Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Karst adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan bentuklahan

yang berkembang pada batuan mudah larut, seperti batuan gamping, marmer, dan

gipsum. Hasil pelarutan batuan tersebut menghasilkan bentuklahan serta sistem

pelorongan bawah tanah dan hidrologi yang unik. Secara khusus karst

didefinisikan oleh Ford dan Williams (2007) sebagai bentukan medan dengan

sistem hidrologi dan bentuklahan yang khas, terjadi karena adanya kombinasi

batuan mudah larut dan porositas sekunder yang telah berkembang dengan baik.

Bentuklahan tersebut dicirikan dengan kehadiran sungai permukaan yang masuk

ke bawah permukaan melalui mulut-mulut gua, sistem pelorongan bawah tanah,

cekungan tertutup, singkapan batu yang beralur akibat pelarutan, dan mataair.

Selain sebagai keunikan bentuklahan, karst juga berfungsi penting dalam

penyediaan kebutuhan air bersih, hunian manusia (Gunn, 2004), obyek daya tarik

wisata, dan penyimpan cadangan karbon inorganik sekaligus penjerap CO2 dari

atmosfer. Batugamping yang menyusun kawasan karst juga digunakan sebagai

salah satu bahanbaku industri semen. Kawasan karst sebagai penyedia air bersih

merupakan peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, 20-25%

kebutuhan air bersih populasi global dipenuhi dari kawasan karst (Ford dan

Williams, 2007).

Bentuklahan karst menyusun kurang lebih 20% bentanglahan permukaan

bumi (Ford dan Williams, 2007), sedangkan di Indonesia luas kawasan karst

diperkirakan mencapai 20% dari total luas daratan (Balazs, 1968). Kawasan karst

1
di Indonesia dapat ditemui di seluruh pulau-pulau utama, termasuk di

Semenanjung Mangkalihat, Pulau Kalimantan yang memiliki kawasan karst

Sangkulirang-Mangkalihat. Istilah kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat

digunakan sebagai indentitas kawasan karst yang terletak di Semenanjung

Mangkalihat, di sisi timur Pulau Kalimantan. Kawasan karst tersebut terbagi ke

dalam beberapa blok, dari wilayah pesisir hingga jauh ke arah hulu dengan luas

indikatif menurut Peraturan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 67 Tahun 2012

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst Sangkulirang-

Mangkalihat di Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur 362.706,11 hektar.

Kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat telah lama dimanfaatkan oleh

warga sekitar sebagai lokasi hunian, pemungutan sarang burung walet, dan

sumber air bersih. Kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat bagian hulu menjadi

pemasok kebutuhan air sungai-sungai besar di Semenanjung Mangkalihat, antara

lain: Sungai Bengalon, Sungai Kelay, dan Sungai Sangkulirang. Sungai-sungai

besar tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai sumber air bersih,

prasarana transportasi, dan lokasi berburu.

Pentingnya peranan kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat bagi

kehidupan di sekitarnya menuntut adanya rencana pengelolaan yang komprehensif

agar dapat menjamin keberlanjutan pemanfaatan kawasan tersebut. Rencana

pengelolaan yang baik harus didukung data hasil kajian seluruh bidang ilmu yang

terkait. Sehingga dapat dirumuskan tindakan pemanfaatan yang tepat dan wilayah-

wilayah pemanfaatan dan perlindungan. Salah satu bentuk pengelolaan kawasan

karst adalah dengan menetapkan zona pemanfaatan dan perlindungan. Perangkat

hukum yang tersedia di Indonesia untuk perlindungan kawasan karst adalah

2
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 17 tahun 2012

tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst.

Hingga saat ini kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat belum ditetapkan

sebagai kawasan lindung geologi melalui penetapan kawasan bentang alam karst,

karena belum ada kajian morfologi yang menjadi variabel utama dalam usulan

penetapan. Selain itu, kajian-kajian yang dilakukan masih terbatas dalam bidang

biodiversitas (Hadiaty et al., 2010; Salas, et al., 2005, 2007), arkeologi dan

budaya (Fage et al., 2010), dan hidrogeologi (Wilson et al., 1992, 2002; Adhitiya

et al., 2012), sedimentologi (Madden et al., 2013; Wilson et al., 2013,1999), dan

paleogeografi (Amiarsa et al., 2012; Suessli, 1976). Kondisi morfologi dari blok-

blok karst di kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat belum menjadi kajian

utama oleh para peneliti, Amiarsa et al., (2012) dan Suessli (1979) hanya sedikit

menyinggung morfologi karst kawasan karst Sekerat dan Manubar dalam kajian

paleogeografinya. Sedangkan untuk karst Batu Tondoyan belum ditemukan

penelitian yang khusus mengkaji keadaan morfologinya.

