Anda di halaman 1dari 96

KEPULAUAN MALUKU

MAKALAH

Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Geologi Geomorfologi Indonesia

yang dibina oleh Bapak Listyo Yudha Irawan, S.Pd, M.Pd, M.Sc

Disusun Oleh:

Angga Bayu Kusuma (180721639133)

Farah Nurin Shabrina (180721639010)

Ira Rizky Wiratama (180721639140)

Wijdan Alwanda Ahmad (180721639155)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
MARET 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, sehinggan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik tepat pada
waktunya. Karena atas rahmat dan hidayah-Nya, makalah ini dapat diselesaikan
dengan baik. Adapun pembuatan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas
makalah pada mata kuliah Geologi Geomorfologi Indonesia, yang berjudul
”Kepulauan Indonesia”. Makalah ini berisikan informasi kepada kita semua tentang
bagaimana fisiografi, ancaman, dan potensi di Kepulauan Maluku. Maka atas dasar
itulah kami mengharapkan semoga makalah ini bisa digunakan sebagai bahan
diskusi kelompok sebagaimana mestinya.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata kami sampaikan terimakasih
kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari
awal sampai akhir.

Malang, 26 Maret 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1


1.1 Latar Belakang................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................4


2.1 Kondisi Fisiografis Wilayah Kepulauan Maluku ..........................................4
2.1.1 Geologi Kepuluan Maluku ..................................................................6

2.1.2 Geomorfologi Maluku...........................................................................

2.1.3 Hidrologi Maluku ..................................................................................

2.1.4 Klimatologi Maluku ..............................................................................

2.2 Kondisi dan Karakteristik Tanah di Wilayah Kepulauan Maluku ..................


2.3 Potensi Sumber Daya Alam dan Mineral di Kepulauan Maluku ....................
2.4 Ancaman Bencana Alam yang ada di Kepulauan Maluku ..............................

BAB III PENUTUP ...................................................................................................


3.1 Kesimpulan .......................................................................................................
3.2 Saran ................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan Negara kepulauan. Jumlah pulau di Indonesia
menurut data Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia tahun 2004 adalah
sebanyak 17.504 buah. 7.870 di antaranya telah empunyai nama sedangkan
9.634 belum memiliki nama. Garis pantai tersebar nomor dua di dunia
sepanjang 95.181 km dan juga Indonesia memiliki 92 pulau terluar dimana
setidaknya 13 pulau mendapat prioritas dan berbatasan dengan 10 negara.
Secara geotektonik kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan tiga Lempeng
Benua yaitu antara pertemuan Lempeng Australia, Lempeng Pasifik dan
Lempeng Eurasia. Akibat dari pertemuan tiga lempeng tersebut timbul jalur
Mediteran, jalur pasifik, dan jalur Australia, akibat jalur ini Indonesia menjadi
wilayah yang rawan bencana letusan gunungapi, gempa dan tsunami dan juga
Indonesia dilewati oleh jalur Ring of Fire. Pada jalur Ring of Fire timbul
gunungapi aktif, jalur ini terletak mulai di tengah Pulau Sumatera, Jawa,
berlanjut hingga Kepulauan Maluku. Gunungapi aktif dengan letusan dan
lereng yang mempunyai kemiringan besar dapat berdampak positif dan negatif
pada kehidupan manusia.
Kepulauan Maluku adalah sekelompok pulau di Indonesia yang
merupakan bagian dari Nusantara. Kepulauan Maluku terletak
di lempeng Australia. Ia berbatasan dengan Pulau Sulawesi di sebelah
barat, Pulau Papua di timur, dan TimorLeste di sebelah selatan. Kepulauan ini
terbagi menjadi dua provinsi yaitu Provinsi Maluku Utara dan Provinsi Maluku.
Provinsi Maluku utara terdiri dari Ternate sebagai pulau utama, Pulau Bacan,
dan Pulau Halmahera yang merupakan pulau terbesar di Kepulauan Maluku,
Morotai, Kepulauan Obi, Sula, Tidore. Dan yang kedua Provinsi Maluku yang
terdiri dari Pulau Ambon sebagai pulau utama, Pulau Saparua, Kepulauan Aru,
Kepulauan Babar, Kepulauan Banda, Buru,Kepulauan Kai, Kisar, Kepulauan
Leti, Seram, Kepulauan Tanimbar, Wetar. Ditinjau dari penyebaran pulaunya,

1
di Maluku terdapat tiga pulau besar yaitu Pulau Halmahera, Pulau Seram dan
Pulau Buru. Pulau-pulau tersebut dikelilingi oleh pulau-pulau yang berukuran
sedang dan kecil, pulau-pulau kecil seperti Tidore, Makian, dan Ternate, serta
kelompok Pulau Seram termasuk pulau-pulau Ambon, Haruku, Saparua, Lease,
Kelang, Buano, Mampa dan sebagainya. Selain itu, terdapat pula kelompok-
kelompok pulau yang sedang besarnya seperti Kepulauan Tanimbar, Kepulauan
Aru, Kepulauan Kei, dan Kepulauan Sula.Di samping itu ada pula pulau-pulau
tersendiri (soliter) seperti Pulau Obi, dan Pulau Wetar. Sisanya merupakan
pulau-pulau kecil yang luas rata-ratanya kurang dari 500 km yang sebagian
besar tidak berpenghuni.
Seperti halnya iklim di daerah tropis khatulistiwa, yang dikelilingi
perairan yang luas, iklim wilayah Maluku sangat dipengaruhi oleh lautan.
Kepulauan Maluku dikenal dua musim, yaitu musim Barat atau Utara
(Desember-Maret) dan musim Timur atau Tenggara (Mei-Oktober) yang
diselingi oleh dua musim pancaroba diantara kedua musim tersebut. Keadaan
musimnya tidak homogen, dalam artian setiap musim memberikan pengaruh
yang berbeda-beda pada daratan maupun lautannya.
Kepulauan Maluku merupakan daerah yang relatif sangat kontras,
yaitu berselang-seling antara igir pegunungan dengan ledok lautan dan
merupakan daerah yang pembentukannya relatif muda dimana pegunungannya
masih aktif hingga sekarang. Maluku utara sebagian berhubungan dengan busur
kepulauan Asiatik Timur dan sebagian lainnya berhubungan dengan sistem
Malenesia, sedangkan Maluku Selatan atau Busur Banda merupakan bentuk
bagian dari sistem Pegunungan Sunda. Karakteristik tersebut juga dipengaruhi
oleh letak Maluku diantara lempeng bumi Indo-Australia, Pasifik, Laut Filipina,
dan Laut Banda, sehingga memberikan sebaran beberapa gunungapi baik yang
masih aktif maupun sudah tidak aktif lagi. Oleh karena itu, perlu adanya
pengetahuan mengenai kondisi geomorfologi Kepulauan Maluku yang akan
dibahas pada makalah ini yaitu fisiografi Kepulauan Maluku (kondisi
geomorfologi, geologi, hidrologi, klimatologi, litologi), potensi sumber daya
alam dan mineral, dan ancaman bencana yang terdapat di Kepulauan Maluku.

2
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan informasi pada bagian latar belakang, berikut
ini disajikan empat rumusan masalah yang menjadi fokus bahasan.
1. Bagaimana kondisi fisiografis wilayah Kepulauan Maluku?
2. Bagaimana jenis tanah di wilayah Kepulauan Maluku?
3. Bagaimana potensi sumber daya alam dan mineral di Kepulauan
Maluku?
4. Bagaimana ancaman bencana alam yang ada di Kepulauan Maluku?

1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, berikut ini
dipaparkan tujuan penulisan makalah.
1. Mengetahui kondisi fisiografi Kepulauan Maluku yang meliputi proses
geologi, geomorfologi, ekoregion, kondisi hidrologi, dan klimatologi.
2. Mengetahui bagaimana jenis-jenis tanah yang ada di wilayah Kepulauan
Maluku.
3. Mendeskripsikan potensi sumber daya alam dan mineral di Kepulauan
Maluku.
4. Mendeskripsikan ancaman bencana alam di Kepulauan Maluku.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Fisiografis Kepulauan Maluku


Nama maluku pertama kali digunakan oleh bangsa portugis untuk
menyebut kota rempah rempah yang terletak diantara Sulawesi dan Irian Jaya.
Kepulauan Maluku memiliki luas wilayah daratan sebanyak 77.990 Km2 dan
luas wilayah lautan 776.500 Km2, dengan titik koordinat 3o9’S 129o23’E /
3.150oS 129.383oE.Kepulauan ini terbagi menjadi dua provinsi yaitu Provinsi
Maluku Utara dan Provinsi Maluku. Provinsi Maluku utara terdiri dari Ternate
sebagai pulau utama, Pulau Bacan, Halmahera yang merupakan pulau terbesar
di Kepulauan Maluku, Morotai, Kepulauan Obi, Sula, Tidore, Misool. Dan
yang kedua Provinsi Maluku yang terdiri dari Pulau Ambon sebagai pulau
utama, Pulau Saparua, Kepulauan Aru, Kepulauan Babar, Kepulauan Banda,
Buru,Kepulauan Kai, Kisar, Kepulauan Leti, Seram, Kepulauan Tanimbar,
Wetar. Nama maluku dipergunakan untuk menyebut kelompok kepulauan
yang dibatasi oleh Filipina disebelah utara, Irian ditimur, Australia ditenggara,
Kepulauan Sunda kecil dibarat daya dan Sulawesi dibarat.

Gambar 2.1 Peta Kepulauan Maluku


Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Maluku

4
2.1.1. Geologi Kepulauan Maluku
Karakteristik geologi Maluku yaitu terdiri dari batuan sedimen,
batuan metamorfik dan batuan beku dengan penyebaran yang hampir
merata di setiap gugus pulau. Hal ini dipengaruhi oleh klasifikasi umur
pulau/kepulauan yang terbentuk pada 50-70 tahun lalu, pada periode
Neogen sampai Paleocen. Karakteristik tersebut juga dipengaruhi oleh
letak Maluku diantara lempeng Indo-Australia, Pasifik, Laut Filipina, dan
Laut Banda, sehingga memberikan sebaran beberapa gunungapi baik yang
masih aktif maupun yang sudah tidak aktif lagi. Kepulauan Maluku juga
merupakan daerah yang relatif sangat kontras, yaitu berselang-seling
antara igir pegunungan dengan ledak lautan dan merupakan daerah yang
pembentukannya relatif mudah dimana pegunungannya masih aktif
hingga sekarang.

Kepulauan Maluku disusun oleh hasil kegiatan endapan laut


dangkal berumur Plio-Plistosen sampai Holosen. Batuannya terdiri dari
batu gamping, napal, dan endapan alluvium. Sejarah geologi Maluku
Selatan dimulai pada zaman Miosen Bawah yang masih berupa daerah
laut, dirincikan dengan pengendapan batu gamping dan napal. Pada zaman
Miosen Atas, Pliosen Bawah terjadi pengangkatan dan lingkungan
pengedndapan berubah menjadi laut dangkal dengan adanya pengendapan
batu gamping. Batu gamping dan napal yang termasuk Formasi
Manumbai.
A. Maluku Utara
Wilayah Maluku Utara terutama bagian tengah dan utara,
merupakan daerah pegunungan. Namun secara geologi bukanlah
pegunungan yang seragam. Maksudnya, bahan penyusunnya yang
bervariasi. Pada semenanjung timur laut ditemukan batuan beku asam,
basa, dan ultrabasa serta batuan sedimen. Daerah pegunungan yang ada
merupakan bentang lahan dengan puncak yang tajam dan punggung curah
tertoreh serta lereng yang curam. Disemenanjung utara Halmahera
terbentang sejumlah pulau besar dan kecil yang di mulai dari Ternate
bagian utara sampai Obi bagian selatan. Pulau-pulau kecil di bagian utara

5
umumnya merupakan daerah vulkanik yang tersusun dari bahan andesit
dan batuan beku basaltic dengan leering curam. Pulau Obi dibatasi oleh 2
sesar besar yaitu, sesar Sorong-Sula Utara yang terletak di bagian selatan,
dan sesar Maluku-Sorong yang terletak di bagian utara. Sesar normal yang
terjadi di pulau Obi diakibatkan oleh sentuhan tektonik antara batuan
Ultramafik dan batuan yang lebih muda. Umumnya sesar-sesar di Obi
berarah barat-timur, barat laut-tenggara, dan timur laut-barat daya. Di ulau
Obi bagian barat terdapat danau Karu yang di perkirakan berupa Terban
yang dibatasi oleh 2 sesar dengan arah utara-selatan. Lipatan-lipatannya
membentuk antiklin sdan sinklin yang secara umumnya sumbunya
berarah barat-timur.
Fisiografi Pulau Halmahera dibagi menjadi 3 (tiga) bagian
utama, yaitu Mandala Halmahera Timur, Halmahera barat, dan Busur
Kepulauan Gunungapi Kuarter.
1. Mandala Fisiografi Halmahera Timur
Mandala Halmahera Timur meliputi Lengan Timur Laut, Lengan
Tenggara dan beberapa pulau kecil di sebelah Timur Pulau Halmahera.
Morfologi mendala ini terdiri dari pegunungan berlereng terjal dan
torehan sungai yang dalam, serta sebagian mempunyai morfologi karst.
Morfologi pegunungan berlereng terjal merupakan cerminan batuan
keras. Jenis batuan penyusun pegunungan ini adalah batuan ultrabasa.
Morfologi karst terdapat pada daerah batugamping dengan perbukitan
yang relatif rendah dan lereng yang landai.

2. Mandala Fisiografi Halmahera Barat


Mandala Halmahera Barat bagian Utara dan lengan Selatan Halmahera.
Morfologi mandala berupa perbukitan yang tersusun atas Batuan
Sedimen, pada Batugamping berumur Neogen dan morfologi karst dan
di beberapa tempat terdapat morfologi kasar yang merupakan cerminan
batuan gunungapi berumur oligosen.

6
3. Mandala Busur Kepulauan Gunungapi Kuarter
Mandala ini meliputi pulau-pulau kecil di sebelah barat pulau
Halmahera. Deretan pulau ini membentuk suatu busur kepulauan
gunungapi kuarter. Sebagianpulaunya mempunyai kerucut gunungapi
yang masih aktif.

B. Maluku Selatan
Maluku Selatan secara geologi merupakan Busur Banda, yaitu
sistem kepuluan yang membentuk busur mengelilingi tapal kuda basin
Laut Banda yang membuka ke arah barat. Sistem Kepualaun Maluku
Selatan dibedakan menjadi busur dalam yang vulkanis dan busur luar non-
vulkanis. Busur dalam vulkanis terdiri dari pulau-pulau kecil
(kemungkinan puncak gunungapi bawah laut/seamout), seperti Pulau
Damar, Pulau Teun, Pulau Nila, Pulau Serua, Pulau Manuk, dan
Kepulauan Banda. Busur luar non-vulkanis terdiri dari beberapa pulau
yang agak luas dan membentuk kompleks-kompleks kepulauan, antara
lain Kepulauan Leti, Kepulauan Babar, Kepulauan Tanimbar, Kepulauan
Aru, Kepulauan Kai, Kepulauan Watu Bela, Pulau Seram, dan Pulau
Buru.
Bagian tengah Basin Banda dibatasi oleh dua busur parallel, busur
dalam ditumbuhi oleh vulkan-vulkan aktif, sedangkan busur luar tidak
vulkan muda. Basin Banda terdiri dari bagian utara dan selatan. Basin
Banda Utara terletak antara Sulawesi dan Pulau Buru, sedangkan Basin
Banda Selatan terletak antara Batu Tara di bagian barat (sebelah utara
Lomblen) dan Manuk di bagian timur. Basin Banda Selatan dipisahkan
oleh Vulkan Api yang berada di tengahnya sehingga menjadi dua bagian,
yaitu bagian barat dan timur. Pada bagian timur dikelilingi oleh Busur
Banda (Basin Banda Tengah), sedangkan bagian barat berupa flatform laut
dalam. Basin Banda tengah mempunyai garis tengah 400 km antara Pulau
Damar dan Pulau Buru yang berarah tenggara-baratlaut dan antara Vulkan
Api dan Banda yang berarah baratdaya-timurlaut. Pada bagian utara Basin
Banda Tengah dijumpai beberapa kompleks cekungan yang memanjang.
Punggungan atau igir Laymes dan Siboga tidak mencapai permukaan laut,

7
hanya beberapa pulau karang dari pulau-pulau Lacipan dan Schildpad yang
muncul diatas permukaan laut. Antara igir Laymes dan Buru memiliki
kedalaman 5000 m dan kedalamannya maksimum 5400 m, disebelah barat
Damar.
Di bagian barat Basin Banda Selatan mempunyai ketinggian 282 m
dan muncul dari dasar laut yang mempunyai kedalaman 4500 m. Bentukan
flatform laut dalam di bagian barat ini bergabung ke arah barat dan
baratlaut menjadi sejumlah parit. Dari laut yang dalam ini arahnya sejajar
dengan Busur Alor kea rah barat di sebelah utara Flores melintasi sebuah
igir sampai ke laut dalam Flores. Cabang yang lain melengkung secara
teratur dan berangsur-angsur kedalamannya menuju ke Teluk Bone antara
lengan Selatan dan tenggara Sulawesi. Basin Banda Tengah dikelilingi oleh
Busur Banda pada sisi selatan, timur, serta utara. Busur ini terdiri dari
sejumlah igir yang membentuk rangkaian searah, busur-busur ini diketahui
berdasarkan hasil pemetaan dan ekspedisi Snellius.
Dengan demikian ternyata busur dalam terdiri dari beberapa igir
dan ketinggian menyerupai kubah yang tersusun dalam satu rangkaian.
Perubahan posisi tersebut terdapat geantiklin yang secara umum
menunjukkan adanya proses pelengkungan yang intensif dari busur dalam
Kepulauan Sunda Kecil yang berarah menuju timur hingga barat dan
bergeser ke timurlaut dan utara sehingga akhirnya kembali ke baratlaut dan
barat.
Maluku Selatan merupakan bagian dari Pulau Maluku yang
tersusun dari endapan laut dangkal yang diperkirakan berumur Pliosen-
Plistosen sampai Holosen. Sejarah terbentuknya Maluku Selatan ialah pada
Zaman Miosen bawah, hal ini dibuktikan dengan pengendapan batu
gamping dan napal yang berlangsung sampai Zaman Miosen tengah. Pada
Zaman Miosen atas hingga Pliosen bawah terjadi pengangkatan yang
berakibat zona pengendapan berubah menjadi laut dangkal dengan adanya
pengendapan napal dan batu gamping yang termasuk Formasi Manumbai.
Sehingga batuan penyusunnya terdiri dari batu gamping, napal, dan
endapan alluvium.

8
Formasi Geologi Pulau Seram Pulau Seram termasuk ke dalam
mandala kepulauan Maluku. Bentuk fisiografi daerah ini merupakan
perbukitan bergelombang kuat yang terbentuk oleh aktivitas tektonik yang
terjadi di daerah ini. Gaya tektonik tersebut degan arah utama hamper
utara–selatan mengakibatkan terjadina proses pengangkatan yang
membentuk perbukitan yang memanjang timur – barat, perlipatan yang
diiringi dengan proses pembentukan sesar naik dan sesar geser. Perbukitan
yang berada di bagian tengah pulau yang diapit oleh daerah pedataran di
bagian utara dan selatan. Puncak tertinggi adalah Gunung Binaya dengan
ketinggian ± 3.027 meter di atas permukaan laut (mdpl). Sungai-sungai
yang mengalir dari bagan tengah ke arah selatan di antaranya Sungai Kawa,
Sungai Nusulahu, Sungai Salame, Sungai Nua, Sungai Jage, Sungai
Walalia, Sungai Wolu, Sungai Fuwa, Sungai Kaba, dan Sungai Taluarang.
Selain itu terdapat Sungai Mual, Sungai Isal, Sungai Sariputih, Sungai
Samal, dan Sungai Kobi mengalir dari bagian tengah ke arah utara. Pulau
ini dibatasi oleh Laut Seram di bagian Utara dan Laut Banda di bagian
Selatan.
Wilayah Pulau Seram dan Pulau Ambon merupakan bagian dari
Busur Banda. Berdasarkan data stratigrafi kedua pula tersebut
menunjukkan perkembangan tektonik dari Paleozoik sampai Miosen.
Perkembangan tektonik pada kedua pulau sangat erat dengan
perkembangan tektonik tepi benua Australia. Interaksi konvergen antara
lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik pada Miosen Akhir yang
diikuti oleh rotasi Kepala Burung berlawanan arah jarum jam pada Mio-
Pliosen telah menyebabkan perkembangan tektonik kedua kawasan itu
berbeda, sehingga unit litologi dari Pulau Seram dan Ambon dapat
dibedakan menjadi Seri Australia dan Seri Seram. Batuan sedimen tertua
di Pulau Seram adalah Formasi Kanikeh yang diendapkan di neritik luar,
berupa batupasir dan mudstones dan secara tidak selaras terdapat di atas
batuan beku dan batuan metamorfik (basement). Umur dari Formasi
Kanikeh adalah Trias Tengah–Trias Akhir. Di atas Formasi Kanikeh secara
gradasi terdapat Formasi Saman-Saman yang berupa batu gamping.

9
Kemudian secara menjari di atas Formasi Saman-Saman terdapat Formasi
Manusela yang berupa batugamping dan diendapkan pada lingkungan
neritik–batial. Kompleks Salas diendapkan di outer shelf–bathyal, yang
terdiri dari batulempung, mudstones, dan mengandung klastik, bongkah,
dan blok dari batuan sebelum mengalami pengangkatan. Selain Kompleks
Salas, erosi dari pengangkatan batuan di Pulau Seram ini juga
menyebabkan diendapkannya Formasi Wahai yang berupa endapan klastik
di outer shelf – bathyal pada Pliosen – Awal Pleistosen. Di atas Formasi
Wahai, terdapat Formasi Fufa yang merupakan endapan laut dangkal (zona
neritik) dari erosi ketika proses pengangkatan masih berlangsung pada
Awal Pleistosen. Formasi Wahai terdiri dari mudstones, batulempung,
batupasir, batulanau, konglomerat, dan batugamping.
Fomasi Geologi Pulau Buru Pulau Buru yang terdiri dari Kabupaten
Buru dan Buru Selatan merupakan salah satu kawasan di luar busur banda
(jalur gunungapi) dengan formasi geologi bervariasi antara batuan sedimen
dan metamorfik. Dalam Peta sketsa geologi Pulau Buru dan Pulau Seram,
ditemukan 3 (tiga) material utama penyusun Pulau Buru. Ketiga formasi
dimaksud berada pada bagian selatan, utara dan formasi deposisi di bagian
timur laut, yang masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Batuan Sedimen di bagian selatan yang kebanyakan dijumpai pada
tempat-tempat dengan permukaan air yang dangkal.
2. Batuan Metamorfik yang mirip dengan tipe batuan benua yang meliputi
filit, batu sabak, sekis, arkose serta greywacke meta yang dominan
berada pada bagian utara Pulau Buru
3. Endapan Batuan sedimen berumur neogen bagian atas ditemukan pada
bagian timur laut sekitar Kawasan Waeapo tersusun dari endapan
Aluvium dan Kolovium berupa bongkahan, kerikil, lanau, konglomerat,
lumpur dan gambut. Sedangkan di sepanjang pantai utara terdapat jalur
endapan pantai dan aluvio-kolovium yang diselingi dengan terumbu
karang angkatan (uplifed coral reef). Keberadaan sesar pada masing-
masing pulau akan berpengaruh terhadap potensi gerakan tanah dan
longsor.

