HIDROLOGI PERTANIAN
PIT-222
Yulnafatmawita
Gusnidar
2021
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
II. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Pengukuran Curah Hujan
2. Pengukuran Laju dan Kapasitas Infiltrasi
3. Perhitungan Koefisien dan Debit Runoff
4. Pengukuran Evaporasi dan Evapotranspirasi
5. Membuat Grafik Neraca Air, Penentuan Jadwal dan Pola Tanam
6. Mengukur Kecepatan Arus dan Debit Sungai
7. Menghitung Total Suspended Solid (TSS) dan Total Sediment
III. DAFTAR RUJUKAN
IV. LAMPIRAN
Modul 1. PENGUKURAN CURAH HUJAN
Hujan merupakan salah satu tipe presipitasi yang jatuh ke permukaan bumi dalam
bentuk cair. Hanya hujan satu-satunya tipe presipitasi yang umumnya ditemui di daerah
tropis seperti di Indonesia. Hujan merupakan salah satu sumber air, baik bagi pertanian,
domestik, maupun industri, dsb.
Hujan diukur setiap hari dan diakumulasikan selama sebulan atau setahun. Satuan hujan
diukur dalam tinggi air yang terakumulasi selama 1 hari. Jadi satuan hujan = satuan panjang,
khusus digunakan mm.
Gambar 1.3 di atas merupakan klasifikasi kelas 1 atau standar penempatan alat
meteorologi yang paling direkomendasikan oleh WMO untuk penakar hujan.
Medium yang digunakan untuk menampung air bisa dalam semua bentuk, contoh:
1. Sililnder, dengan diameter yang sama dari atas sampai ke bawah
2. Sililnder, dengan diameter yang berbeda dari atas sampai ke bawah
3. Persegi, dengan sisi yang sama dari atas sampai ke bawah
4. Persegi, dengan sisi yang berbeda dari atas sampai ke bawah
1 2 3 4
Gambar 1.4 Beberapa model wadah yang bisa digunakan untuk penampung hujan:
Mulut wadah diusahakan cukup luas (± 100 cm2 atau dengan diameter ± 11.3 cm)
untuk menampung curah hujan, tetapi penguapan diharapkan rendah. Oleh sebab itu,
sebaiknya digunakan wadah dengan mulut lebar tetapi lehernya genting, contohnya Jerrycan.
Mulut Jerrycan bisa dimodifikasi dengan meletakkan corong (funnel) dimulutnya (eg.
Gambar 1.5).
Untuk wadah seperti No.2 dan 4 pada Gambar 1.4, maka jumlah presipitasi (tinggi air
curah hujan) tidak sama dengan tinggi air di dalam wadah penampung. Total curah hujan,
mm = volume air tertampung dibagi dengan luas penampang wadah yang menampung air.
Jika wadah berbentuk persegi, maka luas penampang persegi = Panjang * Lebar
Volume kubus atau persegi panjang = Luas penampang * tinggi
Contoh soal:
Pengukuran curah hujan pada tanggal 3 Februari 2021 didapat data sbb:
Volume air tertampung = 240 cm3. Wadah penampung berupa botol dengan diameter mulut
botol = 7 cm. Hitung berapa mm presipitasi tanggal 3 Feb. 2021?
Perhitungan:
Cara Kerja:
1. Ukur diameter (jika silinder) atau panjang dan lebar (Jika segi empat) wadah
2. Cari luas penampang wadah
3. Tancapkan penyangga di lapangan atau diatap rumah yang jauh dari pepohonan
4. Letakkan wadah diatasnya jam 7.00 pagi,
5. Wadah harus kuat terpegang penyangga dan tidak mudah jatuh atau terbang oleh angin
6. Ambil wadah lagi jam 7.00 pagi esok harinya.
7. Kalau wadah digunakan dengan model diameter atau sisi sama, maka cukup ukur tinggi air
yang tertampungg di dalam wadah. Tinggi air = jumlah presipitasi hari kemaren
8. Tetapi jika model wadah lainnya, harus diukur volume air dengan gelas ukur, atau
ditimbang berat air tersebut jika tidak ada gelas ukur. Maka jumlah presipitasi hari
kemaren = Total volume air / luas penampang wadah. (NOte:
9. Gunakan satuan CH dalam mm tinggi air.
10. Laporkan jumlah curah hujan di Lokasi, Tanggal-Bulan-Tahun (Lokasi dan tanggal harus
dilengkapi!)
Infiltrasi yaitu proses masuknya air dari permukaan tanah ke dalam profil tanah. Laju
infiltrasi berubah-ubah dengan waktu, biasanya menurun dengan waktu, tetapi kapasitas
infiltrasi tetap, kecuali jika terjadi perubahan sifat fisika tanah tersebut. Laju infiltrasi
penting diketahui untuk menentukan jumlah air terutama air hujan yang bisa memasuki dan
tersimpan di dalam tanah. Laju infiltrasi di lapangan bisa diukur dengan alat “Double Ring
Infiltrometer”, “Single Ring Infiltrometer”, dan lainnya.
Beberapa sifat fisika tanah yang menentukan atau mempengaruhi laju infiltrasi
diantaranya yaitu:
1. Tekstur tanah, tanah dengan tekstur kasar mempunyai laju infiltrasi yang lebih tinggi
dibanding tanah bertekstur halus
2. Kandungan BO tanah, tanah berliat dengan kandungan BO yang tinggi mempunyai laju
infiltrasi yang lebih tinggi dibanding dengan kandungan BO yang rendah. Sebaliknya,
tanah bertekstur kasar seperti pasir menurun laju infiltrasinya jika mempunyai
kandungan BO yang tinggi.
3. Struktur tanah, tanah berstruktur remah mempunyai laju infiltrasi lebih tinggi dari tanah
bertekstur lempeng (platy)
4. Stabilitas aggregat tanah, tanah beraggregat stabil mempunyai laju infiltrasi lebih tinggi
dari tanah dengan aggregat tidak stabil
5. Tipe mineral liat tanah, tanah yang didominasi mineral liat montmorillonite akan
mempunyai laju infiltrasi lebih rendah dibanding liat kaolinit
6. Penggunaan lahan, lahan yang ditumbuhi tanaman tahunan mempunyai laju infiltrasi lebih
tinggi dari lahan dengan tanaman semusim.
Cara Kerja:
1. Bersihkan lokasi yang akan diukur (sesuai tujuan)
2. Benamkan ring kecil kemudian ring besar sedalam 15 cm
3. Letakkan mistar didalam ring kecil, dan sediakan stopwatch
4. Isikan air kedalam ring besar kemudian kedalam ring kecil dengan ketinggian yang sama
5. Catat tinggi air awal sebagai waktu = 0 detik
6. Lalu catat penuruan air setiap satuan waktu
7. Lakukan sampai penurunan air sudah konstan (sebanyak 3-5 kali)
8. Buat grafik laju dan kumulatif infiltrasi
Gambar 2.1 Double ring Infiltrometer
Laju Infiltrasi
Kumulatif Infiltrasi
Laju infiltrasi (cm/jam)
Kumulatif Infiltrasi,
(cm)
Kapasitas
Infiltrasi
Waktu
Waktu
Bahan dan Alat: Botol aqua besar (1200 ml) 2 buah, kapas, tanah liat (Ultisol atau Oxisol),
tanah pasir (Entisol), air, bejana penampung air, spidol permanen, mistar/skala,
stopwatch, buku catatan dan alat tulis
Cara Kerja:
1. Definisi Runoff
Runoff (=air larian, limpasan permukaan) merupakan air (bisa dari curah hujanatau irigasi)
yang mengalir dipermukaan tanah berlereng akibat laju curah hujan atau irigasi lebih tinggi
dari laju infiltrasi. Tidak semua air hujan atau irigasi yang jatuh kepermukaan tanah bisa
masuk ke dalam tanah. Akan tetapi, air irigasi jarang sampai mengalir di permukaan tanah,
karena irigasi bisa diatur debitnya sedangkan curah hujan tidak Jadi runoff adalah selisih
jumlah curah hujan dengan jumlah infiltrasi dan evaporasi.
2. Koefisien Runoff
Koefisien runoff merupakan perbandingan antara air yang mengalir di permukaan tanah
dengan jumlah curah hujan atau irigasi yang diterima tanah.
C = RO/CH
C =Koefisien RO;
RO=runoff (mm);
CH=curah hujan/irigasi (mm)
Q = 0.278 C.I..A
1. Siapkan data curah hujan dan data infiltrasi dari DAS daerah/lokasi saudara tinggal
2. Cari data infilltrasi dari hasil penelitian, jika tidak tersedia pgunakan hasil pengukuran
infiltrasi saudara
3. Hitung jumlah runoff dengan rumus:
RO (mm) = CH-ET-I
Laju evaporasi setiap hari dapat diukur dengan penurunan muka air di dalam panci Kelas A
selama 24 jam.
Lysimeter
Kehilangan air dari tanah dan tanaman dalam lysimeter bisa diukur dengan menimbang
Pot+tanah+tanaman setiap hari. Selisih antara berat tanah+tanaman+pot hari I dengan hari
ke II merupakan kehilangan air dari permukaan tanah (Evaporasi) dan dari daun tanaman
(transpirasi) selama 24 jam.
Bahan dan Alat: sediakan 3 pot yang tidak bocor, air, tanah, tanaman, timbangan, mistar,
buku catatan + ballpoint
Cara Kerja:
1. Isi pot 1 dengan air dan tempatkan mistar tegak lurus, catat tinggi air pada jam tertentu eg.
Xo cm, eg jam 7 pagi
2. Isi pot ke 2 dengan tanah lembab tanpa tanaman, timbang tanah pot+tanah lembab = Yo g,
ukur luas penampang pot (a cm2)
3. Isi pot ke 3 dengan tanah lembab dan tanaman yang hidup, timbang tanah pot+tanah
lembab+tanaman = Zo g, ukur luas penampang pot (b cm2)
4. Pada jam 7 pagi besoknya, ukur tinggi air dalam pot 1(X1 cm), berat tanah pada pot 2 (Y1
g) dan berat tanah+tanaman pada pot 3 (Z1 g)
5. Lakukan pengukuran selama 1 minggu
6. Hitung Evaporasi dari muka air pada hari I (mm) = X1-Xo
7. Hitung Evaporasi dari tanah pada hari I (mm) = (Y1-Yo)/a
8. Hitung Evapotranspirasi dari muka tanah dan tanaman pada hari I (mm) = (Z1-Zo)/b
Hari Pot I (X) Pot 2 (Y) Pot 3 (Z) Evaporasi Evaporasi Evapotranspi
(mm) (g) (g) Air bebas tanah rasi
(Xo-X1) [(Yo-Y1)/a] [(Zo-Z1)/b]
(mm) (mm) (mm)
1
2
3
4
5
6
7
Modul 5. PEMBUATAN GRAFIK NERACA AIR
serta Penetapan Musim dan Pola Tanam
Grafik Neraca Air penting untuk menentukan kapan suatu DAS (Daerah Aliran Sungai),
wilayah, atau daerah defisit atau surplus air. Data ini bisa digunakan untuk menentukan
musim dan pola tanam. Data yang dibutuhkan untuk menentukan neraca air yaitu: data curah
hujan, ETP (Evaporasi Potensial), dan ETA (Evaporasi Aktual) bulanan.
1.Disiapkan data CH (Curah hujan), ETA (kalau ada), dan ETP dari suatu wilayah
2.Dicatat luas wilayah tersebut (A m2)
3.Disiapkan kertas grafik dan pensil
4. Diplot data bulanan curah hujan, ETA, dan ETP dengan menggunakan diagram garis
5. Dilaporkan kapan terjadi defisit dan surplus air di wilayah tsb!
6.Dihitung volume air dalam suatu DAS! Dengan mengalikan selisih jumlah curah hujan dan
ET dan RO dengan luas area. (Air tersimpan (m3) = (CH-RO-ETA) mm * 10-3 m/mm *
A m2)
7.Ditetapkan pola tanam (eg. Padi-padi-palawija-padi atau padi-palawija-bera, dsb) yang bisa
di suppor oleh jumlah air tersedia dalam setahun
8.Ditetapkan tanggal/bulan mulai tanam untuk masing-masing tanaman
Bu CH ETA ETP RO Luas Surplus Defisit Simpanan Pola-Musim
lan (mm) (mm) (mm) (mm) (A) m2 (mm) (mm) Air (m3)= Tanam
(CH-
ETA-
RO)*10-3
m/mm *
A m2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Modul 6. PENGUKURAN KECEPATAN ARUS dan DEBIT SUNGAI
Pengukuran debit dapat dilakukan secara langsung dan secara tidak langsung. Pengukuran
debit secara langsung adalah pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan peralatan
berupa alat pengukur arus (current meter), pelampung, zat warna, dll. Debit hasil pengukuran
dapat dihitung segera setelah pengukuran selesai dilakukan.
Pengukuran debit secara tidak langsung adalah pengukuran debit yang dilakukan dengan
menggunakan rumus hidrolika misal rumus Manning atau Chezy. Pengukuran dilakukan
dengan cara mengukur parameter hidraulis sungai yaitu luas penampang melintang sungai,
keliling basah, dan kemiringan garis energi. Garis energi diperoleh dari bekas banjir yang
teramati di tebing sungai. Untuk pos duga air yang sudah dilengkapi dengan pelskal khusus
garis energi dapat dibaca dari peilskal khusus tersebut.
Pada modul ini hanya dibahas pengukuran debit secara langsung dengan menggunakan
pelampung dan current meter.
Pelaksanaan Pengukuran debit sungai terdiri dari empat tahap bagian, yaitu
1. mengukur penampang melintang sungai;
2. mengukur tinggi muka air dan/atau kedalaman air;
3. mengukur kecepatan arus;
4. dan perhitungan debit.
1) Pengukuran penampang melintang sungai. Besarnya aliran tiap waktu atau disebut dengan
debit, akan tergantung pada luas tampang aliran dan kecepatan aliran rata-rata. Pendekatan
nilai debit dapat dilakukan dengan cara mengukur tampang aliran dan mengukur kecepatan
aliran tersebut. Cara ini merupakan prosedur umum dalam pengukuran debit sungai secara
langsung.
2) Pengukuran tinggi muka air. Pengukuran luas tampang aliran dilakukan dengan
mengukur tinggi muka air dan penampang melintang alur sungai. Untuk mendapatkan hasil
yang lebih teliti, pengukuran tinggi muka air dapat dilakukan pada beberapa titik pada
sepanjang tampang aliran. Jika pengukuran debit dilakukan pada lokasi yang terdapat stasiun
pengukur tinggi muka air manual (papan duga air) atau otomatis (AWLR), maka tinggi muka
air dapat dibaca dari stasiun AWLR tersebut.
1. Siapkan alat dan bahan yang digunakan, a.l.: tali rafia ± 40 m, meteran, stopwatch, dan
sandal jepit bekas, atau bola pimpong, atau sabut kelapa kering sebagai pelampung.
2.Tetapkan satu titik pada salah satu sisi sungai, misal ditandai dengan patok kayu atau
pohon dan satu titik yang lain di seberang sungai yang jika dihubungkan dua titik tersebut
akan berupa garis tegak lurus arah aliran (=garis awal)
3.Dari masing-masing titik ukur jarak 20 meter searah aliran air. Kemudian buat patok lagi
di sana pada kedua sisi sungai (=garis akhir).
4.Ikat kuat pelampung dengan tali rafia, jangan sampai terlepas saat dihanyutkan.
5.Hanyutkan pelampung pada hulu atau sebelum garis awal. (Note: sebaiknya pelampung
diberi pemberat untuk mengurangi pengaruh angin, tetapi jangan sampai terbenam)
6.Pada saat melewati garis awal tekan tombol start stopwatch dan ikuti terus pelampung
tersebut. Pada saat pelampung melewati garis akhir stopwatch ditekan kembali, sehingga
akan didapat waktu aliran pelampung yang diperlukan untuk jarak 20 m (=P), yaitu T (dtk).
7.Lakukan hal yang sama untuk point 3-4 sebanyak minimal 3 kali, kemudian dirata-ratakan.
Note: Untuk memperoleh kecepatan rata-rata pada penampang sungai hasil hitungan arus
permukaan yang dilakukan perlu dikoreksi dengan koefisien antara 0,85-0,95.
Total suspended solid (TSS) yaitu jumlah partikel padat yang tersuspensi pada air
sungai. Partikel ini pada suatu saat, khususnya jika arus sungai mulai tenang, akan
mengendap dan menjadi sedimen yang bisa mendangkalkan sungai. Atau kalau banjir terjadi,
maka bahan padatan yang tersuspensi ini akan mengendap dipermukaan tanah yang dibanjiri
sungai.
Total suspended solid bisa diukur dengan mengambil sampel air sungai atau kolam
pada waktu tertentu (tergantung tujuan kita), apakah saat hujan lebat, musim kemarau, atau
lansung setelah hujan reda.
Bahan dan alat: Air sungai, botol akua 1 L sebanyak 3 buah, oven, timbangan, centrifuse,
cawan aluminium
Cara Kerja:
1. Ambil air sungai sebanyak 3 ulangan (pinggir kiri, tengah, dan kanan) pada posisi
pertengahan kedalaman sungai. Pastikan botol akua penuh (volume air = 1 L)
2. Endapkan air tersebut selama 16 jam atau centrifuse untuk memisahkan antara air dari
padatan
3. Buang air bersih diatas padatan, pindahkan padatan ke cawan aluminium yang sudah
diketahui beratnya (x g)
4. Keringkan padatan di dalam oven pada suhu 105oC selama 2 x 24 jam sampai berat
padatan konstan
5. Masukkan ke exicator sekitar 30 menit lalu timbang berat keringnya (y g).
6. Hitung TSS dengan rumus: TSS = g padatan/L air
7. Hitung total TSS dengan debit air sungai selama 1 hari, jika debit sungai = z m3/detik