Kajian-kajian yang telah dilakukan tersebut belum mencakup kawasan

karst Sangkulirang-Mangkalihat seluruhnya. Berdasarkan kondisi tersebut, perlu

dilakukan kajian morfologi karst untuk melengkapi data dasar yang telah ada,

sehingga dapat dirumuskan perencanaan pengelolaan yang komprehensif.

Mengingat luasnya kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat, wilayah kajian

terbatas hanya pada blok karst Batu Tondoyan yang berada dibagian hulu (inland

karst) dari kawasan tersebut. Selain itu, kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat

khususnya blok karst Batu Tondoyan, Batu Kulat-Merabu, Batu Tutunambo, Batu

Nyere, Batu Gergaji, Batu Tabalar, dan Batu Pengadan sejak tahun 2015 sedang

3
diupayakan untuk menjadi warisan dunia kategori budaya (World Heritage

Tentative List, 2017). Data morfologi dapat memperkaya nilai penting kawasan

tersebut untuk ditetapkan sebagai warisan dunia budaya.

1.2. Permasalahan Penelitian

Kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat telah lama dimanfaatkan oleh

masyarakat sekitar dengan tinggalan-tinggalan prasejarah yang ditemukan di gua-

gua karst (Fage dan Chazine, 2010). Akhir-akhir ini, pemanfaatan karst semakin

masif terjadi terutama dalam bentuk alih fungsi lahan menjadi kawasan

perkebunan oleh perusahaan-perusahaan besar. Pada beberapa wilayah karst telah

beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit dan karet. Terdapat sembilan

belas izin usaha yang berlokasi di kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat. Izin

usaha tersebut meliputi izin usaha pertambangan batugamping dan perkebunan

(Tribun Kaltim, 2016).

Segala bentuk pemanfaatan kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat yang

telah ada atau masih dalam tahap perencanaan berpotensi mengganggu

keseimbangan ekosistem karst apabila tidak didukung dengan kajian dampak

lingkungan. Sejauh ini, bentuk perlindungan kawasan tersebut terbatas pada

peraturan gubernur dan belum mencakup seluruh kawasan yang karst yang ada.

Skema perlindungan lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan menetapkannya

sebagai kawasan bentang alam karst oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya

Mineral.

Penetapan kawasan bentang alam karst membutuhkan data morfologi

permukaan (eksokarst) maupun bawah permukaan (endokarst) serta kondisi

4
hidrologinya. Morfologi permukaan bentanglahan karst dapat berupa bentukan

positif maupun negatif, sedangkan morfologi di bawah permukaan dapat

ditunjukkan dengan keberadaan gua atau sistem sungai bawah tanah. Hingga saat

ini belum ditemukan referensi hasil kajian morfologi karst yang dapat dijadikan

dasar penetapan kawasan bentangalam karst Sangkulirang-Mangkalihat.

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, dapat dirumuskan pertanyaan-

pertanyaan penelitian sebagai berikut.

a. Bagaimanakah variasi morfologi pada bentuklahan karst Batu Tondoyan?

b. Bagaimanakah perkembangan morfologi bentuklahan karst Batu Tondoyan?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian pertanyaan penelitian, tujuan penelitian ini adalah:

a. Karakterisasi morfologi bentuklahan karst Batu Tondoyan.

b. Menganalisis variasi perkembangan bentuklahan karst Batu Tondoyan.

1.4. Manfaat Penelitian

Data morfologi merupakan informasi dasar dalam usaha penetapan

kawasan lindung geologi melalui penetapan kawasan bentang alam karst oleh

Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral. Hingga saat ini belum ditemukan

kajian mengenai kondisi morfologi permukaan karst Batu Tondoyan, berbanding

terbalik dengan penelitian bawah permukaan yang telah beberapa kali dilakukan

dengan melakukan pemetaan lorong-lorong gua. Informasi perkembangan

bentanglahan karst permukaan yang dilengkapi dengan informasi perkembangan

bagian bawah permukaan dapat dijadikan modal utama penetapan kawasan

bentang alam karst Sangkulirang-Mangkalihat.

