan dasar berumur Jurasik.
Litologi batuan dasarnya terdiri dari Ofolit. Sedimentasi cekungan ini diawali
dengan pengendapan secara tidak selaras. Batugamping Formasi Gau berumur
Kapur, batuannya tediri atas endapan Batupasir dan Batugamping. Diatas
Batugamping Formasi Gau diendapkan breksi Formasi Dodogo berumur
Paleosen. Pada umur Eosen Awal diatas Formasi Dodogo diendapkan Formasi
Paniti. Formasi Paniti ini memiliki endapan berupa Batupasir Konglomeratan,
Batulanau, Batulempung, Batugamping, dan dijumpai pula endapan Batubara.
Diperkirakan formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal. Pada umur
Eosen Tengah di Cekungan Kau Bay diendapkan Napal Formasi Onof.
Kemudian pada Awal Miosen diendapkan secara tidak selaras Formasi Jawali
dengan endapannya berupa Konglomerat yang berasal dari daerah Fluvial.
Formasi Subaim diendapkan diatas Formasi Jawali pada umur Miosen Awal-
Miosen Tengah yang terdiri dari endapan Batugamping massif dan perlapisan
Batugamping koral. Lingkungan paparan laut dangkal menjadi tempat
pengendapan Formasi ini.
Diatas Formasi Subaim diendapakan Formasi Soolat pada umur
Pliosen. Formasi ini terdiri dari endapan Batulempung gampingan dan perlapisan
Batugamping yang pada tempat-tempat tertentu dijumpai berlapis dengan
Batupasir dan Konglomerat. Batugamping Formasi Wasile diendapkan secara
selaras diatas Formasi Soolat yang terjadi pada umur Pliosen, dengan batuannya
berupa Batupasir Turbidit dan terdapat pula Konglomerat yang menggambarkan
bagian dari prograding kipas bawah laut. Pada umur Pliosen di Cekungan
Halmahera ini diendapkan Batugamping terumbu, dan kemudian diendapkan
alluvial pada umur Holosen.
11
Gambar 2.2 Stratigrafi Cekungan Kau Bay
Sumber: http://suarageologi.blogspot.com/2014/05/geologi-
cekungan-kau-bay.html
2. Pulau Taliabu
Susunan stratigrafi Pulau Taliabu yaitu di susunan paling bawah terdapat
Kompleks Batuan Malihan yang terdiri atas Sekis, Genes, Amfibolit, Argilit, dan
Kuarsit yang diperkirakan berumur Karbon. Ketebalan kompleks ini
diperkirakan lebih dari 1000 m. berdasarkan hasil pentarikhan radiometri, batuan
Malihan jenis Sekis satuan ini berumur 305 ±6 juta tahun atau Karbon. Secara
tidak selaras diatas Kompleks Malihan diendapkan Formasi Menanga yang
terdiri atas perselingan Batugamping Hablur, Batupasir Malih, Batusabak, dan
Filit. Tebal satuan Formasi Menanga diperkirakan 1000 m yang diendapkan
12
dalam lingkungan Fluviatil-laut dangkal yang juga diperkirakan berumur Perem.
Lokasi tipe berada di Sungai Menanga, Pulau Taliabu.
Formasi Menanga ditindih tak selaras oleh Batuan Gunungapi Mangole
yang dikuasai breksi gunungapi, tuf terkersikkan, dan ignimbrit. Terobosan
Granit Banggai terdiri atas Granit, Diorit Kuarsa, Granodiorit, dan Pegmatit yang
berumur Perem Akhir-Trias. Secara tak selaras di atas batuan Paleozoikum dan
Trias diendapkan Formasi Bobong yang terdiri atas Breksi, Konglomerat, dan
Batupasir Kuarsa di bagian bawah, dan perselingan serpih dan Batulempung-
Batulumpur di bagian atas. Pada tempat yang sama, terdapat lensa batugamping,
sisipan Batulanau, Bintal Pirit, dan lapisan Batubara. Berdasarkan fasies,
runtunan batuannya terdiri atas fasies darat sampai laut. Hadirnya lapisan
batubara menunjukkan bahwa satuan batuan Formasi Bobong ini diendapkan
dalam lingkungan fluviatil, peralihan, sampai laut dangkal, dan diduga berumur
Jura Awal-Tengah
Formasi Bobong tersebar luas di bagian barat, utara dan timur Pulau
Taliabu. Tebal formasi ini sekitar 2000 m dan terlipat dengan kemiringan lapisan
batuan rata-rata 20°-30°. Secara selaras dan sebagian menjemari di atas Formasi
Bobong diendapkan Formasi Buya yang terdiri atas serpih bersisipan Batupasir
dan Konglomerat, Bintal Batulempung gampingan, dan oksida besi. Keberadaan
fosil Foraminifera, Belemnit, dan Amonit terutama dalam batuan serpih
memberikan indikasi kisaran umur Jura Tengah - Akhir. Lingkungan
pengendapan Formasi Buya adalah lingkungan laut dalam sampai peralihan dan
lingkungan laut dangkal, dalam, sampai terbuka Tebal satuan ini diduga lebih
dari 1000 m. Formasi Buya secara selaras ditindih oleh Formasi Tanamu yang
terdiri atas napal, kelabu agatanahk kecoklatan, berlapis baik, dan tersebar di
bagian timur dan utara Pulau Taliabu. Para peneliti menjumpai adanya
batugamping kapuran dan serpih pada seri napal Formasi Tanamu ini. Formasi
ini berumur Kapur. Berdasarkan runtunan Napal yang berasosiasi dengan
Batugamping dan Batupasir, maka lingkungan pengendapan Formasi Tanamu
adalah garis pantai-laut dangkal. Tebal satuan batuan Formasi Tanamu sekitar
300 m.Secara tak selaras dan terpisah di atas Formasi Tanamu diendapkan
Formasi Salodik yang terdiri atas Batugamping dan Napal, sedangkan di Pulau
13
Mangole ada sisipan Batupasir pada runtunan Batugamping. Sebaran Formasi
Salodik di Pulau Taliabu dijumpai terutama di pantai utara bagian timur dan
bagian selatan, sedangkan di Pulau Sehu terdapat di seberang barat Pulau
Taliabu. Batugamping formasi ini berwarna kelabu terang yang sebagian
berlapis baik, sementara sisipan Batupasir, dan Napal, berwarna coklat, agak
padat dan agak keras, berlapis baik dengan ketebalan lapisan 1-10 cm
3. Pulau Seram
Pulau Seram termasuk ke dalam mandala Kepulauan Maluku. Bentuk
fisiografi daerah ini merupakan perbukitan bergelombang kuat yang terbentuk
oleh aktivitas tektonik. Gaya tektonik dengan arah utama yaitu utara-selatan
yang mengakibatkan terjadinya proses pengangkatan dan membentuk perbukitan
yang memanjang kea rah timur-barat, perlipatan yang diiringi dengan proses
14
pembentukan sesar naik dan sesar geser. Pulau Seram dan Ambon merupakan
bagian dari Busur Banda. Data stratigrafi menunjukkan bahwa perkembangan
tektonik bahwa kedua pulau tersebut berkembang dari zaman Paleozoik sampai
Miosen yang sangat erat hubungannya dengan perkembangan tektonik tepi
benua Australia. Interkasi konvergen antara Lempeng Eurasia, Indo-Australia
dan Lempeng Pasifik pada zaman Miosen Akhir diikuti oleh rotasi Kepala
Burung berlawanan arah jarum jam pada Mio-Pliosen telah menyebabkan
perkembangan tektonik kedua kawasan itu berbeda, sehingga unit litologi dari
Pulau Seram dan Ambon dapat dibedakan menjadi Seri Australia dan Seri
Seram.
Data stratigrafi menunjukkan bahwa paling kurang terjadi dua kali
kompresi tektonik dan dua kali continental break up yang berkaitan dengan
pembentukan Pulau Seram dan Ambon. Continental break up pertama diikuti
oleh kompresi tektonik pertama yang terjadi di zaman Paleozoikum. Kontraksi
kerak bumi yang terjadi setelahnya meletakkan batuan-batuan metamorfik
tingkat tinggi, seperti Granulit ke dekat peremukaan dan mantel atas tertransport
ke atas membenuk batuan-batuan Ultrabasa, sehingga pada Pulau Seram banyak
ditemukan mineral berupa Nikel. Setelah itu, terjadi erosi yang menyingkap
batuan-batuan metamorfik dan disusul dengan thermal subsidence yang
membentuk deposenter bagi pengendapan Seri Australia. Continental break up
yang kedua terjadi pada zaman Jura Tengah yang diikuti oleh pemekaran lantai
samudera. Peristiwa ini berkaitan dengan selang waktu tanpa sedimentasi dalam
Seri Australia pada zaman Jura. Kompresi terakhir terjadi pada Miosen Akhir,
kejadian ini sangat kritis bagi evolusi geologi Pulau Seram dan Ambon. Interaksi
konvergen yang terjadi menyebabkan Seri Australia mengalami thrusting,
pengangkatan orogenik, dan perlapisan sehingga berubah menjadi batuan
sumber bagi Pulau Seram.
15
Gambar 2.4 Stratigrafi Pulau Seram
Sumber: Zillman dan Paten, 1976
4. Pulau Buru
Secara umum batuan di Pulau Buru didominasi oleh batuan Malihan,
batuan Sedimen berupa Batugamping, Batupasir, dan Konglomerat. Batuan
tertua yang tersingkap adalah Sekis, dan batuan vulknaik yang tersingkap adalah
tuf sisipan lava (basaltik/andesitik). Pulau Buru termasuk sebagai mikro
kontinen dari Lempeng Australia dan baian dari Busur Banda bagian dalam yang
memiliki kodisi geologi yang kompleks. Daerah panas bumi Wapsalit yang
terletak di Kabupaten Buru, Maluku dibagi menjadi 4 satuan batuan, yakni
batuan metamorfik atau malihan, satuan Batulempung, satuan Undak Sungai,
dan satuan alluvium. Batuan metamorfik yang didominasi oleh Filit, Batusabak,
batu tanduk (hornfels), Kuarsit, Skiss, dan Arkosa. Penentuan umur radiometrik
dengan menggunakan mineral zirkon menunjukkan umur dari Kuarsit adalah
berumur Permian Akhir. Batulempung tersebar di daerah Metar yang berselang-
seling dengan Batupasir kasar dengan arah atau kemiringan sekitar N 275°E/15°-
16
N 310°E/10°, ditemukan pengarangan kayu warna hitam kecoklatan menyerupai
gambut yang mengindikasikan lingkungan pengendapan pada lingkungan darat.
Tebal dari Batulempung sekitar 20-150 cm. batupasir kasar berwarna
abu-abu kecoklatan, butiran sedang yang berbentuk kerikil, berstruktur sedimen
penghalusan kea rah atas (graded bedding). Tebal dari Batupasir antara 30-50
cm, satuan batuan ini diperkirakan berumur Kuarter Awal (Plistosen). Satuan
Undak Sungai tersebar di daerah Dusun Debu, Metar, Wae Tina, dan Wae Flan.
Litologi satuan ini didominasi oleh batuan sedimen rombakan berupa
Konglomerat berwarna coklat merah kehitaman, butiran mulai dari kerikil-
kerakal, serta terpilah dengan sangat buruk. Komponen/fragmen tersusun oleh
batuan metamorfik seperti Filit, Skiss, Sabak, Kuarsit, pasir, dan lempung.
Satuan ini menindih secara selaras dengan stauan Batulempung dan diperkirakan
berumur Kuarter Awal (Plistosen). Satuan Alluvium menempati sekitar dataran
Sungai Wae Apo yang tersusun olrh lempung, pasir, bongkahan batuan
metamorfik yang lepas-lepas dan berada di pinggir Sungai Wae Apo di mana
sungai ini merupakan sungai tua dengan gosong pasir (sand bar) yang luas.
Batuan Ubahan mengalami alterasi yang kemudian mengubah batuan asalnya
cenderung menjadi mineral lempung. Alterasi sendiri merupakan proses
hydrothermal yang terjadi pada batuan akibat reaksi antara fluida dengan batuan
asal yang biasanya dipengaruhi oleh suhu, tekanan, jenis batuan asal yang
berkomposisi fluida (khususnya pH). Batuan Ubahan yang terbentuk merupakan
hasil interaksi antara fluida yang dibawa oleh air panas melalui bidang
lemah/sesar yang mengalami kontak dengan batuan metamorfik/malihan jenis
Filit.