10
Stratigrafi Maluku
1. Halmahera
Sejarah stratigrafi Halmahera merupakan hasil dari patahan dan
pengangkatan dan sedimen-sedimen hasil fluktuasi genang laut. Sedimen-
sedimen tersebut berpotensi sebagai batuan induk, reservoir, dan batuan penutup,
yang penting dalam pembentukan dan penjebakan hidrokarbon. Salah satu lokasi
yang distratigrafikan di wilayah Halamahera adalah Cekungan Kau Bay.
Stratigrafi Cekungan Kau Bay diendapkan diatas batuan dasar berumur Jurasik.
Litologi batuan dasarnya terdiri dari Ofolit. Sedimentasi cekungan ini diawali
dengan pengendapan secara tidak selaras. Batugamping Formasi Gau berumur
Kapur, batuannya tediri atas endapan Batupasir dan Batugamping. Diatas
Batugamping Formasi Gau diendapkan breksi Formasi Dodogo berumur
Paleosen. Pada umur Eosen Awal diatas Formasi Dodogo diendapkan Formasi
Paniti. Formasi Paniti ini memiliki endapan berupa Batupasir Konglomeratan,
Batulanau, Batulempung, Batugamping, dan dijumpai pula endapan Batubara.
Diperkirakan formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal. Pada umur
Eosen Tengah di Cekungan Kau Bay diendapkan Napal Formasi Onof.
Kemudian pada Awal Miosen diendapkan secara tidak selaras Formasi Jawali
dengan endapannya berupa Konglomerat yang berasal dari daerah Fluvial.
Formasi Subaim diendapkan diatas Formasi Jawali pada umur Miosen Awal-
Miosen Tengah yang terdiri dari endapan Batugamping massif dan perlapisan
Batugamping koral. Lingkungan paparan laut dangkal menjadi tempat
pengendapan Formasi ini.
Diatas Formasi Subaim diendapakan Formasi Soolat pada umur
Pliosen. Formasi ini terdiri dari endapan Batulempung gampingan dan perlapisan
Batugamping yang pada tempat-tempat tertentu dijumpai berlapis dengan
Batupasir dan Konglomerat. Batugamping Formasi Wasile diendapkan secara
selaras diatas Formasi Soolat yang terjadi pada umur Pliosen, dengan batuannya
berupa Batupasir Turbidit dan terdapat pula Konglomerat yang menggambarkan
bagian dari prograding kipas bawah laut. Pada umur Pliosen di Cekungan
Halmahera ini diendapkan Batugamping terumbu, dan kemudian diendapkan
alluvial pada umur Holosen.

11
Gambar 2.2 Stratigrafi Cekungan Kau Bay
Sumber: http://suarageologi.blogspot.com/2014/05/geologi-
cekungan-kau-bay.html
2. Pulau Taliabu
Susunan stratigrafi Pulau Taliabu yaitu di susunan paling bawah terdapat
Kompleks Batuan Malihan yang terdiri atas Sekis, Genes, Amfibolit, Argilit, dan
Kuarsit yang diperkirakan berumur Karbon. Ketebalan kompleks ini
diperkirakan lebih dari 1000 m. berdasarkan hasil pentarikhan radiometri, batuan
Malihan jenis Sekis satuan ini berumur 305 ±6 juta tahun atau Karbon. Secara
tidak selaras diatas Kompleks Malihan diendapkan Formasi Menanga yang
terdiri atas perselingan Batugamping Hablur, Batupasir Malih, Batusabak, dan
Filit. Tebal satuan Formasi Menanga diperkirakan 1000 m yang diendapkan

12
dalam lingkungan Fluviatil-laut dangkal yang juga diperkirakan berumur Perem.
Lokasi tipe berada di Sungai Menanga, Pulau Taliabu.
Formasi Menanga ditindih tak selaras oleh Batuan Gunungapi Mangole
yang dikuasai breksi gunungapi, tuf terkersikkan, dan ignimbrit. Terobosan
Granit Banggai terdiri atas Granit, Diorit Kuarsa, Granodiorit, dan Pegmatit yang
berumur Perem Akhir-Trias. Secara tak selaras di atas batuan Paleozoikum dan
Trias diendapkan Formasi Bobong yang terdiri atas Breksi, Konglomerat, dan
Batupasir Kuarsa di bagian bawah, dan perselingan serpih dan Batulempung-
Batulumpur di bagian atas. Pada tempat yang sama, terdapat lensa batugamping,
sisipan Batulanau, Bintal Pirit, dan lapisan Batubara. Berdasarkan fasies,
runtunan batuannya terdiri atas fasies darat sampai laut. Hadirnya lapisan
batubara menunjukkan bahwa satuan batuan Formasi Bobong ini diendapkan
dalam lingkungan fluviatil, peralihan, sampai laut dangkal, dan diduga berumur
Jura Awal-Tengah
Formasi Bobong tersebar luas di bagian barat, utara dan timur Pulau
Taliabu. Tebal formasi ini sekitar 2000 m dan terlipat dengan kemiringan lapisan
batuan rata-rata 20°-30°. Secara selaras dan sebagian menjemari di atas Formasi
Bobong diendapkan Formasi Buya yang terdiri atas serpih bersisipan Batupasir
dan Konglomerat, Bintal Batulempung gampingan, dan oksida besi. Keberadaan
fosil Foraminifera, Belemnit, dan Amonit terutama dalam batuan serpih
memberikan indikasi kisaran umur Jura Tengah - Akhir. Lingkungan
pengendapan Formasi Buya adalah lingkungan laut dalam sampai peralihan dan
lingkungan laut dangkal, dalam, sampai terbuka Tebal satuan ini diduga lebih
dari 1000 m. Formasi Buya secara selaras ditindih oleh Formasi Tanamu yang
terdiri atas napal, kelabu agatanahk kecoklatan, berlapis baik, dan tersebar di
bagian timur dan utara Pulau Taliabu. Para peneliti menjumpai adanya
batugamping kapuran dan serpih pada seri napal Formasi Tanamu ini. Formasi
ini berumur Kapur. Berdasarkan runtunan Napal yang berasosiasi dengan
Batugamping dan Batupasir, maka lingkungan pengendapan Formasi Tanamu
adalah garis pantai-laut dangkal. Tebal satuan batuan Formasi Tanamu sekitar
300 m.Secara tak selaras dan terpisah di atas Formasi Tanamu diendapkan
Formasi Salodik yang terdiri atas Batugamping dan Napal, sedangkan di Pulau

13
Mangole ada sisipan Batupasir pada runtunan Batugamping. Sebaran Formasi
Salodik di Pulau Taliabu dijumpai terutama di pantai utara bagian timur dan
bagian selatan, sedangkan di Pulau Sehu terdapat di seberang barat Pulau
Taliabu. Batugamping formasi ini berwarna kelabu terang yang sebagian
berlapis baik, sementara sisipan Batupasir, dan Napal, berwarna coklat, agak
padat dan agak keras, berlapis baik dengan ketebalan lapisan 1-10 cm

Gambar 2.3 Stratigrafi Pulau Taliabu


Sumber: Supandjono & Haryono,1993; Surono & Sukarna, 1993

3. Pulau Seram
Pulau Seram termasuk ke dalam mandala Kepulauan Maluku. Bentuk
fisiografi daerah ini merupakan perbukitan bergelombang kuat yang terbentuk
oleh aktivitas tektonik. Gaya tektonik dengan arah utama yaitu utara-selatan
yang mengakibatkan terjadinya proses pengangkatan dan membentuk perbukitan
yang memanjang kea rah timur-barat, perlipatan yang diiringi dengan proses

14
pembentukan sesar naik dan sesar geser. Pulau Seram dan Ambon merupakan
bagian dari Busur Banda. Data stratigrafi menunjukkan bahwa perkembangan
tektonik bahwa kedua pulau tersebut berkembang dari zaman Paleozoik sampai
Miosen yang sangat erat hubungannya dengan perkembangan tektonik tepi
benua Australia. Interkasi konvergen antara Lempeng Eurasia, Indo-Australia
dan Lempeng Pasifik pada zaman Miosen Akhir diikuti oleh rotasi Kepala
Burung berlawanan arah jarum jam pada Mio-Pliosen telah menyebabkan
perkembangan tektonik kedua kawasan itu berbeda, sehingga unit litologi dari
Pulau Seram dan Ambon dapat dibedakan menjadi Seri Australia dan Seri
Seram.
Data stratigrafi menunjukkan bahwa paling kurang terjadi dua kali
kompresi tektonik dan dua kali continental break up yang berkaitan dengan
pembentukan Pulau Seram dan Ambon. Continental break up pertama diikuti
oleh kompresi tektonik pertama yang terjadi di zaman Paleozoikum. Kontraksi
kerak bumi yang terjadi setelahnya meletakkan batuan-batuan metamorfik
tingkat tinggi, seperti Granulit ke dekat peremukaan dan mantel atas tertransport
ke atas membenuk batuan-batuan Ultrabasa, sehingga pada Pulau Seram banyak
ditemukan mineral berupa Nikel. Setelah itu, terjadi erosi yang menyingkap
batuan-batuan metamorfik dan disusul dengan thermal subsidence yang
membentuk deposenter bagi pengendapan Seri Australia. Continental break up
yang kedua terjadi pada zaman Jura Tengah yang diikuti oleh pemekaran lantai
samudera. Peristiwa ini berkaitan dengan selang waktu tanpa sedimentasi dalam
Seri Australia pada zaman Jura. Kompresi terakhir terjadi pada Miosen Akhir,
kejadian ini sangat kritis bagi evolusi geologi Pulau Seram dan Ambon. Interaksi
konvergen yang terjadi menyebabkan Seri Australia mengalami thrusting,
pengangkatan orogenik, dan perlapisan sehingga berubah menjadi batuan
sumber bagi Pulau Seram.

15
Gambar 2.4 Stratigrafi Pulau Seram
Sumber: Zillman dan Paten, 1976
4. Pulau Buru
Secara umum batuan di Pulau Buru didominasi oleh batuan Malihan,
batuan Sedimen berupa Batugamping, Batupasir, dan Konglomerat. Batuan
tertua yang tersingkap adalah Sekis, dan batuan vulknaik yang tersingkap adalah
tuf sisipan lava (basaltik/andesitik). Pulau Buru termasuk sebagai mikro
kontinen dari Lempeng Australia dan baian dari Busur Banda bagian dalam yang
memiliki kodisi geologi yang kompleks. Daerah panas bumi Wapsalit yang
terletak di Kabupaten Buru, Maluku dibagi menjadi 4 satuan batuan, yakni
batuan metamorfik atau malihan, satuan Batulempung, satuan Undak Sungai,
dan satuan alluvium. Batuan metamorfik yang didominasi oleh Filit, Batusabak,
batu tanduk (hornfels), Kuarsit, Skiss, dan Arkosa. Penentuan umur radiometrik
dengan menggunakan mineral zirkon menunjukkan umur dari Kuarsit adalah
berumur Permian Akhir. Batulempung tersebar di daerah Metar yang berselang-
seling dengan Batupasir kasar dengan arah atau kemiringan sekitar N 275°E/15°-

16
N 310°E/10°, ditemukan pengarangan kayu warna hitam kecoklatan menyerupai
gambut yang mengindikasikan lingkungan pengendapan pada lingkungan darat.
Tebal dari Batulempung sekitar 20-150 cm. batupasir kasar berwarna
abu-abu kecoklatan, butiran sedang yang berbentuk kerikil, berstruktur sedimen
penghalusan kea rah atas (graded bedding). Tebal dari Batupasir antara 30-50
cm, satuan batuan ini diperkirakan berumur Kuarter Awal (Plistosen). Satuan
Undak Sungai tersebar di daerah Dusun Debu, Metar, Wae Tina, dan Wae Flan.
Litologi satuan ini didominasi oleh batuan sedimen rombakan berupa
Konglomerat berwarna coklat merah kehitaman, butiran mulai dari kerikil-
kerakal, serta terpilah dengan sangat buruk. Komponen/fragmen tersusun oleh
batuan metamorfik seperti Filit, Skiss, Sabak, Kuarsit, pasir, dan lempung.
Satuan ini menindih secara selaras dengan stauan Batulempung dan diperkirakan
berumur Kuarter Awal (Plistosen). Satuan Alluvium menempati sekitar dataran
Sungai Wae Apo yang tersusun olrh lempung, pasir, bongkahan batuan
metamorfik yang lepas-lepas dan berada di pinggir Sungai Wae Apo di mana
sungai ini merupakan sungai tua dengan gosong pasir (sand bar) yang luas.
Batuan Ubahan mengalami alterasi yang kemudian mengubah batuan asalnya
cenderung menjadi mineral lempung. Alterasi sendiri merupakan proses
hydrothermal yang terjadi pada batuan akibat reaksi antara fluida dengan batuan
asal yang biasanya dipengaruhi oleh suhu, tekanan, jenis batuan asal yang
berkomposisi fluida (khususnya pH). Batuan Ubahan yang terbentuk merupakan
hasil interaksi antara fluida yang dibawa oleh air panas melalui bidang
lemah/sesar yang mengalami kontak dengan batuan metamorfik/malihan jenis
Filit.
Hasil analisis Petrografi menunjukkan batuan metamorf yang terdapat di
Sungai Pemali dan Sungai Waemetar menunjukkan struktur foliasi filonit dan
skistose pada mineral Kuarsa dan grup mika, yang merupakan ciri khas pada
batuan Filit dan Skis. Sedangkan struktur granulose merupakan indikasi untuk
batuan Kuarsit yang didominasi oleh mineral Kuarsa. Sungai Pemali sendiri
tersusun oleh mineral-mineral lempung seperti Kaolinit, Hallyosit, Dickit, Illit,
dan mineral Alunit. Munculnya Ilit menunjukkan temperature pembentukannya
berada pada suhu yang cukup tinggi, yakni antara 240-300°C yang menunjukkan

17
tipe hydrothermal pada zona phyllic. Sedangkan munculnya mineral Alunit
menujukkan tipe hydrothermal pada zona advance argilic, mineral Alunit
biasanya berasosiasi dengan tipe air panas asam dengan kandungan sulfida
tinggi. Sedangkan mineral Kaolin, Hallyosit, dan Dickit menunjukkan
temperature pembentukan yang lebih rendah dan biasanya termasuk pada zona
hydrothermal agrilik.
Stratigrafi batuan dibagi menjadi 4 satuan dengan urutan dari ua ke muda,
terdiri dari batuan metamorf, satuan Batulempung, satuan Undak Sungai, dan
Alluvium. Batuan tertua berumur Permian Akhir. Peranan struktur Sesar
Waekedang yang berarah Baratlaut-Tenggara sangat penting sebagai control
geologi dan panas bumi di daerah manifestasi. Suhu tertinggi mencapai 101,3°C,
berada di Sungai Pemali termasuk sistem dominasi sumber air panas yang
diperkirakan berupa tubuh intrusi atau vulkanik yang belum muncul ke
permukaan.

Kondisi Litologi Maluku

Daerah Maluku sebagian berbentuk pegunungan di sebelah


utara, oleh karena itu secara litologi Maluku disusun oleh batuan yang
terdiri dari batuan vulkanik, sedimen, dan endapan muda. Batuan akibat
adanya kegiatan tektonik mengakibatkan adanya perlipatan, dan
pensesaran serta kegiatan magmatik (hidrothermal) yang mana hal tersebut
merupakan media yang potensial bagi pembentukan mineralisasi. Daerah
uji petik memiliki sebaran alterasi yang didimonasi oleh ubahan Silsifikasi,
Serisit sampai dengan Argilik. Di beberapa lokasi dijumpai adanya ubahan
jenis Filik (pada punggungan Anggai), Argilik dan Propilit. Hal ini
menunjukan alterasi kearah dalam memiliki variasi alterasi yang
bertemperatur lebih tinggi. Jadi kemungkinan tipe porpiri akan muncul jika
melihat pola alterasi yang demikian.

A. Halmahera
Di bawah ini formasi-formasi yang terdapat di Halmahera, antara
lain:

18
1. Formasi Dorosagu, perselingan antara Batupasir dengan
Serpih Merah dan Batugamping. Formasi ini berumur
Paleosen-Eosen. Secara umum formasi ini sangat kompak
dan berlapis baik. Batupasir menjadi litologi yang dominan
menyusun, memiliki etebalan lapisan rata-rata 10 cm dan
terdapat banyak fosil foraminifera. Variasi dari batupasir ini
adalah batupasir gamping berbutir halus yang terdiri dari
feldspar, kuarsa, dan rombakan serpih merah; batupasir
greywacke yang mengandung rombakan batuan ultrabasa;
Batulanau gampingan memiliki tebal rata-rata 5 cm, dan
batupasir konglomeratan. Konglomerat dengan komponen
andesit, basalt serta batugamping, dan masa dasar pasir
gampingan. Batugamping berbutir halus hingga sedang,
terdapat fosil foraminifera bentonik besar, dan sedikit
glaukonit. Foraminifera yang diidentifikasi antara lain
Discocyclina sp, Operculina sp, Amphistegina sp,
asterocyclina sp, dan nummulites sp, yang menunjukkan umur
Paleosen-Eosen (Kadar 1976, komunikasi tertulis; dalam
Supriatna 1980). Sentuhan satuan batuan yang lebih tua berupa
ketidak selarasan, dan sesar naik. Ketebalan satuan ini lebih
kurang 400 meter. Nama satuan ini diambil dari Sungai
Dorosagu pada lengan timur laut Pulau Halmahera. Satuan ini
awalnya dinamakan seri Saolat oleh penemu bernama Bessho.
2. Formasi Tingteng, berupa Batugamping Hablur dan
Batugamping Pasiran, sisipan Napal dan Batupasir.
Batugamping Pasiran berwarna kelabu dan coklat, bersifat
kompak, sisipan Napal dan Batupasir, memiliki ketebalan 10-
30 cm, batuan ini berumur Akhir Miosen-Awal Pliosen.
Formasi ini tersebar di sekitar di sekitar Subaim, Dodaga, dan
Labi-labi dengan ketebalan kurang lebih 300 meter. Formasi
Tingteng terletak tidak selaras di atas Formasi Tutuli dan
mempunyai hubungan yang menjemari dengan Formasi Weda.

19
Nama satuan diambil dari nama Sungai Tingteng, di lengan
tenggara Halmahera.
3. Formasi Weda, berupa Batupasir berselingan dengan Napal,
Tufa, Konglomerat, dan Batugamping. Berdasarkan gabungan
fosil foraminifera Formasi Weda memiliki kisaran umur
Miosen Tengah hingga Pliosen. Ketebalan formasi kurang
lebih 650 meter dan memiliki hubungan menjemari dengan
Formasi Tingteng. Satuan ini semula di sebut seri Weda oleh
penemu bernama Bessho berdasarkan singkapan di Desa Weda
di lengan timur laut Pulau Halmahera.
4. Formasi Dodaga, berumur Kapur, tersusun oleh Serpih
berselingan dengan Batugamping dan sisipan Rijang. Selain
itu ditutupi pula oleh batuan yang berumur Paleosen-Eosen
yaitu Formasi Dorosagu, Satuan Konglomerat, dan Satuan
Batugamping.
5. Formasi Konglomerat, berkomponen batuan Ultrabasa, Basalt,
Rijang, Diorit, dan Batusabak. Tebalnya sekitar 100 m,
menutupi batuan Ultrabasa secara tidak selaras, berumur
Miosen Tengah-Pliosen Awal.
6. Formasi Bacan (Tomb), terdiri dari lava, breksi, dan tufa
dengan sisipan Konglomerat dan Batupasir. Breksi gunungapi,
kelabu kehijauan dan coklat, umunya terpecah, mengandung
barik kuarsa yang sebagian berpirit. Lava bersusunan Andesit
Horblende dan Andesit Piroksen yang berwarna kelavu
kehijauan dan coklat, umumnya sangat terpecah dan terubah,
terpropilitkan dan termineralkan. Konglomerat memiliki
warna kelabu kehijauan dan coklat, bersifat kompak,
mengandung barik kuarsa, memiliki komponen Basalt,
Batugamping, Rijang, Batupasir, dan setempat dengan batuan
Ultrabasa. Batupasir dari analisis fosil menunjukkan umur
Oligosen-Miosen Bawah dan lingkungan litoral.
Di Halmahera terdapat beberapa satuan geologi yang berasal dari

20
batuan beku. Satuan-satuan tersebut diantaranya:
a. Satuan Batuan Ultrasa, terdiri dari Serpentinit, Piroksenit, dan Dunit
yang umumnya berwarna hitam kehijauan, bersifat rapuh atau mudah
pecah, terbreksikan mengandung Asbes dan Garnierit. Satuan batuan
ini memiliki hubungan dengan satuan yang lebih muda, berupa
bidang ketidak selarasan atau bidang sesar naik.
b. Satuan Batuan Beku Basa, teriri dari Gabro Piroksen, Gabro
Horblende, dan Gabro Olivin. Semua batuan tersebut tersingkap di
dalam Batuan Ultrabasa.
c. Satuan Batuan Intermediet, terdiri dari batuan Diorite Kuarsa, dan
Hornblende. Semua batuan tersebut tersingkap di dalam Batuan
Ultrabasa.
B. Pulau Seram
Batuan sedimen tertua di Pulau Seram adalah Formasi
Kanikeh yang diendapkan di neritik luar, berupa Batupasir, serpih
Batulanau, sisipan Konglomerat dan Batugamping yang secara tidak
selaras terdapat di atas batuan beku dan batuan metamorfik
(basement). Umur dari Formasi Kanikeh adalah Trias Tengah–Trias
Akhir. Di atas Formasi Kanikeh secara gradasi terdapat Formasi
Saman-Saman yang berupa batu gamping. Kemudian secara menjari
di atas Formasi Saman-Saman terdapat Formasi Manusela yang
berupa Batugamping dan diendapkan pada lingkungan neritik–
batial.Kompleks Salas diendapkan di outer shelf–bathyal, yang
terdiri dari Batulempung, mudstones, dan mengandung klastik,
bongkah, dan blok dari batuan sebelum mengalami pengangkatan.
Selain Kompleks Salas, erosi dari pengangkatan batuan di
Pulau Seram ini juga menyebabkan diendapkannya Formasi Wahai
yang berupa endapan klastik di outer shelf–bathyal pada Pliosen–
Awal Pleistosen. Di atas Formasi Wahai, terdapat Formasi Fufa
yang merupakan endapan laut dangkal (zona neritik) dari erosi
ketika proses pengangkatan masih berlangsung pada Awal

21
Pleistosen. Formasi Wahai terdiri dari mudstones, Batulempung,
Batupasir, Batulanau, Konglomerat, dan Batugamping.

Gambar 2.4 Formasi Geologi Pulau Seram


Sumber: http://sibasripi-pupr.pu.go.id/assets/files/profil/Profil%20Maluku.pdf

C. Pulau Buru
Pulau Buru yang terdiri dari Kabupaten Buru dan Buru
Selatan merupakan salah satu kawasan di luar busur banda (jalur
gunungapi) dengan formasi geologi bervariasi antara batuan
sedimen dan metamorfik. Dalam Peta sketsa geologi Pulau Buru dan
Pulau Seram, ditemukan 3 (tiga) material utama penyusun Pulau

22
Buru. Ketiga formasi dimaksud berada pada bagian selatan, utara
dan formasi deposisi di bagian timur laut, yang masing-masing dapat
diuraikan sebagai berikut:
• Batuan Sedimen di bagian selatan yang kebanyakan dijumpai pada
tempat-tempat dengan permukaan air yang dangkal,

• Batuan Metamorfik yang mirip dengan tipe batuan benua yang


meliputi filit, batu sabak, sekis, arkose serta greywacke meta yang
dominan berada pada bagian utara Pulau Buru,

• Endapan Batuan sedimen berumur neogen bagian atas ditemukan


pada bagian timur laut sekitar Kawasan Waeapo tersusun dari
endapan Aluvium dan Kolovium berupa bongkahan, kerikil,
lanau, konglomerat, lumpur dan gambut. Sedangkan di sepanjang
pantai utara terdapat jalur endapan pantai dan aluvio-kolovium
yang diselingi dengan terumbu karang angkatan (uplifed coral
reef).
Pulau Buru juga memiliki beberapa formasi geologi.
Formasi yang dominan. Formasi dominan diantaranya:
1) Formasi Dalan, terdiri atas Batupasir, Serpih, Konglomerat,
dan Batulanau
2) Formasi Ghegan, terdiri atas Batugamping Dolomian,
Kalkarenit, Serpih, dan Napal.
3) Kompleks Rana, terdiri atas Filit, Batusabak, Arkosameta,
Gweke Malih, dan Pulam.
4) Kompleks Wahlua, terdiri atas Sekis, Filit, Batupasir, Arkosah
Malih, Kuarsit, dan Pulam.