5
1.5. Keaslian Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan berusaha untuk mendeskripsikan variasi

morfologi dan hubungannya dengan karakteristik litologi batuan induk

penyusunnya. Oleh Ford dan Williams, (2007) faktor litologi yang berpengaruh -

dalam skala sampel batuan (hand specimen) terhadap variasi morfologi karst

adalah kekerasan batuan, kemurnian batuan, ukuran butir dan tekstur, dan

porositas.

Penelitian tentang pengaruh faktor litologi terhadap variasi morfologi karst

telah banyak dilakukan, Day (1978; 1981; 1980; dan 1982) telah melakukan

kajian tentang pengaruh kekerasan batuan terhadap perkembangan morfologi

karst. Selain kekerasan batuan, pada penelitian Day (1982) di beberapa kawasan

karst tropis di Amerika Tengah dan Kepulauan Karibia, juga diuji karakter

petrografik (tekstur, porositas, mineral asosiasi, klasifikasi, kristalisasi, dan

persentase sparit kalsit) dan kemurnian batuan terhadap perkembangan morfologi

kawasan karst. Tang (1998) juga melakukan penelitian serupa terhadap karst

Guilin di Cina.

Di Indonesia, Day dan Haryono (2004) melakukan penelitian tentang

pengaruh kekerasan batuan dan porositas terhadap perkembangan morfologi karst

Gunungsewu, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada penelitian tersebut diketahui

bahwa ada tiga subtipe morfologi baru yang teridentifikasi, selain tipe yang telah

diketahui sebelumnya. Ketiga subtipe morfologi tersebut memiliki faktor-faktor

pembentuk yang berbeda pula. Subtipe kerucut-labirin karst ditemui pada

batugamping yang relatif tebal dan keras serta mengalami deformasi intensif.

Karst subtipe poligonal ditemukan pada batugamping yang keras namun tidak

6
terlalu tebal, Sedangkan karst subtipe kerucut residual terbentuk pada

batugamping yang lebih lunak dan tebal.

Kusumayudha et al. (2015) dalam kajiannya mengkombinasikan faktor

litologi dengan struktur geologi untuk mengetahui model perkembangan karst

Gunungsewu. Selain itu, Tjia (2013) juga memublikasikan hasil penelitiannya di

kawasan karst yang sama tentang model perkembangan karst berdasarkan faktor

kontrol struktural. Kedua penelitian tersebut menggunakan produk penginderaan

jauh (foto udara dan citra satelit) untuk mengidentifikasi variasi morfologi

permukaan, kemudian dilakukan investigasi lapangan untuk mengetahui faktor-

faktor litologi yang memengaruhi perkembangan morfologi karst.

Penelitian yang akan dilakukan mencoba mereplikasi penelitian sejenis

pada wilayah karst Batu Tondoyan di kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat,

Kalimantan Timur. Pada wilayah tersebut masih belum ditemukan penelitian

tentang karakter morfologi serta faktor yang memengaruhinya, sehingga

penelitian difokuskan untuk mendapatkan data dasar yang bisa digunakan untuk

penelitian lebih mendalam dengan aneka metode. Karakterisasi morfologi

dilakukan dengan interpretasi foto udara format kecil kemudian dilakukan

verifikasi lapangan. Sedangkan untuk faktor litologi yang akan dikaji dalam skala

sampel adalah kekerasan batuan, kemurnian batuan, ukuran butir, tekstur, dan

porositas. Selain itu, faktor skala lokal seperti pengaruh kekar dan sesar

dikumpulkan dengan pengukuran di lapangan. Tabel 1.1 menjelaskan kedudukan

penelitian yang akan dilakukan terhadap penelitian-penelitian lain yang telah ada.

