TUGAS 2
Berilah masing-masing contoh (lokasi) serta pembahasan detail terkait permasalahan
Lingkungan dalam bidang Pertambangan dibawah ini :
TUGAS dikumpulkan dalam fomat word, setiap POIN penugasan wajib mencantumkan
referensi.
JAWABAN :
1. Kota Sawahlunto merupakan kota tambang batubara tertua di Indonesia. Salah satu
kawasan yang telah habis kegiatan pertambangan batubara adalah kawasan kandi,
dimana kawasan ini memiliki potensi lanskap danau bekas tambang dan potensi
topografi yang terbentuk akibat kegiatan pertambangan batubara. potensi lanskap
seperti pemandangan alam, lokasi bekas tambang juga dapat dimanfaatkan karena
kondisi alam dari bekas tambang tersebut memiliki struktur lanskap yang baik,
seperti terbentuknya danau pada lahan bekas tambang, tebing curam dari bekas
tambang (high wall) dan lahan yang telah hijau dari kegiatan reklamasi. Hal ini
menjadikan salah satu alasan untuk memanfaatkan area bekas tambang yang
cukup potensial untuk dimanfaatkan lanskap sebagai area wisata alam.
Secara umum kegiatan pertambangan terbuka (open pit mining) akan
mengakibatkan penurunan struktur muka tanah dan vegetasi. Permukaan tanah
(top soil) yang tempatkan di daerah pembuangan akan berpotensi mengakibatkan
masalah penggunaan lahan, seperti tanah longsor, perubahan bentuk batuan dan
ketidakstabilan lereng. Sebagai salah satu dampak eksplisit bahwa, penurunan
permukaan dapat menyebabkan perubahan struktur permukaan lahan dan vegetasi,
yang mempengaruhi penggunaan lahan permukaan dan lanskap Pemanfaatan
lahan pasca penambangan melalui kegiatan reklamasi ini mencakup kegiatan
perbaikan tingkat kesuburan tanah dan perbaikan kualitas air pada danau (void)
bekas tambang. Selain pemandangan alam, lokasi bekas tambang juga
dimanfaatkan karena kondisi alam dari bekas tambang tersebut memiliki struktur
lanskap yang baik, seperti terbentuknya danau pada lahan bekas tambang, tebing
curam dari bekas tambang (high wall) dan lahan yang telah hijau dari kegiatan
reklamasi. Hal ini menjadikan salah satu alasan untuk memanfaatkan area bekas
tambang yang cukup potensial untuk dimanfaatkan lanskap sebagai area wisata
alam.
Lanskap merupakan media dasar suatu perencanaan pengembangan wisata
alam yaitu kegiatan wisata dengan melakukan perjalan di alam dan tidak melakukan
perusakan dengan tujuan spesifik mempelajari, menikmati dan menikmati
pemandangan (tumbuhan, hewan dan budaya) (Dewi, 2011). Oleh karena itu dalam
melakukan perencanaan kawasan bentang alam perlu diinventarisasi berbagai data
dan informasi sifat dan gejala unsurnya, termasuk tata alam di sekitar kawasan
tersebut. Pendekatan perencanaan lanskap menjadi kawasan wisata alam sangat
potensial dalam meningkatkan kualitas dan menjaga kelestarian lingkungan
kawasan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ross dan Wall (1999) bahwa
wisata alam diharapkan dapat membantu untuk mencapai keseimbangan antara
konservasi dan pembangunan berkelanjutan.
Berdasarkan upaya reklamasi dan revegetasi pada lahan bekas tambang
yang telah dilakukan diperlukan perencanaan lanskap yang dapat mengoptimalkan
pemanfaatan lahan untuk mendukung keberlanjutan ekosistem, pelestarian dan
perlindungan lingkungan yang dapat memberikan kontribusi ekonomi untuk
kesejahteraan masyarakat sekitar daerah tambang. Maka dari itu perlu ada studi
kelayakan dalam perencanaan lanskap kawasan bekas tambang batubara menjadi
kawasan wisata alam.
(http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/ArtikelLanskap.pdf)
3. Salah satu masalah kerusakan dan konflik lingkungan yang banyak terjadi di Kota
Semarang adalah penambangan Galian C dengan pengeprasan bukit seperti yang
terjadi di Bukit Purwoyoso, di Sendang Mulyo juga di Bukit Mangunharjo. Yang
menjadi permasalahan dan perdebatan adalah kontroversi mengenai manfaat dan
dampak yang ditimbulkan dengan kegiatan tersebut.
Bergairahnya kegiatan penambangan sedikit banyak membuat denyut
kehidupan ekonomi masyarakat disekitar menjadi lebih baik; terutama yang
berprofesi petani, buruh tani atau bahkan pengangguran. Tetapi semua itu terbatas
pada kalangan masyarakat yang terlibat langsung sedangkan yang tidak, manfaat
ini tentu saja tidak berpengaruh, mereka hanya kebagian dampak yang ditimbulkan
akibat rusaknya lingkungan disekitarnya.
Sebagaimana yang terjadi di Mangunharjo, Tembalang, kota Semarang.
Pengeprasan Bukit Mangunharjo tersebut mengakibatkan terjadinya konflik antara
kepentingan ekonomi masyarakat dengan kepentingan lingkungan. Di satu sisi
masyarakat memperoleh keuntungan ekonomis dari kegiatan penambangan namun
disisi lain menimbulkan kerusakan lingkungan, baik jangka pendek maupun jangka
panjang; seperti rusaknya jalan, polusi (debu) maupun rawan terjadinya longsor dan
banjir. Padahal daerah Tembalang oleh pemerintah kota sudah ditetapkan sebagai
daerah konservasi (resapan air) yang seharusnya tidak boleh dilakukan kegiatan
penambangan.
(https://ejournal.undip.ac.id/index.php/politika/article/viewFile/7779/637)
Wakil Bupati Limapuluh Kota Ferizal Ridwan mengatakan, banjir yang melanda kali
adalah banjir yang terbesar yang dialami. Tahun lalu, tepatnya pada 8 Februari
2016 juga terjadi banjir.
"Tahun lalu juga terjadi banjir. Banjirnya tidak sebesar sekarang, dan dampak yang
ditimbulkan pun tidak banyak,"ucapnya saat menerima bantuan logistik dari Partai
Golkar dan Bank Nagari.
Lebih lanjut ia mengatakan, penyebab banjir dan longsor saat ini diakibatkan
aktivitas tambang. Aktivitas tambang yang ada di Kabupaten Limapuluh Kota
menyebabkan struktur tanah di perbukitan menjadi rusak.
"Izinnya kan di Provinsi, segera kita surati agar kedepannya tidak terjadi bencana
longsor yang lebih parah,"kata Ferizal.
Sementara itu, Ketua DPRD Sumbar Hendra Irwan Rahim mengatakan, dahulunya
izin tambang berada di bawah Kabupaten. Namun saat ini sudah berada di Provinsi,
untuk itu pihak DPRD Sumbar meminta agar segera melakukan evaluasi izin
tambang kembali.
7. PT. Adaro terutama di wilayah revegetasi Tutupan diketahui bahwa erosi yang
terjadi cukup intensif. Hampir semua jenis erosi terjadi, baik erosi permukaan
(sheet erosion) yang terjadi pada hampir semua wilayah revegetasi yang ada, erosi
alur (rill erosion) yang terjadi pada lereng-lereng yang curam akibat longsor dan
erosi parit (gully erosion) merupakan hasil kelanjutan dari aktivitas daya pengikisan
partikel-pertikel tanah pada alur yang sudah terbentuk.
Suatu revegetasi yang hampir bersifat alamiah, sehingga laju erosi yang
terjadi di wilayah tersebut tidak membawa dampak yang mengkhawatirkan. Pada
areal revegetasi Tutupan yang berumur lebih muda, dan kondisi tambang di
sebagian wilayah tutupan yang masih produktif menyebabkan revegetasi yang
kurang sempurna, hal ini yang ditanda dengan terjadinya longsoran pada tanah
disposal yang sudah direvegetasi. Kondisi erosi lereng yang besar dapat diatasi
dengan upaya-upaya teknis. Lahan yang terlindung oleh pepohonan merupakan
cara pencegahan yang efektif terhadap erosi lahan. Cara pengendalian erosi
dengan menutup tanah dengan pepohonan merupakan cara yang murah dan
mudah dilakukan. Usaha pengendalian erosi lahan yang umum dilakukan adalah
dengan cara vegetatif dan penggunaan konstruksi tambahan dengan menggunakan
batu atau beton atau kombinasi keduanya. Cara vegetatif mempunyai banyak
keterbatasan terutama untuk lahan dengan kemiringan lereng yang besar, yang
memerlukan cara proteksi terhadap bahaya erosi dan longsor dengan bangunan
khusus.
(https://media.neliti.com/media/publications/69801-ID-analisis-erosi-lahan-
pada-lahan-revegeta.pdf)
“Itu bukan urusanku. Ko bisa pakai panah dan busurmu atau pisau, atau apapunlah.
Yang paling penting kalian harus melakukan sesuatu,” si komandan mulai marah.
Percakapan itu terjadi pada 25 Desember 1994. Setelah tentara dan petugas
keamanan Freeport menembaki orang-orang Amungme dan Kamoro yang sedang
melakukan aksi dengan menari, bernyanyi, dan meneriakkan yel-yel di
Tembagapura.
Ia tertulis dalam laporan Australian Council for Overseas Aid berjudul Trouble At
Freeport. Laporan itu berisi tentang perlawanan Papua Barat ke tambang Freeport
dan represi militer Indonesia terhadap perlawanan tersebut.
Menurut catatan Markus Haluk, tentara menghadapi protes itu dengan aksi
kekerasan, melakukan penembakan dan pengeboman. Keeseokan harinya,
bersama dengan OPM, warga suku Ammungme menyerang Freeport. Mereka
merusak instalasi milik Freeport, termasuk jalur pipa yang membawa konsentrat
emas dan tembaga dari area pertambangan ke kapal.
Pada 25 Desember 1994, masyarakat dari lembah Bela, Jila, Owea, Tsinga, dan
Waa menggelar protes terhadap Freeport atas tindakan intimidasi, penahanan
sewenang-wenang, penyiksaan tanpa proses hukum, dan pembunuhan yang
menimpa orang-orang Amungme dan Kamoro.
Ada sekitar 300 orang terlibat dalam aksi yang kemudian dibubarkan tentara
Indonesia. Mereka dituduh OPM dan ditembak tanpa peringatan lebih dahulu. Dua
orang Amungme tewas, lima orang hilang, 35 orang ditahan dan disiksa, semuanya
dilakukan tanpa proses hukum.
Mei 1995, satu regu militer Indonesia yang sedang melakukan operasi di Kampung
Hoea menembak brutal warga yang sedang berdoa bersama dan mengadakan
pertemuan untuk menyepakati proses kembalinya sejumlah warga yang selama ini
lari ke hutan. 11 orang termasuk dua anak-anak, dua remaja, dan satu orang
pendeta tewas dalam serangan ini.
Australian Council bahkan sempat merilis nama-nama warga Papua yang menjadi
korban. Tetapi hanya korban-korban pada tragedi 1994 sampai 1995. (Lihat
infografik)
Wuryanto mengatakan akan memberi jawaban pada sore hari. Namun, saat kembali
dimintai keterangan, ia tak bisa dihubungi. Pesan singkat yang dikirim pun hanya
dibaca.