Hasil analisis Petrografi menunjukkan batuan metamorf yang terdapat di
Sungai Pemali dan Sungai Waemetar menunjukkan struktur foliasi filonit dan
skistose pada mineral Kuarsa dan grup mika, yang merupakan ciri khas pada
batuan Filit dan Skis. Sedangkan struktur granulose merupakan indikasi untuk
batuan Kuarsit yang didominasi oleh mineral Kuarsa. Sungai Pemali sendiri
tersusun oleh mineral-mineral lempung seperti Kaolinit, Hallyosit, Dickit, Illit,
dan mineral Alunit. Munculnya Ilit menunjukkan temperature pembentukannya
berada pada suhu yang cukup tinggi, yakni antara 240-300°C yang menunjukkan
17
tipe hydrothermal pada zona phyllic. Sedangkan munculnya mineral Alunit
menujukkan tipe hydrothermal pada zona advance argilic, mineral Alunit
biasanya berasosiasi dengan tipe air panas asam dengan kandungan sulfida
tinggi. Sedangkan mineral Kaolin, Hallyosit, dan Dickit menunjukkan
temperature pembentukan yang lebih rendah dan biasanya termasuk pada zona
hydrothermal agrilik.
Stratigrafi batuan dibagi menjadi 4 satuan dengan urutan dari ua ke muda,
terdiri dari batuan metamorf, satuan Batulempung, satuan Undak Sungai, dan
Alluvium. Batuan tertua berumur Permian Akhir. Peranan struktur Sesar
Waekedang yang berarah Baratlaut-Tenggara sangat penting sebagai control
geologi dan panas bumi di daerah manifestasi. Suhu tertinggi mencapai 101,3°C,
berada di Sungai Pemali termasuk sistem dominasi sumber air panas yang
diperkirakan berupa tubuh intrusi atau vulkanik yang belum muncul ke
permukaan.
A. Halmahera
Di bawah ini formasi-formasi yang terdapat di Halmahera, antara
lain:
18
1. Formasi Dorosagu, perselingan antara Batupasir dengan
Serpih Merah dan Batugamping. Formasi ini berumur
Paleosen-Eosen. Secara umum formasi ini sangat kompak
dan berlapis baik. Batupasir menjadi litologi yang dominan
menyusun, memiliki etebalan lapisan rata-rata 10 cm dan
terdapat banyak fosil foraminifera. Variasi dari batupasir ini
adalah batupasir gamping berbutir halus yang terdiri dari
feldspar, kuarsa, dan rombakan serpih merah; batupasir
greywacke yang mengandung rombakan batuan ultrabasa;
Batulanau gampingan memiliki tebal rata-rata 5 cm, dan
batupasir konglomeratan. Konglomerat dengan komponen
andesit, basalt serta batugamping, dan masa dasar pasir
gampingan. Batugamping berbutir halus hingga sedang,
terdapat fosil foraminifera bentonik besar, dan sedikit
glaukonit. Foraminifera yang diidentifikasi antara lain
Discocyclina sp, Operculina sp, Amphistegina sp,
asterocyclina sp, dan nummulites sp, yang menunjukkan umur
Paleosen-Eosen (Kadar 1976, komunikasi tertulis; dalam
Supriatna 1980). Sentuhan satuan batuan yang lebih tua berupa
ketidak selarasan, dan sesar naik. Ketebalan satuan ini lebih
kurang 400 meter. Nama satuan ini diambil dari Sungai
Dorosagu pada lengan timur laut Pulau Halmahera. Satuan ini
awalnya dinamakan seri Saolat oleh penemu bernama Bessho.
2. Formasi Tingteng, berupa Batugamping Hablur dan
Batugamping Pasiran, sisipan Napal dan Batupasir.
Batugamping Pasiran berwarna kelabu dan coklat, bersifat
kompak, sisipan Napal dan Batupasir, memiliki ketebalan 10-
30 cm, batuan ini berumur Akhir Miosen-Awal Pliosen.
Formasi ini tersebar di sekitar di sekitar Subaim, Dodaga, dan
Labi-labi dengan ketebalan kurang lebih 300 meter. Formasi
Tingteng terletak tidak selaras di atas Formasi Tutuli dan
mempunyai hubungan yang menjemari dengan Formasi Weda.
19
Nama satuan diambil dari nama Sungai Tingteng, di lengan
tenggara Halmahera.
3. Formasi Weda, berupa Batupasir berselingan dengan Napal,
Tufa, Konglomerat, dan Batugamping. Berdasarkan gabungan
fosil foraminifera Formasi Weda memiliki kisaran umur
Miosen Tengah hingga Pliosen. Ketebalan formasi kurang
lebih 650 meter dan memiliki hubungan menjemari dengan
Formasi Tingteng. Satuan ini semula di sebut seri Weda oleh
penemu bernama Bessho berdasarkan singkapan di Desa Weda
di lengan timur laut Pulau Halmahera.
4. Formasi Dodaga, berumur Kapur, tersusun oleh Serpih
berselingan dengan Batugamping dan sisipan Rijang. Selain
itu ditutupi pula oleh batuan yang berumur Paleosen-Eosen
yaitu Formasi Dorosagu, Satuan Konglomerat, dan Satuan
Batugamping.
5. Formasi Konglomerat, berkomponen batuan Ultrabasa, Basalt,
Rijang, Diorit, dan Batusabak. Tebalnya sekitar 100 m,
menutupi batuan Ultrabasa secara tidak selaras, berumur
Miosen Tengah-Pliosen Awal.
6. Formasi Bacan (Tomb), terdiri dari lava, breksi, dan tufa
dengan sisipan Konglomerat dan Batupasir. Breksi gunungapi,
kelabu kehijauan dan coklat, umunya terpecah, mengandung
barik kuarsa yang sebagian berpirit. Lava bersusunan Andesit
Horblende dan Andesit Piroksen yang berwarna kelavu
kehijauan dan coklat, umumnya sangat terpecah dan terubah,
terpropilitkan dan termineralkan. Konglomerat memiliki
warna kelabu kehijauan dan coklat, bersifat kompak,
mengandung barik kuarsa, memiliki komponen Basalt,
Batugamping, Rijang, Batupasir, dan setempat dengan batuan
Ultrabasa. Batupasir dari analisis fosil menunjukkan umur
Oligosen-Miosen Bawah dan lingkungan litoral.
Di Halmahera terdapat beberapa satuan geologi yang berasal dari
20
batuan beku. Satuan-satuan tersebut diantaranya:
a. Satuan Batuan Ultrasa, terdiri dari Serpentinit, Piroksenit, dan Dunit
yang umumnya berwarna hitam kehijauan, bersifat rapuh atau mudah
pecah, terbreksikan mengandung Asbes dan Garnierit. Satuan batuan
ini memiliki hubungan dengan satuan yang lebih muda, berupa
bidang ketidak selarasan atau bidang sesar naik.
b. Satuan Batuan Beku Basa, teriri dari Gabro Piroksen, Gabro
Horblende, dan Gabro Olivin. Semua batuan tersebut tersingkap di
dalam Batuan Ultrabasa.
c. Satuan Batuan Intermediet, terdiri dari batuan Diorite Kuarsa, dan
Hornblende. Semua batuan tersebut tersingkap di dalam Batuan
Ultrabasa.
B. Pulau Seram
Batuan sedimen tertua di Pulau Seram adalah Formasi
Kanikeh yang diendapkan di neritik luar, berupa Batupasir, serpih
Batulanau, sisipan Konglomerat dan Batugamping yang secara tidak
selaras terdapat di atas batuan beku dan batuan metamorfik
(basement). Umur dari Formasi Kanikeh adalah Trias Tengah–Trias
Akhir. Di atas Formasi Kanikeh secara gradasi terdapat Formasi
Saman-Saman yang berupa batu gamping. Kemudian secara menjari
di atas Formasi Saman-Saman terdapat Formasi Manusela yang
berupa Batugamping dan diendapkan pada lingkungan neritik–
batial.Kompleks Salas diendapkan di outer shelf–bathyal, yang
terdiri dari Batulempung, mudstones, dan mengandung klastik,
bongkah, dan blok dari batuan sebelum mengalami pengangkatan.
Selain Kompleks Salas, erosi dari pengangkatan batuan di
Pulau Seram ini juga menyebabkan diendapkannya Formasi Wahai
yang berupa endapan klastik di outer shelf–bathyal pada Pliosen–
Awal Pleistosen. Di atas Formasi Wahai, terdapat Formasi Fufa
yang merupakan endapan laut dangkal (zona neritik) dari erosi
ketika proses pengangkatan masih berlangsung pada Awal
21
Pleistosen. Formasi Wahai terdiri dari mudstones, Batulempung,
Batupasir, Batulanau, Konglomerat, dan Batugamping.
C. Pulau Buru
Pulau Buru yang terdiri dari Kabupaten Buru dan Buru
Selatan merupakan salah satu kawasan di luar busur banda (jalur
gunungapi) dengan formasi geologi bervariasi antara batuan
sedimen dan metamorfik. Dalam Peta sketsa geologi Pulau Buru dan
Pulau Seram, ditemukan 3 (tiga) material utama penyusun Pulau
22
Buru. Ketiga formasi dimaksud berada pada bagian selatan, utara
dan formasi deposisi di bagian timur laut, yang masing-masing dapat
diuraikan sebagai berikut:
• Batuan Sedimen di bagian selatan yang kebanyakan dijumpai pada
tempat-tempat dengan permukaan air yang dangkal,
23
Gambar 2.5 Formasi Geologi Pulau Buru
Sumber: http://sibasripi-pupr.pu.go.id/assets/files/profil/Profil%20Maluku.pdf
Secara umum, wilayah Maluku Selatan memiliki berbagai
formasi, diantaranya yaitu:
1. Formasi Amasing, berupa Batupasir tufaan, berselingan dengan
Batulempung dan Napal, bersisipkan Batugamping. Batupasir
tufaan berwarna kelabu kehijauan, berpilah sedang,
berkomponen utama Kuarsa, Feldspar, dan sedikit Bijih
Mineral, bermasa dasar Tufa. Batulempung dan Napal
berwarna kelabu kehijauan, bersifat agak kompak, mengandung
banyak fosil Foraminifora plangton. Hasil analisis fosil
menunjukkan Napal berumur Miosen Bawah sampai Miosen
Tengah.
24
2. Formasi Woi, berupa Batupasir, Konglomerat, dan Napal.
Batupasir tersebut berwarna kelabu, berpilah sedang, dan
bermasa dasar Tufa. Konglomerat berwarna kelabu,
mengandung kerakal Andesit, Basal, dan Batugamping. Napal
berwarna kelabu, mengandung fosil Foraminifora dan Moluska,
bertempat sama dengan Lignit. Fosil Foraminifora
menunjukkan umur Miosen Atas sampai Pliosen yang
berlingkungan Sublitoralbatial. Formasi ini memiliki tebal
antara 500-600 m.
3. Formasi Anggai, berupa Batugamping dan Batugamping
Pasiran, bersifat pejal atau padat. Fosil Foraminifora
menunjukkan umur Miosen Atas sampai Pliosen. Formasi ini
tersebar di timur Pulau Obi. Ketebalannya kurang lebih 500 m.
Formasi Anggai ini menjemari dengan Formasi Woi.
4. Formasi Bobong. Formasi ini tersebar luas di bagian barat,
utara, dan timur Pulau Taliabu. Tebal formasi ini sekitar 2000
m, dan terlipat dengan kemiringan lapisan batuan rata-rata 20°-
30°. Formasi Buya secara selaras terendapkan dan sebagian
menjemari di atas Formasi Bobong yang terdiri atas serpih
bersisipan Batupasir dan Konglomert, Bintal Batulempung
gampingan, dan oksida besi. Keberadaan fosil Foraminifera,
Belemnit, dan Amonit terutama dalam baruan serpih
memberikan indikasi kisaran umur Jura Tengah-Akhir.
Lingkungan pengendapan Formasi Buya adalahlingkungan laut
dalam sampai peralihan dan lingkungan alt dangkal, dalam,
sampai terbuka. Tebal satuan ini diduga lebih dari 1000 m.
5. Formasi Buya secara selaras ditindih oleh Formasi Tanamu
yang terdiri atas Napal yang berwarna kelabu agak kecoklatan,
berlapis baik, dan tersebar di bagian timur dan utara Pulau
Taliabu. Para ahli menjumpai adanya Batugamping kapuran
dan serpih pada seri Napal Formasi Tanamu ini. Formasi ini
berumut Kapur. Berdasarkan runtutan Napal yang berasosiasi
25
dengan Batugamping dan Batupasir, maka lingkungan
pengendapan Formasi Tanamu adalah garis pantai-laut. Tebal
satuan batuan Formasi Tanamu sekitar 300 m.
26
beberapa ribu meter.