7
Tabel 1.1. Penelitian Sejenis
No. Nama & tahun Judul Tujuan Metode Hasil
1. Day, 1982 The Influence of Mencari pengaruh 1. Kemurnian batuan diuji di 1. Dari 23 facies batugamping yang diuji
Some Material faktor batuan laboratorium dengan melarutkan kemurniannya, menunjukkan sebagian besar
Properties on the (kemurnian, karakter sampel batugamping dalam HCl. batugamping sangat murni dengan residu
Development of petrografik, dan Jumlah residu tidak larut (%) tidak larut kurang dari 10%, kecuali 2 facies
Tropical Karst kekerasan) terhadap mengindikasikan kemurnian batuan. yang masing-masing memiliki residu tidak
Terrain variasi morfologi di 2. Karakter petrografik yang diuji larut sebesar 12,75% dan 18,07%.
13 wilayah karst melalui analisis sayatan tipis adalah: 2. Hasil analisis petrografi menunjukkan:
tropis Amerika tekstur, porositas, klasifikasi a. Tujuh sayatan menunjukkan
Tengah dan batugamping, mineral asosiasi, batugamping sparit dan 44 lainnya
Kepulauan Karibia kristalisasi, persentase sparry calcite. mikrit atau biomikrit
3. Kekerasan batuan diuji di lapangan b. Tekstur dominan halus hingga berbutir
menggunakan Schimidt Hammer sedang. Kecenderungan tekstur dapat
Test dijadikan indikator porositas.
c. Kandungan mineral dari 83% sampel
adalah kalsit dan sisanya adalah
batugamping dolomit
d. Kuarsa ditemukan dalam bentuk
prismatik maupun granular pada 36%
sampel sayatan
e. Mineral tambahan yang terdeteksi
adalah pirit dan limonit pada 13
sayatan batugamping
3. Hasil uji kekerasan batuan secara in situ
menggunakan Schmidt Hammer Test
menunjukkan hasil yang bervariasi, paling
lunak <10 dan paling keras 39,9.
4. Kekerasan batugamping lebih tergantung
pada struktur internalnya dibanding
kandungan mineralnya.
5. Tiga jenis batuan yang menempati ranking
tertinggi dalam hal kekerasan adalah bersifat
dolomitik.
8
6. Dari 3 variabel yang diuji, hanya kekerasan
batuan yang secara signifikan berkorelasi
dengan variasi morfologi
2. Tang, 1998 Field Testing of Mengetahui 1. Lokasi sampel dipilih secara 1. Hipotesis nol tidak ditolak, oleh karena itu
Rock Hardness hubungan antara purposif, yag mewakili: tidak terdapat perbedaan statistis yang
and It’s kekerasan batuan  Puncak-puncak karst kluster signifikan antara kekuatan batuan pada
Relationship to dengan laju pelarutan (peak custer) wilayah karst bermorfologi kluster-kluster
Limestone batugamping  Puncak/menara karst (peak bukit/menara karst dengan wilayah karst
Dissolution in - Menguji kekerasan forest) bermorfologi menara/puncak karst.
Guilin, Southern batuan gamping  Wilayah campuran antara 2. Terdapat perbedaan signifikan kekerasan
China dan batuan kluster puncak karst dan batuan antara dolomit dengan batugamping.
dasarnya/platform menara karst Kekerasan dolomite lebih rendah
- Menguji 2. Kekerasan batuan diuji dengan dibandingkan dengan batugamping.
kemampuan larut Schmidt Hammer Test masing- 3. Batugamping di wilayah penelitian memiliki
batugamping dan masing 2 titik sampel, fresh broken tingkat kemurnian tinggi dengan residu tidak
dolostone dan weathered surface. terlarut hanya 0.55%.
- Mencari hubungan 3. Uji laboratorium untuk mengetahui 4. Dolomit memiliki tingkat kemurnian lebih
kekerasan batuan laju pelarutan pada batugamping dan rendah dari batugamping dengan resido tidak
dan kerentanannya dolomit (dolostone), sekaligus terlarut sebesar 1.86%.
terhadap pelapukan mengetahui secara kualitatif tingkat 5. Terdapat hubungan langsung antara nilai
dan pelarutan kemurnian batuan. kekerasan batuan (nilai R) dengan resistensi
4. Kemurnian dan kemampuan larut batuan terhadap pelapukan mekanik maupun
batugamping ditentukan dengan erosi. Semakin tinggi nilai R semakin resisten
menghitung residu yang tidak terhadap pelapukan.
terlarut. Batugamping dilarutkan 6. Terdapat korelasi negatif antara nilai R
