Disusun Oleh :
TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2017
CEKUNGAN SUMATERA TENGAH
Indonesia merupakan hasil dari evolusi dan interaksi dari gerak Lempeng Eurasia,
Lempeng Samudera Pasifk, dan Lempeng Indo-Australia (Gambar 1). Cekungan Sumatera
Tengah merupakan back arc basin yang berkembang di sepanjang tepi barat dan selatan Paparan
Sunda. Cekungan ini terbentuk akibat adanya subduksi Lempeng Samudera Hindia yang
menujam ke bawah Lempeng Benua Eurasia pada awal Tersier.
Terdapat 2 pola struktur utama di Cekungan Sumatera Tengah, yaitu pola-pola tua berumur
Paleogen yang cenderung berarah utara-selatan (N-S) dan pola-pola muda berumur Neogen Akhir
yang berarah baratlaut-tenggara (NW-SE) (Eubank & Makki, 1981).
Secara tektonik, Cekungan Sumatera Tengah di bagian barat dan barat daya dibatasi oleh
Bukit Barisan, pada bagian timur dibatasi oleh Semenanjung Malaya, bagian utara dibatasi
oleh Busur Asahan, di sebelah tenggara oleh Tinggian Tigapuluh dan pada Timurlaut dibatasi
oleh Kraton Sunda, dan pada bagian selatan tidak diketahui secara baik.
Gambar 2. Tektonik Pulau Sumatera (Heidrick & Aulia 1993)
Struktur dan Tektonik Regional
Cekungan Sumatera Tengah terbentuk karena adanya penujaman secara miring (oblique
subduction) antara Lempeng Samudera Hindia ke bawah Lempeng Benua Asia. Mertosono dan
Naoyan (1974), membagi pola struktur utama di Cekungan Sumatera Tengah menjadi 2 bagian,
yaitu: pola utara-selatan untuk struktur yang berumur tua dan pola barat laut-tenggara untuk
struktur yang memiliki umur muda. Sedangkan menurut Eubank dan Makki (1981), terdapat
sesar-sesar yang berarah utara-selatan dengan umur Paleogen yang aktif kembali selama fasa
kompresi pada kala Plio-Pleistosen.
Menurut Heidrick & Aulia (1993), perkembangan tektonik selama Tersier dapat dibagi ke
dalam 4 fase sebagai berikut (Gambar 4) :
1. Episode Tektonik Pra Tersier (F0)
Batuan dasar Pra Tersier di Cekungan Sumatera Tengah terdiri dari lempeng benua
dan samudera yang berbentuk mozaik. Data-data sumur yang ada di mengindikasikan
bahwa Cekungan Sumatra Tengah tersusun oleh pinggiran kontinen yang stabil selama
periode Paleogen hingga Eosen (Sapiie & Hadiana, 2007). Pola struktur batuan dasar ini
merupakan pola struktur tua Pra Tersier yang akan mengontrol perkembangan cekungan
di Cekungan Sumatra Tengah.
2. Episode Tektonik Eosen Oligosen (F1)
Episode tektonik ini berlangsung pada kala Eosen-Oligosen (50-26 Ma). Fase
kestabilan struktur ini berhenti selama waktu Eosen hingga terjadinya tabrakan antara
India dengan Asia Tenggara (Tapponier et.al., 1986 dalam Sapiie & Hadiana, 2007).
Akibat dari tabrakan Lempeng Samudera Hindia terhadap Lempeng Benua Asia
Tenggara sekitar 45 Ma berkembang sesar-sesar mendatar dekstral yang berarah utara
utara baratlaut yang memanjang dari Cekungan Sumatra Tengah hingga Peninsula
Malaysia (Heidrick & Aulia, 1993). Pada daerah dimana sesar mendatar dekstral ini
menangga ke arah kanan maka terbentuk cekungan-cekungan pull apart dengan relief
hingga 15000 kaki pada batuan dasar dengan bentuk cekungan graben setengah.
Selanjutnya cekungan- cekungan graben setengah ini diisi sedimen-sedimen hasil erosi
batuan dasar mulai dari konglomerat kontinen, batupasir dan batulempung termasuk
batuan sumber lakustrin yang kaya akan organisma (Heidrick et.al, 1996). Endapan syn-
rift yang terakumulasi pada periode ini membentuk batuan sedimen Kelompok Pematang
Episode ini berlangsung pada Miosen Bawah-Tengah (26-13 Ma). Pada awal episode
ini terbentuk sesar geser menganan (dextral) yang berarah utara-selatan. Pada episode ini
juga Cekungan Sumatera Tengah mengalami transgresi dan awal diendapkannya batupasir
fluvial dan transisi Formasi Mengga sebagai awal dari pengendapan sedimen-sedimen
dari Kelompok Sihapas hingga terjadinya penurunan regional dan diendapkannya serpih
dan batulempung yang bertindak sebagai batuan tudung regional (Sapiie & Hadiana,
2007)
4. Episode Tektonik Miosen Atas Sekarang (F3)
Episode ini berlangsung pada kala Miosen Atas hingga sekarang (13 Ma- sekarang).
Pada awal episode ini terjadi pengaturan kembali lempeng Indo- Australia yang
mengakibatkan terjadinya pengangkatan, teraktifkannya kembali pensesaran mendatar
dekstral sepanjang sistim sesar besar Sumatra yang berarah baratlaut dan aktifnya busur
vulkanisma sepanjang rantai Pegunungan Barisan yang saling tumpang tindih dengan
kerangka struktur yang telah terbentuk pada periode sebelumnya (Heidrick et.al., 1996
dalam Sapiie & Hadiana, 2007).
Pada awal episode ini Cekungan Sumatera Tengah mengalami regresi dan
pengendapan sedimen-sedimen dari Formasi Petani. Pada episode ini juga diendapkan
Formasi Minas secara tidak selaras.
Stratigrafi Regional
Cekungan Sumatera Tengah memiliki sejarah geologi yang dipengaruhi oleh sejarah
tektoniknya. Maka dari itu pembahasan mengenai stratigrafi Cekungan Sumatera Tengah akan
diletakan dalam kerangka tektonostratigrafi (Gambar 5)
Sebelum membahas lebih lanjut kepada stratigrafi Cekungan Sumatera Tengah, terlebih
dahulu penulis akan membahas bagaimana batuan dasar yang terdapat pada cekungan ini.
Batuan dasar berumur pra-Tersier ini terbagi menjadi empat satuan litologi (Eubank dan Makki,
1981 dalam Hedrick dan Aulia, 1993) (Gambar 6), yaitu:
Gambar 6. Peta Distribusi Batuan Dasar Cekungan Sumatera Tengah (Pertamina BPPKA, 1996)
a. Mallaca Terrane atau kelompok kuarsit yang terdiri dari kuarsit, argilit,
batugamping kristalin, dan pluton-pluton granit dan granodiorit yang
memiliki umur Jura. Kelompok ini dapat kita jumpai pada coastal plain di
bagian timurlaut.
1. Kelompok Pematang
Kelompok Pematang diendapkan secara tidak selaras di atas batuan dasar yang
memiliki umur Eosen-Oligosen. Distribusi sedimen diperkirakan berasal dari blok
yang mengalami pengangkatan pada lingkungan fluviatil dan blok lain turun menjadi
danau. Sedimen pada kelompok ini umumnya diendapkan pada lingkungan danau,
sungai, dan delta. William dan Kelley (1985) membagi Kelompok Pematang menjadi
lima formasi, yaitu:
e. Formasi Lower Red Beds, terdiri atas batulumpur, batulanau, batupsir, dan
sedikit konglomerat. Formasi ini diendapkan pada lingkungan rawa atau
danau.
f. Formasi Brown Shale, terdiri atas serpih berlaminasi, kaya material organik,
berwarna coklat sampai hitam yang diendapkan pada lingkungan lakustrin.
Formasi ini diendapkan di atas Formasi Lower Red Beds dan dibeberapa
tempat menunjukkan adanya kesamaan fasies secara lateral. Formasi ini
merupakan batuan induk pada Cekungan Sumatera Tengah. Di cekungan
yang lebih dalam dijumpai perselingan batupasir yang diperkirakan
diendapkan oleh mekanisme arus turbidit.
g. Formasi Coal Zone, pada beberapa tempat dijumpai hubungan menjari
dengan Formasi Brown Shale dan di tempat lain menumpang di atasnya.
Litologinya terdiri dari serpih, batubara dan sedikit batupasir.
h. Formasi Lake Fill, tersusun atas batupasir delta dan fluvial, konglomerat,
serta serpih endapan danau dangkal. Formasi ini memiliki ketebalan hingga
2000 kaki dengan proses pengendapan yang cukup cepat pada sistem fluvio-
lacustrine-delta yang cukup kompleks.
i. Formasi Fanglomerat, tersusun dari batupasir dan konglomerat dengan
sedikit batulumpur berwarna merah hingga hijau. Formasi ini diendapkan
sebagai sistem endapan alluvial fan disepanjang batas gawir sesar. Secara
lateral dan vertikal formasi ini mengalami transisi menuju Formasi Lower
Red Beds, Foramasi Brown Shale, Formasi Coal Zone, dan Formasi Lake
Fill. Formasi Coal Zone, Formasi Lake Fill, dan Formasi Fanglomerat juga
dapat disebut dengan Formasi Upper Red Beds.
2. Kelompok Sihapas
4. Formasi Minas
Pembahasan
Cekungan Sumatra Tengah merupakan cekungan minyak terbesar di Asia
Tenggara dengan kandungan cadangan lebih dari 26 milyar barrel (C&C Reservoir,
1998). Cekungan Sumatra Tengah tersusun oleh beberapa sub- cekungan synrift yang
menjadi sumber terbentuknya hidrokarbon, dengan sub - cekungan terbesar antara lain
sub-Cekungan Aman, Kiri, Balam, Bengkalis, dan Rangau.
C
TST
I Res. Rindu
RTI
E NEAR SHORE SHALE
NRE AND SILTSTONES
I N INTERBEDDED WITH BEKASAP
ESTUARINE AND SANDS
OC
R T R IT INTERTIDAL SANDSTONES Res. Pertama
E L EI
T ANR
N I I E
I D
N ReSsB.2K
1 ma
edua HST
SUBMARINE EROSION
METASEDIMENTS; QUARTZITE,
+ REGIONAL, ANGULAR
CARBONATE, METAGREYWACKES,
GRANITE. ++ BAS E ME N T
+++
dinamakan sebagai Rindu-1 hingga Rindu-5. Ke-5 tubuh reservoir ini secara vertikal
umumnya dipisahkan oleh lapisan serpih (shale) atau batulanau (siltstone). Dari ke-5
reservoir ini hanya Rindu-1 yang merupakan reservoir yang berkembang sangat baik
dengan pelamparannya yang cukup luas serta lapisannya yang cukup tebal. Reservoir
Rindu-1 merupakan unit Reservoir yang terletak di antara flooding surface Rindu-1
(FS_RN1) dan Sequence Boundary Intra Rindu (SB_INTRN). Berdasarkan litotratigrafi,
Reservoir Rindu-1 merupakan lapisan batupasir yang dibatasi oleh lapisan tipis serpih di
bagian bawah dan lapisan sarpih yang sangat tebal di bagian atasnya. Pada top reservoir
Rindu-1, di beberapa tempat umumnya dicirikan oleh hadirnya batupasir karbonatan
(calcareous sandstone) yang sangat keras (tight sand).
Reservoir 140 Sand dan 240 Sand yang terletak di bagian paling atas Formasi Duri
dicirikan oleh batupasir halus dan mempunyai pemilahan yang tidak terlalu baik, serta
kandungan material lempungnya yang relatif banyak. Kedua reservoir ini berkembang
sebagai reservoir hidrokarbon hanya pada daerah sekitar tinggian struktur di bagian utara,
sedangkan pada bagian selatan, kedua Reservoir kurang berkembang sehingga bukan
merupakan target pengembangan produksi. Secara stratigrafi, Reservoir 240 Sand dan
140 Sand berada dalam sikuen 4 yang dibatasi oleh SB21 dan SB13.
LAMPIRAN