Arah garis dari fisiografis daerah ini diuraikan seperti,
Ujung barat laut berupa punggungan bawah laut yang
menghubungkan ujung selatan Mindanau dengan Minahasa (lengan
utara Sulawesi), terdiri dari pulau vulkanis Serangani (termasuk
Filipina), Kepulauan Kawio (sejumlah terumbu karang kecil), dan
pulau-pulau vulkanis Sangihe. Rangkaian pulau vulkanis tersebut
disebut pegunungan Sangihe, yang menghubungkan lengan utara
Sulawesi. Selanjutnya berupa depresi yang menbentang dari Teluk
Davao di Mindanau kearah selatan melalui Palung Sangihe menuju
basin Gorontalo. Basin Gorontalo ini membelok ke barat masuk ke
Teluk Tomini, yang memisahkan lengan utara dan timur Sulawesi.
Zona Samar-Diuata merupakan zona yang terangkat
reliefnya sedikit rumit, membentuk pegunungan timur dari
Mindanao, tenggelam kea rah selatan sampai palung Sangihe. Zona
ini dihubungkan oleh punggungan yang sempit terdiri dari pulau
Palmas (Miangas) dengan dataran pulau-pulau Talaud dan Nanusa.
Punggungan ini membentuk ambang antara palung Filipina dan
palung Sangihe. Secara garis besarnya Zona Samar-Diuata letaknya
lurus bersambung dengan Zona Talaud-Mayu.
Dataran Talaud bersambungan dengan daerah terangkat
yang lebarnya 75 km, yang membentang ke arah selatan pada
konfigurasi dasar laut Maluku. Daerah yang tarangkat ini biasa
disebut dengan punggungan Mayu, karena sebagai pusatnya berupa
pulau yang bernama Mayu. Punggungan Mayu tersusun karena
adanya punggungan yang sejajar sehingga menunjukkan
kenampakan sebagai sebuah Antiklinorium. Terdapat ada dua sumbu
depresi yang satu terletak di sebelah selatan Kepulauan Talaud
(antara Basin Sangihe dan Basin Morotai), dan yang lainnya didekat
ujung selatan (antara Basin Gorontalo dan Bacan).
Puncak tertinggi terletak dibagian tengah punggungan
tersebut, yaitu antara Manado dan Ternate. Bagian itu menerobos
27
Punggungan Mayu di tempat ini dan tersusun menjadi satuan-satuan
yang di urutkan dari barat ke timur, seperti:
1. Sebuah parit tepi (± 2500 m).
2. Punggungan kira-kira 1200 m di bawah permukaan laut yang
dipisahkan oleh adanya parit (± 2000 m) yang bersambung, dari
bagian utara Pulau Mayu dan selatan dari Tidore.
3. Sebuah parit lain yang dalamnya (> 2500 m) ke arah timur yang
diikuti oleh punggungan bawah laut 1500 m di bawah
permukaan laut.
4. Pada akhir dasar laut turun ke Palung Ternate dan di tengah-
tengah antara Pulau Mayu dan Ternate yang dalamnya 3500 m.
Punggungan yang tenggelam ini menuju ke arah selatan dan
mempunyai depresi yang dalamnya (> 2000 m)
28
sepanjang sisi timurnya hal ini dikuatkan dengan kenyataan yang
berhubungan dengan palung itu, tepi-tepi yang membatasi cekungan
ini tampak agak membalik. Bagian tengah dari puncak punggungan
Snellius itu dihubungkan dengan punggungan Talaud-Mayu oleh
sebuah punggungan yang didalamnya > 2000 m. Rantai punggungan
itu adalah sebuah ambang antara palung Talaud dan Morotai
selanjutnya bagian tengah puncak punggungan Snellius dapat
dipandang sebagai cabang punggungan Talaud-Mayu. Naiknya
secara kompleks dari dasar laut Maluku disepanjang sisi timur
dibatasi oleh pemerosotan yang membentang dari Basin Morotai
melewati palung Ternate ke Basin Bacan. Basin Bacan dan Obi
dipisahkan oleh satu cabang ke timur dari Basin Bacan yang
dalamnya 1000-2000 m.
29
Tidore, Mare, Moti, dan Makian. Pulau Makian merupakan pulau
vulkanik yang berada paling selatan dari jalur ini. Wilayah ini juga
dapat ditemukan batuan vulkanis muda yang meluas ke arah barat
melalui Pulau Bacan menuju ke Pulau Kafiau. Zona vulkanis ini
membentang dari Sulawesi Utara ke pegunungan di sepanjang pantai
utara kepala burung Papua. Tempat ini juga ditemukan batuan
vulkanis neogen muda dan kuarter.
30
c. Palung antara : Palung Sangihe-Gorontalo
d. Busur luar : Punggungan Talaut-Mayu
Sistem Sangihe membentuk mata rantai antara busur samar
d Filipina dan lengan utara dan timur Sulawesi. Sistem Ternate
tersusun dari satuan-satuan:
a. Palung belakang : Bagian umum kelompok Halmahera
b. Busur dalam : Zona Ternate
c. Palung antara : Palung-palung Morotai-Ternate-Bacan
d. Busur luar : Punggungan Snellius-Mayu-Obi
31
terletak di tengah-tengahnya. Bagian timur dikelilingi oleh Busur
Banda, sedangkan bagian barat berupa flatform laut yang dalam.
Basin Banda Tengah mempunyai garis tengah 400 km,
terletak antara Pulau Damar dan Buru (Tenggara-Baratlaut), dan
diantara gunungapi dan Banda (Barat daya-Timur laut). Pada bagian
utara Basin Banda Tengah terdapat beberapa punggungan dengan
arah dari Barat daya-Timur laut. Punggungan Luymes dan Siboga
yang tidak mencapai permukaan laut dan hanya beberapa pulau
karang dari pulau-pulau Lacipam dan Schilpad yang muncul di atas
permukaan laut. Antara punggungan Luymes dan Buru kedalamnya
mencapai 3.430 m, dasar laut bagian selatan ±5.000 m dan kedalam
maksimun 5.400 m, di sebelah barat Pulau Damar.
Pada bagian Barat Basin Banda Selatan gunungapi muncul
dari dasar laut yang mempunyai kedalaman 4500m. Bentukan
Flatfrom laut dalam dibagian barat ini bercabang kearah Barat dan
Barat laut menjadi sejumlah parit. Dari laut yang dalam ini arahnya
sejajar dengan busur alor kearah barat di sebelah utara Flores
melintasi sejumlah pegunungan sampai ke laut dalam Flores (-5130
m). cabang selanjutnya melengkung dan makin menjadi dangkal,
selanjutnya masuk ke Teluk Bone antara lengan selatan dan tenggara
Sulawesi. Sebuah cabang kecil melintas punggungan (3850 m)
menuju ke Palung Buton (4180 m). Akhirnya sejumlah parit yang
batasnya tidak jelas dengan arah barat laut – tenggara muncul diarah
kepulauan Tukang Besi dan Punggungan Luymes serta merupakan
penghubung antara bagian barat Basin Banda Selatan dengan Basin
Banda Utara. Basin Banda Utara seperti halnya bagian tengahnya 400
km dan kedalaman maksimum 5800 m. Basin Banda Tengah pada
posisi selatan, timur, dan utara di batasi oleh busur dalam Banda.
Busur ini terdiri dari sejumlah pegunungan.
Bagian barat daya busur dalam bukan merupakan
kelanjutan langsung dari busur dalam Nusa Tenggara. Tingginya
sumbu geantinklinal busur dalam ini menurun dari Pulau Wetar dan
32
melalui Pulau Romang kearah timur sampai pegunungan bawah laut
antar Damar dan Moa, dan berakhir pada Palung Weber. Punggungan
Damar yang arahnya barat daya – timur laut ditumbuhi gunung
Damar (868 m), Teon (655 m), Nila (781 m), dan Serua (641 m).
Punggungan ini tenggelam kearah utara dan dipisahkan oleh sebuah
parit yang dalamnya >3000 m, disini terdapat punggungan Manuk
(285 m) yang arahnya dari utara – selatan. Punggungan Manuk
tersebut di pisahkan terhadap kubah Banda (Api, 656 m) oleh sebuah
parit yang dalamnya >4000 m. sebuah taji tenggara dari kelompok
Banda ini tenggelam masuk ke palung Weber, sedangkan taji barat
laut yang melengkung kearah barat berakhir di sebelah selatan
Ambon. Jadi busur dalam itu terdiri dari beberpa punggungan dan
kubah yang berbentuk seperti puncak-puncak yang bersambung.
Perubahan kedudukan punggungan tersebut terjadi pada bagian
geantiklinal yang lengkung dari arah timur ke barat, pada busur dalam
Nusa Tenggara terus berubah menjadi arah timur laut, utara, dan
akhirnya kembali kearah barat laut dan barat. Bahkan di Ambon
arahnya sedikit kea rah timur laut-barat daya yang membentang pada
basin Manimpa sampai di Ambelau.
Antara busur dalam dan busur luar Banda terdapat palung
antara yang berbentuk sabit cembung kearah timur, yang disebut
dengan Palung Weber. Palung tersebut semakin dangkal kearah barat
laut sampai suatu punggungan Ambon. Disamping itu juga menjadi
lebih dangkal kearah barat daya bersambung dengan punggungan
bawah laut antara Damar dan Moa. Palung Weber dipisahkan dari
Basin Weber oleh ambang ini yang memiliki kedalaman 1480 m.
Antara busur dalam dan busur luar di sebelah barat terdapat Pulau
Kisar.
Busur luar Banda merupakan sebuah hasil dari
pengangkatan geantiklinal, mempunyai lebar 100-200 km. Tempat
endapan geosinklinal ini telah terangkat menjadi rangkaian
pegunungan dengan struktur yang berlebihan, akan tetapi tanpa
33
adanya gunungapi yang aktif. Di Seram, palung depannya memiliki
tinggi rata-rata 5000 m dan dipalung antara memiliki tinggi 6000 m.
Bagian timur (Kai) perbedaan tinggi rata-rata berturut-turut 4500 m
dan 7500 m. Ketinggian ini sedikit sesuai dengan tinggi dari Pulau
Seram, meskipun Seram merupakan deretan pegunungan yang
tingginya 3000 m, dan kelompok Kai hanya mencapai 800 m di atas
permukaan laut.
Bagian selatan busur laut banda ini merupakan sambungan
dari busur luar Nusa Tenggara. Busur ini dimulai di sebelah timur
Timor dengan unggungan sempit Leti-Sermata, selanjutnya diikuti
dengan bagian tertinggi dari lipatan Babar, dari tempat itu taji-taji
yang rendah menuju ke beberapa arah. Bagian timur busur Banda
terdiri dari Kepulauan Tanimbar-Kai. Bagian itu mempunyai lereng
dalam yang curam kearah palung Weber. Lebar geosinklinal tersebut
adalah 100 km pada kelompok Tanimbar dan bertambah menjadi 200
km pada Kepulauan Kai, menyempit lagi sampai 75 km pada jalur
punggungan bawah laut yang arahnya dari tenggara-barat laut dan
merupakan rangkaian penghubungan dengan Seram. Secara
kesuluruhan bagian timur ini menunjukkan cembungan kearah timur
seperti bentuk buan sabit dari palung Weber. Perluasan terutama
disebabkan oleh adanya pengankatan dasar laut pada palung depan
Aru di sebelah timur kelompok Kai.
Sepanjang puncak geantiklinal yang lebar ini terjadi sebuah
depresi memanjang yang lebarnya semakin bertambah sesuai dengna
panampang melintang busur geantiklinal tersebut. Pada kelompok
Tanimbar, depresi menengah panjangnya hanya beberapa puluh
kilometer, yang melebur sampai 100 km pada kelompok Kai,
kemudian menyempit lagi sampai graben Masiwang-Bobot dari
sebelah timur Seram. Bagian timur busur laut itu dibagi menjadi zona
dalam dan zona luar oleh sebuah jalur yang relatif menurun pada
puncaknya. Zona dalam membujur dari Wuliaru (183 m), sepanjang
Pulau Molu (274 m) sampai Kur (423 m), lebih jauh melintasi Tiur
34
(376 m), Kasiui (362 m), Watubela, Manawoke, Pulau Panjang dan
Seram laut dengan Geser sampai ke Taji Tenggara Seram, rangkaian
kepulauan kecil ini membatasi palung antara itu di sepanjang sisi
timurnya. Zona luar dapat diikuti sampai Slaru melalui Yamdena dan
Sofiani sampai Nuhucut atau Kai Besar. Hubungannya dengan timur
laut Seram kurang jelas karena disini rangkaian luar ini terpotong
oleh perluasan palung depan yang kea rah timur (Palung Aru).