dengan cairan HCl. dengan kerentanan batuan terhadap pelarutan
5. T-test dilakukan untuk menguji kimia. Batuan dengan nilai R tinggi menjadi
signifikansi kesamaan atau lebih rentan terhadap pelarutan
perbedaan kekuatan batuan antara 2 7. Kekuatan mekanis batuan dan pelarutan kimia
wilayah penelitian dan antara merupakan faktor pengontrol perkembangan
batugamping dengan dolomit di karst tropis Guilin.
wilayah penelitian 8. Lereng curam menara karst berkembang
6. Hipotesis nol, tidak ada perbedaan dikontrol oleh kombinasi faktor kekuatan
kekerasan batuan di antara dua mekanik batuannya dan ketahannya terhadap
9
wilayah sampel maupun antara dua pelapukan fisik, erosi, dan rendahnya
jenis batuan kerentanan terhadap pelapukan kimia.
7. Hipotesis alternatif, terdapat
perbedaan signifikan antara dua
wilayah sampel maupun antara dua
jenis batuan.
3. Haryono & Landform Mengidentifikasi 1. Interpretasi foto udara untuk 1. Penelitian ini menemukan tipe morfologi
Day, 2004 Differentiation faktor geologis yang menentukan sampel wilayah karst labirin, poligonal, dan kerucut karst
Within The berperan membentuk berdasarkan kesamaan morfologi residu. Sebelumnya, lokasi penelitian secara
Gunung Kidul variasi dan delineasi pola-pola struktur/ umum hanya diklasifikasikan sebagai
Kegelkarst, Java, bentuklahan/morfolo kelurusan. kegelkarst atau cone-karst
Indonesia gi karst 2. Survei lapangan untuk memverifikasi 2. Karst tipe labirin ditemukan pada bagian
hasil interpretasi foto udara, tengah dari kawasan karst Gunung Sewu,
pengukuran morfometri, pengujian tersusun dari batugamping yang keras
kekerasan batuan dan pengambilan (Schimidt Hammer test= 40.5 untuk
sampel batuan untuk diuji weathered surface dan 21.2 untuk fresh
porositasnya melalui analisis sayatan exposure) dan tebal serta mengalami
tipis deformasi yang intensif. Porositas 13.0-16.6
persen.
3. Karst tipe poligonal ditemukan pada bagian
barat, tersusun dari batugamping yang lebih
keras (SH test= 43.0 weathered surface dan
22.7 fresh exposure) namun tidak terlalu
tebal. Porositas 1.1-14.0%.
4. Karst tipe kerucut residual ditemukan di
bagian timurlaut, tersusun dari batugamping
yang lebih lunak (SH test= 35.0 weathered
surface dan 19.8 fresh exposure) dan tebal.
Porositas 23.1-48.1%.
4. Pepe & Parise, Structural Control Mencari pengaruh 1. Analisis morfometri doline atau 1. Orientasi sumbu mayor dari doline dominan
2013 on Development kontrol struktural depresi didapatkan dari interpretasi searah dengan arah struktur geologi
of Karst terhadap foto udara, parameter morfometri mengindikasikan perkembangan karst
Landscape in The perkembangan dan yang digunakan: jumlah, luas dipengaruhi oleh kontrol struktur
Salento Peninsula evolusi karst minimum dan maksimum, 2. Nilai kepadatan, luas total, elongasi, dan
10
(Apulia, SE Italy) kepadatan, total luas kawasan rerata rasio aksis mayor dan minor doline
karst, rasio antara mayor aksis dan lebih kecil dari cekungan/depresi.
minor aksis, persentase cakupan 3. Parameter utama selain aksis mayor dari
doline terhadap area karst. doline ataupun depresi lebih dipengaruhi
2. Arah kemiringan (dip) patahan dan faktor litologi.
rekahan dari singkapan batuan
diukur dan dianalisis secara
statistik. 15 stasiun pengukuran
dipilih, pada setiap stasiun
dilakukan minimal 40 kali
pengukuran. Hasil pengukuran
dianalisis dan diplotkan kedalam
diagram mawar dan kurva
kumulatif untuk mengetahui
hubungan antara data struktural
dengan parameter-parameter
morfometri.
5. Tjia, 2013 Morphostructural Mendeskripsikan 1. Interpretasi foto udara 1. Karst Gunungsewu juga menampilkan pola
Development of perkembangan 2. Survei lapangan morfologi yang sederhana, seperti: igir-igir
Gunungsewu morfostruktur memanjang yang linear, oval, atau melingkar.
