Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM

AGROKLIMATOLOGI

PEMBUATAN OMBROMETER SEDERHANA

Oleh:
Angelina Mutiara Rengganis
NIM A1C021052

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
2022
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi uap air yang berasal dari
alam yang terdapat di atmosfer. Bentuk presipitasi lainnya adalah salju dan es.
Hujan berasal dari uap air di atmosfer, sehingga bentuk dan jumlahnya
dipengaruhi oleh faktor klimatologi seperti angin, temperatur dan tekanan
atmosfer. Uap air tersebut akan naik ke atmosfer sehingga mendingin dan terjadi
kondensasi menjadi butir-butir air dan kristal-kristal es yang akhirnya jatuh
sebagai hujan (Bambang Triatmojo, 1998).
Jumlah air yang jatuh ke permukaan bumi dapat diukur dengan
menggunakan alat penakar hujan. Distribusi hujan dalam ruang dapat diketahui
dengan mengukur hujan beberapa lokasi pada daerah yang ditinjau, sedangkan
distribusi waktu dapat diketahui dengan mengukur hujan sepanjang waktu. Satuan
curah hujan selalu dinyatakan dalam satuan milimeter atau inchi namun untuk di
Indonesia satuan curah hujan yang digunakan adalah dalam satuan milimeter
(mm).
Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat
yang datar, tidak menguap, tidak meresap dan tidak mengalir. Curah hujan 1
(satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar,
tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter.
Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan persatuan jangka waktu tertentu.
Apabila dikatakan intensitasnya besar berarti hujan lebat dan kondisi ini sangat
berbahaya karena dapat menimbulkan banjir, longsor dan efek negatif terhadap
tanaman.
Hujan merupakan sumber dari semua air yang mengalir di sungai dan di
dalam tampungan baik di atas maupun dibawah permukaan tanah. Jumlah dan
variasi debit sungai tergantung pada jumlah, intensitas dan distribusi hujan.
Terdapat hubungan antara debit sungai dan curah hujan yang jatuh di DAS yang
bersangkutan. Apabila data pencatatan debit tidak ada, data pencatatan hujan
dapat digunakan untuk memperkirakan debit aliran. (Dr. Vladimir 1967)

B. Tujuan

1. Mahasiswa mengetahui cara pembuatan alat pengukur curah hujan.


2. Mahasiswa mengetahui cara kerja alat pengukur curah hujan.
3. Mahasiswa mengetahui cara pengukuran alat pengukur curah hujan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Kartasapoetra (2004), cuaca adalah keadaan atau kelakuan atmosfir


pada waktu tertentu yang sifatnya berubah-ubah dari waktu ke waktu. Udara
mempunyai sifat yang sangat dinamis. Suhu dan kelembaban udara akan berubah
dari waktu ke waktu. Intensitas cahaya yang diteruskan ke permukaan bumi
setelah melalui lapisan atmosfir akan selalu berubah pula, tergantung keadaan
penyebaran dan ketebalan awan. Demikian pula halnya dengan kecepatan dan
arah angin. Kondisi atmosfir yang dinamis, berubah dalam waktu singkat (dalam
jam atau hari) disebut cuaca (Lakitan, 2002).
Menurut Kartasapoetra (2004), iklim adalah rata-rata keadaan cuaca dalam
waktu yang cukup lama. Iklim merupakan fenomena alam yang digerakkan oleh
gabungan beberapa unsur, yaitu radiasi matahari, temperatur, kelembaban, awan,
hujan, evaporasi, tekanan udara, dan angin. Faktor yang mempengaruhi unsur
iklim sehingga dapat membedakan iklim di suatu tempat dengan iklim di tempat
lain disebut kendali iklim. Matahari adalah kendali iklim yang sangat penting dan
sumber energi di bumi yang menimbulkan gerak udara dan arus laut. Kendali
iklim yang lain, misalnya distribusi darat dan air, sel semi permanen tekanan
tinggi dan tekanan rendah, massa udara, pegunungan, arus laut dan badai
(Tjasjono, 2004).
Menurut Kartasapoetra (2004), hujan merupakan salah satu bentuk
presipitasi uap air berasal dari awan yang terdapat di atmosfir. Bentuk presipitasi
lainnya adalah salju dan es. Untuk dapat terjadinya hujan diperlukan titik-titik
kondensasi, amoniak, debu, dan asam belerang. Titik-titik kondensasi ini
mempunyai sifat dapat mengambil uap air dari udara. Jumlah curah hujan dicatat
dalam inci atau millimeter (1inci = 25.4mm). Jumlah curah hujan 1mm
menunjukkan tinggi air hujan yang menutupi permukaan 1mm, jika air tersebut
tidak meresap ke dalam tanah atau menguap ke atmosfir (Tjasjono, 2004).
(Miftahuddin 2016).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