Bagian utara busur laut banda terdiri dari Pulau Seram,
Boano, Kelang, Manipa, dan Buru. Pulau Seram adalah pulau
terbesar yang mempunyai luas (17152 km2), panjang 340 km, lebar
70 km dan mempunyai puncak tertinggi di Gunung Binaya yang
mempunyai ketinggian 3055 km. Adanya depresi busur laut banda
ditunjukan oleh Graben Masiwang-Bobot yang berada disebelah
timur Seram, kearah barat berupa depresi Teluk Taluti Lembah Kawa
- Lembah Ruatan – Teluk Elpaputih – Lembah Tala. Rangkaian
dalam bagian timur itu bersambung dengan pegunungan-pegunungan
rendah yang melewati Seram di sebelah selatan Graben Masiwang-
Bobot (723 m), rangkaian pegunungan Z atau Wallace (1260 m).
pada daerah Seram rangkaian luar ditunjukan oleh pegunungan-
pegunungan yang membentuk huruf X arahnya sedikit ke tenggara-
barat laut (Binaya, 3055 m) dan pegunungan Lumute (1373 m) yang
arahnya sedikit ke timur laut-barat daya.
35
Gambar 2.6 Busur Banda
Sumber: listianiesterhutomo.blogspot.com
Sebelah barat Teluk Piru pola struktur Seram menjadi lebih
teratur. Semenanjung Hoamoal di batasi oleh patahan-patahan yang
arahnya kurang lebih ke utara-selatan. Pulau Boano, Kelang, dan
Manipa merupakan sebuah busur arah timur laut-barat daya antara
Seram dan Buru. Pada ujung selatan Hoamoal dan Kelang terdapat
batuan vulkanis muda seperti yang ada di Ambon. Pulau Buru
mempunyai luas 9599 km2, panjang 140 km, lebar 90 km, dan puncak
tertinggi yaitu Gunung Kapalamada (2429 m). Struktur fisiografis
Buru kurang jelas bila dibandingkan dengan Seram, di Pulau Buru
dapat dibedakan menjadi tiga blok pegunungan yang dipisahkan oleh
lembah-lembah struktural yaitu:
1. Blok Timur, suatu massif di sebelah barat dengan Kapalamada
tingginya lebih dari 2.000 m, sebelah timur di batasi oleh adanya
depresi dari Sungai Nibe – Danau Rana – Sungai Wala yang
arahnya timur laut-barat daya.
2. Blok Tengah, muncul setinggi 1.000 m yang terletak antara
36
lembah-lembah struktural depresi dari depresi dengan arah timur
laut-barat daya yang dibentuk oleh Teluk Kayeli dan Lembah
Apu.
3. Blok Tenggara, dibentuk oleh rangkaian Wulna yang arahnya
timur laut-barat daya yang mencapai ketinggian 1.731 m pada
Gunung Batak Bual. Rangkaian itu dipisahkan oleh busur
Menipa, Kelang dan Boano oleh bagian utara basin Manipa.
Pulau Buru dihasilkan dari adanya pengangkatan kerak
bumi yang berbentuk kubah yang dikelilingi oleh 4 basin:
1. Basin Manipa, disebelah tenggara Buru, kedalamannya 4369 m
dengan sebuah pengangkatan yang berbentuk karucut di bagian
tengah. Mungkin merupakan sebuah volkan yang tenggelam atau
volkan yang berada di bawah laut.
2. Basin antara Buru dan punggungan Luymes, yang mempunyai
kedalaman 5330m.
3. Basin Banda Utara, berada di Barat Pulau buru yang mempunyai
kedalaman 5290 m.
4. Basin Buru, berada di sebelah utara Pulau Buru, dengan
kedalaman maksimum 5319 m.
Sudut barat laut Pulau Buru dihubungkan oleh punggungan
bawah laut meskipun ditempat tersebut kedalamannya >3000 m
dengan Pulau Sanana dari Kepulauan Sula. Sudut barat daya
dihubungkan dengan punggungan Luymes oleh pengankatan dasar
laut yang kedalamannya >3000 m.
Palung depan busur banda, busur laut banda dibatasi oleh
sebuah palung depan yang khusus, dimulai di sebelah tenggara
kepulauan Tanimbar dengan sebuah palung yang sempit (lebar 30 km
dan dalamnya 1690 m) membujur kearah utara masuk kedalam
palung Aru yang berbentuk bundar (-3680 m). tempat ini berbentuk
sabit dari Palung Weber cembung kearah timur melingkungi bentuk
Palung Aru tersebut.
Pada sisi baratnya yang cekung, sebuah pengangkatan
37
dasar laut sampai (-530 m) disebelah timur Pulau Kai yang
memotong kerangkanya yang teratur pada sisi utaranya Semenanjung
Kumawa di kepala burung Papua dengan Pulau Adi yang merupakan
cembungan dalam kerangka palung Aru. Palung depan bagian timur
laut dan utara busur laut banda dibentuk oleh Laut Seram, merupakan
geosinklinal yang mempunyai lebar 80 km dan kedalamannya >2000
m. Kearah barat palung depan tersebut bersambung dengan Palung
Buru yang dalamnya (-5319 m).
2.1.3 Ekoregion Maluku
38
Gambar 2.7 Peta Ekoregion Maluku
39
1. Dataran Marine Maluku
40
Satuan Karakteristik Satuan Ekoregion Kepulauan Maluku
Ekoregion
No
Kepulauan Parameter Deskripsi Satuan Ekoregion
Maluku
Tersebar di Pulau Halmahera, bagian barat
Pulau Taliabu, bagian timur dan barat
Lokasi dan
Pulau Seram, bagian barat Pulau Yamdena
Luas Area
dan di seluruh Pulau Aru. Dengan luas
2.284,96 km2
Beriklim tropika basah, suhu udara rata-
Klimatologi rata 26‐28 oc. Curah hujan tahunan 1.500‐
2.500 mm.
Tersusun oleh material alluvium marine.
Tersebar di wilayah dataran di tepi marine,
Geologi
terutama pada zona tektonik busur muka
dan busur cincin api.
Elevasi berkisar <50 m dpal. Relief dan
lereng: datar/berombak/bergelombang,
dengan amplitude relief antara 0-50 m, dan
Geomorfologi kemiringan berkisar <15 %. Terbentuk
oleh proses deposisi sedimen di tepi
marine yang terangkut oleh arus laut
sepanjang marine dan gelombang.
Sungai bersifat perennial, fluktuasi air
Dataran
Hidrologi sungai tergantung pada musim dan pasang-
Marine
1 surut
Maluku
(M) Tanah Aluvial yang berasal dari bahan
alluvium marine yang berdrainase buruk,
dibeberapa tempat dijumpai tanah yang
Tanah dan mengandung bahan sulfidic dengan tingkat
Penggunaan kesuburan yang pada umumnya rendah.
Lahan Tipe penutup/penggunaan lahan agak
beragam, seperti hutan mangrove, ladang,
permukiman, dan sebgaian masih berupa
semak-belukar.
Barringtonia asiatica, Terminalia catappa,
CalopHyllum inopHyllum, Hibiscus
tiliaceus, Casuarina equisetifolia, dan
Pisonia grandis. Selain spesies pohon
tersebut, ternyata terdapat juga spesies
Hayati (Flora pohon Hernandia peltate, Manilkara kauki,
- Fauna) dan Sterculia foetida. Vegetasi Air Masin,
Vegetasi Air Masin Pamah, Vegetasi
Monsun Air Masin, Vegetasi Monsin Air
Masin Pamah, Vegetasi Monsun Lahan
Kering Pamah. Banyak dijumpai jenis-
jenis endemic di kepulauan ini.
41
Masyarakat yang tinggal di wilayah
dataran marine ini umumnya nelayan dan
Kultural berladang, dan agak tertinggal
(Sosial pendidikannya, baik disebabkan oleh
Budaya) karena minimnya aksesbilitas atau masih
terbatasnya sarana dan prasarana
pendidikan.
Kerusakan ekosistem mangrove,
petumbuhan permukiman, intrusi air laut,
Kerawanan
banjir, tsunami.
Lingkungan
Aspek perubahan iklim: kekeringan dan
banjir, intruisi air laut.
Bahan pangan (lahan
Penyediaan pertanian, perikanan
darat/tambak)
Perlindungan terhadap
Pengaturan
Jasa abrasi, tsunami
Ekosistem Estestika; Rekreasi/Wisata
Budaya
marine
Habitat berkembang biak
Pendukung (pemijahan ikan); habitat
mangrove.
Tabel 2.1 Karakteristik Dataran Marine Maluku
42
yang bervariasi. Tanah lain yang dapat dijumpai selain Tanah Aluvial
yaitu Tanah Podsolik yang berwarna merah kuning dengan tingkat
kesuburannya yang rendah. Tanah yan terbentuk di dataran ini
mempunyai kelas kemampuan lahan yang sedang, sehingga
menyebabkan dataran fluvial ini mempunyai beberapa ragam penutup
lahan seperti adanya sawah, ladang, permukiman, dan sebaian lagi
masih berupa semak-semak belukar.
43
Air permukaan dan air tanah melimpah,
Hidrologi
kualitas relative baik
Tanah Aluvial dengan berbagai kondisi
dengan tingkat kesuburan yang bervariasi,
tanah lain yang dijumpai yaitu Tanah
Tanah dan
Podsolik merah kuning yang memiliki
Penggunaan
tingkat kesuburan rendah. Mempunyai
Lahan
beragam pentupan/penggunaan ahan seperti
sawah, ladang, permukiman, dan sebgaian
masih berupa semak-belukar.
Vegetasi Monsun Air Mansin, Vegetasi
Monsun Lahan Kering Pamah, Vegetasi
Hayati
Monsun Rawa Air Tawar, Vegetasi Rawa
(Flora –
Air Tawar Pamah. Fauna di setiap pulau di
Fauna
Kawasan ekoregion ini banyak dijumpai
jenis-jenis endemic.
Masyarakat yang tinggal di wilayah dataran
fluvial umumnya bertani atau berladang.
Sebagian dari masyarakat yang tinggal di
Kultural
ekoregion ini agak tertinggal pendidikannya,
(Sosial
baik disebabkan karena minimnya
Budaya)
aksesbilitas atau masih terbatasnya sarana
dan prasarana pendidikan. Terkadang masih
terjadi konflik social.
Pencemaran air, banjir, konflik social,
Kerawanan kemiskinan dan kesehatan lingkungan
Lingkungan Aspek perubahan iklim: kekeringan dan
banjir
Bahan pangan (lahan
Penyediaan pertanian, perikanan darat air
tawar, sumber daya lahan)
Pencegahan bencana banjir,
Jasa Pengaturan pengaturan air, pengolahan
Ekosistem limbah, sedimentasi
Estetika (sawah); Rekreasi;
Budaya pendidikan/wisata alam
(bercocok tanam)
Pendukung Pengembangan peternakan
Tabel 2.2 Karakteristik Dataran Fluvial Maluku
44
3. Dataran Solusional/Karst
45
Satuan Karakteristik Satuan Ekoregion Kepulauan Maluku
Ekoregion
No
Kepulauan Parameter Deskripsi Satuan Ekoregion
Maluku
Terletak di bagian bawah perbukitan
Solusional/Karst, yaitu di bagian utara
Pulau Obi, Pulau Buru, bagian barat
Lokasi dan
Pulau Seram, bagian timur Kepulauan
Luas Area
Aru, menyebar di Kepualauan kai, dan
Paulau Moa, Pulau Lakor. Dengan luas
1.061,99 km2.
Beriklim agak kering, suhu udara rata-
Klimatologi rata 24-26 oc. Curah hujan tahunan
1.500-2.500 mm.
Geologi Batuan sedimen (batugamping).
Topografi berombak hingga
bergelombang, lereng landau < 8%,
Geomorfologi
proses peralutan batugamping masih
aktif. Singkapan batuan 10%.
46
Kerawanan Kekeringan, kekritisan lahan,
Lingkungan pencemaran air, subsiden gua karst.
Rekreasi,
Budaya
pendidikan/pelatihan
47
tanah tersebut mempunyai kesuburan yang rendah sampai sedang.
Tipe tanah ini mempunyai penggunaan lahan yang agak beragam
seperti, padang rumput, semak belukar, ladang, dan permukiman.
Dataran structural di Maluku ini berada di bawah kondisi iklim tropika
basah dengan suhu panas tropical yang mengakibatkan sumberdaya
air permukaan dan air tanah agak terbatas di musim kemarau dengan
kualitas yang baik.
Masyarakat yang berada di wilayah ini pada umumnya
bermata pencaharian seperti berladang dan beternak. Tingkat
pendidikan di sana sedikit tertinggal, karena minimnya aksesbilitas
dan masih terbatasnya sarana prasarana. Wilayah ini mempunyai
bentuk ancaman seperti adanya kekeringan dan tsunami untuk dataran
struktural yang menghadap ke marine selatan, tetapi wilayah ini
mempunyai jasa ekosistem sebagai lahan penggembalaan dan
pertanian untuk ketahanan pangan.