Karst, Jawa Island kawasan karst 2. Bentukan igir yang melingkar atau multi
Gunungsewu lingkaran umum dijumpai.
3. Bentukan melingkar tidak dapat diasosiasikan
sebagai atol karena jumlah terumbu tidak
banyak ditemui. Batugamping yang ditemui
lebih banyak tersusun oleh sedimen
calcareous berlapis
4. Proses pengangkatan terjadi secara periodik,
dibuktikan dengan teras-teras yang ditemui di
lembah Sadeng, Kali Baksoka, dan Kali Oyo.
5. Orientasi igir-igir dari wilayah pesisir ke
hinterland semakin bertambah hingga sudut
40O. Hal tersebut berhubungan dengan rotasi
yang berlawanan arah jarum jam dari
11
kawasan karst Gunungsewu. Rotasi tersebut
mengarah ke utara dari posisi awal 10o – 11o
S pada pertengahan Miosen.
6. Sebela & Liu, Structural and 1. Mengidentifikasi 1. Analisis peta struktur geologi dari 1. Orientasi lorong-lorong gua U-S, paralel
2014 Geological elemen-elemen area penelitian seluas 0.7 km2. dengan patahan yang ada di dekatnya.
Characteristics of struktur geologi Kelurusan ditampilkan dengan 2. Orientasi rekahan (di permukaan maupun
Karst Caves and yang secara diagram mawar dengan kelas bawah permukaan) adalah BL-Tenggara
Major Stone signifikan interval 10o. 3. Perkembangan gua maupun pinncale
Forest, Yunnan, memengaruhi 2. Dipilih 9 gua, orientasi lorongnya berhubungan dengan aktifitas tektonik
China formasi dan bentuk ditampilkan dengan diagram
gua-gua karst dan mawar.
shilin (stone forest 3. Arah kelurusan dan lorong gua
atau pinnacle) dibandingkan dengan struktur
2. Mengidentifikasi geologi dan kondisi tektonisme
kemungkinan dari penelitian yang sudah ada.
hubungan antara
bentukan karst
dengan struktur
tektonik
7. Kusumayudha Geomorphologic 1. Mengidentifikasi 1. Survei dan distribusi litologi. 1. Variasi morfologi karst Gunungsewu (baik
et al., 2015 Model of faktor-faktor 2. Identifikasi dan pengukuran struktur morfologi postif maupun negatif) dipengaruhi
Gunungsewu geologis yang geologi (jurus dan kemiringan), juga oleh variasi faktor-faktor fisik, seperti:
Karst, Gunung berperan dilakukan pendeskripsian bentuk- kekerasan batuan, sudut gesek internal,
Kidul Regency, membentuk bentuk morfologi karst (bukit, struktur geologi, dan keberadaan, ketebalan,
Yogyakarta morfologi karst lembah, dan igir) serta orientasi dari bidang perlapisan
Special Teritory, 2. Mengembangkan 3. Interpretasi topografi dan foto udara 2. Pada batugamping yang keras, cenderung
Indonesia: The model untuk menentukan pola dan orientasi membentuk morfologi bukit karst yang
Role of Lithologic geomorfologis sistem rekahan, serta untuk berbentuk kerucut, kerucut-cembung, atau
Variation and perkembangan mendapatkan pola kelurusan bukit- berbentuk kubah.
Geologic karst Gunungsewu bukit dan lembah-lembah. 3. Sedangkan pada batugamping yang lebih
Structure. lunak, terbentuk bukit karst yang cenderung
cembung.
4. Sudut gesek internal menentukan sudut lereng
dari bukit-bukit karst yang terbentuk, semakin
12
besar nilai sudut gesek internal semakin
curam lereng bukitnya.
5. Pola kekar, rekahan, dan patahan berkorelasi
dengan kelurusan lembah-lembah dan bukit-
bukit karst
6. Posisi dan ketebalan bidang perlapisan juga
merupakan faktor yang mengontrol bentuk
dari bukit-bukit karst. Inklinasi yang kecil
cenderung membentuk bukit karst yang
kerucut dan inklinasi yang besar cenderung
membentuk bukit karst yang kerucut-
cembung. Sedangkan bidang perlapisan yang
horizontal akan membentuk bukit karst
kubah, cembung, atau berbentuk igir.
8. Hakim, 2017 Kajian morfologi 1. Kakaterisasi 1. Interpretasi foto udara format kecil
karst batu morfologi 2. Survei lapangan
tondoyan eksokarst 3. Analisis laboratorium
Di kawasan karst 2. Analisis
sangkulirang- perkembangan
mangkalihat morfologi karst
Kalimantan timur
13

Anda mungkin juga menyukai