1. Gunting
2. Lem fox
3. Cutter
4. Corong
5. Alat tulis
6. Kertas atau buku tulis
7. Laptop
8. Jaringan internet
9. Telephone seluler

B. Prosedur Kerja

1. Persiapkan semua alat dan bahan.


2. Potong bagian atas botol untuk digunakan sebagai corong 1.
3. Lakukan hal serupa pada botol satunya untuk digunakan sebagai corong 2.
4. Potong bagian bawah botoh, agar memiliki lubang, dan berbentung seperti
pipa. Kemudian, rapikan ujung botol yang sudah dipotong bagian atas dan
bawahnya untuk kemudian dijadikan tabung penampang air.
5. Setelah itu, lem bagian bawah botol dan rekatkan dengan corong 2 dengan
posisi tutup botol corong 2 berada di bawah (posisi terbalik).
6. Kemudian, lem bagian ujung atas badan botol. Lalu, rekatkan bagian atas
botol (corong 1) ke badan botol posisi terbalik.
7. Cek Ombrometer sampai tidak ada kebocoran yang terjadi.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Alat dan bahan

a. Dua buah botol bekas

Gambar 1. Dua buah botol bekas.

b. Lem super

Gambar 2. Lem super.

c. Gunting
Gambar 3. Gunting.

d. Cutter

Gambar 4. Cutter.

2. Prosedur Kerja

a. Siapkan alat dan bahan.

Gambar 5. Siapkan alat dan bahan.

b. Potong bagian atas botol untuk digunakan sebagai corong 1.

Gambar 6. Potong bagian atas botol 1.


c. Lakukan hal serupa pada botol satunya untuk digunakan sebagai corong
2.

Gambar 7. Potong bagian atas botol 2.

d. Lalu, potong bagian bawah botol sehingga kedua ujung botol memiliki
lubang (seperti pipa).

Gambar 8. potong bagian bawah botol.

e. Kemudian, rapikan ujung botol yang sudah dipotong bagian atas dan
bawahnya untuk kemudian dijadikan tabung penampung air.

Gambar 9. rapikan ujung botol.


f. Setelah itu, lem bagian ujung atas badan botol. Lalu, rekatkan bagian atas
botol (corong 1) ke badan botol posisi terbalik.

Gambar 10. Rekatkan corong 1 ke badan botol.

g. Kemudian, lem bagian bawah botol dan rekatkan dengan corong 2


dengan posisi tutup botol corong 2 berada di bawah.

Gambar. 11. Lem bagian bawah botol dan rekatkan dengan corong 2.

h. Cek ombrometer sampai tidak ada kebocoran yang terjadi.

Gambar 12. Cek ombrometer sampai tidak ada kebocoran.

A.
B. Pembahasan

1. Pengertian ombrometer

Ombrometer adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur curah hujan
di suatu daerah (Akbar, 2010). Alat pengukur hujan secara umum dinamakan
penakar hujan. Pada penempatan yang baik, jumlah air hujan yang masuk ke
dalam sebuah penakar hujan merupakan nilai yang mewakili untuk daerah di
sekitarnya. Kerapatan penempatan penakar di suatu daerah tidak sama, secara
teori tergantung pada tipe hujan dan topografi daerah itu sendiri (Pasaribu,. Dkk.
2012).
Curah hujan adalah jumlah hujan yang jatuh di suatu daerah selama waktu
tertentu. Untuk mengetahui besarnya curah hujan digunakan alat yang disebut
penakar hujan (P. Switzerb, 2006).
Ombrometer tipe observasi termasuk alat pengukur curah hujan secara
manual. Penakar ini terdiri dari corong (mulut penampung air hujan) dengan
permukaan horizontal. Jumlah air hujan yang tertampung diukur dengan gelas
ukur yang telah dikonversi dalam gelas ukur yang kemudian dibagi 10 karena luas
penampangnya 100 cm sehingga dihasilkan mm. Pengamatan dilakukan sekali
dalam 24 jam yaitu pada pagi hari. Hujan yang diukur pada pagi hari adalah hujan
kemarin bukan hari ini (Sofendi, 2000).
Ombrometer Hellman termasuk penakar hujan yang dapat mencatat sendiri.
Hal ini sesuai dengan pendapat Permana et al., (2015) yang menyatakan
ombrometer Hellman merupakan pengukur curah hujan otomatis yang dapat
merekam berapa lama terjadinya hujan pada hari tersebut, dan penghitungan
tersebut dilakukan dengan menggunakan jam bekker yang di beri pena dan
memutar kertas pias dilakukan setiap hari pada jam tertentu.(Sarjito 2014)