23
Gambar 2.5 Formasi Geologi Pulau Buru
Sumber: http://sibasripi-pupr.pu.go.id/assets/files/profil/Profil%20Maluku.pdf
Secara umum, wilayah Maluku Selatan memiliki berbagai
formasi, diantaranya yaitu:
1. Formasi Amasing, berupa Batupasir tufaan, berselingan dengan
Batulempung dan Napal, bersisipkan Batugamping. Batupasir
tufaan berwarna kelabu kehijauan, berpilah sedang,
berkomponen utama Kuarsa, Feldspar, dan sedikit Bijih
Mineral, bermasa dasar Tufa. Batulempung dan Napal
berwarna kelabu kehijauan, bersifat agak kompak, mengandung
banyak fosil Foraminifora plangton. Hasil analisis fosil
menunjukkan Napal berumur Miosen Bawah sampai Miosen
Tengah.

24
2. Formasi Woi, berupa Batupasir, Konglomerat, dan Napal.
Batupasir tersebut berwarna kelabu, berpilah sedang, dan
bermasa dasar Tufa. Konglomerat berwarna kelabu,
mengandung kerakal Andesit, Basal, dan Batugamping. Napal
berwarna kelabu, mengandung fosil Foraminifora dan Moluska,
bertempat sama dengan Lignit. Fosil Foraminifora
menunjukkan umur Miosen Atas sampai Pliosen yang
berlingkungan Sublitoralbatial. Formasi ini memiliki tebal
antara 500-600 m.
3. Formasi Anggai, berupa Batugamping dan Batugamping
Pasiran, bersifat pejal atau padat. Fosil Foraminifora
menunjukkan umur Miosen Atas sampai Pliosen. Formasi ini
tersebar di timur Pulau Obi. Ketebalannya kurang lebih 500 m.
Formasi Anggai ini menjemari dengan Formasi Woi.
4. Formasi Bobong. Formasi ini tersebar luas di bagian barat,
utara, dan timur Pulau Taliabu. Tebal formasi ini sekitar 2000
m, dan terlipat dengan kemiringan lapisan batuan rata-rata 20°-
30°. Formasi Buya secara selaras terendapkan dan sebagian
menjemari di atas Formasi Bobong yang terdiri atas serpih
bersisipan Batupasir dan Konglomert, Bintal Batulempung
gampingan, dan oksida besi. Keberadaan fosil Foraminifera,
Belemnit, dan Amonit terutama dalam baruan serpih
memberikan indikasi kisaran umur Jura Tengah-Akhir.
Lingkungan pengendapan Formasi Buya adalahlingkungan laut
dalam sampai peralihan dan lingkungan alt dangkal, dalam,
sampai terbuka. Tebal satuan ini diduga lebih dari 1000 m.
5. Formasi Buya secara selaras ditindih oleh Formasi Tanamu
yang terdiri atas Napal yang berwarna kelabu agak kecoklatan,
berlapis baik, dan tersebar di bagian timur dan utara Pulau
Taliabu. Para ahli menjumpai adanya Batugamping kapuran
dan serpih pada seri Napal Formasi Tanamu ini. Formasi ini
berumut Kapur. Berdasarkan runtutan Napal yang berasosiasi

25
dengan Batugamping dan Batupasir, maka lingkungan
pengendapan Formasi Tanamu adalah garis pantai-laut. Tebal
satuan batuan Formasi Tanamu sekitar 300 m.

2.1.2 Geomorfologi Maluku

Wilayah Maluku memiliki beraneka ragam dengan basin (lubuk


laut) dan punggungan, proses pembentukan pegunungan yang sangat
aktif. Sebagian dari Maluku Utara berhubungan dengan rangkaian pulau-
pulau Asia Timur dan sebagian lagi terhubung dengan Melanesia,
sedangkan Maluku Selatan atau Busur Banda merupakan bagian dari
pegunungan Sunda. Pemisah antara Maluku Utara dan Maluku Selatan
adalah punggungan yang arahnya timur barat, membujur dari lengan timur
Sulawesi ke kepala dari pulau Papua, melalui Banggai, Sula, Gomimi
(selatan Pulau Obi), dan Misool. hubungan antara punggungan Pulau Sula
dan Pulau Misool kurang dikenal. Punggung itu tenggelam di sebelah
timur Manguola (2000 m) dan merupkan ambang pintu dari Selat
Lifamatora yang memisahkan Basin Mangole dengan Basin Buru.

1. Geomorfologi Maluku Utara


Maluku Utara merupakan penghubung antara Filipina di
utara, Papua Timur, dan Sulawesi di barat. Daerah ini tersusun dari
punggungan bawah laut dan dataran yang kompleks berupa rangkaian
pulau dan gugusan pulau yang dipisahkan oleh basin-basin kecil dan
palung. Kedalaman palung antara 2000-4000 m dan ketinggian rata-
rata daerah sekitar 1500 m di atas permukaan laut.
Sudut-sudut Pulau Maluku Utara berhubungan dengan
daerah yang lebih luas yaitu Pulau Mindanau, Papua, dan Sulawesi.
Sisinya dibatasi oleh palung yang dalam yaitu palung dari Filipina
Selatan sedalam 6000-9000 m di sepanjang sisi timur laut ada Laut
Seram (5319 m), di sepanjang sisi barat laut ada basin Sulawesi (6220
m). Jadi Maluku Utara merupakan bagian kulit bumi yang mengalami
pengangkatan yang kuat, dimana mempunyai ketinggian rata-rata

26
beberapa ribu meter.
Arah garis dari fisiografis daerah ini diuraikan seperti,
Ujung barat laut berupa punggungan bawah laut yang
menghubungkan ujung selatan Mindanau dengan Minahasa (lengan
utara Sulawesi), terdiri dari pulau vulkanis Serangani (termasuk
Filipina), Kepulauan Kawio (sejumlah terumbu karang kecil), dan
pulau-pulau vulkanis Sangihe. Rangkaian pulau vulkanis tersebut
disebut pegunungan Sangihe, yang menghubungkan lengan utara
Sulawesi. Selanjutnya berupa depresi yang menbentang dari Teluk
Davao di Mindanau kearah selatan melalui Palung Sangihe menuju
basin Gorontalo. Basin Gorontalo ini membelok ke barat masuk ke
Teluk Tomini, yang memisahkan lengan utara dan timur Sulawesi.
Zona Samar-Diuata merupakan zona yang terangkat
reliefnya sedikit rumit, membentuk pegunungan timur dari
Mindanao, tenggelam kea rah selatan sampai palung Sangihe. Zona
ini dihubungkan oleh punggungan yang sempit terdiri dari pulau
Palmas (Miangas) dengan dataran pulau-pulau Talaud dan Nanusa.
Punggungan ini membentuk ambang antara palung Filipina dan
palung Sangihe. Secara garis besarnya Zona Samar-Diuata letaknya
lurus bersambung dengan Zona Talaud-Mayu.
Dataran Talaud bersambungan dengan daerah terangkat
yang lebarnya 75 km, yang membentang ke arah selatan pada
konfigurasi dasar laut Maluku. Daerah yang tarangkat ini biasa
disebut dengan punggungan Mayu, karena sebagai pusatnya berupa
pulau yang bernama Mayu. Punggungan Mayu tersusun karena
adanya punggungan yang sejajar sehingga menunjukkan
kenampakan sebagai sebuah Antiklinorium. Terdapat ada dua sumbu
depresi yang satu terletak di sebelah selatan Kepulauan Talaud
(antara Basin Sangihe dan Basin Morotai), dan yang lainnya didekat
ujung selatan (antara Basin Gorontalo dan Bacan).
Puncak tertinggi terletak dibagian tengah punggungan
tersebut, yaitu antara Manado dan Ternate. Bagian itu menerobos

27
Punggungan Mayu di tempat ini dan tersusun menjadi satuan-satuan
yang di urutkan dari barat ke timur, seperti:
1. Sebuah parit tepi (± 2500 m).
2. Punggungan kira-kira 1200 m di bawah permukaan laut yang
dipisahkan oleh adanya parit (± 2000 m) yang bersambung, dari
bagian utara Pulau Mayu dan selatan dari Tidore.
3. Sebuah parit lain yang dalamnya (> 2500 m) ke arah timur yang
diikuti oleh punggungan bawah laut 1500 m di bawah
permukaan laut.
4. Pada akhir dasar laut turun ke Palung Ternate dan di tengah-
tengah antara Pulau Mayu dan Ternate yang dalamnya 3500 m.
Punggungan yang tenggelam ini menuju ke arah selatan dan
mempunyai depresi yang dalamnya (> 2000 m)

Ujung Selatan punggungan Pulau Mayu dibatasi oleh


adanya Basin Mangole, dari arah timur ke barat dan memisahkan
punggungan dari batas Sula. Ada suatu ambang yang tidak jelas di
antara Basin Mangole dan Basin Gorontalo yang membujur kearah
barat daya serta menghubungkan punggungan Mayu tersebut dengan
lengan Sulawesi. Ambang bawah laut yang lain yaitu antara Basin
Mangole dengan Basin Bacan yang menghubungkan punggungan ini
dengan kepulauan Obi.

Punggungan Snellius merupakan bagian dari punggungan


Talaud-Mayu yang terangkat setinggi sekitar 360 m di bawah
permukaan laut di sepanjang tepi selatan palung Filipina.
Punggungan ini dipisahkan dari Kepulauan Talaud oleh palung
Talaud dan dari Morotai serta Halmahera Utara oleh Basin Morotai
(3890 m). Punggungan Snellius yang berupa punggungan bawah laut
itu membentang kearah barat laut dari ujung utara Morotai dan
menghilang didasar laut kepulauan Nanusa dengan relief yang khas.

Punggungan yang hilang ini menggambarkan seolah-olah


dasar laut itu naik dan membatasi bagian ini dari palung Filipina di

28
sepanjang sisi timurnya hal ini dikuatkan dengan kenyataan yang
berhubungan dengan palung itu, tepi-tepi yang membatasi cekungan
ini tampak agak membalik. Bagian tengah dari puncak punggungan
Snellius itu dihubungkan dengan punggungan Talaud-Mayu oleh
sebuah punggungan yang didalamnya > 2000 m. Rantai punggungan
itu adalah sebuah ambang antara palung Talaud dan Morotai
selanjutnya bagian tengah puncak punggungan Snellius dapat
dipandang sebagai cabang punggungan Talaud-Mayu. Naiknya
secara kompleks dari dasar laut Maluku disepanjang sisi timur
dibatasi oleh pemerosotan yang membentang dari Basin Morotai
melewati palung Ternate ke Basin Bacan. Basin Bacan dan Obi
dipisahkan oleh satu cabang ke timur dari Basin Bacan yang
dalamnya 1000-2000 m.

Daerah Halmahera dan sekitarnya merupakan wilayah yang


relatif tinggi. Halmahera adalah pulau terbesar di Pulau Maluku,
bentuk pulau ini mirip dengan Pulau Sulawesi akan tetapi ukurannya
lebih kecil. Garis tengahnya sepertiga dari pulau Sulawesi dan luas
keseluruhannya sepersepuluh Pulau Sulawesi. Pulau ini mempunyai
empat lengan, terdapat teluk diantara lengan-lengan pulau tersebut
yaitu Teluk Kao, Teluk Bulu, dan Teluk Weda. Teluk Kao berakhir
pada depresi bundar yang khas, kedalamannya 500 m dan garis
tengahnya 30-60 km. Teluk ini dipisahkan terhadap lautan yang
terbuka oleh ambang yang lebar dan dalamnya < 50 m.

Pulau Morotai terletak di luar ujung utara yang sebagian


besar tersusun dari Batuan Vulkanis Neogen. Vulkanik aktif banyak
terdapat di ujung utara Pulau Halmahera. Gunung tertinggi di
Halmahera yaitu Gunung Gamkonora yang mempunyai tinggi 1560
meter, sedangkan gunungapi yang paling aktif di Pulau Halmahera
yaitu Gunung Dukono yang tingginya 1335 meter didekat Tobelo.
Rangkaian gunungapi muda ini bisa ditemukan di pulau-pulau kecil
di sepanjang pantai barat pulau utama seperti, Pulau Hiri, Ternate,

29
Tidore, Mare, Moti, dan Makian. Pulau Makian merupakan pulau
vulkanik yang berada paling selatan dari jalur ini. Wilayah ini juga
dapat ditemukan batuan vulkanis muda yang meluas ke arah barat
melalui Pulau Bacan menuju ke Pulau Kafiau. Zona vulkanis ini
membentang dari Sulawesi Utara ke pegunungan di sepanjang pantai
utara kepala burung Papua. Tempat ini juga ditemukan batuan
vulkanis neogen muda dan kuarter.

Zona Ternate dipisahkan terhadap bagian dalam kelompok


Halmahera oleh zona depresi yang tidak bersambung, yang terdiri
dari elemen-elemen Depresi Teluk Kao, Teluk Payahe, Selat Patini,
selat antara ujung selatan Halmahera dan Damar, ujung selatan Basin
Halmahera, dan berakhir di selat Sagewin antara Batanta dan
Salawati. Pulau-pulau di bagian tengah kelompok Halmahera
sebagian besar tersusun dari adanya Batuan Basa dan Ultra Basa yang
tertutupi oleh lapisan dari Endapan Marine Tertir yang kaya akan
fragmen-fragmen Batuan Beku. Bagian timur dibatasi oleh ujung
Palung Sulawesi, kearah barat dan selatan dibatasi oleh Zona Ternate.

Satuan-satuan daratan bagian dalam kelompok Halmahera


yang terbesar adalah lengan-lengan Halmahera di sebelah timur dan
selatan kawah Kao dan Pulau-pulau yang lebih jauh yaitu Pulau
Gebe, Waigeo, dan Batanta. Pulau-pulau yang berada diantara
Halmahera dan kepala burung Papua disebut kelompok Raja Ampat.
Pulau Salawati juga termasuk dalam kelompok ini, akan tetapi secara
fisiografis Salawati merupakan bagian dari kepala burung Papua.
Gambaran struktur umum dari Pulau Maluku Utara dibentuk oleh dua
sistem punggungan yang memusat, pertama membatasi Basin
Sulawesi yang cembung ketimur (Sistem Sangihe) dan yang kedua,
membatasi bagian tengah kelompok Halmahera yang cembung ke
barat (Sistem Ternate). Sistem Sangihe tersusun dari satuan-satuan:

a. Palung belakang : Basin Sulawesi


b. Busur dalam : Punggungan Sangihe

30
c. Palung antara : Palung Sangihe-Gorontalo
d. Busur luar : Punggungan Talaut-Mayu
Sistem Sangihe membentuk mata rantai antara busur samar
d Filipina dan lengan utara dan timur Sulawesi. Sistem Ternate
tersusun dari satuan-satuan:
a. Palung belakang : Bagian umum kelompok Halmahera
b. Busur dalam : Zona Ternate
c. Palung antara : Palung-palung Morotai-Ternate-Bacan
d. Busur luar : Punggungan Snellius-Mayu-Obi

Pada punggungan Mayu di bagian tengah Laut Maluku


kedua sistem tersebut saling menjalin satu sama lain. Punggungan
mayu merupakan busur luar dari kedua sistem tersebut hal ini sebagai
fakta Geo-Tektonik yang penting.
2. Geomorf ologi Maluku Selatan
Busur Banda atau yang sering dikenal dengan Maluku
Selatan merupakan kepulauan yang membentuk busur yang
mengelilingi tapal kuda basin Laut Banda yang membuka ke arah
barat. Sistem Kepulauan Maluku Selatan dibedakan menjadi dua
yaitu busur dalam vulkanik dan busur luar non-vulkanis. Busur dalam
vulkanis terdiri dari pulau-pulau seperti Pulau Damar, Teun, Nila,
Serua, Manuk, dan Kepulauan Banda. Sedangkan busur luar non-
vulkanis terdiri dari beberapa pulau yang agak luas, seperti
Kepulauan Leti, Babar, Tanimbar, Aru, Kai, Watu Bela, Pulau
Seram, Buru.
Bagian tengah Basin Banda dibatasi oleh dua busur yang
sejajar, busur dalam yang berupa vulkanis aktif, sedangkan busur luar
bebas dari vulkanis muda. Basin Banda Utara terletak antara
Sulawesi dan Pulau Buru, sedangkan Basin Banda Selatan teletak di
antara Batu Tara (sebelah utara Lomblen) di bagian barat dan Pulau
Manuk di bagian Timur. Basin Banda Selatan terbagi menjadi dua
yaitu bagian barat dan timur yang dibatasi oleh vulkan api yang

31
terletak di tengah-tengahnya. Bagian timur dikelilingi oleh Busur
Banda, sedangkan bagian barat berupa flatform laut yang dalam.
Basin Banda Tengah mempunyai garis tengah 400 km,
terletak antara Pulau Damar dan Buru (Tenggara-Baratlaut), dan
diantara gunungapi dan Banda (Barat daya-Timur laut). Pada bagian
utara Basin Banda Tengah terdapat beberapa punggungan dengan
arah dari Barat daya-Timur laut. Punggungan Luymes dan Siboga
yang tidak mencapai permukaan laut dan hanya beberapa pulau
karang dari pulau-pulau Lacipam dan Schilpad yang muncul di atas
permukaan laut. Antara punggungan Luymes dan Buru kedalamnya
mencapai 3.430 m, dasar laut bagian selatan ±5.000 m dan kedalam
maksimun 5.400 m, di sebelah barat Pulau Damar.
Pada bagian Barat Basin Banda Selatan gunungapi muncul
dari dasar laut yang mempunyai kedalaman 4500m. Bentukan
Flatfrom laut dalam dibagian barat ini bercabang kearah Barat dan
Barat laut menjadi sejumlah parit. Dari laut yang dalam ini arahnya
sejajar dengan busur alor kearah barat di sebelah utara Flores
melintasi sejumlah pegunungan sampai ke laut dalam Flores (-5130
m). cabang selanjutnya melengkung dan makin menjadi dangkal,
selanjutnya masuk ke Teluk Bone antara lengan selatan dan tenggara
Sulawesi. Sebuah cabang kecil melintas punggungan (3850 m)
menuju ke Palung Buton (4180 m). Akhirnya sejumlah parit yang
batasnya tidak jelas dengan arah barat laut – tenggara muncul diarah
kepulauan Tukang Besi dan Punggungan Luymes serta merupakan
penghubung antara bagian barat Basin Banda Selatan dengan Basin
Banda Utara. Basin Banda Utara seperti halnya bagian tengahnya 400
km dan kedalaman maksimum 5800 m. Basin Banda Tengah pada
posisi selatan, timur, dan utara di batasi oleh busur dalam Banda.
Busur ini terdiri dari sejumlah pegunungan.
Bagian barat daya busur dalam bukan merupakan
kelanjutan langsung dari busur dalam Nusa Tenggara. Tingginya
sumbu geantinklinal busur dalam ini menurun dari Pulau Wetar dan

32
melalui Pulau Romang kearah timur sampai pegunungan bawah laut
antar Damar dan Moa, dan berakhir pada Palung Weber. Punggungan
Damar yang arahnya barat daya – timur laut ditumbuhi gunung
Damar (868 m), Teon (655 m), Nila (781 m), dan Serua (641 m).
Punggungan ini tenggelam kearah utara dan dipisahkan oleh sebuah
parit yang dalamnya >3000 m, disini terdapat punggungan Manuk
(285 m) yang arahnya dari utara – selatan. Punggungan Manuk
tersebut di pisahkan terhadap kubah Banda (Api, 656 m) oleh sebuah
parit yang dalamnya >4000 m. sebuah taji tenggara dari kelompok
Banda ini tenggelam masuk ke palung Weber, sedangkan taji barat
laut yang melengkung kearah barat berakhir di sebelah selatan
Ambon. Jadi busur dalam itu terdiri dari beberpa punggungan dan
kubah yang berbentuk seperti puncak-puncak yang bersambung.
Perubahan kedudukan punggungan tersebut terjadi pada bagian
geantiklinal yang lengkung dari arah timur ke barat, pada busur dalam
Nusa Tenggara terus berubah menjadi arah timur laut, utara, dan
akhirnya kembali kearah barat laut dan barat. Bahkan di Ambon
arahnya sedikit kea rah timur laut-barat daya yang membentang pada
basin Manimpa sampai di Ambelau.
Antara busur dalam dan busur luar Banda terdapat palung
antara yang berbentuk sabit cembung kearah timur, yang disebut
dengan Palung Weber. Palung tersebut semakin dangkal kearah barat
laut sampai suatu punggungan Ambon. Disamping itu juga menjadi
lebih dangkal kearah barat daya bersambung dengan punggungan
bawah laut antara Damar dan Moa. Palung Weber dipisahkan dari
Basin Weber oleh ambang ini yang memiliki kedalaman 1480 m.
Antara busur dalam dan busur luar di sebelah barat terdapat Pulau
Kisar.
Busur luar Banda merupakan sebuah hasil dari
pengangkatan geantiklinal, mempunyai lebar 100-200 km. Tempat
endapan geosinklinal ini telah terangkat menjadi rangkaian
pegunungan dengan struktur yang berlebihan, akan tetapi tanpa

33
adanya gunungapi yang aktif. Di Seram, palung depannya memiliki
tinggi rata-rata 5000 m dan dipalung antara memiliki tinggi 6000 m.
Bagian timur (Kai) perbedaan tinggi rata-rata berturut-turut 4500 m
dan 7500 m. Ketinggian ini sedikit sesuai dengan tinggi dari Pulau
Seram, meskipun Seram merupakan deretan pegunungan yang
tingginya 3000 m, dan kelompok Kai hanya mencapai 800 m di atas
permukaan laut.
Bagian selatan busur laut banda ini merupakan sambungan
dari busur luar Nusa Tenggara. Busur ini dimulai di sebelah timur
Timor dengan unggungan sempit Leti-Sermata, selanjutnya diikuti
dengan bagian tertinggi dari lipatan Babar, dari tempat itu taji-taji
yang rendah menuju ke beberapa arah. Bagian timur busur Banda
terdiri dari Kepulauan Tanimbar-Kai. Bagian itu mempunyai lereng
dalam yang curam kearah palung Weber. Lebar geosinklinal tersebut
adalah 100 km pada kelompok Tanimbar dan bertambah menjadi 200
km pada Kepulauan Kai, menyempit lagi sampai 75 km pada jalur
punggungan bawah laut yang arahnya dari tenggara-barat laut dan
merupakan rangkaian penghubungan dengan Seram. Secara
kesuluruhan bagian timur ini menunjukkan cembungan kearah timur
seperti bentuk buan sabit dari palung Weber. Perluasan terutama
disebabkan oleh adanya pengankatan dasar laut pada palung depan
Aru di sebelah timur kelompok Kai.
Sepanjang puncak geantiklinal yang lebar ini terjadi sebuah
depresi memanjang yang lebarnya semakin bertambah sesuai dengna
panampang melintang busur geantiklinal tersebut. Pada kelompok
Tanimbar, depresi menengah panjangnya hanya beberapa puluh
kilometer, yang melebur sampai 100 km pada kelompok Kai,
kemudian menyempit lagi sampai graben Masiwang-Bobot dari
sebelah timur Seram. Bagian timur busur laut itu dibagi menjadi zona
dalam dan zona luar oleh sebuah jalur yang relatif menurun pada
puncaknya. Zona dalam membujur dari Wuliaru (183 m), sepanjang
Pulau Molu (274 m) sampai Kur (423 m), lebih jauh melintasi Tiur

34
(376 m), Kasiui (362 m), Watubela, Manawoke, Pulau Panjang dan
Seram laut dengan Geser sampai ke Taji Tenggara Seram, rangkaian
kepulauan kecil ini membatasi palung antara itu di sepanjang sisi
timurnya. Zona luar dapat diikuti sampai Slaru melalui Yamdena dan
Sofiani sampai Nuhucut atau Kai Besar. Hubungannya dengan timur
laut Seram kurang jelas karena disini rangkaian luar ini terpotong
oleh perluasan palung depan yang kea rah timur (Palung Aru).
Bagian utara busur laut banda terdiri dari Pulau Seram,
Boano, Kelang, Manipa, dan Buru. Pulau Seram adalah pulau
terbesar yang mempunyai luas (17152 km2), panjang 340 km, lebar
70 km dan mempunyai puncak tertinggi di Gunung Binaya yang
mempunyai ketinggian 3055 km. Adanya depresi busur laut banda
ditunjukan oleh Graben Masiwang-Bobot yang berada disebelah
timur Seram, kearah barat berupa depresi Teluk Taluti Lembah Kawa
- Lembah Ruatan – Teluk Elpaputih – Lembah Tala. Rangkaian
dalam bagian timur itu bersambung dengan pegunungan-pegunungan
rendah yang melewati Seram di sebelah selatan Graben Masiwang-
Bobot (723 m), rangkaian pegunungan Z atau Wallace (1260 m).
pada daerah Seram rangkaian luar ditunjukan oleh pegunungan-
pegunungan yang membentuk huruf X arahnya sedikit ke tenggara-
barat laut (Binaya, 3055 m) dan pegunungan Lumute (1373 m) yang
arahnya sedikit ke timur laut-barat daya.

35
Gambar 2.6 Busur Banda
Sumber: listianiesterhutomo.blogspot.com
Sebelah barat Teluk Piru pola struktur Seram menjadi lebih
teratur. Semenanjung Hoamoal di batasi oleh patahan-patahan yang
arahnya kurang lebih ke utara-selatan. Pulau Boano, Kelang, dan
Manipa merupakan sebuah busur arah timur laut-barat daya antara
Seram dan Buru. Pada ujung selatan Hoamoal dan Kelang terdapat
batuan vulkanis muda seperti yang ada di Ambon. Pulau Buru
mempunyai luas 9599 km2, panjang 140 km, lebar 90 km, dan puncak
tertinggi yaitu Gunung Kapalamada (2429 m). Struktur fisiografis
Buru kurang jelas bila dibandingkan dengan Seram, di Pulau Buru
dapat dibedakan menjadi tiga blok pegunungan yang dipisahkan oleh
lembah-lembah struktural yaitu:
1. Blok Timur, suatu massif di sebelah barat dengan Kapalamada
tingginya lebih dari 2.000 m, sebelah timur di batasi oleh adanya
depresi dari Sungai Nibe – Danau Rana – Sungai Wala yang
arahnya timur laut-barat daya.
2. Blok Tengah, muncul setinggi 1.000 m yang terletak antara

36
lembah-lembah struktural depresi dari depresi dengan arah timur
laut-barat daya yang dibentuk oleh Teluk Kayeli dan Lembah
Apu.
3. Blok Tenggara, dibentuk oleh rangkaian Wulna yang arahnya
timur laut-barat daya yang mencapai ketinggian 1.731 m pada
Gunung Batak Bual. Rangkaian itu dipisahkan oleh busur
Menipa, Kelang dan Boano oleh bagian utara basin Manipa.
Pulau Buru dihasilkan dari adanya pengangkatan kerak
bumi yang berbentuk kubah yang dikelilingi oleh 4 basin:
1. Basin Manipa, disebelah tenggara Buru, kedalamannya 4369 m
dengan sebuah pengangkatan yang berbentuk karucut di bagian
tengah. Mungkin merupakan sebuah volkan yang tenggelam atau
volkan yang berada di bawah laut.
2. Basin antara Buru dan punggungan Luymes, yang mempunyai
kedalaman 5330m.
3. Basin Banda Utara, berada di Barat Pulau buru yang mempunyai
kedalaman 5290 m.
4. Basin Buru, berada di sebelah utara Pulau Buru, dengan
kedalaman maksimum 5319 m.
Sudut barat laut Pulau Buru dihubungkan oleh punggungan
bawah laut meskipun ditempat tersebut kedalamannya >3000 m
dengan Pulau Sanana dari Kepulauan Sula. Sudut barat daya
dihubungkan dengan punggungan Luymes oleh pengankatan dasar
laut yang kedalamannya >3000 m.
Palung depan busur banda, busur laut banda dibatasi oleh
sebuah palung depan yang khusus, dimulai di sebelah tenggara
kepulauan Tanimbar dengan sebuah palung yang sempit (lebar 30 km
dan dalamnya 1690 m) membujur kearah utara masuk kedalam
palung Aru yang berbentuk bundar (-3680 m). tempat ini berbentuk
sabit dari Palung Weber cembung kearah timur melingkungi bentuk
Palung Aru tersebut.
Pada sisi baratnya yang cekung, sebuah pengangkatan

37
dasar laut sampai (-530 m) disebelah timur Pulau Kai yang
memotong kerangkanya yang teratur pada sisi utaranya Semenanjung
Kumawa di kepala burung Papua dengan Pulau Adi yang merupakan
cembungan dalam kerangka palung Aru. Palung depan bagian timur
laut dan utara busur laut banda dibentuk oleh Laut Seram, merupakan
geosinklinal yang mempunyai lebar 80 km dan kedalamannya >2000
m. Kearah barat palung depan tersebut bersambung dengan Palung
Buru yang dalamnya (-5319 m).
2.1.3 Ekoregion Maluku

Ekoregion Maluku menjadi 12 tipe dan dalam penamaan setiap tipe


dipilah lagi menjadi beberapa nama berdasarkan lokasi persebarannya.
Tipe-tipe tersebut meliputi dataran marine Maluku, dataran fluvial
Maluku, dataran solusional/karst Maluku, dataran struktural kompleks
Kepulauan Sula-Buru-Seram, dataran vulkanik kompleks Gamalama,
perbukitan solusional/karst Maluku, perbukitan denudasional Maluku,
perbukitan struktural Kepulauan Sula-Buru-Seram, perbukitan vulkanik
kompleks Gamalama dan Banda, pegunungan denudasional Maluku,
pegunungan struktural kompleks Halmahera dan Kepuluan Sula-Buru-
Seram, dan yang terakhir pegunungan vulkanik kompleks Gamalama.

38
Gambar 2.7 Peta Ekoregion Maluku

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2013

39
1. Dataran Marine Maluku

Dataran Marine terbentuk karena adanya material aluvium


yang dihasilkan dari adanya proses pengendapan sedimen yang
disebabkan oleh arus dan gelombang laut yang berada di sepanjang
marine. Secara morfologi dataran ini bisa berbentuk relief datar atau
berombak hingga sampai bergelombang, dengan adanya kemiringan
yang berkisar kurang dari 15%. Dataran ini bisa kita jumpai di Pulau
Halmahera, bagian barat Pulau Taliabu, bagian timur dan barat Pulau
Seram, bagian barat Pulau Yamdena dan di seluruh Pulau Aru.

Dataran Marine di Maluku berada dibawah kondisi iklim


tropika basah yang mempunyai suhu panas tropikal Marine. Dengan
keberadaan kondisi yang seperti ini sumberdaya air permukaan dan air
tanah tercukupi dengan baik, dan airnya tersedia sepanjang tahun
dengan kualitas yang sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi.
Sumberdaya mineral umumnya/awalnya tidak ada, yang
menyebabkan keanekaragaman hayati relatif rendah. Masyarakat yang
bertepat tinggal di daerah dataran marine ini umumnya bermata
pencaharian sebagai nelayan dan berladang, dan penduduk disana
kualitas pendidikannya sedikit tertinggal, disebabkan karena
kurangnya aksesbilitas atau masih terbatasnya sarana dan prasarana
pendidikan.

Ancaman yang bisa terjadi di dalam ekoregion ini antara lain


banjir, tsunami, intrusi air laut, perubahan penggunaan lahan seperti
adanya pertumbuhan wilayah permukiman, dan kerusakan ekosistem
mangrove. Berdasarkan dengan karakter wilayah tersebut, ekoregion
ini mempunyai jasa ekosistem sebagai wilayah yang dapat digunakan
untuk lahan pertanian dan perikanan darat (tambak) sehingga bisa
mendukung untuk ketahanan pangan di wilayah ini.

40
Satuan Karakteristik Satuan Ekoregion Kepulauan Maluku
Ekoregion
No
Kepulauan Parameter Deskripsi Satuan Ekoregion
Maluku
Tersebar di Pulau Halmahera, bagian barat
Pulau Taliabu, bagian timur dan barat
Lokasi dan
Pulau Seram, bagian barat Pulau Yamdena
Luas Area
dan di seluruh Pulau Aru. Dengan luas
2.284,96 km2
Beriklim tropika basah, suhu udara rata-
Klimatologi rata 26‐28 oc. Curah hujan tahunan 1.500‐
2.500 mm.
Tersusun oleh material alluvium marine.
Tersebar di wilayah dataran di tepi marine,
Geologi
terutama pada zona tektonik busur muka
dan busur cincin api.
Elevasi berkisar <50 m dpal. Relief dan
lereng: datar/berombak/bergelombang,
dengan amplitude relief antara 0-50 m, dan
Geomorfologi kemiringan berkisar <15 %. Terbentuk
oleh proses deposisi sedimen di tepi
marine yang terangkut oleh arus laut
sepanjang marine dan gelombang.
Sungai bersifat perennial, fluktuasi air
Dataran
Hidrologi sungai tergantung pada musim dan pasang-
Marine
1 surut
Maluku
(M) Tanah Aluvial yang berasal dari bahan
alluvium marine yang berdrainase buruk,
dibeberapa tempat dijumpai tanah yang
Tanah dan mengandung bahan sulfidic dengan tingkat
Penggunaan kesuburan yang pada umumnya rendah.
Lahan Tipe penutup/penggunaan lahan agak
beragam, seperti hutan mangrove, ladang,
permukiman, dan sebgaian masih berupa
semak-belukar.
Barringtonia asiatica, Terminalia catappa,
CalopHyllum inopHyllum, Hibiscus
tiliaceus, Casuarina equisetifolia, dan
Pisonia grandis. Selain spesies pohon
tersebut, ternyata terdapat juga spesies
Hayati (Flora pohon Hernandia peltate, Manilkara kauki,
- Fauna) dan Sterculia foetida. Vegetasi Air Masin,
Vegetasi Air Masin Pamah, Vegetasi
Monsun Air Masin, Vegetasi Monsin Air
Masin Pamah, Vegetasi Monsun Lahan
Kering Pamah. Banyak dijumpai jenis-
jenis endemic di kepulauan ini.

41
Masyarakat yang tinggal di wilayah
dataran marine ini umumnya nelayan dan
Kultural berladang, dan agak tertinggal
(Sosial pendidikannya, baik disebabkan oleh
Budaya) karena minimnya aksesbilitas atau masih
terbatasnya sarana dan prasarana
pendidikan.
Kerusakan ekosistem mangrove,
petumbuhan permukiman, intrusi air laut,
Kerawanan
banjir, tsunami.
Lingkungan
Aspek perubahan iklim: kekeringan dan
banjir, intruisi air laut.
Bahan pangan (lahan
Penyediaan pertanian, perikanan
darat/tambak)
Perlindungan terhadap
Pengaturan
Jasa abrasi, tsunami
Ekosistem Estestika; Rekreasi/Wisata
Budaya
marine
Habitat berkembang biak
Pendukung (pemijahan ikan); habitat
mangrove.
Tabel 2.1 Karakteristik Dataran Marine Maluku

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2013

2. Dataran Fluvial Maluku

Dataran Fluvial tersusun karena adanya aluvium dari hasil


proses pengendapan aliran air permukaan atau sungai yang membawa
sedimen dari daerah hulu. Kelas ekoregion ini mempunyai elevasi
yang berkisar < 50m dpal, dan berelief datar sampai bergelombang
dengan ampitudo relief sekitar 0-50m, dan mempunyai kemiringan
yang berkisar < 15%. Daerah Dataran Fluvial di Kepulauan Maluku
kebanyakan dijumpai di Pulau Seram, sebagian lagi terdapat di Pulau
Buru dan Pulau Taliabu, dan tersebar di Pulau Halmahera. Dataran ini
menempati areal dengan elevasi yang rendah, seperti adanya dataran
aluvial atau dataran antar perbukitan.

Tanah yang dapat dijumpai kebanyakan di dominasi oleh


Tanah Aluvial dengan berbagai kondisi drainase, jadi semakin ke arah
marine drainase ini akan semakin buruk dengan tingkat kesuburan

42
yang bervariasi. Tanah lain yang dapat dijumpai selain Tanah Aluvial
yaitu Tanah Podsolik yang berwarna merah kuning dengan tingkat
kesuburannya yang rendah. Tanah yan terbentuk di dataran ini
mempunyai kelas kemampuan lahan yang sedang, sehingga
menyebabkan dataran fluvial ini mempunyai beberapa ragam penutup
lahan seperti adanya sawah, ladang, permukiman, dan sebaian lagi
masih berupa semak-semak belukar.

Dataran Fluvial di daerah Maluku berada di bawah kondisi


iklim tropika basah yang mempunyai suhu panas tropikal. Dengan
adanya kondisi iklim yang seperti ini sumberdaya air permukaan dan
air tanah mempunyai kondisi yang cukup baik. Masayrakat yang
berada didalam wilayah dataran fluvial ini mempunyai pekerjaan
seperti bertani atau berladang. Tetapi, sebagian dari masyarakat di
wilayah ini pendidikannya masih agak tertinggal, yang disebabkan
karena minimnya sarana dan prasarana pendidikan, dan juga
terkadang masih terjadi adanya konflik sosial.

Ancaman yang ada di wilayah ekoregion ini antara lain


banjir, pencemaran air, kemiskinan dan kesehatan lingkungan.
Wilayah ekoregion di daerah ini cocok digunakan sebagai lahan
pertanian dan peternakan sehingga dapat mendukung untuk ketahanan
pangan.

Satuan Karakteristik Satuan Ekoregion Kepulauan Maluku


Ekoregion
No
Kepulauan Parameter Deskripsi Satuan Ekoregion
Maluku
Terdapat di Pulau Seram, sebagian terdapat
Lokasi dan di Pulau Buru dan Pulau Tallabu, dan
Area tersebar di Pulau Halmahera. Dengan luas
5.032,38 km2
Dataran
Beriklim tropika basah, suhu udara rata-rata
2 Fluvial
Klimatologi 24-28 oc. Curah hujan tahunan 1.500-2.500
Maluku (F)
mm.
Tersusun oleh material alluvium. Tersebar di
Geologi wilayah dataran di semua zona tektonik: di
busur muka dan busur cincin api.

43
Air permukaan dan air tanah melimpah,
Hidrologi
kualitas relative baik
Tanah Aluvial dengan berbagai kondisi
dengan tingkat kesuburan yang bervariasi,
tanah lain yang dijumpai yaitu Tanah
Tanah dan
Podsolik merah kuning yang memiliki
Penggunaan
tingkat kesuburan rendah. Mempunyai
Lahan
beragam pentupan/penggunaan ahan seperti
sawah, ladang, permukiman, dan sebgaian
masih berupa semak-belukar.
Vegetasi Monsun Air Mansin, Vegetasi
Monsun Lahan Kering Pamah, Vegetasi
Hayati
Monsun Rawa Air Tawar, Vegetasi Rawa
(Flora –
Air Tawar Pamah. Fauna di setiap pulau di
Fauna
Kawasan ekoregion ini banyak dijumpai
jenis-jenis endemic.
Masyarakat yang tinggal di wilayah dataran
fluvial umumnya bertani atau berladang.
Sebagian dari masyarakat yang tinggal di
Kultural
ekoregion ini agak tertinggal pendidikannya,
(Sosial
baik disebabkan karena minimnya
Budaya)
aksesbilitas atau masih terbatasnya sarana
dan prasarana pendidikan. Terkadang masih
terjadi konflik social.
Pencemaran air, banjir, konflik social,
Kerawanan kemiskinan dan kesehatan lingkungan
Lingkungan Aspek perubahan iklim: kekeringan dan
banjir
Bahan pangan (lahan
Penyediaan pertanian, perikanan darat air
tawar, sumber daya lahan)
Pencegahan bencana banjir,
Jasa Pengaturan pengaturan air, pengolahan
Ekosistem limbah, sedimentasi
Estetika (sawah); Rekreasi;
Budaya pendidikan/wisata alam
(bercocok tanam)
Pendukung Pengembangan peternakan
Tabel 2.2 Karakteristik Dataran Fluvial Maluku

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2013

44
3. Dataran Solusional/Karst

Proses pembentukan Dataran Solusional/Karst hampir sama


dengan Perbukitan Solusional/Karst, hanya yang mejadi pembeda
yaitu morfometri dan karakteristik tanahnya. Posisinya berada pada
bagian bawah dari perbukitan solusional/karst. Secara genetik,
ekoregion wilayah ini tersusun karena adanya batu kapur atau batu
gamping yang sebelumnya terbentuk dari dasar laut dangkal yang
kemudian terangkat ke permukaan berkat adanya tenaga tektonik
karena posisinya yang lebih rendah dengan topografi berombak
hingga bergelombang sekitar (Lerang < 15%).

Jenis tanah yang berada di wilayah ini adalah Tanah Latosol.


Solum tanah di ekoregion ini mempunyai kedalaman yang agak dalam
sekitar <50cm. Dataran di Maluku ini berada pada kondisi iklim
tropika basah dengan adanya suhu panas tropikal marine. Wilayah ini
mempunyai sumberdaya air yang sangat terbatas di pemukaan
meskipun pada saat musim penghujan sangat cukup melimpah di
bawah tanah atau yang biasa disebut dengan sungai bawah tanah,
dengan kualitas yang bervariasi dari sedang hingga rendah.
Sumberdaya mineral di wilayah ini berupa batu gamping golongan C,
sedangkan keanekaragaman hayati hanya terbatas pada flora dan fauna
yang adaptif terhadap pada tanah basa seperti pohon jati, mahoni dan
sengon. Masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah ini mempunyai
mata pencaharian bertani/berladang dan beternak, dan pada tingkat
pendidikannya wilayah ini tertinggal karena masih terbatasnya sarana
dan prasarana yang ada disana.

Ancaman yang dapat terjadi pada wilayah ekoregion ini


antara lain adalah adanya kekeringan karena terbatasnya air
dipermukaan, tetapi wilayah ekoregion ini mempunyai jasa ekosistem
sebagai penyedia makanan dan penyerapan CO2 di udara yang besar,
walaupun tidak sebesar pada wilayah Ekoregion Perbukitan
Solusional/Karst.

45
Satuan Karakteristik Satuan Ekoregion Kepulauan Maluku
Ekoregion
No
Kepulauan Parameter Deskripsi Satuan Ekoregion
Maluku
Terletak di bagian bawah perbukitan
Solusional/Karst, yaitu di bagian utara
Pulau Obi, Pulau Buru, bagian barat
Lokasi dan
Pulau Seram, bagian timur Kepulauan
Luas Area
Aru, menyebar di Kepualauan kai, dan
Paulau Moa, Pulau Lakor. Dengan luas
1.061,99 km2.
Beriklim agak kering, suhu udara rata-
Klimatologi rata 24-26 oc. Curah hujan tahunan
1.500-2.500 mm.
Geologi Batuan sedimen (batugamping).
Topografi berombak hingga
bergelombang, lereng landau < 8%,
Geomorfologi
proses peralutan batugamping masih
aktif. Singkapan batuan 10%.

Air permukaan sangat terbatas aliran


Hidrologi
Dataran sungai intermitten, pola aliran karstic.
3 Solusional/Karst
Maluku (K3) Tanah dominan yaitu Tanah Latosol
Tanah dan (Fragiudalfs, Eutrudepts), solum agak
Penggunaan dalam < 50cm, penggunaan lahan:
Lahan hutan dataran rendah, semak belukar,
dan ladang.
Keanekaragaman hayati rendah:
semak-belukar, burung; Vegetasi
Karst/Solusional Lahan Kering Pamah,
Vegetasi Monsun Lahan Kering
Hayati (Flora
Pamah, Vegetasi Monsun Rawa Air
– Fauna)
Tawar, Vegetasi Rawa Air Tawar
Pamah. Banyak dijumpai jenis-jenis
endemic di setiap pulau ekoregion
solusional/karst di Kawasan ini.
Pola hidup petani berladang. Mereka
umumnya agak tertinggal
Kultural
pendidikannya, baik disebabkan oleh
(Sosial
minimnya aksesbilitas atau masih
Budaya)
terbatasnya sarana dan prasarana
pendidikan.

46
Kerawanan Kekeringan, kekritisan lahan,
Lingkungan pencemaran air, subsiden gua karst.

Penyediaan Makanan dan serat

Kualitas udara dan iklim,


Pengaturan iklim
(carbon sink), pelindung
Pengaturan
marine dari abrasi dan
Jasa erosi gelombang laut,
Ekosistem dan tsunami.

Rekreasi,
Budaya
pendidikan/pelatihan

Habitat flora dan fauna,


Pendukung habitat sebagian spesies
burung.
Tabel 2.3 Karakteristik Dataran Solusional/KarstMaluku

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2013

4. Dataran Struktural Kompleks Kepulauan Sula-Buru-Seram


Dataran Struktural terbentuk karena adanya batuan sedimen
yang struktur perlapisannya telah mengalami adanya perubahan
bentuk (terdeformasi) oleh tenaga tektonik dan juga oleh adanya
proses denudasi, sehingga morfologi ini bervariasi mulai dari
bergelombang, berombak, hingga landau dan datar. Morfologi dataran
struktural ini mempunyai area elevasi berkisar < 50 meter, dengan
relief dan lereng yang datar/berombak/bergelombang, dengan
amplitude relief diantara 0-50 m, dan kemiringan berkisar < 15%.
Ekoregion dataran sturktural ini dapat kita jumpai di bagian utara
Pulau Halmahera, bagian utara dan selatan ada Pulau Obi, bagian
tengah Pulau Buru, dan di bagian barat Pulau Aru dan Yamdena.
Tanah di wilayah ini lebih didominasi oleh tanah tua dan
tanah yang telah mengalami pelapukan (laterik,podsolik/ultisol), jadi

47
tanah tersebut mempunyai kesuburan yang rendah sampai sedang.
Tipe tanah ini mempunyai penggunaan lahan yang agak beragam
seperti, padang rumput, semak belukar, ladang, dan permukiman.
Dataran structural di Maluku ini berada di bawah kondisi iklim tropika
basah dengan suhu panas tropical yang mengakibatkan sumberdaya
air permukaan dan air tanah agak terbatas di musim kemarau dengan
kualitas yang baik.
Masyarakat yang berada di wilayah ini pada umumnya
bermata pencaharian seperti berladang dan beternak. Tingkat
pendidikan di sana sedikit tertinggal, karena minimnya aksesbilitas
dan masih terbatasnya sarana prasarana. Wilayah ini mempunyai
bentuk ancaman seperti adanya kekeringan dan tsunami untuk dataran
struktural yang menghadap ke marine selatan, tetapi wilayah ini
mempunyai jasa ekosistem sebagai lahan penggembalaan dan
pertanian untuk ketahanan pangan.
Satuan Karakteristik Satuan Ekoregion Kepulauan Maluku
Ekoregion
No
Kepulauan Parameter Deskripsi Satuan Ekoregion
Maluku
Dijumpai di bagian utara, tengah dan
selatan Pulau Halmahera, bagian utara dan
selatan Pulau Obi, bagian tengah Plau
Buru, bagian utara dan timur Pulau Taliabu,
Lokasi dan bagian selatan Pulau Sanana, bagian uatara
Luas Area dan barat Pulau Buru, bagian utara, tengah,
selatan Pulau Seram, di Kepulauan Kai,
Dataran hampr menyeluruh di Pulau Aru, bagian
Struktural barat Pulau Yamdena. Dengan luas
Kompleks 1.334,64 km2.
4 Kepulauan Beriklim tropika basah, suhu udara rata-rata
Sula – Bulu Klimatologi 24-28 oc. Curah hujan tahunan 1.500-2.500
– Seram mm.
(S32) Tersusun oleh batuan sedimen. Tersebar di
sekitar perbukitan dan pegunungan
Geologi
struktural, pada zona tektonik busur luar
dan cincin api.
Elevasi berkisar < 50m dpal. Relief dan
lereng: datar/ berombak/ bergelombang,
Geomorfologi
dengan amplitude relief antara 0-50 m, dan
kemiringan berkisar < 15%. Terbentuk oleh

48
proses tektonik dengan deformasi ringan
pada kulit bumi.
Ketersediaan air permukaan dan air tanah
baik pada musim hujan, nmaun terbatas
Hidrologi
pada musim kemarau, dan kualitas air
relative baik.
Tanah Lateritik yang memiliki kandungan
seskuioksida yang tinggi dan telah
mengalami pelapukan lanjut, tanah lain
yang dijumpai adalah Tanah Podsolik yang
Tanah dan
umumnya memiliki tingkat kesuburan
Penggunaan
sedang dengan bahan induk berasal dari
Lahan
sedimen batu liat. Tipe
penutup/penggunaan lahan agak beragam,
seperti padang rumput, semak belukar,
ladang dan permukiman.
Vegetasi Lahan Kering Pamah, Vegetasi
Lahan Pamah. Banyak dijumpau jenis-jenis
Hayati (Flora fauna endemic di setiap pulau di Kawasan
– Fauna) ekora ini, beberapa marga dari jenis
endemic merupakan biogeografi peralihan
antara Sulawesi-Maluku dan Papua.
Masyarakat yang tinggal di wilatah ini
umumnya berladang dan beternak,
Kultural sedangkan tingkat pendidikannya agak
(Sosial tertinggal, baik disebabkan karena
Budaya) minimnya aksesbilitas atau masih
terbatasnya sarana dan prasarana
pendidikan.
Kekeringan, dan tsunami untuk wilayah
Kerawanan
yang berada di marine selatan.
Lingkungan
Aspek perubahan iklim: kekeringan.
Pangan: (pertanian lahan
Penyediaan
kering)
Pencegahan bencana alam:
banjir lahar, kekeringan,
Pengaturan sedimentasi dan pengolahan
Jasa
limbah, pengaturan air
Ekosistem
(sumber minum, irigasi)
Budaya Pendidikan/penelitian
Habitat berkembangbiak:
Pendukung ladang pengembala satwa
(savanna)
Tabel 2.4 Karakteristik Dataran Struktural Kompleks Kepulauan Sula-Buru-
Seram

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2013

49
5. Dataran Vulkanik Kompleks Gamalama
Dataran Vulkanik ini tersusun oleh material vulkanik yang
terbentuk karena adanya deposisi lahar, deposisi awan panas, maupun
proses denudasi terhadap lereng kaki gunung berapi. Kelas ekoregion
ini mempunyai morfologi dengan kisaran elevasi sekitar < 50 meter,
dengan relief dan lereng yang datar/berombak/bergelombang, dengan
amplitudo relief dari 0-50 me, dan kemiringan berkisar <15 %,
ekoregion ini dapat kita temui di bagian utara dari Pulau Halmahera.
Tanah di wilayah ini didominasi oleh Tanah Latosol yang
berasal dari tuf vulkan tua dan Tanah Podsolik yang berasal dari bahan
sedimen yang dimana kedua tanah tersebut bersifat masam dengan
tingkat kesuburan yang rendah hingga tinggi. Tanah lain ditempat ini
sedikit cekung adalah tanah alluvial yang memiliki tingkat kesuburan
relative bervariasi. Tanah yang terbentuk di wilayah ini kaya akan
unsur hara dan mempunyai kelas kemampuan lahan yang tinggi,
dataran ini juga mempunyai macam penutup/penggunaan lahan,
seperti padang rumput, sawah, ladang dan permukiman.
Dataran vulkanik di Maluku mempunyai kondisi iklim
tropika basah dengan suhu panas tropikal yang menyebabkan
sumberdaya air permukaan dan air tanah cukup baik di musim
penghujan, tetapi persediaan air terbatas ketika musim kemarau.
Dataran ini mempunyai sungai besar yang dapat mengalir sepanjang
tahun (perennial) tetapi sebagian yang lain tidak ada aliran pada
musim kemarau (intermitten). Masyarakat disini pada umumnya
bermata pencaharian bertani atau berladang dan berternak. Ancaman
yang ada di wilayah ini adalah banjir lahar dan banjir bandang di
musim penghujan, tetapi kekeringan pada musim kemarau,
kemiskinan dan kesehatan lingkungan. Ekoregion ini mempunyai jasa
ekosistem seperti untuk wilayah pertanian dan peternakan yang bisa
mendukung ketahanan pangan.

50
Satuan Karakteristik Satuan Ekoregion Kepulauan Maluku
Ekoregion
No
Kepulauan Parameter Deskripsi Satuan Ekoregion
Maluku
Ekoregion ini dapat dijumpai di bagian
Lokasi dan
utara Pulau Halmahera. Denga luas 74,18
Luas Area
km2.
Beriklim tropika basah, suhu udara rata-rata
Klimatologi 24-26 oc. Curah hujan tahunan 2.000-2.500
mm.
Tersusun oleh produk vulkanik: batuan
beku luar dan pyroklastik. Tersebar di
Geologi
sekitar perbukitan dan pegunungan
vulkanik, pada zona tektonik cincin api.
Elevasi berkisar < 50m dpal. Relief dan
lereng: datar/berombak/bergelombang,
dengan amplitude relief antara 0-50 m, dan
Geomorfologi
kemiringan berkisar < 15%. Terbentuk oleh
proses vulkanik dan terkombinasi dengan
proses fluvial dan denudasional.
Ketersediaan air permukaan dan air tanah
baik pada musim hujan, namun terbatas
Hidrologi
pada musim kemarau, dan kualitas air
relative baik.
Dataran
Tanah didominasi Tanah Latosol dan
Vulkanik
Podsolik bersifat masam dengan tingkat
5 Kompleks
kesuburan rendah hingga tinggi, tanah lain
Gamalama
yang yang dijumpai adalah Tanah Aluvial
(V31)
Tanah dan yang umumnya dijumpi dibeberapa tempat
Penggunaan yang sedikit cekung dengan tingkat
Lahan kesuburan yang relative bervariasi.
Mempunyai beragam
penutupan/penggunaan lahan, seperti
padang rumput, sawah, ladang dan
permukiman.
Vegetasi Lahan Kering Pamah, Vegetasi
Hayati (Flora
Monsun Lahan Pamah, Vegetasi Monsun
– Fauna)
Lahan Kering Pamah.
Kultural Masyarakat yang tinggal di wilayah dataran
(Sosial vulkanik umumnya bertani atau berladang
Budaya) dan beternak.
Kekeringan, dan tsunami untuk wilayah
Kerawanan
yang berada di marine selatan, banjir pada
Lingkungan
saat musim kemarau.
Pangan (lahan pertanian),
Jasa permukiman, sumber daya
Penyediaan
Ekosistem lahan, keberadaan sumber
air (spring belt).

51
Pencegahan bencana alam:
banir lahar, kekeringan,
Pengaturan sedimentasi dan pengolahan
limbah, pengaturan air
(sumber minum, irigasi)
Budaya Pendidikan/penelitian
Ladang pengembalan
Pendukung
(peternakan)
Tabel 2.5 Karakteristik Dataran Vulkanik Kompleks Gamalama
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2013

6. Perbukitan Solusional/Karst Maluku

Ekoregion Perbukitan Solusional/Karst Maluku tersusun


oleh adanya batuan kapur atau batu gamping (limestone) yang
terbentuk di dasar laut dangkal yang mengalami pengangkatan ke
permukaan karena adanya tenaga tektonik. Relief perbukitan ini
diselingi oleh dataran atau cekungan antar bukit yang mempunyai
elevasi sedang sekitar < 300 m, di wilayah ini juga mempunyai relief
dan lereng: berbukit, dengan amplitudo relief 0-300 m, kemiringan
berkisar > 16%. Persebaran perbukitan ini dapat kita jumpai di
sebagian dari Pulau Halmahera, Pulau Obi, Pulau Taliabu, Pulau Buru
bagian utara dan timur, sebagian Pulau Seram, Pulau Yamdena, Pulau
Kai, sebagian besar Pulau Aru, dan beberapa pulau kecil.

Tanah di wilayah ini didominasi oleh Renzina dan


Mediteran, yang mempunyai kesuburan kima cukup baik dan
produktif. Tanah di ekoregion ini lebih berkembang dari pada tanah
yang berada di pulau Jawa dan Kalimantan. Karakteristik seperti ini
menyebabkan perbukitan Solusional/Karst mempunyai tipe
penutupan/penggunaan yang terbatas, seperti hutan dan semak belukar
serta sebagian lagi berupa ladang dan permukiman. Sumberdaya air di
ekoregion ini sangat terbatas di permukaan namun melimpah di bawah
tanah (sungai bawah tanah) dengan kualitas yang bervariasi,
dikarenakan mempunyai kandungan karbonat yang tinggi serta bakteri
colli.

52
Sumberdaya mineral disini berupa batu gamping golongan
C, sedangkan flora yang ada disini banyak didominasi oleh jati,
mahoni, sengon, dan anggrek. Masyarakat di wilayah ini bertani dan
berladang, sedangkan tingkat pendidikannya tertinggal. Ancaman
yang ada di ekoregion ini yaitu kekeringan karena terbatasnya air
permukaan, kekritisan lahan karena tipisnya solum tanah, atau
runtuhnya permukaan tanah karena dibawahnya terdapat gua kapur.
Jasa ekosistem yang ada di wilayah ini berupa penyerapan CO2 di
udara, sehingga bisa membantu dalam menurunkan pemanasan global
secara alami.

Satuan Karakteristik Satuan Ekoregion Kepulauan Maluku


Ekoregion
No
Kepulauan Parameter Deskripsi Satuan Ekoregion
Maluku
Ditemukan di sebgaian Pulau
Halmahera, Pulau Obi, Pulau Taliabu,
bagian utara dan timur Pulau Buru,
Lokasi dan
sebagian Pulau Seram, Pulau
Luas Area
Yamdena, Pulau Kai, sebagian besar
Pulau Aru, dan beberapa pulau-pulau
kecil. Dengan luas 17.383,02 km2.
Beriklim tropika basah, suhuudara
Klimatologi rata-rata 24-28 oc. Curah hujan tahunan
1.500-2.500 mm.
Tersusun oleh batugamping. Tersebar
di wilayah perbukitan pada zona
Perbukitan Geologi
tektonik busur luar dan busur cincin
6 Solusional/Karst
api.
Maluku (K2)
Elevasi secara dominan < 500m dpal.
Relief dan lereng: berbukit, dengan
amplitude relief 0-300 m, kemiringan
Geomorfologi berkisar > 16%. Terbentuk oleh proses
pelarutan oleh air hujan dan aliran
permukaan pada bentanglahan
berbatuan batugamping.
Tidak ada aliran permukaan namun
berpotensi terbentuknya telaga
Hidrologi Solusional/Karst. Air tanah melimpah
pada sungai bawah tanah dengan
kualitas rendah.

53
Tanah didominasi Tanah Renzina dan
Mediteran, pada umunya kesuburan
kimia cukup baik dan produktif. Tanah
Tanah dan yang dijumpai umumnya memiliki
Penggunaan solum yang tebal. Mempunyai tipe
Lahan penutup/penggunaan yang terbatas,
seperti hutan dan semak belukar serta
sebagian kecil berupa ladang dan
permukiman.
Vegetasi Solusional/Karst Lahan
Kering Pamah, Vegetasi
Solusional/Karst Lahan Pamah,
Vegetasi Monsun solusional/Karst
Lahan Pamah, Vegetasi Monsun
Hayati (Flora
Solusional/Karst Pegunungan Bawah,
– Fauna)
dan Vegetasi Solusiional/Karst
Pegunungan Bawah. Banyak jenis
endemic di Kawasan gugusan pulau-
pulau ekoregion ini diantaranya
merupakan jenis endemic.
Masyarakat yang tinggal di wilayah ini
umumnya bertani atau berladang,
Kultural sedangkan tingkat pendidikannya
(Sosial tertinggal, baik disebabkan karena
Budaya) minimnya aksesibilitas atau masih
terbatasnya sarana dan prasarana
pendidikan.
Kerawanan Kekeringan, kekritisan lahan,
Lingkungan pencemaran air, subsiden gua karst.
Air (Sungai bawah
tanah), pertanian lahan
kering, khususnya
Penyediaan ketela pohon, potensial
untuk hutan jati,
mahoni, sengon,
anggrek.
Pengaturan iklim,
Jasa pengaturan air (kaya
Ekosistem sumberdaya air berupa
Pengaturan sungai bawah tanah
yang mengandung
karbonat tinggi dan
bakteri colli).
Estetika, rekreasi
(wisata minat khusus
Budaya
kars-caving),
pendidikan (penelitian)

54
Habitat kelelawar,
Pendukung
wallet.
Tabel 2.6 Karakteristik Perbukitan Solusional/Karst Maluku

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2013

7. Perbukitan Denudasional Maluku


Perbukitan Denudasional disusun karena adanya batuan
sedimen dan batuan beku dimana proses denudasi , baik berupa erosi
dari material batuan yang telah terlapukkan, telah berjalan lama
sehingga terdenudasi seperti lipatan, patahan ataupun struktur
vulkanik yang agak sulit dikenali kembali. Morfologi dari proses
denudasional ini berupa adanya relief perbukitan yang menepati
elevasi sedang sekitar < 300 m. persebaran ekoregion ini bisa kita
jumpai di bagian timur Pulau Halmahera, berada di tepi Pulau Buru,
tersebar di Pulau Seram, dan Pulau Yamdena bagian utara.
Tanah yang bisa kita jumpai disini didominasi oleh tanah
Podsolik Merah Kuning, Tanah Latosol Merah dan Tanah Mediteran.
Tanah Podsolik dan Latosol ini memiliki kesuburan tang rendah
karena pH yang rendah dan retensi hara yang lemah, sedangkan tanah
Mediteran memilii kesuburan secara kimia cukup baik, tetapi sulit
dalam pengolahan karena kadar liat yang tinggi. Karakteeristik ini
menyebabkan perbukitan ini mempunyai tipe yang agak bermacam,
seperti hutan, semak belukar, ladang dan permukiman. Perbukitan
denudasional ini memiliki kondisi iklim tropika basah dengan suhu
panas tropikal hingga sejuk. Kondisi iklim ini menyebabkan
sumberdaya air permukaan dan air tanah cukup baik dengan kualitas
dari sedang hingga baik dan sungai disini mempunyai debit yang besar
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumberdaya listrik.
Sumberdaya mineral berupa galian C, dan ekoregion ini
mempunyai keanekaragaman hayati yang rendah. Masyarakat di
wilayah ini bertani atau berladang dan mempunyai pendidikan yang
agak tertinggal karena minimnya sarana dan prasarana. Ancaman yang
dapat terjadi di ekoregion ini yaitu longsor lahan. Ekoregion ini

55
mempunyai jasa ekosistem sebagai tempat/habitat dari flora-fauna dan
lahan pertanian yang dapat mendukung ketahanan pangan.

Satuan Karakteristik Satuan Ekoregion Kepulauan Maluku


Ekoregion
No
Kepulauan Parameter Deskripsi Satuan Ekoregion
Maluku
Tersebar di bagian timur Pulau
Halmahera, berada di tepi-tepi Pulau
Lokasi dan
Buru, tersebar di Pulau Seram, dan di
Luas Area
bagian utara Pulau Yamdena. Dengan
luas 2.938,27 km2.
Beriklim tropika basah, suhu udara rata-
Klimatologi rata 26-28 oc. curah hujan tahunan 1.500-
2.500 mm.
Terbentuk oleh proses denudasi lanjut
Geologi terhadap bentanglahan yang ada, seperti
bentanglahan struktural.
Elevasi secara dominan < 500m dpal.
Relief dan lereng: berbukit, dengan
amplitude relief antara 0-300 m, dan
Geomorfologi kemiringan berkisar > 16%. Terbentuk
oleh proses denudasi lanjut terhadap
bentanglahan yang ada, seperti
bentanglahan struktural.
Perbukitan Air permukaan tersedia oleh sungai
7 Denudasional perennial. Air tanah tersedia dengan baik
Hidrologi
Maluku (D2) terutama pada formasi vulkanik dan
dengan kualitas yang baik.
Tanah didominasi oleh Podsolik Merah
Kuning, Latosol Merah dan Mediteran
yang memiliki kesuburan rendah dengan
kendala utama pH yang rendah dan
retensi hara yang lemah. Sedangkan tana
Tanah dan
Mediteran memiliki tingkat kesuburan
Penggunaan
secara kimia cukup baik, akan tetapi
Lahan
memiliki kendala sulit dalam hal
pengolahan karena kadar liat yang sangat
tinggi. Tipe penutup/penggunaan lahan
agak beragam, seperti hutan, semak
belukar, ladang dan permukiman.
Vegetasi Lahan Kering Pamah, Vegetasi
Lahan Pamah, Vegetasi Monsun Lahan
Hayati (Flora
Pamah, vegetasi Monsun Lahan Kering
– Fauna)
Pamah, dan Vegetasi Pegunungan
Bawah. Banyak jenis endemic di

56
Kawasan gugusan pulau-ppulau
ekoregion ini beberapa diantaranya
merupakan jenis endemic yang hanya ada
di pulau tersebut.
Masyarakat yang tinggal di wilayah ini
umumnya bertani atau berladang dan
Kultural mempunyai tingkat pendidikannya agak
(Sosial tertinggal, baik disebabkan karena
Budaya) minimnya aksesibilitas atau masih
terbatasnya sarana dan prasarana
pendidikan.
Kerawanan Longsor lahan dan tsunami pada lereng
Lingkungan kaki perbukitan yang berada di marine.
Air (sungai dengan debit
cukup besar), Pangan
Penyediaan
(pertanian lahan kering),
hutan.
Jasa
Pengaturan air
Ekosistem
Pengaturan (ketersediaan air dan
fungsi hidrologis hutan).
Budaya Pendidikan dan penelitian
Pendukung Habitat flora-fauna
Tabel 2.7 Karakteristik Perbukitan Denudasional Maluku
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2013

8. Perbukitan Struktural (Kompleks Halmahera dan Kepulauan Sula-


Bulu-Seram)
Perbukitan Struktural terbentuk oleh adanya batuan intrusif
dan batuan sedimen yang sudah mengalami deformasi oleh tenaga
tektonik yang mengubah bentuknya menjadi lipatan, patahan atau
yang lainnya. Morfologi yang terbentuk yaitu perbukitan yang
mempunyai elevasi sedang sekitar < 300 m, dengan relief dan lereng
yang berbukit dengan amplitude relief dari 0-300 m dan kemringan
berkisar >16 %. Ekoregion ini bisa kita temukan di Pulau Halmahera
dan Pulau Taliabu, bagian selatan Pulau Bacan, Pulau Obi bagian barat
dan selatan, bagian utara Pulau Sanana, bagian tengah dan utara Pulau
Buru, Pulau Seram bagian barat, Pulau Kai Besar, bagian timur Pulau
Yamdena dan beberapa pulau kecil lagi.
Tanah yang berada di wilayah ini didominasi oleh tanah
Latosol, Podsolik Merah Kuning, Mediteran. Tanah Latosol

57
mempunyai kesuburan sedang dan tanah Podsolik tingkat kesuburan
rendah yang ditandai dengan pH masam, sedangkan Mediteran
kesuburan kimia cukup baik. Karakteristik ini menyebabkan
perbukitan di sini mempunyai tipe penggunaan lahan yang agak
beragam, yaitu hutan, semak belukar, ladang, dan permukiman.
Perbukitan ini berada pada kondisi iklim tropika basah dengan suhu
panas tropikal hingga sejuk. Sungai di perbukitan ini mempunyai debit
yang besar yang dapat dimanfaatkan menjadi sumberdaya listrik.
Sumber mineralnya berupa galian C dan mineral lainnya
yang mempunyai nilai ekonomi, namun mempunyai keanekaragaman
yang rendah. Masyarakat disini pada umumnya bertani dan berladang,
dan masih mempunyai tingkat pendidikan yang rendah dikarenakan
kurangnya sarana dan prasarana pendidikan. Ekoregion ini
mempunyai ancaman yaitu longsor lahan, penambangan. Ekoregion
ini mempunyai jasa ekosistem untuk habitat flora-fauna dan sebagian
untuk lahan pertanian yang dapat mendukung pangan di wilayah ini.

Satuan Karakteristik Satuan Ekoregion Kepulauan Maluku


Ekoregion
No
Kepulauan Parameter Deskripsi Satuan Ekoregion
Maluku
Memanjang di Pulau Halmahera dan Pulau
Taliabu, bagian selatan Pulau Bacan,
bagian barat dan selatan Pulau Obi, bagian
Perbukitan
Lokasi dan utara Pulau Sanana, bagian tengah dan
Struktural
Luas Area utara Pulau Buru, bagian barat Pulau
(S2)
Seram, Pulau Kai Besar, bagian timur
Pulau Yamdena dan ebebrapa pulau kecil.
Kompleks
Dengan luas 10.185,82 km2.
Halmahera
Beriklim tropika basah, suhu udara rata-
8 (S2.1)
Klimatologi rata 24-28 oc. Curah hujan tahunan 1.500-
2.500 mm.
Kompleks
Tersusun oleh batuan sedimen dan batuan
Kepulauan
beku. Tersebar di wilayah perbukitan pada
Sula – Buru Geologi
zona tektonik busur laut dan busur cincin
– Seram
api.
(S2.2)
Elevasi secara dominan < 500m dpal.
Geomorfologi Relief dan lereng: berbukit, dengan
amplitude relief 0-300 m, kemringan

58
berkisar > 16%. Terbentuk oleh proses
tektonik sehingga perlapisan kulit bumi
mengalami perubahan bentuk akibat
adanya tekanan dan tarikan. Bentuk
struktur perlapisan yang dihasilkan antara
lain struktur lipatan, struktur patahan, dan
adanya terobosan magmatic yang
mengakibatkan pengangkatan kulit bumi
setempat yang membentuk struktur kubah,
atau struktur yang lainnya.
Aliran sungai perennial. Debit sungai pada
Hidrologi air terjun tertentu dapat dimanfaatkan
sebagai sumberdaya energi.
Tanah Latosol dan Podsolik merah kuning
yang bersifat masam denga tingkat
kesuburan rendah hingga sedang. Pada
Tanah dan beberapa tempat dijumpai Tanah Mediteran
Penggunaan yang berasal dari bahan induk batu kapur
Lahan yang memiliki kesuburan kimia cukup baik
dan produktif. Tipe penutup/penggunaan
lahan agak beragam, yaitu hutan, semak
belukar, ladang dan permukiman.
Cegetasi Lahan Kering Pamah, Vegetasi
Lahan Pamah, Vegetasi Monsun Lahan
Kering Pamah, dan Vegetasi Monsun
Hayati (Flora
Lahan Pamah. Banyak jenis endimik di
– Fauna)
Kawasan gugusan pulau-pulau ekoregion
ini beberapa diantaranya merupakan jenis
endemic yang hanya ada di pulau tersebut.
Masyarakat yang tinggal di wilayah ini
umumnya bertani atau berladang
Kultural mempunyai tingkat pendidikannya agak
(Sosial tertinggal, baik disebabkan oleh karena
Budaya) minimnya aksesbilitas atau masih
terbatasnya sarana dan prasarana
pendidikan.
Longsor lahan, penambangan, tsunami
Kerawanan pada lereng kaki yang berada di marine
Lingkungan Aspek perubahan iklim: longsor lahan,
penambangan.
Air permukaan dan air
tanah, sumber daya mineral
Penyediaan (tambang), pangan:
Jasa
pertanian lahan kering, dan
Ekosistem
perkebunan: tree crops.
Pengaturan air (pada sungai
Pengaturan
yang mempunyai debit besar

59
dapat dimanfaatkan sebagai
sumber energi listrik).
Rekreasi,
Budaya pendidikan/pelatihan dan
penelitian.
Pendukung Habitat flora-fauna.
Tabel 2.8 Tabel Karakteristik Perbukitan Struktural (Kompleks Halmahera
dan Kepulauan Sula-Bulu-Seram)
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2013

9. Perbukitan Vulkanik (Kompleks Gamalama dan Banda)


Perbukitan Vulkanik dapat dikatakan bentukan dari batuan
beku ekstrusif dan material pyroklastik sebagai hasil proses vulkanik.
Morfologi ini mempunyai relief yang berbukit dengan amplitude relief
antara 0-300 m, mempunyai kemiringan lereng berkisar >16% dan
menempati elevasi sedang sekitar < 300 m. Ekoregion ini sebagian
besar dapat kita temukan di bagian utara Pulau Halmahera, Pulau
Damar dan di beberapa pulau kecil seperti di Kepulauan Banda.
Tanah di ekoregion ini didominasi oleh tanah Podsolik
Merah Kuning dan tanah Latosol yang memiliki tingkat kesuburan
yang bervariasi. Sedangkan didaerah yang memiliki ketinggian dpl
yang cukup tinggi memiliki tanah Andisol yang mempunyai tingkat
kesuburan yang tinggi. Karakteristik ini mengakibatkan perbukitan
vulkanik ini mempunyai tipe penggunaan lahan seperti hutan, semak
belukar, lahan pertanian dan permukiman.
Perbukitan vulkanik ini mempunyai kondisi iklim tropika
basah dengan suhu panas tropika hingga sejuk. Dengan demikian
sumberdaya air permukaan, air tanah dan mata air cukup melimpah
dengan kualitas yang baik pula. Sumberdaya mineral disini berupa
galian C (pasir dan batu), mempunyai keanekaragaman hayati relatif
rendah hingga sedang. Penduduk di daerah ini bertani dan berladang
dan pendidikan mereka sedikit tertinggal karena aksesibilitas. Daerah
ini mempunyai ancaman berupa aliran lahar dan banjir bandang, tetapi
ekoregion ini mempunyai jasa ekosistem sebagai penyedia air
permukaan dan air tanah, dan lahan pertanian yang dapat mendukung

60
ketahanan pangan di daerah tersebut.

Satuan Karakteristik Satuan Ekoregion Kepulauan Maluku


Ekoregion
No
Kepulauan Parameter Deskripsi Satuan Ekoregion
Maluku
Dijumpai di bagian utara Pulau Halmahera,
Lokasi dan Pulau Damar dan di beberapa pulau-pulau
Luas Area kecil seperti di Kepulauan Banda. Dengan
luas 4.726,49 km2.
Beriklim tropika basah, suhu udara rata-rata
Klimatologi 24-28 oc. Curah hujan tahunan 1.500-2.500
mm.
Tersusun oleh batuan beku luar dan
Geologi pyroklastik. Tersebar di wilayah perbukitan
pada zona tektonik cincin api.
Elevasi secara dominan < 500m dpal.
Relief dan lereng: berbukit, dengan
smplitudo relief 0-300 m, kemiringan
Geomorfologi
berkisar > 16%. Terbentuk oleh proses
Perbukitan vulkanik, melalui letusan gunung berapi
Vulkanik yang menghasilkan lava dan pyroklastik.
(V2) Aliran permukaan (sungai) perennial,
Hidrologi terdapat beberapa mata air, dan kualitas air
Kompleks tanah baik.
9 Gamalama Tanah didominasi Tanah Podsolik merah
(V2.1) kuning yang berasal dari bahan sedimen
dan Tanah Latosol yang berasal dari bahan
Kompleks tuff vulkan tua dengan tingkat kesuburan
Banda kedua tanah tersebut bervariasi, tanah lain
(V2.2) Tanah dan
yang dijumpai terutama pada ketinggian
Penggunaan
dpl yang mencukupi adalah Tanah Andosol
Lahan
yang berkembang dari bahan abu vulkan
yang sangat kaya akan unsur hara. Tipe
penutup/penggunaan lahan beragam, seperti
hutan, semak belukar, lahan pertanian, dan
permukiman.
Vegetasi Lahan Kering Pamah, Vegetasi
Lahan Pamah, Vegetasi Monsum Lahan
Kering Pamah, Vegetasi Monsun Lahan
Hayati (Flora Pamah, dan Vegetasi Monsun Pegunungan
– Fauna) Bawah. Banyak jensi endemic di Kawasan
gugusan pulau-pulau ekoregion ini
beberapa diantaranya merupakan jenis
endemic yang hanya ada di pulau tersebut.

61
Masyarakat yang tinggal di wilayah ini
umumnya bertani atau berladang,
Kultural sedangkan tingkat pendidkan mereka agak
(Sosial tertinggal, baik disebabkan karena
Budaya) minimnya aksesbilitas atau masih
terbatasnya sarana dan prasarana
pendidikan.
Aliran lahar, banjir bandang.
Kerawanan
Aspek perubahan iklim: aliran lahar, banir
Lingkungan
bandang, longsor lahan.
Air permukaan dan air
tanah, sumber daya hutan
Penyediaan
(penggunaan kayu), Pangan
(perkebunan: buah)
Pengaturan kualitas udara
(hutan), pengaturan air
(fungsi hutan dan daerah
Pengaturan
Jasa tangkapan air), perlindungan
Ekosistem terhadap erosi, pembentukan
dan regenerasi tanah.
Estetika, tekreasi,
Budaya
pendidikan/pelatihan.
Habitat berkembangbiak
spesies dan perlindungan
Pendukung
plasma nutfah
(keanekaragaman hayati).
Tabel 2.9 Karakteristik Perbukitan Vulkanik (Kompleks Gamalama dan Banda)
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2013

10. Pegunungan Denudasional Maluku


Pegunungan Denudasional ini terbentuk oleh adanya batuan
sedimen dan batuan beku, dimana seperti adanya erosi dari material
batuan yang telah terlapukkan dan telah berjalan cukup lanjut
sehingga struktur aslinya agak sulit dikenali lagi. Morfologi wilayah
ini mempunyai relief pegunungan yang mempunyai elevasi tinggi
sekitar > 300 m. Pegunungan Denudasional ini bisa kita temukan di
Pulau Seram, Pulau Halmahera bagian tengah dan Pulau Obi.
Tanah di daerah ini didominasi oleh Tanah Latosol yang
dihasilkan dari longsoran bahan vulkan tua. Beberapa tempat juga
terdapat bahan sedimen yang dijumpainya Tanah Podsolik dengan
tekstur agak berat dengan tingkat kesuburan yang rendah sampai

62
sedang. Karakteristik ini menyebabkan wilayah ini mempunyai tipe
penggunaan lahan seperti hutan, semak belukar, lahan pertanian, dan
permukiman.
Pegunungan denudasional ini mempunyai iklim tropika
basah dengan suhu sejuk hingga dingin tropikal. Kondisi ini
menyebabkan sumberdaya air permukaan dan air tanah cukup baik
dengan kualitas sedang hingga baik. Sungai-sungai disini
mempunyai debit besar yang dapat dimanfaatkan untuk sumberdaya
listrik. Sumberdaya mineralnya berupa galian C dan
keanekaragaman hayati disini relatif sedang hingga tinggi. Ancaman
yang ada di daerah ini yaitu longsor lahan. Ekoregion ini mempunyai
jasa ekosistem sebagai habitat flora-fauna dan lahan pertanian yang
dapat digunakan untuk mendukung ketahanan pangan di daerah
tersebut.
Satuan Karakteristik Satuan Ekoregion Kepulauan Maluku
Ekoregion
No
Kepulauan Parameter Deskripsi Satuan Ekoregion
Maluku
Dijumpai di Pulau Seram dan bagian
Lokasi dan
tengah Pulau Halmahera dan Pulau Obi.
Luas Area
Dengan luas 5.001,07 km2.
Beriklim tropika basah, suhu udara rata-
Klimatologi rata 18-24 oc. Curah hujan tahunan 1.500-
2.500 mm.
Tersusun oleh batuan sedimen dan
Geologi metamorf. Tersebar di wilayah
perbukitan pada zona tektonik busur luar.
Pegunungan Elevasi secara dominan > 500m dpal.
10 Denudasional Relief dan lereng: bergunung , dengan
Maluku (D1) amplitude relief > 400m dan kemiringan
Geomorfologi
> 16%. Terbentuk oleh proses denudasi
lanjut terhadap bentanglahan yang ada,
seperti bentanglahan struktural.
Air permukaan tersedia oleh sungai
perennial. Air tanah tersedia dengan baik
terutama pada formasi apsiran dan
Hidrologi
mempunyai kualitas baik, namun
jumlahnya menjadi terbatas pada musim
kemarau.

63
Tanah Latosol yang berasal dari bahan
vulkan tua dan Tanah Litosol yang
merupakan sisa hasil proses erosi dengan
tingkat kesuburan rendah hingga sedang.
Tanah dan Tanah lain yang dijumpai adalah Tanah
Penggunaan Podsolik yang berasal dari bahan
Lahan sedimen tua dengan tingkat kesuburan
rendah hingga tinggi. Mempunyai tipe
penutup/penggunaan lahan agak
beragam, yaitu hutan, semak belukar,
lahan pertanian dan permukiman.
Vegetasi Lahan Kering Pamah, Vegetasi
Lahan Pamah, Vegetasi Monsun Pamah,
Vegetasi Monsun Lahan Kering Pamah,
Hayati (Flora Vegetasi Pegunungan Bawah. Banyak
– Fauna) jenis endemic di Kawasan gugusan
pulau-pulau ekoregion ini beberapa
diantaranya merupakan jenis endemic
yang hanya ada di pulau tersebut.
Masyarakat yang tinggal di wilayah ini
umumnya bertani atau berladang dan
Kultural mempunyai tingkat pendidikan agak
(Sosial tertinggal, baik disebabkan karena
Budaya) minimnya aksesbilitas atau masih
terbatasnya sarana dan prasarana
pendidik.
Longsor lahan, kekeringan, dan tsunami
pada lereng kaki perbukitan yang berada
Kerawanan
di marine selatan.
Lingkungan
Aspek perubahan iklim: kekeringan atau
longsor lahan.
Air (sungai dengan debit
Penyediaan cukup besar), sumber
daya mineral (tambang).
Jasa Pengaturan air,
Pengaturan
Ekosistem pengaturan kualitas udara.
Budaya Pendidikan dan penelitian.
Habitat berkembang biak
Pendukung
flora-fauna.
Tabel 2.10 Karakteristik Pegunungan Denudasional Maluku
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2013

64
11. Pegunungan Struktural (Kompleks Halmahera dan Kepulauan Sula-
Bulu-Seram)
Pegunungan struktural ini terbentuk karena adanya batuan
intrusif dan batuan sedimen yang sudah mengalami perubahan
bentuk oleh tenaga tektonik yang mempunyai relief pegunungan
yang mempunyai elevasi tinggi sekitar > 300 m. Pegunungan ini
mempunyai elevasi dominan berkisar antara > 500 m dpal dan
mempunyai relief dan lereng yang bergununga dengan amplitude
relief sekitar > 300 m dan kemiringan > 16%. Pegunungan ini dapat
ditemukan hampir di seluruh Pulau Halmahera bagian tengah, Pulau
Bacan, Pulau Obi, dan Pulau Buru dan sebagian Pulau Seram.
Tanah di daerah ini didominasi oleh Tanah Podsolik Merah
Kuning dan Tanah Latosol dengan tingkat kesuburan rendah hingga
sedang yang ditandai dengan adanya pH masam dan retensi hara
yang rendah. Beberapa tempat juga bisa ditemukan Tanah Mediteran
dengan kesuburan kimia cukup baik dan produktif. Perbukitan
struktural ini mempunyai penggunaan lahan seperti hutan, semak
belukar, ladang dan permukiman.
Pegunungan ini mempunyai iklim tropika basah dengan suhu
sejuk tropikal hingga dingin. Kondisi ini mengakibatkan
sumberdaya air permukaan dan air tanah cukup baik dengan kualitas
sedang hingga baik. Sungai yang besar dapat dimanfaatkan untuk
sumberdaya listrik, sumberdaya mineral berupa galian C dan
mineral lain mempunyai nilai ekonomi. Masyarakat disini bertani
dan berladang, mempunyai pendidikan yang sedikit tertinggal
karena aksesbilitas. Ancaman yang bisa terjadi di daerah ini yaitu
longsor lahan dan penambangan. Ekoregion ini mempunyai jasa
ekosistem sebagai habitat flora-fauna, pemicu sirkulasi udara,
penyedia air permukaan dan air tanah, serta sebagian lahan pertanian
bisa mendukung ketahanan pangan.

65
Satuan Karakteristik Satuan Ekoregion Kepulauan Maluku
Ekoregion
No
Kepulauan Parameter Deskripsi Satuan Ekoregion
Maluku
Terdapat di hampir seluuruh bagian tengah
Lokasi dan Pulau Halmahera, Pulau Bacan, Pulau
Luas Area Obi, dan Pulau Buru, dan sebagian Pulau
Seram. Dengan luas 26.710,88 km2.
Beriklim tropika basah, suhu udara rata-
Klimatologi rata 18-22 oc. Cuaca hujan tahunan 1.500-
2.500 mm.
Tersusun oleh batuan sedimen dan batuan
beku. Tersebar di wilayah pegunungan
Geologi
pada zona tektonik busur luar dan cincin
api.
Elevasi secara dominan > 500m dpal.
Relief dan lereng: bergunung, dnegan
amplitude relief > 300m dan kemiringan >
16%. Terbentuk oleh proses tektonik
Pegunungan sehingga perlapisan kulit bumi mengalami
Struktural perubahan bentuk akibat adanya tekanan
(S1) Geomorfologi dan atarikan. Bentuk struktur perlapisan
yang dihasilkan antara lain struktur
Kompleks lapisan, struktur patahan, dan adanya
Halmahera terobosan magmatic yang mengakibatkan
11 (S1.1) pengangkatan kulit bumi setempat yang
membentuk struktur kubah, atau struktur
Kompleks yang lainnya.
Kepulauan Aliran air permukaan (sungai) perennial.
Sula – Bulu Hidrologi Pada fomasi vulkanik air tanah sangat
– Seram potensial dengan kualitas baik.
(S1.2) Tanah Latosol dan Posolik merah kuning
yang bersifat masam dengan tingkat
kesuburan rendah hingga sedang. Pada
Tanah dan beberapa tempat dijumpai Tanah
Penggunaan Mediteran yang berasal dari bahan induk
Lahan batu kapur yang memiliki kesuburan kimia
cukup baik dan produktif. Penggunaan
lahan agak beragam, yaitu hutan, semak
belukar, ladang dan permukiman.
Vegetasi Lahan Kering Pamah, Vegetasi
Lahan Pamah, Vegetasi Monsun Lahan
Kering Pamah, Vegetasi Pegunungan
Hayati (Flora
Bawah. Banyak jenis endemic di Kawasan
– Fauna)
gugusan pulau-pulau ekoregion ini
beberapa diantaranya merupakan jenis
endemic yang hanya ada di pulau tersebut.

66
Masyarakat yang tinggal di wilayah ini
Kultural
umumnya bertani atau berladang,
(Sosial
mempunyai tingkat pendidikan agak
Budaya)
tertinggal.
Longsor lahan dan tsunami pada lereng
Kerawanan kaki pegunungan yang berada di marine.
Lingkungan Aspek perubahan iklim: longsor lahan dan
penambangan.
Air permukaan dan air
tanah, sumber daya mineral
Penyediaan (tambang), Pangan: lahan
pertanian dan perkebunan:
buah dan sayuran.
Pengaturan air (pada sungai
yang mempunyai debit
Jasa
besar dapat dimanfaatkan
Ekosistem Pengaturan
sebagai sumber energi
listrik), pengaturan kualitas
udara, perlindunga erosi.
Rekreasi,
Budaya pendidian/pelatihan dan
penelitian.
Pendukung Habitat flora-fauna.
Tabel 2.11 Karakteristik Pegunungan Struktural (Kompleks Halmahera
dan Kepulauan Sula-Bulu-Seram)
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2013

12. Pegunungan Vulkanik Kompleks Gamalama


Pegunungan Vulkanik terbentuk karena perselingan batuan
beku ekstrusif dan material pyroklastik sebagai hasil dari proses
vulkanik yang mempunyai elevasi tinggi sekitar > 300 m. Daerah ini
mempunyai elevasi dominan sekitar > 500 m dpal dan mempunyai
relief dan lereng yang begunung dengan amplitude relief > 300 m
dan kemiringan >16 %. Ekoregion ini bisa ditemukan di Pulau
Halmahera bagian utara, dan Pulau Wetar, Pulau Roma, Pulau dan
Kepulauan Kaisar.
Tanah di daerah ini didominasi oleh Tanah Podsolik merah
kuning, Tanah Latosol, Tanah Andosol dan Tanah Regosol. Tingkat
kesuburan Andosol tinggi dan kaya akan hara, sedangkan Regosol,
Podsolik merah kuning, dan Latosol tingkat kesuburannya rendah

67
sampai sedang. Karakteristik ini mengakibatkan pegunungan
vulkanik mempunyai penggunaan lahan seperti hutan, semak
belukar, lahan pertanian, dan permukiman.
Pegunungan ini mempunyai kondisi iklim tropika basah
dengan suhu sejuk hingga dingin. Kondisi ini membuat sumberdaya
air permukaan, air tanah dan mata air cukup melimpah dengan
kualitas baik. Sumberdaya mineral berupa galian C, dan mempunyai
keanekaragaman hayati sedang sampai tinggi. Masyarakat disini
berladang dan tingkat pendidikan agak tertinggal karena terbatasnya
sarana prasarana. Ancaman di daerah ini yaitu letusan vulkanik
seperti jatuhnya pyroklastik, aliran awan panas, aliran lahar maupun
banjir bandang. Wilayah ini mempunyai jasa ekosistem sebagai
penyedia air permukaan dan air tanah, pemicu sirkulasi udara, dan
lahan pertanian.