Satuan Karakteristik Satuan Ekoregion Kepulauan Maluku
Ekoregion
No
Kepulauan Parameter Deskripsi Satuan Ekoregion
Maluku
Dijumpai di bagian utara, tengah dan
selatan Pulau Halmahera, bagian utara dan
selatan Pulau Obi, bagian tengah Plau
Buru, bagian utara dan timur Pulau Taliabu,
Lokasi dan bagian selatan Pulau Sanana, bagian uatara
Luas Area dan barat Pulau Buru, bagian utara, tengah,
selatan Pulau Seram, di Kepulauan Kai,
Dataran hampr menyeluruh di Pulau Aru, bagian
Struktural barat Pulau Yamdena. Dengan luas
Kompleks 1.334,64 km2.
4 Kepulauan Beriklim tropika basah, suhu udara rata-rata
Sula – Bulu Klimatologi 24-28 oc. Curah hujan tahunan 1.500-2.500
– Seram mm.
(S32) Tersusun oleh batuan sedimen. Tersebar di
sekitar perbukitan dan pegunungan
Geologi
struktural, pada zona tektonik busur luar
dan cincin api.
Elevasi berkisar < 50m dpal. Relief dan
lereng: datar/ berombak/ bergelombang,
Geomorfologi
dengan amplitude relief antara 0-50 m, dan
kemiringan berkisar < 15%. Terbentuk oleh
48
proses tektonik dengan deformasi ringan
pada kulit bumi.
Ketersediaan air permukaan dan air tanah
baik pada musim hujan, nmaun terbatas
Hidrologi
pada musim kemarau, dan kualitas air
relative baik.
Tanah Lateritik yang memiliki kandungan
seskuioksida yang tinggi dan telah
mengalami pelapukan lanjut, tanah lain
yang dijumpai adalah Tanah Podsolik yang
Tanah dan
umumnya memiliki tingkat kesuburan
Penggunaan
sedang dengan bahan induk berasal dari
Lahan
sedimen batu liat. Tipe
penutup/penggunaan lahan agak beragam,
seperti padang rumput, semak belukar,
ladang dan permukiman.
Vegetasi Lahan Kering Pamah, Vegetasi
Lahan Pamah. Banyak dijumpau jenis-jenis
Hayati (Flora fauna endemic di setiap pulau di Kawasan
– Fauna) ekora ini, beberapa marga dari jenis
endemic merupakan biogeografi peralihan
antara Sulawesi-Maluku dan Papua.
Masyarakat yang tinggal di wilatah ini
umumnya berladang dan beternak,
Kultural sedangkan tingkat pendidikannya agak
(Sosial tertinggal, baik disebabkan karena
Budaya) minimnya aksesbilitas atau masih
terbatasnya sarana dan prasarana
pendidikan.
Kekeringan, dan tsunami untuk wilayah
Kerawanan
yang berada di marine selatan.
Lingkungan
Aspek perubahan iklim: kekeringan.
Pangan: (pertanian lahan
Penyediaan
kering)
Pencegahan bencana alam:
banjir lahar, kekeringan,
Pengaturan sedimentasi dan pengolahan
Jasa
limbah, pengaturan air
Ekosistem
(sumber minum, irigasi)
Budaya Pendidikan/penelitian
Habitat berkembangbiak:
Pendukung ladang pengembala satwa
(savanna)
Tabel 2.4 Karakteristik Dataran Struktural Kompleks Kepulauan Sula-Buru-
Seram
49
5. Dataran Vulkanik Kompleks Gamalama
Dataran Vulkanik ini tersusun oleh material vulkanik yang
terbentuk karena adanya deposisi lahar, deposisi awan panas, maupun
proses denudasi terhadap lereng kaki gunung berapi. Kelas ekoregion
ini mempunyai morfologi dengan kisaran elevasi sekitar < 50 meter,
dengan relief dan lereng yang datar/berombak/bergelombang, dengan
amplitudo relief dari 0-50 me, dan kemiringan berkisar <15 %,
ekoregion ini dapat kita temui di bagian utara dari Pulau Halmahera.
Tanah di wilayah ini didominasi oleh Tanah Latosol yang
berasal dari tuf vulkan tua dan Tanah Podsolik yang berasal dari bahan
sedimen yang dimana kedua tanah tersebut bersifat masam dengan
tingkat kesuburan yang rendah hingga tinggi. Tanah lain ditempat ini
sedikit cekung adalah tanah alluvial yang memiliki tingkat kesuburan
relative bervariasi. Tanah yang terbentuk di wilayah ini kaya akan
unsur hara dan mempunyai kelas kemampuan lahan yang tinggi,
dataran ini juga mempunyai macam penutup/penggunaan lahan,
seperti padang rumput, sawah, ladang dan permukiman.
Dataran vulkanik di Maluku mempunyai kondisi iklim
tropika basah dengan suhu panas tropikal yang menyebabkan
sumberdaya air permukaan dan air tanah cukup baik di musim
penghujan, tetapi persediaan air terbatas ketika musim kemarau.
Dataran ini mempunyai sungai besar yang dapat mengalir sepanjang
tahun (perennial) tetapi sebagian yang lain tidak ada aliran pada
musim kemarau (intermitten). Masyarakat disini pada umumnya
bermata pencaharian bertani atau berladang dan berternak. Ancaman
yang ada di wilayah ini adalah banjir lahar dan banjir bandang di
musim penghujan, tetapi kekeringan pada musim kemarau,
kemiskinan dan kesehatan lingkungan. Ekoregion ini mempunyai jasa
ekosistem seperti untuk wilayah pertanian dan peternakan yang bisa
mendukung ketahanan pangan.
50
Satuan Karakteristik Satuan Ekoregion Kepulauan Maluku
Ekoregion
No
Kepulauan Parameter Deskripsi Satuan Ekoregion
Maluku
Ekoregion ini dapat dijumpai di bagian
Lokasi dan
utara Pulau Halmahera. Denga luas 74,18
Luas Area
km2.
Beriklim tropika basah, suhu udara rata-rata
Klimatologi 24-26 oc. Curah hujan tahunan 2.000-2.500
mm.
Tersusun oleh produk vulkanik: batuan
beku luar dan pyroklastik. Tersebar di
Geologi
sekitar perbukitan dan pegunungan
vulkanik, pada zona tektonik cincin api.
Elevasi berkisar < 50m dpal. Relief dan
lereng: datar/berombak/bergelombang,
dengan amplitude relief antara 0-50 m, dan
Geomorfologi
kemiringan berkisar < 15%. Terbentuk oleh
proses vulkanik dan terkombinasi dengan
proses fluvial dan denudasional.
Ketersediaan air permukaan dan air tanah
baik pada musim hujan, namun terbatas
Hidrologi
pada musim kemarau, dan kualitas air
relative baik.
Dataran
Tanah didominasi Tanah Latosol dan
Vulkanik
Podsolik bersifat masam dengan tingkat
5 Kompleks
kesuburan rendah hingga tinggi, tanah lain
Gamalama
yang yang dijumpai adalah Tanah Aluvial
(V31)
Tanah dan yang umumnya dijumpi dibeberapa tempat
Penggunaan yang sedikit cekung dengan tingkat
Lahan kesuburan yang relative bervariasi.
Mempunyai beragam
penutupan/penggunaan lahan, seperti
padang rumput, sawah, ladang dan
permukiman.
Vegetasi Lahan Kering Pamah, Vegetasi
Hayati (Flora
Monsun Lahan Pamah, Vegetasi Monsun
– Fauna)
Lahan Kering Pamah.
Kultural Masyarakat yang tinggal di wilayah dataran
(Sosial vulkanik umumnya bertani atau berladang
Budaya) dan beternak.
Kekeringan, dan tsunami untuk wilayah
Kerawanan
yang berada di marine selatan, banjir pada
Lingkungan
saat musim kemarau.
Pangan (lahan pertanian),
Jasa permukiman, sumber daya
Penyediaan
Ekosistem lahan, keberadaan sumber
air (spring belt).
51
Pencegahan bencana alam:
banir lahar, kekeringan,
Pengaturan sedimentasi dan pengolahan
limbah, pengaturan air
(sumber minum, irigasi)
Budaya Pendidikan/penelitian
Ladang pengembalan
Pendukung
(peternakan)
Tabel 2.5 Karakteristik Dataran Vulkanik Kompleks Gamalama
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2013
52
Sumberdaya mineral disini berupa batu gamping golongan
C, sedangkan flora yang ada disini banyak didominasi oleh jati,
mahoni, sengon, dan anggrek. Masyarakat di wilayah ini bertani dan
berladang, sedangkan tingkat pendidikannya tertinggal. Ancaman
yang ada di ekoregion ini yaitu kekeringan karena terbatasnya air
permukaan, kekritisan lahan karena tipisnya solum tanah, atau
runtuhnya permukaan tanah karena dibawahnya terdapat gua kapur.
Jasa ekosistem yang ada di wilayah ini berupa penyerapan CO2 di
udara, sehingga bisa membantu dalam menurunkan pemanasan global
secara alami.
53
Tanah didominasi Tanah Renzina dan
Mediteran, pada umunya kesuburan
kimia cukup baik dan produktif. Tanah
Tanah dan yang dijumpai umumnya memiliki
Penggunaan solum yang tebal. Mempunyai tipe
Lahan penutup/penggunaan yang terbatas,
seperti hutan dan semak belukar serta
sebagian kecil berupa ladang dan
permukiman.
Vegetasi Solusional/Karst Lahan
Kering Pamah, Vegetasi
Solusional/Karst Lahan Pamah,
Vegetasi Monsun solusional/Karst
Lahan Pamah, Vegetasi Monsun
Hayati (Flora
Solusional/Karst Pegunungan Bawah,
– Fauna)
dan Vegetasi Solusiional/Karst
Pegunungan Bawah. Banyak jenis
endemic di Kawasan gugusan pulau-
pulau ekoregion ini diantaranya
merupakan jenis endemic.
Masyarakat yang tinggal di wilayah ini
umumnya bertani atau berladang,
Kultural sedangkan tingkat pendidikannya
(Sosial tertinggal, baik disebabkan karena
Budaya) minimnya aksesibilitas atau masih
terbatasnya sarana dan prasarana
pendidikan.
Kerawanan Kekeringan, kekritisan lahan,
Lingkungan pencemaran air, subsiden gua karst.
Air (Sungai bawah
tanah), pertanian lahan
kering, khususnya
Penyediaan ketela pohon, potensial
untuk hutan jati,
mahoni, sengon,
anggrek.
Pengaturan iklim,
Jasa pengaturan air (kaya
Ekosistem sumberdaya air berupa
Pengaturan sungai bawah tanah
yang mengandung
karbonat tinggi dan
bakteri colli).
Estetika, rekreasi
(wisata minat khusus
Budaya
kars-caving),
pendidikan (penelitian)
54
Habitat kelelawar,
Pendukung
wallet.
Tabel 2.6 Karakteristik Perbukitan Solusional/Karst Maluku
55
mempunyai jasa ekosistem sebagai tempat/habitat dari flora-fauna dan
lahan pertanian yang dapat mendukung ketahanan pangan.
56
Kawasan gugusan pulau-ppulau
ekoregion ini beberapa diantaranya
merupakan jenis endemic yang hanya ada
di pulau tersebut.
Masyarakat yang tinggal di wilayah ini
umumnya bertani atau berladang dan
Kultural mempunyai tingkat pendidikannya agak
(Sosial tertinggal, baik disebabkan karena
Budaya) minimnya aksesibilitas atau masih
terbatasnya sarana dan prasarana
pendidikan.
Kerawanan Longsor lahan dan tsunami pada lereng
Lingkungan kaki perbukitan yang berada di marine.
Air (sungai dengan debit
cukup besar), Pangan
Penyediaan
(pertanian lahan kering),
hutan.
Jasa
Pengaturan air
Ekosistem
Pengaturan (ketersediaan air dan
fungsi hidrologis hutan).
Budaya Pendidikan dan penelitian
Pendukung Habitat flora-fauna
Tabel 2.7 Karakteristik Perbukitan Denudasional Maluku
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2013
57
mempunyai kesuburan sedang dan tanah Podsolik tingkat kesuburan
rendah yang ditandai dengan pH masam, sedangkan Mediteran
kesuburan kimia cukup baik. Karakteristik ini menyebabkan
perbukitan di sini mempunyai tipe penggunaan lahan yang agak
beragam, yaitu hutan, semak belukar, ladang, dan permukiman.
Perbukitan ini berada pada kondisi iklim tropika basah dengan suhu
panas tropikal hingga sejuk. Sungai di perbukitan ini mempunyai debit
yang besar yang dapat dimanfaatkan menjadi sumberdaya listrik.
