Anda di halaman 1dari 11

TUGAS PRAKTIKUM

GEOMORFOLOGI DASAR (GEL 0103)


ACARA V
BENTUK LAHAN ASAL PROSES SOLUSIONAL

Disusun oleh :
Nama

: 1. Dyah Luhmayang Sari R


2. Firnanda Agustin
3. Ibnu Hasim Pradipta
4. Shinta Devi Wulan Sari

Hari, Waktu

: Selasa, 13.00 15.00 WIB

Asisten

: 1. Tiara Sarastika, S.Si


2. Ramadhan Ristiawan, S.Si

LABORATORIUM GEOMORFOLOGI DASAR


FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2016

A. DEFINISI PROSES ANTROPOGENIK


Antropogenik merupakan proses atau akibat yang berkaitan dengan dengan aktivitas
manusia. Sehingga bentuk lahan antropogenik dapat disebut sebagai bentuk lahan yang
terjadi akibat aktivitas manusia. Aktivitas tersebut dapat berupa aktivitas yang telah disengaja
dan direncanakan untuk membuat bentuk lahan yang baru dari bentuk lahan yang telah ada
maupun aktivitas oleh manusia yang secara tidak sengaja telah merubah bentuk lahan yang
telah ada.
Bentuk lahan antropogenik dapat dibentuk dari bentuk-bentuk lahan yang telah ada.
Misalnya bentuk lahan marin yang dapat berubah menjadi pelabuhan dan pantai reklamasi
seperti yang terdapat pada pantai Marina Semarang, dan bentuk lahan struktural dan fluvial
dapat berubah menjadi waduk serta bentuk lahan struktural dan denudasional dari bukit yang
telah mengalami perubahan bentuk akibat aktivitas manusia seperti yang terjadi di bukit
Ngoro Mojokerto. Contoh dari bentuk lahan antropogenik berbeda dengan contoh dari
penggunaan lahan. Misalnya sawah dan permukiman, kedua contoh ini bukan merupakan
bentuk lahan antropogenik melainkan termasuk pada bentuk penggunaan lahan atau landuse
karena sawah dan permukiman tidak merubah bentuk lahan yang telah ada, sawah dan
permukiman hanya termasuk upaya pemanfaatan dari permukaaan bentuk lahan. Bisa saja
sawah ada di dataran bentuk lahan aluvial, di lereng gunung, atau bahkan di gumuk pasir.
Begitu juga dengan permukiman juga bisa terdapat di dataran rendah, dataran tinggi, lembah,
maupun kaki lereng, namun keberadaan sawah dan permukiman tersebut tidak bisa
digolongkan dalam bentuk lahan antropogenik.
B. AKTIVITAS MANUSIA YANG MENYEBABKAN TERBENTUKNYA LAHAN
ANTROPOGENIK
Manusia dan aktivitasnya dalam kehidupan sehari-hari baik secara sadar maupun
tidak sadar dapat menyebabkan perubahan pada bentuk lahan yang telah ada menjadi bentuk
lahan antropogenik. Aktivitas tersebut antara lain:

Aktivitas reklamasi misalnya pada pantai.


Aktivitas pembangunan pemanfaatan lahan yang menyebabkan perubahan yang

mencolok pada bentuk lahan.


Aktivitas penambangan atau pengambilan material yang dapat menyebabkan
perubahan pada bentuk lahan.
Aktivitas antropogenik di Indonesia banyak jumlahnya, namun tidak semuanya

menghasilkan bentuk lahan yang potensial. Misalnya aktivitas reklamasi pada pantai dapat

menyebabkan erosi dan abrasi pada pantai tersebut. Aktivitas pembangunan waduk yang
kurang tepat juga menyebabkan kerusakan pada daerah tangkapan hujan sekitar waduk
sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada lapisan tanah berupa rekahan dan retakan
tanah. Oleh karena itu, aktivitas antropogenik dalam merubah lahan hendaknya
memperhatikan dampak terhadap lahan disekitarnya.
C. ANALISIS CONTOH BENTUK LAHAN ANTROPOGENIK DI INDONESIA
Contoh lahan antropogenik yang ada di Indonesia yaitu Pantai Marina Semarang,
yang terbentuk karena proyek reklamasi pantai, waduk, pelabuhan, dan bukit Ngoro yang ada
di Mojokerto dan penambangan pasir.
1. Pantai Marina Semarang