2. Jenis ombrometer

Pengamatan hujan secara akurat penting salah satunya adalah untuk


meningkatkan kualitas prediksi cuaca. Beberapa peralatan pengukuran
hujan dengan berbagai metode telah banyak diciptakan untuk hal tersebut
(Renggono, 2017). Pengamatan cuaca dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
pengamatan cuaca secara langsung atau berbasis stasiun cuaca dan
pengamatan cuaca secara tidak langsung atau pengamatan cuaca berbasis
pengindraan jauh seperti satelit(Maulidani, Ihsan, & Sulistiawaty, 2015).
Jenis alat pengukur curah hujan yang umum digunakan di Indonesia,
ada dua yaitutipe manual, yaitu penakar hujan manual tipe Observatorium, biasa
disingkat OBS. Penakar hujan ini hanya mengukur curah hujan harian yang
diukur setiap jam 07.00 waktu setempat/local time (Kurniawan, 2010).
Penakar hujan tipe otomatis. Penakar hujan otomatis, antara lain:
Automatic Rain Gauge (ARG), Penakar hujan dengan sensor tipping bucket
yang terdapat pada Agroclimate Automatic Weather Station (AAWS),Penakar
hujan dengan sensor tipping bucket yang terdapat pada Automatic Weather
Station (AWS). Penakar hujan semi otomatis adalah Penakar hujan Hellman,
tidak menggunakan listrik dan elektronika, tetapi menggunakan mekanik untuk
menggerakkan mata pena dan tinta (Masturyono dkk, 2010).
Selain itu curah hujan juga dapat diperkirakan dengan penginderaan jarak
jauh, yaitu dengan citra radar dan citra satelit berdasarkan dari keberadaan
awan-awan hujan. Radar cuaca yang digunakan di Stasiun Klimatologi Mlati
adalah Radar X Band tipe Baron. Citra satelit yang biasa digunakan adalah satelit
Himawari 8 dan GSMaP.Himawari-8 merupakan satelit geostasioner dengan
cakupan yang luas dan real time. Satelit Himawari-8 merupakan milik
Jepang, generasi ke-8 dari satelit geostasioner yang berasal dari Japan
Meteorological Agency (JMA)(Hastuti & Azzahra, 2017).
Curah hujan dapat diukur dengan menggunakan alat yang dikenal dengan
nama “rain gauge” yang menggunakan prinsip kerja secara manual maupun
otomatis. Dengan menggunakan penakar hujan secara manual, maka pengambilan
data juga dilakukan secara manual. Tinggi permukaan air hujan yang tertampung
pada wadah diukur dan dicatat secara manual. Di sisi lain, alat pengukur curah
hujan otomatis menggunakan alat ukur digital yang proses pengukuran dan
pencatatannya dilakukan secara elektronik yang diprogram untuk bekerja secara
otomatis.
Berbagai jenis pengukur curah hujan yang telah dikembangkan saat ini
diantaranya jenis weighing, tipping bucket (TB), optik, kapasitansi dan lain-lain
(Evita et. al, 2010). Penakar tipe tipping bucket bekerja seperti jungkat-jungkit
yang bergantian menampung air hujan. Permana et. al. (2015), telah
mengembangkan alat ukur curah hujan menggunakan jenis tipping bucket
berbasis Arduino. Kelebihan dari alat ini banyak dikembangkan dan sudah dapat
menampilkan tinggi curah hujan dengan baik dengan dikontrol oleh Arduino.
Namun kekurangan dari jenis tipping bucket adalah desain yang terlalu
rumit dan tidak sederhana. Tipe lain yang dapat dikembangkan untuk pengukur
curah hujan menggunakan prinsip kapasitansi atau menggunakan kapasitor
sebagai sensor. Sa-Ngiamvibool et. al. (2013), telah mengembangkan kapasitor
jenis silinder sebagai sensor pada alat ukur curah hujan otomatis dengan
mikrokontroler. Alat ini mampu memberikan informasi level air hujan dari
pengukuran kapasitansi. Jika dilihat dari bentuk konduktornya, kapasitor plat
sejajar lebih sederhana dan mudah dibuat jika dibandingkan dengan bentuk
kapasitor yang lain seperti kapasitor silinder. Berdasarkan penelitian dari Permana
et. al. (2015), dan Sa-Ngiamvibool et. al. (2013), penulis mencoba untuk
merancang dan membuat suatu alat ukur curah hujan menggunakan sensor
kapasitif plat sejajar berbasis mikrokontroler Arduino dengan penampil LCD.
Menurut Sutrisno (1983), kapasitor plat sejajar adalah kapasitor yang terdiri
dari dua plat konduktor yang ditempatkan berdekatan tetapi tidak bersentuhan.
Nilai kapasitansi dari suatu kapasitor plat sejajar bergantung pada ukuran, bentuk
dan posisi relatif dari dua plat konduktor serta bahan penyekat antara dua
konduktor tersebut yang disebut dengan bahan dielektrik. Dalam penelitian ini
bahan dielektrik yang digunakan adalah air hujan yang akan diukur ketinggiannya.
Penambahan mikrokontroler Arduino bertujuan agar nilai kapasitansi yang ada
dapat diolah dan dikontrol untuk dirubah dalam satuan tinggi yang nantinya data
tinggi curah hujan dapat ditampilkan digital setiap saat pada layar LCD.
3. Proses pembuatan