Sumber mineralnya berupa galian C dan mineral lainnya
yang mempunyai nilai ekonomi, namun mempunyai keanekaragaman
yang rendah. Masyarakat disini pada umumnya bertani dan berladang,
dan masih mempunyai tingkat pendidikan yang rendah dikarenakan
kurangnya sarana dan prasarana pendidikan. Ekoregion ini
mempunyai ancaman yaitu longsor lahan, penambangan. Ekoregion
ini mempunyai jasa ekosistem untuk habitat flora-fauna dan sebagian
untuk lahan pertanian yang dapat mendukung pangan di wilayah ini.
58
berkisar > 16%. Terbentuk oleh proses
tektonik sehingga perlapisan kulit bumi
mengalami perubahan bentuk akibat
adanya tekanan dan tarikan. Bentuk
struktur perlapisan yang dihasilkan antara
lain struktur lipatan, struktur patahan, dan
adanya terobosan magmatic yang
mengakibatkan pengangkatan kulit bumi
setempat yang membentuk struktur kubah,
atau struktur yang lainnya.
Aliran sungai perennial. Debit sungai pada
Hidrologi air terjun tertentu dapat dimanfaatkan
sebagai sumberdaya energi.
Tanah Latosol dan Podsolik merah kuning
yang bersifat masam denga tingkat
kesuburan rendah hingga sedang. Pada
Tanah dan beberapa tempat dijumpai Tanah Mediteran
Penggunaan yang berasal dari bahan induk batu kapur
Lahan yang memiliki kesuburan kimia cukup baik
dan produktif. Tipe penutup/penggunaan
lahan agak beragam, yaitu hutan, semak
belukar, ladang dan permukiman.
Cegetasi Lahan Kering Pamah, Vegetasi
Lahan Pamah, Vegetasi Monsun Lahan
Kering Pamah, dan Vegetasi Monsun
Hayati (Flora
Lahan Pamah. Banyak jenis endimik di
– Fauna)
Kawasan gugusan pulau-pulau ekoregion
ini beberapa diantaranya merupakan jenis
endemic yang hanya ada di pulau tersebut.
Masyarakat yang tinggal di wilayah ini
umumnya bertani atau berladang
Kultural mempunyai tingkat pendidikannya agak
(Sosial tertinggal, baik disebabkan oleh karena
Budaya) minimnya aksesbilitas atau masih
terbatasnya sarana dan prasarana
pendidikan.
Longsor lahan, penambangan, tsunami
Kerawanan pada lereng kaki yang berada di marine
Lingkungan Aspek perubahan iklim: longsor lahan,
penambangan.
Air permukaan dan air
tanah, sumber daya mineral
Penyediaan (tambang), pangan:
Jasa
pertanian lahan kering, dan
Ekosistem
perkebunan: tree crops.
Pengaturan air (pada sungai
Pengaturan
yang mempunyai debit besar
59
dapat dimanfaatkan sebagai
sumber energi listrik).
Rekreasi,
Budaya pendidikan/pelatihan dan
penelitian.
Pendukung Habitat flora-fauna.
Tabel 2.8 Tabel Karakteristik Perbukitan Struktural (Kompleks Halmahera
dan Kepulauan Sula-Bulu-Seram)
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2013
60
ketahanan pangan di daerah tersebut.
61
Masyarakat yang tinggal di wilayah ini
umumnya bertani atau berladang,
Kultural sedangkan tingkat pendidkan mereka agak
(Sosial tertinggal, baik disebabkan karena
Budaya) minimnya aksesbilitas atau masih
terbatasnya sarana dan prasarana
pendidikan.
Aliran lahar, banjir bandang.
Kerawanan
Aspek perubahan iklim: aliran lahar, banir
Lingkungan
bandang, longsor lahan.
Air permukaan dan air
tanah, sumber daya hutan
Penyediaan
(penggunaan kayu), Pangan
(perkebunan: buah)
Pengaturan kualitas udara
(hutan), pengaturan air
(fungsi hutan dan daerah
Pengaturan
Jasa tangkapan air), perlindungan
Ekosistem terhadap erosi, pembentukan
dan regenerasi tanah.
Estetika, tekreasi,
Budaya
pendidikan/pelatihan.
Habitat berkembangbiak
spesies dan perlindungan
Pendukung
plasma nutfah
(keanekaragaman hayati).
Tabel 2.9 Karakteristik Perbukitan Vulkanik (Kompleks Gamalama dan Banda)
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2013
62
sedang. Karakteristik ini menyebabkan wilayah ini mempunyai tipe
penggunaan lahan seperti hutan, semak belukar, lahan pertanian, dan
permukiman.
Pegunungan denudasional ini mempunyai iklim tropika
basah dengan suhu sejuk hingga dingin tropikal. Kondisi ini
menyebabkan sumberdaya air permukaan dan air tanah cukup baik
dengan kualitas sedang hingga baik. Sungai-sungai disini
mempunyai debit besar yang dapat dimanfaatkan untuk sumberdaya
listrik. Sumberdaya mineralnya berupa galian C dan
keanekaragaman hayati disini relatif sedang hingga tinggi. Ancaman
yang ada di daerah ini yaitu longsor lahan. Ekoregion ini mempunyai
jasa ekosistem sebagai habitat flora-fauna dan lahan pertanian yang
dapat digunakan untuk mendukung ketahanan pangan di daerah
tersebut.
Satuan Karakteristik Satuan Ekoregion Kepulauan Maluku
Ekoregion
No
Kepulauan Parameter Deskripsi Satuan Ekoregion
Maluku
Dijumpai di Pulau Seram dan bagian
Lokasi dan
tengah Pulau Halmahera dan Pulau Obi.
Luas Area
Dengan luas 5.001,07 km2.
Beriklim tropika basah, suhu udara rata-
Klimatologi rata 18-24 oc. Curah hujan tahunan 1.500-
2.500 mm.
Tersusun oleh batuan sedimen dan
Geologi metamorf. Tersebar di wilayah
perbukitan pada zona tektonik busur luar.
Pegunungan Elevasi secara dominan > 500m dpal.
10 Denudasional Relief dan lereng: bergunung , dengan
Maluku (D1) amplitude relief > 400m dan kemiringan
Geomorfologi
> 16%. Terbentuk oleh proses denudasi
lanjut terhadap bentanglahan yang ada,
seperti bentanglahan struktural.
Air permukaan tersedia oleh sungai
perennial. Air tanah tersedia dengan baik
terutama pada formasi apsiran dan
Hidrologi
mempunyai kualitas baik, namun
jumlahnya menjadi terbatas pada musim
kemarau.
63
Tanah Latosol yang berasal dari bahan
vulkan tua dan Tanah Litosol yang
merupakan sisa hasil proses erosi dengan
tingkat kesuburan rendah hingga sedang.
Tanah dan Tanah lain yang dijumpai adalah Tanah
Penggunaan Podsolik yang berasal dari bahan
Lahan sedimen tua dengan tingkat kesuburan
rendah hingga tinggi. Mempunyai tipe
penutup/penggunaan lahan agak
beragam, yaitu hutan, semak belukar,
lahan pertanian dan permukiman.
Vegetasi Lahan Kering Pamah, Vegetasi
Lahan Pamah, Vegetasi Monsun Pamah,
Vegetasi Monsun Lahan Kering Pamah,
Hayati (Flora Vegetasi Pegunungan Bawah. Banyak
– Fauna) jenis endemic di Kawasan gugusan
pulau-pulau ekoregion ini beberapa
diantaranya merupakan jenis endemic
yang hanya ada di pulau tersebut.
Masyarakat yang tinggal di wilayah ini
umumnya bertani atau berladang dan
Kultural mempunyai tingkat pendidikan agak
(Sosial tertinggal, baik disebabkan karena
Budaya) minimnya aksesbilitas atau masih
terbatasnya sarana dan prasarana
pendidik.
Longsor lahan, kekeringan, dan tsunami
pada lereng kaki perbukitan yang berada
Kerawanan
di marine selatan.
Lingkungan
Aspek perubahan iklim: kekeringan atau
longsor lahan.
Air (sungai dengan debit
Penyediaan cukup besar), sumber
daya mineral (tambang).
Jasa Pengaturan air,
Pengaturan
Ekosistem pengaturan kualitas udara.
Budaya Pendidikan dan penelitian.
Habitat berkembang biak
Pendukung
flora-fauna.
Tabel 2.10 Karakteristik Pegunungan Denudasional Maluku
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2013
64
11. Pegunungan Struktural (Kompleks Halmahera dan Kepulauan Sula-
Bulu-Seram)
Pegunungan struktural ini terbentuk karena adanya batuan
intrusif dan batuan sedimen yang sudah mengalami perubahan
bentuk oleh tenaga tektonik yang mempunyai relief pegunungan
yang mempunyai elevasi tinggi sekitar > 300 m. Pegunungan ini
mempunyai elevasi dominan berkisar antara > 500 m dpal dan
mempunyai relief dan lereng yang bergununga dengan amplitude
relief sekitar > 300 m dan kemiringan > 16%. Pegunungan ini dapat
ditemukan hampir di seluruh Pulau Halmahera bagian tengah, Pulau
Bacan, Pulau Obi, dan Pulau Buru dan sebagian Pulau Seram.
Tanah di daerah ini didominasi oleh Tanah Podsolik Merah
Kuning dan Tanah Latosol dengan tingkat kesuburan rendah hingga
sedang yang ditandai dengan adanya pH masam dan retensi hara
yang rendah. Beberapa tempat juga bisa ditemukan Tanah Mediteran
dengan kesuburan kimia cukup baik dan produktif. Perbukitan
struktural ini mempunyai penggunaan lahan seperti hutan, semak
belukar, ladang dan permukiman.
Pegunungan ini mempunyai iklim tropika basah dengan suhu
sejuk tropikal hingga dingin. Kondisi ini mengakibatkan
sumberdaya air permukaan dan air tanah cukup baik dengan kualitas
sedang hingga baik. Sungai yang besar dapat dimanfaatkan untuk
sumberdaya listrik, sumberdaya mineral berupa galian C dan
mineral lain mempunyai nilai ekonomi. Masyarakat disini bertani
dan berladang, mempunyai pendidikan yang sedikit tertinggal
karena aksesbilitas. Ancaman yang bisa terjadi di daerah ini yaitu
longsor lahan dan penambangan. Ekoregion ini mempunyai jasa
ekosistem sebagai habitat flora-fauna, pemicu sirkulasi udara,
penyedia air permukaan dan air tanah, serta sebagian lahan pertanian
bisa mendukung ketahanan pangan.
65
Satuan Karakteristik Satuan Ekoregion Kepulauan Maluku
Ekoregion
No
Kepulauan Parameter Deskripsi Satuan Ekoregion
Maluku
Terdapat di hampir seluuruh bagian tengah
Lokasi dan Pulau Halmahera, Pulau Bacan, Pulau
Luas Area Obi, dan Pulau Buru, dan sebagian Pulau
Seram. Dengan luas 26.710,88 km2.
Beriklim tropika basah, suhu udara rata-
Klimatologi rata 18-22 oc. Cuaca hujan tahunan 1.500-
2.500 mm.
Tersusun oleh batuan sedimen dan batuan
beku. Tersebar di wilayah pegunungan
Geologi
pada zona tektonik busur luar dan cincin
api.
Elevasi secara dominan > 500m dpal.
Relief dan lereng: bergunung, dnegan
amplitude relief > 300m dan kemiringan >
16%. Terbentuk oleh proses tektonik
Pegunungan sehingga perlapisan kulit bumi mengalami
Struktural perubahan bentuk akibat adanya tekanan
(S1) Geomorfologi dan atarikan. Bentuk struktur perlapisan
yang dihasilkan antara lain struktur
Kompleks lapisan, struktur patahan, dan adanya
Halmahera terobosan magmatic yang mengakibatkan
11 (S1.1) pengangkatan kulit bumi setempat yang
membentuk struktur kubah, atau struktur
Kompleks yang lainnya.
Kepulauan Aliran air permukaan (sungai) perennial.
Sula – Bulu Hidrologi Pada fomasi vulkanik air tanah sangat
– Seram potensial dengan kualitas baik.
(S1.2) Tanah Latosol dan Posolik merah kuning
yang bersifat masam dengan tingkat
kesuburan rendah hingga sedang. Pada
Tanah dan beberapa tempat dijumpai Tanah
Penggunaan Mediteran yang berasal dari bahan induk
Lahan batu kapur yang memiliki kesuburan kimia
cukup baik dan produktif. Penggunaan
lahan agak beragam, yaitu hutan, semak
belukar, ladang dan permukiman.
Vegetasi Lahan Kering Pamah, Vegetasi
Lahan Pamah, Vegetasi Monsun Lahan
Kering Pamah, Vegetasi Pegunungan
Hayati (Flora
Bawah. Banyak jenis endemic di Kawasan
– Fauna)
gugusan pulau-pulau ekoregion ini
beberapa diantaranya merupakan jenis
endemic yang hanya ada di pulau tersebut.