Gambar 1. Pantai Marina Semarang


Desakan kebutuhan ekonomi menyebabkan wilayah pantai yang seharusnya menjadi
wilayah penyangga daratan menjadi tidak dapat mempertahankan fungsinya. Daerah sepadan
pantai, dihitung 100 meter dari pantai pada waktu pasang tertinggi, sebagaimana diatur dalam
Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990, tidak bebas lagi dari kegiatan pembangunan,
misalnya kegiatan reklamasi. Makna reklamasi dalam arti yang sebenarnya adalah upaya
memperbaiki daerah yang tidak terpakai atau tidak berguna menjadi daerah yang dapat
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan sebagaimana disebutkan di atas (Ensiklopedia
Nasional Indonesia dalam Pratikto, 2004). Reklamasi merupakan upaya meningkatkan

sumber daya alam lahan dari aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan dengan cara
pengurangan atau dengan pengeringan lahan.
Pantai Marina Semarang merupakan pantai yang terbentuk karena aktivitas reklamasi.
Kawasan yang direklamasi tersebut memanjang sesuai dengan bibir atau garis pantai. Dengan
pola reklamasi yang demikian, maka ini akan melewati daerah tambak yang dimiliki oleh
petambak pada daerah tepi pantai. Lebih lanjut reklamasi ini mengarah ke laut. Hal ini
melihat daerah yang direklamasi cukup luas yaitu sekitar 200 hektar. Padahal daerah yang
sebagian merupakan area tambak kurang produktif yaitu hanya 80 hektar.
Pelaksanaan pembangunan reklamasi ini tidak dilakukan dalam satu tahap, namun kegiatan
tersebut akan dilakukan dalam beberapa tahap. Pada tahap awal kegiatan yang dilakukan
adalah melakukan penimbunan atau pengurukan dengan material sebanyak 5 juta m3.
Material tersebut diambil dari kawasan industri candi, sedangkan sisanya diambil dari daerah
sekitar lokasi. Total material pengurukan adalah 15 juta m3. Material yang digunakan berupa
batuan vulkanik dan breksi. Pada bagian bawah diisi dengan breksi. Kemudian diatasnya diisi
dengan batuan vulkanik. Dengan kondisi tersebut, material timbunan mengalami penurunan
atau penyusutan. Kemudian pada tahap selanjutnya dilakukan penimbunan kembali sesuai
dengan target.
Secara geologi pantai marina merupakan pantai yang tersusun oleh sedimentasi
laut dan sungai serta terdapat endapan aluvium delta yang berumur kuarter. Material aluvium
delta yang berupa batu lempung merupakan litologi yang belum terkompaksi secara utuh
apalagi ditambah adanya intrusi air laut yang diakibatkan penggunaan air tanah secara
berlebihan sehingga akuifer dangkal yang ada menjadi rusak dan terintrusi oleh air laut. Hal
ini karena dipesisir pantai marina digunakan sebagai kawasan pariwisata dan perkantoran
serta kawasan huni mewah yang sangat banyak membutuhkan air bersih sehingga banyak
yang melakukan pengeboran sumur artesis yang mencari lapisan akuifer dalam sehingga
terjadi proses kerusakan akuifer dan berdampak pada proses land subsidence didaerah pesisir
utara dan secara morfogenesa kawasan pantai marina merupakan daerah pantai genetik yang
endapannya tersusun oleh endapan material laut dan sedimentasi sungai. Namun
penyalahgunaan fungsi sungai sebagai bahan pembuangan limbah menjadikan daerah
kawasan pantai marina menjadi daerah yang kotor. Dari gelombang laut menurut data pasang
surut pada bab sebelumnya menunjukan bahwa pantai marina merupakan daerah yang
bergelombang menengah keatas sehingga perlunya dilakukan penerapan sistem hijau pantai
yang diperlukan sebagai kawasan transisi dan menjaga kestabilan daerah darat dari proses
abrasi air laut yang berlebihan.

Berdasarkan peta geologi lingkungan daerah pantai marina merupakan daerah pantai
yang jelek akibat endapan litologi berupa napal dan lempung dan gejala amblesan dan
pemakaian air tanah yang dieksploitasi secara berlebihan menyebabkan kerusakan stratigrafi
daerah utara semarang yang berumur kuarter, serta adanya proses pembebanan pondasi
bangunan yang tidak memperhatikan kestabilan dan daya dukung tanah ketika melakukan
pembangunan dan pengubahan kawasan hutan bakau menjadi daerah terbuka membuat
tingkat lingkungan pantai marina rusak berlebihan secara kuantitatif dan fisik sehingga perlu
dilakukan pemulihan dan konservasi lingkungan. Hal lain perlu ditambahkan bahwa
reklamasi pantai semarang seharusnya juga memperhatikan daerah aliran sungai dan tingkat
kestabilan tanah serta kajian geologinya sehingga perlu penyelidikan tingkat lanjut untuk
mengetahui sebaran dan tebal endapan litologi satuan batuan alluvium dan lempung. Hal ini
diperlukan sebagai bahan referensi didalam pengelolaan wilayah tingkat lanjut.
Pantai Marina termasuk dalam lahan antropogenik karena pantai ini telah mengalami
perubahan yaitu perubahan perubahan kondisi morfologi pantai. Batas pantai atau garis pantai
menjadi lebih menjorok ke arah laut.
Atau contoh lainnya yaitu Kansai International Airport. Kansai International Airport (KIA)

merupakan bandara internasional yang dibangun di atas lahan reklamasi di Teluk Osaka,

Jepang.
Gambar2.KansaiInternationalAirport
Sebelum pekerjaan reklamasi, sejumlah gundukan pasir dituangkan ke dalam tanah liat
yang berada di dasar laut (sand drain method). Berat tanah yang dipakai karena reklamasi
membuat air di tanah liat di bawah bergerak keluar sepanjang gundukan-gundukan pasir.
Dengan demikian, tanah liat tersebut menjadi kuat.

Gambar 3. Detail Formasi Bawah Laut di Bawah International Airport

Kansai International Airport merupakan bukti kepedulian pemerintah Jepang akan


solusi sebagai akibat dari semakin terbatasnya tanah yang ada di negeri matahari terbit ini.
Sekaligus sebagai upaya untuk mengurangi polusi suara pada daerah-daerah hunian bagi
masyarakat Jepang.
Pantai Marina dan Kansai International Airport termasuk ke dalam lahan antropogenik
karena aktivitas reklamasi tersebut telah mengubah kondisi morfologi pantai. Garis pantai
Marina menjadi lebih menjorok ke laut.

2. Waduk

Gambar 4. Waduk Gajah Mungkur Purwodadi


Waduk adalah kolam besar tempat menyimpan air sediaan untuk berbagai kebutuhan.
Waduk dibangun dengan cara membuat bendungan yang lalu dialiri air sampai waduk
tersebut penuh. Waduk dapat terbentuk dari bentuk lahan lain yang telah ada. Misalnya

berasal dari bentuk lahan struktural dan fluvial. Waduk merupakan bentuk lahan antropogenik
karena terbentuk oleh aktivitas manusia yang merubah lahan menjadi berbentuk cekungan.
Dalam pembuatan waduk selain harus memperhatikan teknik-teknik dalam pembuatan waduk
juga harus memperhatikan lingkungan sekitar agar tidak sampai merusak daerah tangkapan
hujan yang dapat menyebabkan rusaknya lahan biasanya ditandai dengan rekahan dan retakan
pada tanah.
Masalah utama yang dihadapi oleh waduk di Indonesia adalah masalah erosi dan
sedimentasi yang terjadi di daerah tangkapan dan teknologi konservasi yang diterapkan. Erosi
merupakan suatu proses penghanyutan tanah oleh kekuatan air dan angin, baik yang terjadi
secara alamiah maupun sebagai akibat tindakan atau perbuatan manusia. Banyak sedikitnya
partikel tanah tererosi sangat dipengaruhi oleh faktor iklim, tanah, bentuk kewilayahan atau
topografi, vegetasi dan faktor aktivitas manusia terhadap tanah. Erosi mengakibatkan
terjadinya pemindahan butiran tanah ke tempat lain melalui suatu proses yang dinamakan
angkutan sedimen.
3. Pelabuhan

Gambar 5. Pelabuhan
Pemanfaatan dan pengusahaan lahan pantai oleh manusia banyak menimbulkan
perubahan fisik bentang lahan yang nyata. Misalnya konstruksi bangunan pantai yang
berbentuk pelabuhan. Pelabuhan adalah sebuah fasilitas di ujung samudera, sungai, atau

danau untuk menerima kapal dan memindahkan barang kargo maupun penumpang ke
dalamnya. Pelabuhan biasanya memiliki alat-alat yang dirancang khusus untuk memuat dan
membongkar muatan kapal-kapal yang berlabuh. Pelabuhan termasuk lahan antropogenik
karena bentuknya telah merubah bentuk lahan pesisir sebelumnya.
Di bawah ini hal-hal yang penting agar pelabuhan dapat berfungsi:

Adanya kanal-kanal laut yang cukup dalam (minimum 12 meter)


Perlindungan dari angin, ombak, dan petir
Akses ke transportasi penghubung seperti kereta api dan truk.
Pembangunan pelabuhan hendaknya memperhatikan aspek lokasi agar pelabuhan

dapat berfungsi secara efektif dan tidak mengancam lahan sekitar. Misalnya
pembangunan pelabuhan Indonesia cabang Pontianak yang dibangun di tepi sungai yang
dapat menyebabkan pendangkalan yang disebabkan oleh erosi daerah hulu. dan juga
pelabuhan Tanjung Api-api yang ada di Provinsi Sumatera Selatan mengakibatkan
rusaknya hutan bakau (mangrove) dan hutan nipah, ancaman kepunahan sejumlah satwa
langka, serta merusak perkebunan kelapa milik penduduk.
4. Bukit Ngoro Mojokerto

Gambar 6. Daerah di sekitar bukit Ngoro Mojokerto

Misalnya Bukit Ngoro yang terletak di sekitar daerah perbukitan dan patahan
Watukosek Mojokerto. Bukit ini merupakan bukit dari bentuk lahan asal struktural yang
kemudian telah mengalami degradasi akibat aktivitas masyarakat sekitar yaitu adanya
penambangan pasir dan pengambilan material yang dimanfaatkan sebagai tanggul lumpur
lapindo Sidoarjo.
Bukit Ngoro terletak di sekitar daerah perbukitan dan patahan watukosek mojokerto. Bukit
ini merupakan bukit dari bentuk lahan asal struktural yang kemudian telah mengalami
degradasi akibat aktivitas masyarakat sekitar yaitu adanya penambangan pasir dan
pengambilan material yang dimanfaatkan sebagai tanggul lumpur lapindo Sidoarjo.
Oldeman (1994) menyatakan lima faktor penyebab degradasi tanah akibat campur tangan
manusia secara langsung, yaitu: deforestasi, overgrazing, aktivitas pertanian, eksploitasi
berlebihan, dan aktivitas industri dan bioindustri. Lima proses utama yang terjadi timbulnya
tanah terdegradasi, yaitu: menurunnya bahan kandungan bahan organik tanah, perpindahan
liat, memburuknya struktur dan pemadatan tanah, erosi tanah, deplesi dan pencucian unsur
hara (Lal, 1986).

Khusus untuk tanah-tanah tropika basah terdapat tiga proses penting

terjadinya degradasi tanah, yaitu:

degradasi fisik berhubungan dengan memburuknya struktur tanah sehingga

memicu pergerakan, pemadatan, aliran banjir berlebihan, dan erosi dipercepat.


degradasi kimia berhubungan dengan terganggunya siklus C, N, P, S dan unsur

lainnya.
degradasi biologi berhubungan dengan menurunnya kualitas dan kuantitas bahan

organik tanah, aktivitas biotik dan keragaman spesies fauna tanah.


Pada Bukit Ngoro Mojokerto proses degradasi yang nampak ialah proses
degradasi fisik yang ditandai dengan proses memburuknya struktur dan

pemadatan tanah serta erosi tanah.


4. PenambanganPasir
Penambangan pasir termasuk ke dalam lahan antropogenik karena aktivitas
tersebut merubah bentuk lahan yang berbukit. Selain itu penambangan pasir juga
dapat mengakibatkan erosi dan sedimentasi serta menurunkan keanekaragaman flora
dan fauna.

Gambar 7. Aktivitas Penambangan Pasir

Anda mungkin juga menyukai