Satuan Karakteristik Satuan Ekoregion Kepulauan Maluku


Ekoregion
No
Kepulauan Parameter Deskripsi Satuan Ekoregion
Maluku
Terdapat di bagian uatara Pulau
Lokasi dan Halmahera, dan Pulau Wetar, Pulau
Luas Area Roma, Pulau dan Kepulauan Kaisar.
Dengan luas 1.058,57 km2.
Beriklim tropika basah, suhu udara rata-
Klimatologi rata 18-22 oc. Curah hujan tahunan 1.500-
3.500 mm.
Tersusun oleh batuan beku luar dan
Pegunungan
pyroklastik. Tersebar di wilatah
Vulkanik Geologi
pegunungan pada zona tektonik cincin
12 Kompleks
api.
Gamalama
Elevasi secara dominan > 500m dpal.
(V1)
Relief dan lereng: bergunung, dengan
amplitude relief > 300m dan kemiringan >
Geomorfologi 16%. Terbentuk oleh proses vulkanik,
melalui letusan gunung berapi yang
menghasilkan kerucut vulkanik, lava, dan
pyroklastik.
Aliran permukaan (sungai) perennial,
Hidrologi
terdapat beberapa mata air, kualitas baik.

68
Tanah Latosol yang berkembang dari tuff
vulkan dan Tanah Andosol yang
berkembang dari Abu vulkan yang kaya
akan unsur hara, tanah Podsolik yang
berkembang dari bahan sedimen dengan
Tanah dan tingkat kesuburannya rendah hingga
Penggunaan sedang. Tanah Regosol yang secara actual
Lahan tingkat kesuburannya rendah akan tetapi
kaya akan unsur hara. Tipe
penutupan/penggunaan lahan beragam,
seperti hutan, semak belukar, lahan
pertanian, dan sebagian kecil
permukiman.
Vegetasi Lahan Kering Pamah, Vegetasi
Lahan Pamah, Vegetasi Monsun Lahan
Pamah, Vegetasi Monsun Lahan Kering
Pamah, Vegetasi Monsun Pegunungan
Hayati (Flora
Bawah, Vegetasi Pegunungan Bawah.
– Fauna)
Banyak jenis endemic di Kawasan
gugusan pulau-pulau ekoregion ini
beberapa diantaranya merupakan jenis
endemic yang hanya ada di pulau tersebut.
Kultural Masyarakat yang tinggal di wilayah ini
(Sosial umumnya berladang, sedangkan tingkat
Budaya) pendidikan mereka agak tertinggal.
Letusan vulkanik (abu, lava, lahar, aliran
awan panas, banjir bandang) dan tsunami
Kerawanan
pada lereng kaki yang berada di marine.
Lingkungan
Aspek perubahan iklim: letusan vulkanik,
kekeringan, banjir bandang.
Air permukaan dan air
tanah, sumber daya hutan
Penyediaan (penggunaan kayu), Pangan
(perkebunan: buah dan
sayuran).
Pengaturan kualitas udara,
pengaturan air (fungsi
hutan dan daerah tangkapan
Jasa Pengaturan air), air perlindungan
Ekosistem terhadap erosi,
pembentukan dan
regenerasi tanah.
Estetika, rekreasi,
Budaya
pendidikan/pelatihan.
Habitat berkembangbiak
spesies dan perlindungan
Pendukung
plasma nutfah
(keanekaragaman hayati).

69
Tabel 2.12 Karakteristik Pegunungan Vulkanik Kompleks Gamalama
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2013

2.1.3. Hidrologi Maluku


Sungai adalah bagian dari daratan yang menjadi tempat tempat
aliran air yang berasal dari mata air atau curah hujan. Padaum umnya,
sungai mengalir ke laut. Dalam berjalannya waktu suatu sistem jaringan
sungai akan membentuk pola pengaliran tertentu di antara saluran utama
dengan cabang-cabangnya dan pembentukan pola pengaliran ini sangat
ditentukan oleh faktor geologinya. Pola pengaliran sungai dapat
diklasifikasikan atas dasar bentuk dan teksturnya. Bentuk atau pola
berkembang dalam merespon terhadap topografi dan struktur geologi
bawah permukaannya. Saluran-saluran sungai berkembang ketika air
permukaan (surface runoff) meningkat dan batuan dasarnya kurang
resisten terhadap erosi. Jenis pola pengaliran sungai antara alur sungai
utama dengan cabang-cabangnya di satu wilayah dengan wilayah lainnya
sangat bervariasi. Perbedaan pola pengaliran sungai di satu wilayah
dengan wilayah lainnya sangat ditentukan oleh perbedaan kemiringan
topografi, struktur dan litologi batuan dasarnya.
Sungai di Pulau Buru khususnya di Kabupaten buru memiliki
kurang lebih 28 sungai. Kondisi hidrogeologi sungai ini memiliki
beberapa pola aliran diantaranya) Pola Aliran Sungai dendritik
(menurun), paralell, trellis, rectanguler dan radial. Seluruh pola aliran ini
mengalir menuju pantai yang dikontrol oleh struktur geologi seperti
patahan, rekahan dan sistem perlipatan batuan yang terdapat di wilayah
ini. Tingkat kerapatan sungai di daerah ini sangat intensif, dimana hampir
seluruh wilayah Kabupaten Buru tertutup oleh pola aliran sungai, baik
yang bersifat perrenial (permanen) maupun intermittent (periodik).
Terdapat DAS di Kabupaten Buru, DAS ini dibagi menjadi empat arah
aliran sungai yaitu:
a) DAS Air Buaya yang mengalir kearah utara dengan tingkat kecepatan
sedang.

70
b) DAS Namlea yang mengalir kearah timur dengan tingkat kecepatan
tinggi – sangat tinggi.
c) DAS Leksula yang mengalir kearah selatan dengan tingkat
kecepatan sedang – tinggi.
d) DAS Labuan Leko yang mengalir kearah barat dengan tingkat
kecepatan rendah – sedang.
Dari kondisi di atas serta didukung oleh kontrol batuan dan
struktur geologi, maka akan muncul zona air tanah. Secara umum neraca
air tanah terbagi menjadi 2 zona air tanah yaitu air tanah rendah, air tanah
ini pada umumnya menempati punggung pemisah air morfologi
(morphological water devided) sebagai pemisah daerah tangkapan hujan
(catchment area) keempat wilayah DAS tersebut diatas serta pada dua
punggung yang terdapat di selatan Kabupaten Buru. Dan yang kedua
yaitu zona air tanah sedang sampai tinggi. Zona ini menempati hampir
seluruh wilayah Kabupaten Buru, yang mengelilingi Pulau Buru.
Kawasan ini dapat tercapai jika sistem vegetasi tetap terjaga, sehingga
tingkat peresepan dapat dipertahankan dan surface run off dapat dicegah
dan diperkecil.
Kondisi hidrologi permukaan (sungai) di Kabupaten Maluku
Tengah dapat dikelompokkan ke dalam dua sistem sungai berdasar
kondisi pulaunya yaitu sistem sungai Pulau Seram, dan sistem sungai
pulau-pulau kecil. Pulau-pulau kecil meliputi Pulau Haruku, TNS (Teon,
Nila, Serua), Saparua, Salahutu, Leihitu, Nusa Laut, dan Banda. Sistem
sungai besar terdapat di Pulau Seram, yang dibatasi oleh igir pegunungan
di bagian tengah yang membentang dari Tanjung Sial di Seram Barat
hingga sebelah utara Gule-Gule di Seram Timur yang memisahkan
sistem sungai bagian utara dan sistem sungai bagian selatan Pulau Seram.
Pada umumnya sungai-sungai yang terdapat di Pulau Seram, baik sungai
besar maupun kecil, relative bersifat perrenial, artinya mengalir
sepanjang tahun, walaupun pada musim kemarau mengalami penurunan
debit aliran. Di pulau Seram bagian tengah yang termasuk wilayah
Kabupaten Maluku Tengah, pembagi air (water devider) bergeser ke

71
bagian selatan sehingga daerah aliran sungai di bagian utara lebih luas.
Sistem sungai yang berkembang di bagian utara adalah DAS Toloaran,
Kua, Tolohatala, Moa, Isal, Sarupu, Samal, dan Kobi, serta beberapa
sistem sungai kecil yang banyak terdapat di wilayah utara. Sistem sungai
yang relatif besar berkembang di bagian selatan hanya ada 2 yaitu DAS
Kua dan DAS Tolohatala. Sistem sungai di Seram bagian tengah berhulu
di Gunung Kobipoto, Pegunungan Murkele Kecil, Pegunungan
Manusela, dan Gunung Masnabem.
Di Pulau Seram yaitu wilayah Kabupaten Maluku Tengah, dan
pulau-pulau kecil lainnya memiliki satu sungai besar yaitu Sungai
Ruatan, dan juga 16 sistem sungai kecil hingga sedang, yang dapat
dikatakan mengalir sepanjang tahun (perrenial). Sungai kecil tersebut
antara lain Sungai Kawa, Pia, Mala, Ela, Toloherela, Kua, Toloaran,
Mual, Isal, Sarupu, Samal, Kobi, Hila, Salahutu, Haruku, dan Nusa Laut.
Sistem sungai-sungai kecil di Pulau Haruku, TNS (Teon, Nila, Serua),
Saparua, Salahutu, Leihitu, Nusa Laut, dan Banda umumnya merupakan
sungai dengan aliran tunggal atau sedikit percabangan, panjang alur
relatif pendek dan lurus, serta daerah aliran yang sempit.
Sungai dapat digunakan masyarakat sebagai sumber air bersih
maupun sebagai pengairan lahan pertanian. Jumlah sungai yang paling
banyak ditemukan di Pulau Seram, terutama di bagian Utara Pulau
Seram, sedangkan di bagian Selatan jumlah sungai terbanyak hanya
ditemukan di Kecamatan Tehoru. Tingginya jumlah sungai yang
terdistribusi di bagian Utara Pulau Seram merupakan kondisi yang
terbentuk karena pembentukan topografi lahan darat yang cenderung
berbentuk V. Sedangkan support massa air tawar yang memasuki
wilayah lembah yang berbentuk V tinggi karena merupakan akibat dari
tutupan vegetasi pada wilayah itu sehingga fungsi tangkapan air masih
tetap berjalan. Walaupun demikian, telah banyak lahan hutan mengalami
pembukaan.

72
2.1.4. Klimatologi Maluku

Iklim dalam pengertian umum adalah kondisi rata-rata cuaca dalam


jangka waktu tiga puluh tahun atau lebih. Kondisi cuaca tersebut
ditunjukkan oleh beberapa parameter antara lain suhu, tekanan udara,
angin, curah hujan dan kelembapan. Berdasarkan klasifikasi iklim global ,
wilayah Kepulauan Indonesia sebagian besar tergolong dalam zona iklim
tropika basah dan sebagian kecil zona iklim pegunungan atau tropika
monsun. Variasi suhu udara tergantung pada ketinggian tempat (altitude).
Fluktuasi suhu musiman dapat dikatakan tidak terjadi atau minimal.
Keberadaan samudera di sekitar Kepulauan Indonesia ikut memperkecil
gejolak suhu udara yang mungkin timbul.

Di daerah Maluku bagian tengah dan utara berhadapan dengan


Samudera Pasifik barat. Daerah tersebut hampir sepanjang tahun ditempati
massa udara yang dibawa oleh pasat tekanan tinggi subtropik Pasifik
baratdaya dan pasat dari tekanan tinggi subtropik Pasifik tenggara. Selama
musim dingin selatan (Australia), daerah Maluku menjadi daerah angin
yang berubah-ubah atau dalam daerah geser angin (shearline) sebagai
perubahan dari angin tenggara menjadi angin baratdaya. Daerah geser angin
terdapat melintang kearah timurlaut dari sekitar Pulau Buru.

Maluku merupakan daerah kepulauan yang langsung berbatasan


dengan beberapa laut yaitu berbatasan dengan Laut Halmahera di sebelah
Timur, Laut Maluku di sebelah barat, Laut Banda di sebelah selatan, dan
Laut Seram di sebelah utara. pulau Maluku memiliki iklim monsoon tropis,
iklim ini sangat dipengaruhi oleh keberadaan laut perairan yang luas dan
berlangsung seirama dengan musim disana. Daerah maluku memiliki dua
musim yaitu musim barat (hujan) dan musim timur (kering), dan juga
transisi kedua musim tersebut atau disebut pancaroba. Musim barat (hujan)
di Maluku berlangsung dari bulan Desember sampai bulan Maret,
sedangkan bulan April adalah masa transisi ke musim timur (kering).

73
Musim Timur (kering) berlaku rata-rata enam bulan, berawal dari bulan
Mei dan berakhir bulan Oktober. Masa transisi ke musim hujan terjadi pada
bulan November. Keadaan musin ini memberikan pengaruh yang berbeda-
beda pada daratan maupun lautannya.

Maluku Tengah merupakan salah satu kabupaten di Provinsi


Maluku. Letaknya diapit oleh Kabupaten Seram bagian barat di sebelah
barat dan Kabupaten Seram bagian timur di sebelah timur. Wilayah
Maluku Tengah mengalami iklim laut tropis dan iklim musim. Keadaan ini
disebabkan karena Maluku Tengah dikelilingi lautan yang luas, sehingga
iklim laut tropis di daerah ini berlangsung seirama dengan iklim musim
yang ada. Suhu rata-rata 26,30˚C dengan suhu rata-rata maksimum 30,40˚C
dan suhu minimum rata-rata 23,3˚C. Untuk wilayah Kota Ambon yang
berada di Provinsi Maluku suhu rata-rata 26,80˚C. Kota Tual, dan Kota
Saumlaki suhu rata-rata masing-masing 27,70˚C dan 27,40˚C.

Data Curah hujan di Provinsi Maluku Tahun 2012-2017 secara


umum dapat dilihat dalam Tabel 2.5. Berdasarkan tabel terlihat bahwa
wilayah selatan kepulauan Maluku memiliki curahhujan yang sangat
rendah, rata-rata curah hujan dibawah 1500mm per tahun. Kondisi ini
menyebabkan ketersediaan air di wilayah pulau kecil terluar juga
terbatas.

Wilayah 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Maluku Tenggara Barat 500-1000 200-500 1500-2000 500-1000 500-1000 1500-2000

Maluku Tenggara 1500-2000 1000-1500 1500-2000 2000-3000 1500-2000 1500-2000

Maluku Tengah 2000-3000 2000-3000 2000-3000 2000-3000 2000-3000 2000-3000

Buru 500-1000 1000-2000 1500-2000 1000-1500 1000-1500 1500-2000

Kepulauan Aru 1500-2000 2000-3000 1500-2000 2000-3000 1000-1500 1500-2000

Seram Bagian Barat 2000-3000 3000-5000 1500-2000 3000-4000 3000-4000 1500-2000

Seram Bagian Timur 2000-3000 2000-3000 2000-3000 2000-3000 1500-2000 2000-3000

74
Maluku Barat Daya 500-1000 200-500 1000-1500 500-1000 500-1000 1500-2000

Buru Selatan 500-1000 1000-2000 1500-2000 1000-1500 1000-1500 1500-2000

Kota Ambon 2000-3000 2000-3000 1500-2000 3000-4000 2000-3000 2000-3000

Tual 1500-2000 1000-1500 1500-2000 2000-3000 1500-2000 1500-2000

Tabel 2.13 Curah Hujan Tahunan di Provinsi Maluku 2012-2017


(mm)
Sumber: BMKG Maluku

2.2. Jenis Tanah di Wilayah Kepulauan Maluku

Maluku merupakan daerah kepulauan yang terdiri dari kurang lebih


1.000 pulau besar dan kecil Sebagian besar pulau-pulaunya memiliki ciri yang
sama yang dapat diklasifikasikan sebagai pulau-pulau vulkanis dan pulau
karang. Tanah dipulau Maluku ini berasal dari pelapukan bahan induk ultra
basa dan basa,mencirikan tanah – tanah pelapukan lanjut bersifat lateritic
mengandung nikel, besi dan kobalt, dengan warna tanah relative seragam
menyala merah. Tekstur tanah Umumnya didominasi oleh lanau lempungan
dengan kadar fraksi halus mencapai 94% dan hanya sedikit yang bertekstur
lanau pasiran (pasir 36%). Pelapukan yang sangat intensif telah menghasilkan
tubuh tanah yang cukup tebal dibagian tengah pulau yang mencapai 20m dari
permukaan tanah yang cukup tebal di bagian tengah berkembang lapisan tanah
regolit berupa bolder ultrabasa berukuran 10-30 cm yang dibeberapa tempat di
atasnya ditutupi lapisan tanah relative tipis 5-10 cm. Berikut ini beberapa jenis
tanah yang tersebar di Kepulauan Maluku:

1. Jenis Tanah Mediteran terdapat di Pulau Morotai bagian barat, timur dan
selatan, Pulau Doi Kecamatan Loloda. Tanah mediteran merupakan hasil
pelapukan batuan kapur keras dan batuan sedimen. Warna tanah ini
berkisar antara merah sampai kecoklatan. Tanah mediteran banyak
terdapat pada dasar-dasar dolina dan merupakan tanah pertanian yang
subur di daerah kapur daripada jenis tanah kapur yang lainnya. Oleh
karena itu, tanah mediteran dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian,
seperti untuk menanam padi dan tanaman palawija. Selain itu, tanah ini

75
termasuk tanah yang dapat digunakan untuk menampung air. Tanah
mediteran ini juga berguna untuk menurunkan kadar keasaman tanah
sehingga keasaman tanah menjadi normal.

2. Jenis Tanah Podsolik Merah Kuning terdapat di Pulau Halmahera dan


Utara ke Selatan, Tobelo, Ibu, Obi bagian Timur, Sanana, Pulau Taliabu,
Wasiley, Oba, Weda, Patani dan Maba. Tanah podsolik merah kuning
sendiri merupakan tanah yang terbentuk karena curah hujan yang tinggi
dan suhu yang rendah. Tanah podzolik merah kuning berwarna merah
sampai kuning dengan kesuburan yang relatif rendah karena pencucian-
pencucian. Podsolik merah kuning banyak digunakan untuk tanaman
kelapa, jambu mete, karet, dan kelapa sawit.

3. Jenis Tanah Kompleks (terdapat berbagai macam tanah) terdapat di Pulau


Morotai bagian Barat dan Timur, Obi bagian tengah, Pulau Halmahera
bagian tengah sampai timur.

4. Jenis Latosol terdapat di Lologa, Calela, Jailolo bagian Selatan, Cane


Barat, Cane Timur, Bacan, Obi, Wasilei, Weda dan Maba. Secara spesifik,
latosol merupakan tanah yang berwarna merah hingga coklat sehingga
banyak yang menamainya sebagai tanah merah, memiliki profil tanah
yang dalam, mudah menyerap air, memiliki kandungan bahan organik
yang sedang, dan pH netral hingga asam. Kadar humus latosol mudah
menurun, dan memiliki fosfat yang mudah bersenyawa dengan besi dan
aluminium. Saat ini, jenis tanah latosol banyak digunakan untuk
pertanaman palawija, padi, kelapa, karet, dan kopi.

5. Jenis Tanah Regosol terdapat di Loloda, Calela, Sahu, Kao, Pulau Ternate,
Pulau Makian, Pulau Obi di pesisir utara. Secara spesifik, ciri regosol
adalah berbutir kasar, berwarna kelabu sampai kuning, dan bahan organik
rendah. Sifat tanah yang demikian membuat tanah tidak dapat
menampung air dan mineral yang dibutuhkan tanaman dengan baik.
Dengan kandungan bahan organik yang sedikit dan kurang subur, regosol

76
lebih banyak dimanfaatkan untuk tanaman palawija, tembakau, dan buah-
buahan yang juga tidak terlalu banyak membutuhkan air.

6. Jenis Tanah Alluvial terdapat di Pulau Obi bagian barat, Pulau Taliabu
bagian utara dan tenggara, Oba, Wasilei, Weda, Patani dan Maba. Alluvial
merupakan tanah muda hasil pengendapan material halus aliran sungai.
Ciri utama tanah alluvial adalah berwarna kelabu dengan struktur yang
sedikit lepas-lepas. Kesuburan tanah alluvial sangat bergantung pada
sumber bahan asal aliran sungai. Alluvial banyak digunakan untuk
tanaman padi, palawija, tebu, kelapa, tembakau, dan buah-buahan.

7. Jenis tanah podzolik aluvium undak, rensina terumbul coral, lithosol seklis
habluk , paleogen, dan ulagan paleozoikum banyak terdapat di wilayah
propinsi Maluku Tenggara. Tanah di Maluku Tenggara sendiri biasanya
ditanami kayu Mariolata yang kulit kayunya digunakan untuk luka
berdarah dan juga mengobati penyakit malaria.

2.3. Potensi Sumber Daya Alam dan Mineral di Kepulauan Maluku


Pulau Maluku merupakan wilayah kepulauan yang dikelielingi lautan.
Tanahnya yang subur karena wilayah ini memiliki beberapa gunungapi yang
masih aktif. Hal ini menyebabkan wilayah Maluku memiliki beberapa potensi
sumber daya alam dan mineral, sebagai berikut:
a. Pertanian
Makanan pokok masyarakat Pulau Maluku yaitu beras, ubi kayu,
dan sagu. Sehingga dalam aktivitas pertanian masyarakat banyak yang
menanam padi dan ubi kayu. Berdasarkan data BPS Provinsi Maluku
Utara 2017, Produkvitas padi sawah, dari 37,32 ton per hektar di tahun
2014 menjadi 55,01 ton per hektar pada tahun 2015. Halmahera Timur
merupakan salah satu sentra produksi padi di Maluku Utara. Produksi padi
sawah di Halmahera Timur di tahun 2015 mencapai 21.252 ton. Ubi kayu
merupakan komoditi tanaman pangan dengan kuantitas produksi terbesar
di Maluku Utara yaitu mencapai 120.283 ton di tahun 2015, menurun
dibandingkan dengan tahun sebelumnya (147.916 ton).

77
Selain tanaman pangan tersebut masyarakat juga menanam Ubi
Jalar dan Jagung. Produksi ubi jalar menurun dari 44.651 ton (tahun 2014)
menjadi 30.674 ton (tahun2015). Penurunan produksi juga terjadi pada
komoditi jagung, dari 19.555 ton (tahun 2014) turun menjadi 11.728 ton di
tahun 2015. Produksi terbesar untuk ubi kayu dan ubi jalar di tahun 2015
ada di Halmahera Selatan. Untuk tanaman hortikultura, produksi cabe
besar dan cabe rawit tahun 2016 sebesar 3.097 ton, tomat 4.338 ton, terung
3.759 ton dan kacang panjang 1.680 ton. (BPS Provinsi Maluku Utara,
2017).
Di Maluku hanya terdapat empat kabupaten yang mengusahakan
padi sawah yakni Kabupaten Maluku Tengah dengan persentase tertinggi
yakni sebesar 44%, kemudian diikuti Kabupaten Buru sebesar 43% dan
sisanya Kabupaten Seram Bagian Timur dan Kabupaten Seram Bagian
Barat masing-masing sebesar 8% dan 5%. Sedangkan luas panen ubi kayu
pada tahun 2015 adalah 4.842 hektar, 26% di antaranya terdapat di
Kabupaten Maluku Tengah, 21% di Kabupaten Seram Bagian Barat dan
sisanya di kabupaten/kota lainnya.
b. Perkebunan
Pulau Maluku sejak dahulu kala terkenal dengan rempah-
rempahnya seperti Pala dan Cengkeh. Berdasarkan data Kementerian
Pertanian, saat ini produksi rempah-rempah Maluku terdapat di Pulu Buru
dengan perkebunan cengkeh seluas 1.109 hektar yang menghasilkan 448 ton
per tahun. Kemudian, Pulau Buru Selatan dengan lahan perkebunan
cengkeh seluas 5.483 hektar dengan hasil 2.096 ton per tahun. Selanjutnya,
Maluku Tengah seluas 18.609 hektar yang menghasilkan 9.758 ton,
sedangkan lahan perkebunan pala seluas 11.148 hektare dengan hasil
pertanianya mencapai 1.996 ton per tahun. Sementara itu di Kabupaten
Seram bagian barat lahan perkebunan cengkeh seluas 6.986 hektar dengan
hasilnya 3.298 ton per tahun. Terakhir di Seram Bagian Timur seluas 8.354
hektar kebun pala dengan hasil produksi 737 ton per tahun.
Pengembangan komoditas perkebunan di Maluku Utara di
fokuskan pada 5 komoditas utama, yakni:

78
No Komoditas Luas (Ha)
1 Kelapa 213.053
2 Kakao 30.809
3 Pala 38.509
4 Cengkeh 19.003
5 Jambu mete 5.761
Jumlah 307.135

Tabel 2.14 5 Komoditas Utama Perkebunan di Maluku


Sumber: http://acch.kpk.go.id
c. Perikanan
Pulau Maluku memiliki wilayah lautan yang luas. Diantaranya
yaitu Laut Banda, Laut Seram, Laut Halmahera, Laut Seram, Laut Maluku.
Adanya laut yang luas membuat Pulau Maluku kaya akan potensi perikanan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.01/MEN/2009
tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Republik Indonesia telah
menetapkan pembagian WPP menjadi 11 WPP. Wilayah Maluku memiliki
3 WPP yaitu (1) WPP-RI 714 Meliputi perairan Teluk Tolo dan Laut Banda,
(2) WPP-RI 715 meliputi perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut
Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau dan (3) WPP-RI 716 meliputi
perairan Laut Sulawesi dan sebelah Utara Pulau Halmahera. Komposisi
hasil tangkapan yaitu Ikan Demersal, Ikan Karang, Udang Penaeid, Lobster,
Ikan Pelagis Kecil, Cumi-Cumi, Daya Ikan Pelagis Besar dan Ikan Tongkol.
Pada tahun 2012-2014 rata-rata produksi perikanan Provinsi
Maluku Utara termasuk dalam kelompok 2. Kelompok 2 merupakan
provinsi dengan rata-rata produksi antara 120-220 ribu ton. Sedangkan
untuk Provinsi Maluku termasuk dalam kelompok 4. Kelompok 4
merupakan dengan rata-rata produksi diatas 400 ribu ton. Pengelompokan
wilayah hasil produksi perikanan tangkap tersebut berdasarkan hasil analisis
cluster melalui Metode Non-Hirakis (K-Means Cluster). (Kementerian
Kelautan dan Perikanan, 2015).
d. Sumber Daya Mineral
Maluku memiliki berbagai potensi galian dan mineral yang belum
dikembangkan secara optimal. Emas banyak terdapat di Pulau Wetar dan Lirang,

79
sementara kaolin, pasir kuarsa, belerang, kapur, batu apung, asbes, mangan,
tembaga, krom, dan bahan mineral lainnya tersebar di 40 daerah lokasi
pertambangan di Maluku. Selain itu, telah ditemukan lokasi tambang minyak dan
gas bumi di sekitar pulau Seram, Buru, Kepulauan Aru, dan Tanimbar.
Pertambangan dan bahan galian yang ada di Maluku meliputi antara lain nikel,
minyak dan gas, batu apung, mangan, emas, perak, barite dan merkuri.
N BAHAN LOKASI KUALITAS LUAS
O GALIAN CADANGAN

1. Base Metal P. Ambon Au 0,14 ppm 25.725 Ha


- Desa ; Ag 17,1
Waeheru, Kota ppm ; 200 Ha
Ambon Cu 1,81% ;
Pb 37,88 % ;
- Desa Hila Zn 3,37%
dan Desa Seit,
Kec. Leihitu, Kab. Ag 1,98gr/ton
Malteng ; Cu 0,01 % ;
Fe 6,00% ;
Zn 0,16 %
P. Romang Au 2-5,1
- P. Romang, gr/ton ;
Kab. MBD Ag 9,1 –
18,1% ; Pb
9,74%
P. Haruku Au 0,1 ppm; 648.000 ton
- Desa Aboru, Ag 90 –470%
Kab. Malteng ;
Cu 80% ; Zn
12% ; Pb
90%.
P. Buru Au 0,11% ; 100 Ha
- Desa Waesele, Ag 1,01 –
Kab. Buru 4,65% ;
Cu 0,01 –
0,043% ;Fe
1,37 – 4,7%
P. Seram Au 2,4 gr/ton
- Desa Haya, Kec. ; Cu 0,2% ;
Tehoru, Pb 1,07% ;
Kab. Maluku Zn 5,5%
Tengah

80
2. Nikel P. Ambon
- Desa Ema
- Desa Hukurila Ni
- Gunung Nona 0,109 - 0,64
( Kota Ambon ) %
P. Seram N
- Desa Hualoy o21% - 0,94
- Seriholo, %
( Kec. Kairatu,
Kab. SBB )
Tabel 2.15 Potensi Bahan Galian Logam di Provinsi Maluku
Sumber : Dinas ESDM Provinsi Maluku, 2009.
Potensi dan indikasi pertambangan yang ada di wilayah kawasan pembangunan
ekonomi terpadu (KAPET) Seram tersebar di beberapa daerah. Potensi tersebut
antara lain Batu Bara, Batu Gamping, Batu Permata, Gypsum, Granit, Kerikil,
Lempung, Logam Dasar, Marmer, Mika, Nikel, Minyak Bumi.
Cadangan / Luas
Jenis Bahan Galian Cluster Jenis
No Penyebaran
1. Batu Bara Seram 75.245,25 ton
Selatan
2. Batu Gamping Masif, Mineral 120 Juta M3
Seluruh
Kalsit
P.Seram
&Aragonit
3. Batu Permata Seram Mineral Garnet 100 Ha
Barat
4. Gypsum Seram Gypsum 750 M2
Selatan
5. Granit Seram 57.600M3
Barat
6. Lempung Seram Abu-abu, Hijau Cad.225 Jt ton,
Selatan 300Ha
Seram
Utara
7. Logam Dasar Seram Luas 200 Ha
(BaseMetal) Selatan,
Seram
Barat,
Seram
Utara
8. Marmer Seram Putih Cad: 5.205.199.999
Barat, ton
Seram
Timur

81
9. Mika Seluruh P, Mineral
Seram Muscovit,
batuan Sekis,
Mineral Biotit,
Batuan Gneis
10. Nikel Seram Batuan Luas 47.200 Ha
Barat Ultramafik
Tabel 2.16 Potensi Sumber Daya & Mineral (Pertambangan)
Sumber : Dinas Sumber Daya Mineral

2.4. Ancaman Bencana di Kepulauan Maluku


1. Gempa Bumi
Gempa bumi sering terjadi di Maluku, sampai masyarakatnya sudah
terbiasa akan adanya gempa, ada yang bisa menyebabkan tsunami dan ada
juga yang tidak. Gempa yang tidak menyebabkan tsunami, yaitu gempa
yang berada di kedalaman 10 km. Jika ditinjau dari kedalaman
hiposentrumnya, gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi
dangkal akibat aktivitas Subduksi Pulau Seram. Berdasarkan peta tatanan
tektonik, di wilayah Laut Seram terdapat zona gempa bumi dengan struktur
sesar naik. Sedangkan gempa yang dapat menimbulkan tsunami disebabkan
karena adanya pergeseran Lempeng Pasifik dan Lempeng Laut Sulawesi.
Sebaliknya, dari arah berlawanan Lempeng Pasifik yang merupakan
lempeng raksasa menekan Lempeng Laut Halmahera hingga lempeng
tersebut juga menekan ke arah Lempeng Laut Maluku yang terletak di
antara Pulau Sulawesi dan Maluku.

82
Gambar 2.8 Peta Persebaran Gempa Bumi Provinsi Maluku Utara dan
Sekitarnya
Sumber: BMKG Maluku
2. Tsunami
Tingkat kerawanan tsunami di Maluku tergolong snagat tinggi karena
di wilayah Laut Banda terdapat palung laut sedalam 7.440 m dengan luas
50.000 km² yang dinamakan Palung Weber. Ditemukan pula Lubuk Banda
Utara yang memiliki kedalaman 5.800 m, Lubuk Banda Selatan yang
memiliki kedalaman 5.400 m, dan juga palung-palung lainnya. Aktivitas
subduksi di Zona Banda sudah cukup terakumulasi dan tidak menutup
kemungkinan mengulangi perisiwa gempa dan tsunami pada tahun 1629,
yaitu gempa yang berkekuatan 9,2 SR serta tsunami setinggi 15 m.
3. Gunung Meletus
Pulau Maluku memiliki 14 gunungapi. 5 gunungapi dengan tipe A
berada di Provinsi Maluku Utara, tepatnya di Pulau Halmahera. 8
gunungapi tipe A dan 1 gunungapi tipe B berada di laut Banda, yang
berdekatan dengan wilayah Provinsi Maluku.Pada tahun awal juli 2015
Gunungapi Gamalama mulai menunjukkan aktivitas vulkaniknya.
Peningkatan aktivitas terus terjadi dengan tinggi asap berkisar 150-800 m,

83
dominan kurang 500 m dari puncak, terdistribusi ke arah barat laut
sehingga mengenai sejumlah pemukiman pemukiman. Erupsi Gunungapi
Gamalama memiliki ketinggian abu vulkanik 1.000 meter mengakibatkan
1.780 jiwa mengungsi.Aktivitas vulkanik di Pulau Maluku terus
mengalami peningkatan. Pada Tahun 2017 empat Gunungapi di Maluku
Utara, yakni Gamalama di Ternate, Gamkonora dan Ibu di Halmahera
Barat, serta Gunung Dukono di Halmahera Utara berstatus
waspada.Sementara satu gunung lainnya yakni Gunung Kie Besi di
Halmahera Selatan, statusnya masih tetap normal. Namun, dari keempat
gunung itu, Gunung Dukono dianggap sangat berbahaya karena sejak
erupsi 1933 hingga sekarang erupsinya tanpa henti serta membahayakan
penerbangan karena berada pada jalur penerbangan internasional.

Gambar 2.9 Bencana Gunung Meletus Maluku


Sumber: https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-45742434

84
4. Banjir
Intensitas hujan yang tinggi di Maluku seringkali mengakibatkan
longsor dan banjir akibat luapan sungai, hingga akses jalan terputus. Banjir
di wilayah Maluku sering terjadi karena cuaca extreme dan alih fungsi lahan.
Lahan yang seharusnya berfungsi sebagai hutan lindung dijadikan lahan
budaya dan lahan pertanian.

Gambar 2.10 Bencana Banjir di Maluku


Sumber: https://regional.kompas.com

5. Kebakaran Hutan dan Lahan


Potensi bencana kebakaran lahan dan Hutan di Maluku sebagian besar
berada di Provinsi Maluku dengan tingkat bahaya dari sedang hingga tinggi.
Sedangkan di Provinsi Maluku Utara tingkat bahaya kebakaran hutannya
didominasi rendah dan beberapalokasi memiliki tingkat bahaya sedang.
Pada tahun 2010 luas kebakaran hutan di Provinsi Maluku Utara yaitu
10.000 ha. Selama dua tahun kemudian yaitu tahun 2011-2013 tidak
terdapat bencana kebakaran baik di Provinsi Maluku dan Maluku Utara .
Pada tahun 2014 terjadi kebakaran lagi di Provinsi Maluku Utara yaitu

85
sebesar 6.50 ha dan di Provinsi Maluku yaitu sebesar 179.83 (ha). Pada
tahun 2015 tidak terdapat bencana kebakaran dikedua wilayah tersebut.
6. Cuaca Ekstrim
El nino merupakan gejala penyimpangan kondisi laut di Samudera
Pasifik sekitar equator, kususnya di bagian tengah dan timur. Berdasarkan
analisis Badan Meteorologi. Klimatologi dan Geosisika (BMKG),
fenomena ini dilatarbelakangi keterkaitan lautan dan atmosfer sebagai dua
sistem yang saling terhubung. Kondisi ini menyebabkan terjadinya
penyimpangan pada dinamika atmosfer yang pada akhirnya memicu
penyimpangan iklim.Resiko bencana cuaca esktrim di Maluku hampir
tersebar menyeluruh baik di Provinsi Maluku mapun di Provinsi Maluku
Utara. Wilayah yang terkena dampak tersebut kebanyakan berada di
kawasan pinggir pantai. Tingkat risiko wilayah ini berada pada posisi
sedang yang di tandai oleh warna kuning. Sedangkan untuk warna merah
berada pada tingkat tinggi, dan hijau tingkat rendah atau tidak sama sekali.
Salah satu fenomena cuaca ekstrim yaitu Angin Puting Beliung.
Beberapa wilayah di Maluku yang pernah mengalami bencana
Angin Puting Beliung yaitu di wilayah Kabupaten Buru dan
Kabupaten Maluku yang terjadi pada tanggal 16 Desember 2018.
Bencana ini mengakibatkan 22 rumah warga rusak. Kepala
BMKG Stasiun Meteorologi Pattimura Ambon, Otoral Semwillar
mengatakan bahwa Putting Beliung yang terjadi di dua kabupaten
tersebut dikarenakan adanya pertumbuhan awan colombus.

86
Gambar 2.11 Bencana Putting Beliung di Maluku
Sumber: https://regional.kompas.com

87
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Karakteristik geologi Maluku yaitu terdiri dari batuan sedimen,


batuan metamorfik dan batuan beku dengan penyebaran yang hampir merata
di setiap gugus pulau. Hal ini dipengaruhi oleh klasifikasi umur
pulau/kepulauan yang terbentuk pada 50-70 tahun lalu, pada periode
Neogen sampai Paleocen. Karakteristik tersebut juga dipengaruhi oleh letak
Maluku diantara lempeng Indo-Australia, Pasifik, Laut Filipina, dan Laut
Banda, sehingga memberikan sebaran beberapa gunungapi baik yang masih
aktif maupun yang sudah tidak aktif lagi. Kepulauan Maluku juga
merupakan daerah yang relatif sangat kontras, yaitu berselang-seling antara
igir pegunungan dengan ledak lautan dan merupakan daerah yang
pembentukannya relatif mudah dimana pegunungannya masih aktif hingga
sekarang.
Wilayah Maluku Utara terutama bagian tengah dan utara,
merupakan daerah pegunungan. Tetapi secara geologi bukanlah
pegunungan yang seragam. Maksudnya, bahan penyusunnya yang
bervariasi.Fisiografi Pulau Halmahera dibagi menjadi 3 (tiga) bagian utama,
yaitu Mandala Halmahera Timur, Halmahera barat, dan Busur Kepulauan
Gunungapi Kuarter.Sistem Kepualaun Maluku Selatan dibedakan menjadi
busur dalam yang vulkanis dan busur luar non-vulkanis. Busur dalam
vulkanis terdiri dari pulau-pulau kecil (kemungkinan puncak gunungapi
bawah laut/seamout), seperti Pulau Damar, Pulau Teun, Pulau Nila, dan lain
sebgainya. Busur luar non-vulkanis terdiri dari beberapa pulau yang agak
luas dan membentuk kompleks-kompleks kepulauan, antara lain Kepulauan
Leti, Kepulauan Babar, Kepulauan Tanimbar dan lain-lain. Wilayah Maluku
memiliki beraneka ragam dengan basin (lubuk laut) dan punggungan, proses
pembentukan pegunungan yang sangat aktif. Sebagian dari Maluku Utara
berhubungan dengan rangkaian pulau-pulau Asia Timur dan sebagian lagi

88
terhubung dengan Melanesia, sedangkan Maluku Selatan atau Busur Banda
merupakan bagian dari pegunungan Sunda. Pemisah antara Maluku Utara
dan Maluku Selatan adalah punggungan yang arahnya timur barat,
membujur dari lengan timur Sulawesi ke kepala dari pulau Papua, melalui
Banggai, Sula, dan Gomimi (selatan Pulau Obi).
Kondisi hidrogeologi sungai di Pulau Buru, memiliki beberapa pola
aliran diantaranya Pola Aliran Sungai dendritik (menurun), paralell, trellis,
rectanguler dan radial. Seluruh pola aliran ini mengalir menuju pantai yang
dikontrol oleh struktur geologi seperti patahan, rekahan dan sistem
perlipatan batuan yang terdapat di wilayah ini. Tingkat kerapatan sungai di
daerah ini sangat intensif, dimana hampir seluruh wilayah Kabupaten Buru
tertutup oleh pola aliran sungai, baik yang bersifat perrenial (permanen)
maupun intermittent (periodik).Wilayah Kepulauan Maluku rata-rata
mengalami iklim laut tropis dan iklim musim. Keadaan ini disebabkan
karena Maluku Tengah dikelilingi lautan yang luas, sehingga iklim laut
tropis di daerah ini berlangsung seirama dengan iklim musim yang ada.
Tanah dipulau Maluku ini berasal dari pelapukan bahan induk ultra
basa dan basa,mencirikan tanah – tanah pelapukan lanjut bersifat lateritic
mengandung nikel, besi dan kobalt, dengan warna tanah relative seragam
menyala merah. Tekstur tanah Umumnya didominasi oleh lanau lempungan
dengan kadar fraksi halus mencapai 94% dan hanya sedikit yang bertekstur
lanau pasiran (pasir 36%). Banyak sekali potensi yang ada di Kepulauan
Maluku pertama di bidang pertanian ada padi, ubi jalar, jagung, dan tanaman
holtikultura lainnya. Kedua di bidang perkebunan seperti cengkeh, kelapa,
kakao, dan lain-lain. Ketiga di bidang perikanan dan yang terakhir di bidang
pertambangan. Selain terdapat potensi yang dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat, terdapat pula ancaman bencana yang terjadi di Kepulauan ini
yaitu banjir, tsunami, gempa bumi, tsunami, gunung meletus dan juga cuaca
ekstrim.

89
3.2. Saran
Kondisi yang terdapat di Kepulauan Maluku, baik dari kondisi
geomorfologi dan geologi menyebabkan beberapa ancaman bencana yang
dapat terjadi kapan saja di Kepulauan Maluku, sehingga pemerintah perlu
mengadakan pelatihan mitigasi bencana yang tepat di daerah tersebut. hal
ini bertujuan agar dampak yang ditimbulkan dari adanya ancaman bencana
tersebut dapat diminimalisir. Selain itu potensi yang ada di Kepulauan
Maluku juga harus segera dikembangkan agar dapat bernilai tingi,
pemerintah bisa memberikan bantuan dana atau penyuluhan terhadap
masyarakat yang memiliki usaha kecil-kecilan guna mengembangkan
kemampuan mereka.

90
DAFTAR PUSTAKA

Firmansyah. 2011. Identifikasi Tingkat Resiko Bencana Letusan Gunungapi


Gamalama di Kota Ternate. Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi.
2(3): 203-219.

Gumilar, Iwan Sukma. 2017. Periode Deformasi Kenozoikum Kepulauan


Aru, Cekungan Wokam, Maluku. Jurnal Geologi Dan Sumber Daya
Mineral. 18(2): 89-103.

Ir. Soetoto, S.U. Geologi Dasar. Yogyakarta: Ombak.

Karim, Sutarman. 2011. Geomorfologi Indonesia. Padang: Jurusan


Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang.

Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2015. Kelautan dan Perikanan dalam


Angka Tahun 2015. (Online). http://statistik.kkp.go.id/sidatik-
dev/Publikasi/src/kpda2015.pdf. Diakses pada 15 Maret 2019
Kementerian Lingkungan Hidup. 2013. Deskripsi Peta Ekoregion Pulau
atau Kepulauan. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup, Deputi Tata
Lingkungan.
Kusnama. 2008. Fasies Dan Lingkunga Pengendapan Formasi Bobong
Berumur Jura Sebagai Pembawa Lapisan Batubara Di Taliabu,
Kepulauan Sanana-Sula, Maluku Utara. Jurnal Geologi Indonesia.
3(3): 161-173.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. 2017.


Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik
Indonesia Nomor: 3671 K/30/MEM/2017 Tentang Penetapan Wilayah
Pertambangan Kepulauan Maluku. (online).
http://jdih.esdm.go.id/peraturan/kepmen-esdm-3671-Th2017.pdf.
diakses pada 15 Maret 2019.

Setiawan, Taat. Hidrogeologi dan Potensi Air Tanah untuk Pertanian di


Dataran Weapu, Pulau Buru, Maluku. Buletin Geologi Tata
Lingkungan. 21(1): 13-22

Sriyono. 2014. Geologi Dan Geomorfologi Indonesia. Yogyakarta. Ombak.

Sutardji. 2006. Diktat Kuliah. Geologi Indonesia. Semarang.

91
Taryana, Didik. 1997. Garis Besar Geomorfologi Indonesia. Malang: IKIP
Malang.

Utaya, Sugeng. 2013. Pengantar Hidrologi. Malang: aditya media


publishing.

Utomo, Dwiyono Hari. 2010. Bahan Ajar Geografi Tanah. Malang.

Vienda Gaby Lumintang, Guntur Pasau, Seni J Tongkukut, 2015. Analisisis


Tingkat Seismitas Dan Tingkat Kerapuhan Batuan Di Maluku Utara.
(online). http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/JIS. Diakses 12 Maret
2019.

92

Anda mungkin juga menyukai