Bagian dasar dari corong tersebut terdiri dari pipa sempit yang menjulur ke
dalam tabung kolektor dan dilengkapi dengan kran. Jumlah air yang tertampung
dalam tabung diketahui bila kran dibuka kemudain air diukur dengan gelas ukur
(Nugroho, 2012).
Di sekitar corong terdapat empat (4) buah pipa penyangga. Fungsi dari
penyangga tersebut adalah supaya corong tersebut dapat berdiri sesuai dengan
ketentuan internasional (WMO Standar) yaitu 120 cm. Tepat di bawah corong
adalah tempat penampung air hujan dengan ukuran 16 cm x 10 cm x 25 cm.
Dengan begitu akan mendapatkan volume yaitu 4000 cm³. Beberapa hal yang
telah mengacu pada ketentuan internasional untuk alat pengukur curah hujan
antara lain:
1. Ketinggian corong diukur terhadap tanah adalah 120 cm.
2. Luas corong adalah 200 cm².
3. Air hujan harus langsung masuk ke dalam tempt penadah tanpa adanya
penghalang. Untuk mencegah terjadinya penghalang masuknya air
hujan, maka lubang di dalam corong dibuat sangat kecil.
4. Sebesar 90° diukur dari titik tengah corong terhadap langit-langit harus
bebas hambatan tidak boleh ada yang menghalangi dalam bentuk
apapun. Hal tersebut untuk kepentingan keakuratan dalam pengukuran.
5. Bibir corong harus dibuat runcing atau setidaknya dibentuk sedemikian
rupa sehingga tidak mengurangi seperti yang telah disebutkan di no.2
namun tetap harus dapat menampung curah hujan sebanyak mungkin.
(Pengukur and Hujan, n.d.)

4. Prinsip kerja
Alat pengukur hujan, mengukur tinggi hujan seolah-olah air hujan
yang jatuh ke tanah menumpuk ke atas merupakan kolom air. Air yang
tertampung volumenya dibagi dengan luas corong penampung, hasilnya
adalah tinggi atau tebal, satuan yang dipakai adalah milimeter (mm). Jumlah
air hujan yang tertampung diukur dengan gelas ukur standar BMKG yang
telah dikonversi dalam satuan tinggi (Gelas ukur 25 mm standar BMKG
untuk corong 100 cm2) (Kurniawan, 2010; Masturyono dkk.,2010).Data
penakar hujan OBS diperoleh dari BMKG Softdi laporan ME. 45, khususnya
FKLIM, dipilih dari 1 Januari 2018 hingga 31 Desember 2018.Gambar 2.
Skema Penakar hujan Observasi (OBS)(Budi, 2003)