66
Masyarakat yang tinggal di wilayah ini
Kultural
umumnya bertani atau berladang,
(Sosial
mempunyai tingkat pendidikan agak
Budaya)
tertinggal.
Longsor lahan dan tsunami pada lereng
Kerawanan kaki pegunungan yang berada di marine.
Lingkungan Aspek perubahan iklim: longsor lahan dan
penambangan.
Air permukaan dan air
tanah, sumber daya mineral
Penyediaan (tambang), Pangan: lahan
pertanian dan perkebunan:
buah dan sayuran.
Pengaturan air (pada sungai
yang mempunyai debit
Jasa
besar dapat dimanfaatkan
Ekosistem Pengaturan
sebagai sumber energi
listrik), pengaturan kualitas
udara, perlindunga erosi.
Rekreasi,
Budaya pendidian/pelatihan dan
penelitian.
Pendukung Habitat flora-fauna.
Tabel 2.11 Karakteristik Pegunungan Struktural (Kompleks Halmahera
dan Kepulauan Sula-Bulu-Seram)
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2013
67
sampai sedang. Karakteristik ini mengakibatkan pegunungan
vulkanik mempunyai penggunaan lahan seperti hutan, semak
belukar, lahan pertanian, dan permukiman.
Pegunungan ini mempunyai kondisi iklim tropika basah
dengan suhu sejuk hingga dingin. Kondisi ini membuat sumberdaya
air permukaan, air tanah dan mata air cukup melimpah dengan
kualitas baik. Sumberdaya mineral berupa galian C, dan mempunyai
keanekaragaman hayati sedang sampai tinggi. Masyarakat disini
berladang dan tingkat pendidikan agak tertinggal karena terbatasnya
sarana prasarana. Ancaman di daerah ini yaitu letusan vulkanik
seperti jatuhnya pyroklastik, aliran awan panas, aliran lahar maupun
banjir bandang. Wilayah ini mempunyai jasa ekosistem sebagai
penyedia air permukaan dan air tanah, pemicu sirkulasi udara, dan
lahan pertanian.
68
Tanah Latosol yang berkembang dari tuff
vulkan dan Tanah Andosol yang
berkembang dari Abu vulkan yang kaya
akan unsur hara, tanah Podsolik yang
berkembang dari bahan sedimen dengan
Tanah dan tingkat kesuburannya rendah hingga
Penggunaan sedang. Tanah Regosol yang secara actual
Lahan tingkat kesuburannya rendah akan tetapi
kaya akan unsur hara. Tipe
penutupan/penggunaan lahan beragam,
seperti hutan, semak belukar, lahan
pertanian, dan sebagian kecil
permukiman.
Vegetasi Lahan Kering Pamah, Vegetasi
Lahan Pamah, Vegetasi Monsun Lahan
Pamah, Vegetasi Monsun Lahan Kering
Pamah, Vegetasi Monsun Pegunungan
Hayati (Flora
Bawah, Vegetasi Pegunungan Bawah.
– Fauna)
Banyak jenis endemic di Kawasan
gugusan pulau-pulau ekoregion ini
beberapa diantaranya merupakan jenis
endemic yang hanya ada di pulau tersebut.
Kultural Masyarakat yang tinggal di wilayah ini
(Sosial umumnya berladang, sedangkan tingkat
Budaya) pendidikan mereka agak tertinggal.
Letusan vulkanik (abu, lava, lahar, aliran
awan panas, banjir bandang) dan tsunami
Kerawanan
pada lereng kaki yang berada di marine.
Lingkungan
Aspek perubahan iklim: letusan vulkanik,
kekeringan, banjir bandang.
Air permukaan dan air
tanah, sumber daya hutan
Penyediaan (penggunaan kayu), Pangan
(perkebunan: buah dan
sayuran).
Pengaturan kualitas udara,
pengaturan air (fungsi
hutan dan daerah tangkapan
Jasa Pengaturan air), air perlindungan
Ekosistem terhadap erosi,
pembentukan dan
regenerasi tanah.
Estetika, rekreasi,
Budaya
pendidikan/pelatihan.
Habitat berkembangbiak
spesies dan perlindungan
Pendukung
plasma nutfah
(keanekaragaman hayati).
69
Tabel 2.12 Karakteristik Pegunungan Vulkanik Kompleks Gamalama
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2013
70
b) DAS Namlea yang mengalir kearah timur dengan tingkat kecepatan
tinggi – sangat tinggi.
c) DAS Leksula yang mengalir kearah selatan dengan tingkat
kecepatan sedang – tinggi.
d) DAS Labuan Leko yang mengalir kearah barat dengan tingkat
kecepatan rendah – sedang.
Dari kondisi di atas serta didukung oleh kontrol batuan dan
struktur geologi, maka akan muncul zona air tanah. Secara umum neraca
air tanah terbagi menjadi 2 zona air tanah yaitu air tanah rendah, air tanah
ini pada umumnya menempati punggung pemisah air morfologi
(morphological water devided) sebagai pemisah daerah tangkapan hujan
(catchment area) keempat wilayah DAS tersebut diatas serta pada dua
punggung yang terdapat di selatan Kabupaten Buru. Dan yang kedua
yaitu zona air tanah sedang sampai tinggi. Zona ini menempati hampir
seluruh wilayah Kabupaten Buru, yang mengelilingi Pulau Buru.
Kawasan ini dapat tercapai jika sistem vegetasi tetap terjaga, sehingga
tingkat peresepan dapat dipertahankan dan surface run off dapat dicegah
dan diperkecil.
Kondisi hidrologi permukaan (sungai) di Kabupaten Maluku
Tengah dapat dikelompokkan ke dalam dua sistem sungai berdasar
kondisi pulaunya yaitu sistem sungai Pulau Seram, dan sistem sungai
pulau-pulau kecil. Pulau-pulau kecil meliputi Pulau Haruku, TNS (Teon,
Nila, Serua), Saparua, Salahutu, Leihitu, Nusa Laut, dan Banda. Sistem
sungai besar terdapat di Pulau Seram, yang dibatasi oleh igir pegunungan
di bagian tengah yang membentang dari Tanjung Sial di Seram Barat
hingga sebelah utara Gule-Gule di Seram Timur yang memisahkan
sistem sungai bagian utara dan sistem sungai bagian selatan Pulau Seram.
Pada umumnya sungai-sungai yang terdapat di Pulau Seram, baik sungai
besar maupun kecil, relative bersifat perrenial, artinya mengalir
sepanjang tahun, walaupun pada musim kemarau mengalami penurunan
debit aliran. Di pulau Seram bagian tengah yang termasuk wilayah
Kabupaten Maluku Tengah, pembagi air (water devider) bergeser ke
71
bagian selatan sehingga daerah aliran sungai di bagian utara lebih luas.
Sistem sungai yang berkembang di bagian utara adalah DAS Toloaran,
Kua, Tolohatala, Moa, Isal, Sarupu, Samal, dan Kobi, serta beberapa
sistem sungai kecil yang banyak terdapat di wilayah utara. Sistem sungai
yang relatif besar berkembang di bagian selatan hanya ada 2 yaitu DAS
Kua dan DAS Tolohatala. Sistem sungai di Seram bagian tengah berhulu
di Gunung Kobipoto, Pegunungan Murkele Kecil, Pegunungan
Manusela, dan Gunung Masnabem.
Di Pulau Seram yaitu wilayah Kabupaten Maluku Tengah, dan
pulau-pulau kecil lainnya memiliki satu sungai besar yaitu Sungai
Ruatan, dan juga 16 sistem sungai kecil hingga sedang, yang dapat
dikatakan mengalir sepanjang tahun (perrenial). Sungai kecil tersebut
antara lain Sungai Kawa, Pia, Mala, Ela, Toloherela, Kua, Toloaran,
Mual, Isal, Sarupu, Samal, Kobi, Hila, Salahutu, Haruku, dan Nusa Laut.
Sistem sungai-sungai kecil di Pulau Haruku, TNS (Teon, Nila, Serua),
Saparua, Salahutu, Leihitu, Nusa Laut, dan Banda umumnya merupakan
sungai dengan aliran tunggal atau sedikit percabangan, panjang alur
relatif pendek dan lurus, serta daerah aliran yang sempit.
Sungai dapat digunakan masyarakat sebagai sumber air bersih
maupun sebagai pengairan lahan pertanian. Jumlah sungai yang paling
banyak ditemukan di Pulau Seram, terutama di bagian Utara Pulau
Seram, sedangkan di bagian Selatan jumlah sungai terbanyak hanya
ditemukan di Kecamatan Tehoru. Tingginya jumlah sungai yang
terdistribusi di bagian Utara Pulau Seram merupakan kondisi yang
terbentuk karena pembentukan topografi lahan darat yang cenderung
berbentuk V. Sedangkan support massa air tawar yang memasuki
wilayah lembah yang berbentuk V tinggi karena merupakan akibat dari
tutupan vegetasi pada wilayah itu sehingga fungsi tangkapan air masih
tetap berjalan. Walaupun demikian, telah banyak lahan hutan mengalami
pembukaan.
72
2.1.4. Klimatologi Maluku
73
Musim Timur (kering) berlaku rata-rata enam bulan, berawal dari bulan
Mei dan berakhir bulan Oktober. Masa transisi ke musim hujan terjadi pada
bulan November. Keadaan musin ini memberikan pengaruh yang berbeda-
beda pada daratan maupun lautannya.
74
Maluku Barat Daya 500-1000 200-500 1000-1500 500-1000 500-1000 1500-2000
1. Jenis Tanah Mediteran terdapat di Pulau Morotai bagian barat, timur dan
selatan, Pulau Doi Kecamatan Loloda. Tanah mediteran merupakan hasil
pelapukan batuan kapur keras dan batuan sedimen. Warna tanah ini
berkisar antara merah sampai kecoklatan. Tanah mediteran banyak
terdapat pada dasar-dasar dolina dan merupakan tanah pertanian yang
subur di daerah kapur daripada jenis tanah kapur yang lainnya. Oleh
karena itu, tanah mediteran dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian,
seperti untuk menanam padi dan tanaman palawija. Selain itu, tanah ini
75
termasuk tanah yang dapat digunakan untuk menampung air. Tanah
mediteran ini juga berguna untuk menurunkan kadar keasaman tanah
sehingga keasaman tanah menjadi normal.
5. Jenis Tanah Regosol terdapat di Loloda, Calela, Sahu, Kao, Pulau Ternate,
Pulau Makian, Pulau Obi di pesisir utara. Secara spesifik, ciri regosol
adalah berbutir kasar, berwarna kelabu sampai kuning, dan bahan organik
rendah. Sifat tanah yang demikian membuat tanah tidak dapat
menampung air dan mineral yang dibutuhkan tanaman dengan baik.
Dengan kandungan bahan organik yang sedikit dan kurang subur, regosol
76
lebih banyak dimanfaatkan untuk tanaman palawija, tembakau, dan buah-
buahan yang juga tidak terlalu banyak membutuhkan air.
6. Jenis Tanah Alluvial terdapat di Pulau Obi bagian barat, Pulau Taliabu
bagian utara dan tenggara, Oba, Wasilei, Weda, Patani dan Maba. Alluvial
merupakan tanah muda hasil pengendapan material halus aliran sungai.
Ciri utama tanah alluvial adalah berwarna kelabu dengan struktur yang
sedikit lepas-lepas. Kesuburan tanah alluvial sangat bergantung pada
sumber bahan asal aliran sungai. Alluvial banyak digunakan untuk
tanaman padi, palawija, tebu, kelapa, tembakau, dan buah-buahan.
7. Jenis tanah podzolik aluvium undak, rensina terumbul coral, lithosol seklis
habluk , paleogen, dan ulagan paleozoikum banyak terdapat di wilayah
propinsi Maluku Tenggara. Tanah di Maluku Tenggara sendiri biasanya
ditanami kayu Mariolata yang kulit kayunya digunakan untuk luka
berdarah dan juga mengobati penyakit malaria.
77
Selain tanaman pangan tersebut masyarakat juga menanam Ubi
Jalar dan Jagung. Produksi ubi jalar menurun dari 44.651 ton (tahun 2014)
menjadi 30.674 ton (tahun2015). Penurunan produksi juga terjadi pada
komoditi jagung, dari 19.555 ton (tahun 2014) turun menjadi 11.728 ton di
tahun 2015. Produksi terbesar untuk ubi kayu dan ubi jalar di tahun 2015
ada di Halmahera Selatan. Untuk tanaman hortikultura, produksi cabe
besar dan cabe rawit tahun 2016 sebesar 3.097 ton, tomat 4.338 ton, terung
3.759 ton dan kacang panjang 1.680 ton. (BPS Provinsi Maluku Utara,
2017).
Di Maluku hanya terdapat empat kabupaten yang mengusahakan
padi sawah yakni Kabupaten Maluku Tengah dengan persentase tertinggi
yakni sebesar 44%, kemudian diikuti Kabupaten Buru sebesar 43% dan
sisanya Kabupaten Seram Bagian Timur dan Kabupaten Seram Bagian
Barat masing-masing sebesar 8% dan 5%. Sedangkan luas panen ubi kayu
pada tahun 2015 adalah 4.842 hektar, 26% di antaranya terdapat di
Kabupaten Maluku Tengah, 21% di Kabupaten Seram Bagian Barat dan
sisanya di kabupaten/kota lainnya.
b. Perkebunan
Pulau Maluku sejak dahulu kala terkenal dengan rempah-
rempahnya seperti Pala dan Cengkeh. Berdasarkan data Kementerian
Pertanian, saat ini produksi rempah-rempah Maluku terdapat di Pulu Buru
dengan perkebunan cengkeh seluas 1.109 hektar yang menghasilkan 448 ton
per tahun. Kemudian, Pulau Buru Selatan dengan lahan perkebunan
cengkeh seluas 5.483 hektar dengan hasil 2.096 ton per tahun. Selanjutnya,
Maluku Tengah seluas 18.609 hektar yang menghasilkan 9.758 ton,
sedangkan lahan perkebunan pala seluas 11.148 hektare dengan hasil
pertanianya mencapai 1.996 ton per tahun. Sementara itu di Kabupaten
Seram bagian barat lahan perkebunan cengkeh seluas 6.986 hektar dengan
hasilnya 3.298 ton per tahun. Terakhir di Seram Bagian Timur seluas 8.354
hektar kebun pala dengan hasil produksi 737 ton per tahun.
Pengembangan komoditas perkebunan di Maluku Utara di
fokuskan pada 5 komoditas utama, yakni:
78
No Komoditas Luas (Ha)
1 Kelapa 213.053
2 Kakao 30.809
3 Pala 38.509
4 Cengkeh 19.003
5 Jambu mete 5.761
Jumlah 307.135
79
sementara kaolin, pasir kuarsa, belerang, kapur, batu apung, asbes, mangan,
tembaga, krom, dan bahan mineral lainnya tersebar di 40 daerah lokasi
pertambangan di Maluku. Selain itu, telah ditemukan lokasi tambang minyak dan
gas bumi di sekitar pulau Seram, Buru, Kepulauan Aru, dan Tanimbar.
Pertambangan dan bahan galian yang ada di Maluku meliputi antara lain nikel,
minyak dan gas, batu apung, mangan, emas, perak, barite dan merkuri.
N BAHAN LOKASI KUALITAS LUAS
O GALIAN CADANGAN
80
2. Nikel P. Ambon
- Desa Ema
- Desa Hukurila Ni
- Gunung Nona 0,109 - 0,64
( Kota Ambon ) %
P. Seram N
- Desa Hualoy o21% - 0,94
- Seriholo, %
( Kec. Kairatu,
Kab. SBB )
Tabel 2.15 Potensi Bahan Galian Logam di Provinsi Maluku
Sumber : Dinas ESDM Provinsi Maluku, 2009.
Potensi dan indikasi pertambangan yang ada di wilayah kawasan pembangunan
ekonomi terpadu (KAPET) Seram tersebar di beberapa daerah. Potensi tersebut
antara lain Batu Bara, Batu Gamping, Batu Permata, Gypsum, Granit, Kerikil,
Lempung, Logam Dasar, Marmer, Mika, Nikel, Minyak Bumi.
Cadangan / Luas
Jenis Bahan Galian Cluster Jenis
No Penyebaran
1. Batu Bara Seram 75.245,25 ton
Selatan
2. Batu Gamping Masif, Mineral 120 Juta M3
Seluruh
Kalsit
P.Seram
&Aragonit
3. Batu Permata Seram Mineral Garnet 100 Ha
Barat
4. Gypsum Seram Gypsum 750 M2
Selatan
5. Granit Seram 57.600M3
Barat
6. Lempung Seram Abu-abu, Hijau Cad.225 Jt ton,
Selatan 300Ha
Seram
Utara
7. Logam Dasar Seram Luas 200 Ha
(BaseMetal) Selatan,
Seram
Barat,
Seram
Utara
8. Marmer Seram Putih Cad: 5.205.199.999
Barat, ton
Seram
Timur
81
9. Mika Seluruh P, Mineral
Seram Muscovit,
batuan Sekis,
Mineral Biotit,
Batuan Gneis
10. Nikel Seram Batuan Luas 47.200 Ha
Barat Ultramafik
Tabel 2.16 Potensi Sumber Daya & Mineral (Pertambangan)
Sumber : Dinas Sumber Daya Mineral
82
Gambar 2.8 Peta Persebaran Gempa Bumi Provinsi Maluku Utara dan
Sekitarnya
Sumber: BMKG Maluku
2. Tsunami
Tingkat kerawanan tsunami di Maluku tergolong snagat tinggi karena
di wilayah Laut Banda terdapat palung laut sedalam 7.440 m dengan luas
50.000 km² yang dinamakan Palung Weber. Ditemukan pula Lubuk Banda
Utara yang memiliki kedalaman 5.800 m, Lubuk Banda Selatan yang
memiliki kedalaman 5.400 m, dan juga palung-palung lainnya. Aktivitas
subduksi di Zona Banda sudah cukup terakumulasi dan tidak menutup
kemungkinan mengulangi perisiwa gempa dan tsunami pada tahun 1629,
yaitu gempa yang berkekuatan 9,2 SR serta tsunami setinggi 15 m.
3. Gunung Meletus
Pulau Maluku memiliki 14 gunungapi. 5 gunungapi dengan tipe A
berada di Provinsi Maluku Utara, tepatnya di Pulau Halmahera. 8
gunungapi tipe A dan 1 gunungapi tipe B berada di laut Banda, yang
berdekatan dengan wilayah Provinsi Maluku.Pada tahun awal juli 2015
Gunungapi Gamalama mulai menunjukkan aktivitas vulkaniknya.
Peningkatan aktivitas terus terjadi dengan tinggi asap berkisar 150-800 m,
83
dominan kurang 500 m dari puncak, terdistribusi ke arah barat laut
sehingga mengenai sejumlah pemukiman pemukiman. Erupsi Gunungapi
Gamalama memiliki ketinggian abu vulkanik 1.000 meter mengakibatkan
1.780 jiwa mengungsi.Aktivitas vulkanik di Pulau Maluku terus
mengalami peningkatan. Pada Tahun 2017 empat Gunungapi di Maluku
Utara, yakni Gamalama di Ternate, Gamkonora dan Ibu di Halmahera
Barat, serta Gunung Dukono di Halmahera Utara berstatus
waspada.Sementara satu gunung lainnya yakni Gunung Kie Besi di
Halmahera Selatan, statusnya masih tetap normal. Namun, dari keempat
gunung itu, Gunung Dukono dianggap sangat berbahaya karena sejak
erupsi 1933 hingga sekarang erupsinya tanpa henti serta membahayakan
penerbangan karena berada pada jalur penerbangan internasional.
84
4. Banjir
Intensitas hujan yang tinggi di Maluku seringkali mengakibatkan
longsor dan banjir akibat luapan sungai, hingga akses jalan terputus. Banjir
di wilayah Maluku sering terjadi karena cuaca extreme dan alih fungsi lahan.
Lahan yang seharusnya berfungsi sebagai hutan lindung dijadikan lahan
budaya dan lahan pertanian.
85
sebesar 6.50 ha dan di Provinsi Maluku yaitu sebesar 179.83 (ha). Pada
tahun 2015 tidak terdapat bencana kebakaran dikedua wilayah tersebut.
6. Cuaca Ekstrim
El nino merupakan gejala penyimpangan kondisi laut di Samudera
Pasifik sekitar equator, kususnya di bagian tengah dan timur. Berdasarkan
analisis Badan Meteorologi. Klimatologi dan Geosisika (BMKG),
fenomena ini dilatarbelakangi keterkaitan lautan dan atmosfer sebagai dua
sistem yang saling terhubung. Kondisi ini menyebabkan terjadinya
penyimpangan pada dinamika atmosfer yang pada akhirnya memicu
penyimpangan iklim.Resiko bencana cuaca esktrim di Maluku hampir
tersebar menyeluruh baik di Provinsi Maluku mapun di Provinsi Maluku
Utara. Wilayah yang terkena dampak tersebut kebanyakan berada di
kawasan pinggir pantai. Tingkat risiko wilayah ini berada pada posisi
sedang yang di tandai oleh warna kuning. Sedangkan untuk warna merah
berada pada tingkat tinggi, dan hijau tingkat rendah atau tidak sama sekali.
Salah satu fenomena cuaca ekstrim yaitu Angin Puting Beliung.
Beberapa wilayah di Maluku yang pernah mengalami bencana
Angin Puting Beliung yaitu di wilayah Kabupaten Buru dan
Kabupaten Maluku yang terjadi pada tanggal 16 Desember 2018.
Bencana ini mengakibatkan 22 rumah warga rusak. Kepala
BMKG Stasiun Meteorologi Pattimura Ambon, Otoral Semwillar
mengatakan bahwa Putting Beliung yang terjadi di dua kabupaten
tersebut dikarenakan adanya pertumbuhan awan colombus.
86
Gambar 2.11 Bencana Putting Beliung di Maluku
Sumber: https://regional.kompas.com
87
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
88
terhubung dengan Melanesia, sedangkan Maluku Selatan atau Busur Banda
merupakan bagian dari pegunungan Sunda. Pemisah antara Maluku Utara
dan Maluku Selatan adalah punggungan yang arahnya timur barat,
membujur dari lengan timur Sulawesi ke kepala dari pulau Papua, melalui
Banggai, Sula, dan Gomimi (selatan Pulau Obi).
Kondisi hidrogeologi sungai di Pulau Buru, memiliki beberapa pola
aliran diantaranya Pola Aliran Sungai dendritik (menurun), paralell, trellis,
rectanguler dan radial. Seluruh pola aliran ini mengalir menuju pantai yang
dikontrol oleh struktur geologi seperti patahan, rekahan dan sistem
perlipatan batuan yang terdapat di wilayah ini. Tingkat kerapatan sungai di
daerah ini sangat intensif, dimana hampir seluruh wilayah Kabupaten Buru
tertutup oleh pola aliran sungai, baik yang bersifat perrenial (permanen)
maupun intermittent (periodik).Wilayah Kepulauan Maluku rata-rata
mengalami iklim laut tropis dan iklim musim. Keadaan ini disebabkan
karena Maluku Tengah dikelilingi lautan yang luas, sehingga iklim laut
tropis di daerah ini berlangsung seirama dengan iklim musim yang ada.
Tanah dipulau Maluku ini berasal dari pelapukan bahan induk ultra
basa dan basa,mencirikan tanah – tanah pelapukan lanjut bersifat lateritic
mengandung nikel, besi dan kobalt, dengan warna tanah relative seragam
menyala merah. Tekstur tanah Umumnya didominasi oleh lanau lempungan
dengan kadar fraksi halus mencapai 94% dan hanya sedikit yang bertekstur
lanau pasiran (pasir 36%). Banyak sekali potensi yang ada di Kepulauan
Maluku pertama di bidang pertanian ada padi, ubi jalar, jagung, dan tanaman
holtikultura lainnya. Kedua di bidang perkebunan seperti cengkeh, kelapa,
kakao, dan lain-lain. Ketiga di bidang perikanan dan yang terakhir di bidang
pertambangan. Selain terdapat potensi yang dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat, terdapat pula ancaman bencana yang terjadi di Kepulauan ini
yaitu banjir, tsunami, gempa bumi, tsunami, gunung meletus dan juga cuaca
ekstrim.
89
3.2. Saran
Kondisi yang terdapat di Kepulauan Maluku, baik dari kondisi
geomorfologi dan geologi menyebabkan beberapa ancaman bencana yang
dapat terjadi kapan saja di Kepulauan Maluku, sehingga pemerintah perlu
mengadakan pelatihan mitigasi bencana yang tepat di daerah tersebut. hal
ini bertujuan agar dampak yang ditimbulkan dari adanya ancaman bencana
tersebut dapat diminimalisir. Selain itu potensi yang ada di Kepulauan
Maluku juga harus segera dikembangkan agar dapat bernilai tingi,
pemerintah bisa memberikan bantuan dana atau penyuluhan terhadap
masyarakat yang memiliki usaha kecil-kecilan guna mengembangkan
kemampuan mereka.
90
DAFTAR PUSTAKA
91
Taryana, Didik. 1997. Garis Besar Geomorfologi Indonesia. Malang: IKIP
Malang.
92