5. Cara pengukuran menggunakan ombrometer


Pada saat terjadi hujan, air hujan yang jatuh akan masuk kedalam mulut
corong kemudian diteruskan dalam saluran pelampung. Bila huajan berlangsung
terus menerus, maka pelampung akan terangkat dan pena pencatat akan terangkat
pula dan akan membentuk grafik pada kertas pias, bila pena pencatat telah
menunjukakan angka 10 maka penah tersebut akan kembali ke angka nol begitu
seterusnya sampai hujan berhenti dan apabila air dalam pelampung telah penuh
maka pada kertas pias akan terdapat dua garis yaitu:
 Garis vertical yang menunjukkan besar kecilnya curan hujan.
 Garis horizontal yang menunjukkan jam (waktu) sealama turunnya
hujan.
Jumlah curah hujan dalam sehari berdasarkan grafik yang ditunjukkan pada
kertas pias dapat dihitung dengan rumus :
(d x 10) + Y mm
dimana :
d = Berapa kali tecapai curah hujan dalam 10 mm
Y = nilai skala terakhir yang ditunjukkan pada grafik
Pada setiap penggunaan pias baru , pena harus dikembalikan pada angka
nol. Jika curah hujan setempat rendah dan penah tidak mencapai angka nol , maka
kita dapat menambahkan air dengan bantuan gelas ukur dengan ketentuan bahwa
air yang ditambahkan harus ducatat jumlahnya.
Misalnya : Kedudukan terakhir dari pena pencatat menunjukkan 7mm maka
untuk mengembalikan ke skala nol harus ditambah air dalam tabung sebanyak 3
mm. Setelah skala nol pias Hellman kembali pada selinder jam tersebut. Setelah
kertas pias terpasang maka selinder jam dikembaliakan pada tempat semuala
setelah kunci pemuta pernya diputar, sehingga selinder terpawang dengan posisi
teagak pada sumbu putarnya.(Nurmalasari, n.d.)
Air hujan yang jauh kepermukaan bumi akan masuk melalui mulut corong
dan diteruskan kedalam bak penampung yang dialirkan melalui pipa sempit yang
ada diujung corong penakar, air dalam tabung tersebut ditakar dengan cara air
yang berada dalam reservoir dikeluarkan melalui kran dan diamasukkan dalam
gelas ukur. Penunjukan intensitas air dalam gelas ukur menunjukkan jumlah curah
hujan dalam 1 hari (24 jam).
 Bila tidak ada hujan,maka data ditulis (-)
 Bila hujan lebih kecil dibulatkan ke nol (0)
 Bila hujan lebih besar dari nol ditulis (1)
(Arkin dan Meisner, 1987).

6. Kendala selama praktikum


Kendala saat praktikum adalah mahasiswa kurang bisa membagi waktu
dalam mengerjakan ACC dan laporan praktikum serta mahasiswa masih kurang
handal dalam mencari dan menafsirkan refrensi jurnal dalam pembuatan laporan
praktikum.
KESIMPULAN

Mahasiswa dapat memahami pengertian dari curah hujan dan mengenal alat-
alat pengukur hujan khususnya ombrometer. Mahasiswa dapat memahami cara
pembuatan alat pengukur curah hujan sehingga dapat membuat alat pengukur
hujan sederhana sendiri yang terbuat dari botol plastik, mengetahui cara kerja alat
pengukur curah hujan, dan cara pengukuran alat pengukur curah hujan.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Vladimir, Vega Falcon. 1967. “済無 No Title No Title No Title.”


Gastronomía Ecuatoriana y Turismo Local. 1 (69): 5–24.
Miftahuddin. 2016. “Analisis Unsur-Unsur Cuaca Dan Iklim Melalui Uji Mann-
Kendall Multivariat.” Jurnal Matematika, Statistika, Dan Komputasi 13 (1):
26–38.
Nurmalasari, Rizki. n.d. “Pengenalan Alat-Alat Cuaca.”
Pengukur, Perancangan, and Curah Hujan. n.d. “Kemudian Dalam Jangka Waktu
Tertentu,” 38–61.
Sarjito, Hendro. 2014. “ALAT-ALAT KLIMATOLOGI.”
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai