KLASIFIKASI IKLIM
ANALISIS KEBUTUHAN TANAMAN
OLEH:
Rahmat Martiansyah P
05091382328091
4.2 Ciri-Ciri
Pada alat ini terdapat beberapa mangkuk
untuk menerima tiupan angin. Ketika angin
bertiup, angin mengenai mangkuk tersebut
sehingga mangkuk berputar. Putaran mangkuk
dihubungkan dengan alat pencatat kecepatan.
Kecepatan mangkuk berputar tergantung pada
kecepatan angin bertiup. Anemometer modern
dilengkapi dengan penunjuk arah angin yang
dihubungkan dengan komputer. Alat perekam
arah angin dan kecepatan angin secara
otomatis mencatatnya di atas kertas grafik.
Kecepatan angin dinyatakan dalam satuanm
mm
4.3 Cara Mengkalibrasi
Untuk kalibrasi arah angin, metode ini bisa
menghasilkan akurasi ± 5 ° atau lebih baik bila
dilakukan dengan hati-hati. Mulailah dengan
menghubungkan alat ke rangkaian
pengkondisi sinyal yang menunjukkan nilai
arah angin. Ini merupakan indikator yang
menampilkan nilai arah angin dalam derajat
sudut atau hanya sebuah voltmeter
pemantauan output. Tahan atau mount
instrumen supaya pusat baling-baling rotasi
berada di atas pusat selembar kertas yang
memiliki 30° atau
crossmarkings. Posisi
the instrument sehingga crossarm mounting
berorientasi utara-selatan dengan bolang-
baling di sebelah utara dan anemometer di
sebelah selatan. Dengan imbangan yang
mengarah langsung pada anemometer yang
sinyal arah angin harus sesuai dengan 180 °
atau selatan jatuh tempo. Jika dilihat dari atas,
visual menyelaraskan bolang-baling dengan
masing-masing crossmarkings dan mengamati
tampilan indikator. Hal ini harus sesuai dengan
posisi bolang-baling dalam waktu 5 °. Bila
tidak, mungkin perlu untuk menyesuaikan
posisi relatif dari rok bolang-baling dan poros.
5.2 Ciri-Ciri
Semua termometer pengukur suhu udara
pada waktu pengukuran berada di dalam
sangkar cuaca. Maksudnya adalah
termometer tidak dipengaruhi radiasi
surya langsung maupun radiasi dari bumi.
Kemudian terlindung dari hujan ataupun
angin kencang. Warna sangkar cuaca putih
menghindari penyerapan radiasi surya. Panas
ini dapat mempengaruhi pengukuran suhu
udara.
6.2 Cir-Ciri
Termometer ini tidak dipengaruhi radiasi
surya langsung maupun radiasi dari bumi.
Kemudian terlindung dari hujan ataupun angin
kencang. Warna sangkar cuaca putih
menghindari penyerapan radiasi surya. Panas
ini dapat mempengaruhi pengukuran suhu
udara.
7. Sangkar Cuaca
Sangkar meteorologi ini berfungsi sebagai
tempat alat-alat pengukur cuaca tertentu, agar
tehindar dari sinar matahari langsung dan
pengaruh lingkungan. Sangkar ini terbuat dari
kayu jati yang dicat warna putih, bentuknya
segi 4 , dengan setiap dinding diberi jalusi
berlapis dua, dan juga atapnya terbuat dari
papan kayu , semua itu maksudnya agar
didalam sangkar ada sirkulasi udara (Utami,
2010).
7.2 Ciri-Ciri
Sangkar Meteorologi dibuat dari kayu
yang kuat sehingga tahan terhadap cuaca yang
terjadi. Sangkar meteorologi dicat warna putih
agar tidak terlalu banyak menyerap panas dari
cahaya matahari. Sangkar dipasang dengan
ketinggian 120 cm dari tanah dan dipasang di
atas tanah yang berumput pendek dan terletak
paling dekat dua kali ( sebaiknya empat kali )
tinggi benda yang berada di sekitarnya.
Pada keempat kaki sangkar meteorologi
diberi pondasi beton agar kuat dan tahan
terhadap angin kencang. Pada dinding sangkar
meteorologi dibuat kisi – kisi yang
memungkinkan terjadinya aliran udara
sehingga temperatur dan kelembaban dalam
sangkar mendekati atau sama dengan
temperatur dan kelembaban di luar sangkar.
Sangkar dipasang dengan pintu yang
menghadap utara selatan, sehingga alat yang
ada di dalamnya tidak terkena radiasi matahari
secara langsung. Jika matahari berada di utara
khatulistiwa maka pintu yang menghadap ke
selatan yang di buka dan sebaliknya.
LAMPIRAN GAMBAR
1. Panci Evaporasi
2. Campble Stokes
3. Ombrometer
4. Anemometer
Abstract
Masih sedikit yang mampu mengenali tumbuhan obat, seperti anak SD, SMP dan SMA,
masih banyak yang tidak mengetahui nama dari tumbuhan obat, oleh karena itu penulis
melakukan penelitian untuk membuat aplikasi klasifikasi tanaman toga yang mampu
mengenali jenis tanaman toga berdasarkan daun hanya dengan menggunakan perangkat
mobile yang mana bisa digunakan dengan mudah untuk mengetahui jenis tanaman toga,
hanya dengan mengambil foto daun dari tanaman toga dapat diketahui jenis tanaman
toga, sehingga dibutuhkan pendekatan untuk menyelesaian masalah ini. Pendekatan
dalam penyelesain masalah ini menggunakan machine learning (ML), salah satu cabang
artificial intelligence (AI) yang popular, dimana mesin mampu belajar seperti layaknya
pikiran manusia. ML sendiri mempunyai bidang keilmuan baru yaitu deep learning,
dimana mesin mampu melakukan pembelajaran lebih dalam, pada metode deep learning
ada metode yang cocok digunakan untuk mengklasifikasikan sebuah citra yaitu metode
Convolutional Neural Network (CNN), kelebihan dari CNN adalah mampu melakukan
proses pembelajaran fitur-fitur dari citra secara mandiri yang disebut dengan feature
learning, berbeda dengan feature extraction yang harus mendapatkan fitur-fitur dari citra
terlebih dahulu sebelum melakukan klasifikasi. CNN digunakan untuk membedakan
jenis tanaman dengan memberikan label dari daun tanaman toga. Pada penelitian ini
menggunakan 10 kelas jenis tanaman toga yaitu teh hijau, tapak dewa, sirsak, semanggi,
mengkudu, mahoni, kumis kucing, jambu biji, blimbing wuluh, bayam merah,
Pengujian terhadap data pelatihan menghasilkan akurasi 75% dan data pengujian
menghasilkan akurasi 80%.
Liantoni, F., & Nugroho, H. (2015). Klasifikasi Daun Herbal Menggunakan Metode
Naïve Bayes Classifier Dan Knearest Neighbor. Jurnal Simantec, 5(1).
ANALISIS KEBUTUHAN AIR TANAMAN DENGAN
METODE CAOLI PADA TANAMAN TOMAT DENGAN
IRIGASI TETES
DI LAHAN KERING LOMBOK UTARA
ABSTRAK
Usahatani tomat di lahan kering Desa Salut Lombok Utara sangat sering
dilakukan petani, karena tanamannya berumur pendek dan harga jual hasil panennya
cukup stabil. Namun pengembangan tanaman tomat di wilayah ini masih ada kendala
tentang besarnya kebutuhan air tanaman (KAT) , karena belumn banyaknya referensi.
Untuk itu penelitian ini ditujukan untuk mengetahui besarnya kebutuhan air tananam
tomat dan parameter lainnya untuk tiap fase pertumbuhannya (f). Penelitian dilakukan
pada lahan berukuran 7m x 28 m, ukuran bedengan sekitar 0,75 m x 28 m, sumber air
dari tangki berkapasitas 1600m3 dan irigasi tetes untuk irigasi tanamannya. Analisis
KBT digunakan rumus (Caoli ,1967), dengan data análisis dari data lapangan saat
penanaman tomat, sehingga hasil penelitian diharapkan lebih realistis untuk
menjawab kendala tersebut dalam pengembangan tanaman tomat di kabupaten
Lombok Utara.
Hasil análisis KAT dengan rumus Caolli menunjukkan,untuk sekali irigasi
pada fase awal (f1) sekitar 0,738 m3, fase vegetative aktif (f2) sekitar 1,667 m3 dan
fase pembuahan sampai dengan pematangan buahawal (f3) sekitar 3,087 m3.
Besarnya lengas tanah (w) tambahan irigasi pada tiap fasenya adalah untuk f1 sekitar
4% -5%, f2 sekitar 6,5% -12 % dan f3sekitar 12%-17%. Durasi irigasi tetes 40 menit
perlu diperpendek padafase f1, untuk fase f2 durasinya cukup, dan pada fase f3
durasi perlu ditambahkan lebih dari 40 menit atau jadwal irigasi diperpendek
menjadi kurang dari 4.
ABSTRACT
Tomato farming in the dry land of Salut Village, North Lombok is very often
done by farmers, because the plants are short-lived and the selling price of the
harvest is quite stable. However, the development of tomato plants in this region is
still constrained by the high demand for plant water (KAT), because there are not
many references. For this reason, this study aims to determine the amount of water
needed for tomato planting and other parameters for each growth phase (f). The
study is conducted on a land measuring 7m x 28 m, the size of the beds around 0.75
m x 28 m, the source of water from a tank with a capacity of 1600m3 and drip
irrigation for crop irrigation. KBT analysis used a formula (Caoli, 1967), with
analysis data from field data when planting tomatoes, so the results of the study are
expected to be more realistic to address these obstacles in the development of tomato
plants in the district of North Lombok.
KAT analysis results with the Caolli formula show, for once irrigation in the
initial phase (f1) around 0.738 m3, the active vegetative phase (f2) around 1.667 m3
and the fertilization phase until maturation of the initial fruit (f3) around 3.087 m3.
The amount of soil moisture (w) additional irrigation in each phase is for f1 around
4% -5%, f2 around 6.5% -12% and f3 around 12% -17%. The duration of drip
irrigation by 40 minutes needs to be shortened in phase f1, for phase f2 the duration
is sufficient, and in phase f3 the duration needs to be added by more than 40 minutes
or the irrigation schedule is shortened to less than 4.
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Desa Salut Kabupaten Lombok Utara pada
musim kemarau di lahan kering, pada lahan berukuran 7 m x 28 m dan ukuran
bedengan 0,75m x 28m, sebanyak 8 buah.Tomat ditanam dengan jarak 60 cm dan
irigasi tetes menggunakan pipa NTF 12 mm, pipa pvc 1 inch dan ¾ inch. Sumber air
irigasi berasal dari tangki berkapasitas 1600 liter yang dilengkapi dengan tower
setinggi sekitar 1,5 m terhadap lahan penelitian. Skema jaringan irigasi tetes yang
digunakan ditunjukkan pada Gambar 1.
Tangki air
1a 1b 2a 2b 3a 3b 4a 4b
Hasil analisis data yang dibahas dalam studi ini adalah kecukupan debit irigasi
tetes, karakteristik lengas tanah sebelum dan setelah irigasi tetes, karakteristik tebal
air pada zone perakaran dan kebutuhan air tanaman tomat. Tanah pada lahan
penelitian termasuk tanah yang berlempung dan sebagian bertekstur agak kasar, yang
tergolong pada tanah loamy sand.Tiap pipa jaringan irigasi tetes terdiri dari 45 titik
tanam dengan jarak tanam tomat 60 cm, dan untuk 8 pipa tetes lateral diperoleh titik
tanam sebanyak 360 titik.Berdasarkan hasil analisis data pengaliran tetes diperoleh
nilai koefisien keseragaman (Cu) berkisar antara 85 % sampai dengan 98 %, dan
menurut Chritiansen (1942) disebutkan bahwa untuk koefisien keseragaman sebesar
85 % adalah cocok untuk tanaman varietas khusus.
30%
Kelengasan (w)
20%
Hasil uji lengas tanah sebelum dan setelah irigasi dapat dilihat pada Gambar 3.
Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa terjadinya penurunan ketersediaan
lengas tanah disekitar perakaran tanaman pada tiap-tiap fase pertumbuhan tanaman
tomat, yang tergantung pada umur tanaman. Lengas tanah tersedia semakin menurun
pada umur tanaman yang semakin tua, dan hal ini juga menunjukkan bahwa ruang
untuk pengisian lengas tambahan oleh irigasi tetes akan semakin tinggi pada fase
pertumbuhan tanaman yang semakin tua.
Pada fase pertumbuhan awal umur tanaman tomat sekitar 16 hari diperlukan
lengas tanah rata-rata swkitar 1,13% , pada fase vegetative tanaman tomat selama 20
hari terjadi diperlukan legas tanah rata-rata harian sekitar 2,6 % dan pada fase
pembentukan buah hingga panen awal selama 20 hari dan umur tanaman 56 hari,
lengas tanah yang digunakan rata-rata harian sekitar 3,35 %.Jadi peran irigasi pada
fase pembungaan dan pembuahan harus lebih fokus dan konsisten karena sangat
rentan terhadap hasil panen. Jadi fungsi irigasi harus dapat memberikan air pada
jumlah yang cukup dan pada waktu yang dibutuhkan saja.
35%
30%
25%
Kelengasan
Pada fase vegetative akhir hingga pembuah, ketersediaan lengas tanah sudah
kritis sekitar 17% sehingga irigasi perlu dilakukan lebih cepat agar tanaman dapat
tumbuh normal dan terus berproses dalam memproduksi bunga dan buah sampai
tanam tidak produktif lagi.
18%
16%
14%
Kadar lengas (w)
12%
10%
Lengas tambahan
8%
setelah irigasi
6%
4%
2%
0%
0 20 40 60 80
Waktu pertumbuhan tanaman (hari)
Berdasarkan grafik pada Gambar 4, untuk tanaman yang semakin tua maka
kebutuhan akan air pada titik tertentu akan semakin menurun. Pada kondisi
tananaman umurnya masih muda dan akar tanaman pendek maka durasi irigasi yang
diberikan ketanamanjugalebih pendek dari pada kondisitanaman pertumbuhan
lanjutan hingga panen. Dengan keterbatasan lengas tanah yang diberikan irigasi tetes
yaitu sekitar 13% sd 15% kondisi terendah dan maksimum sekitar 30% sd 32%, maka
irigasi harus menjamin pertumbuhan tanaman tomatgara dapat berhasil baik.
Jadi lengas tanah yang dapat ditambahkan oleh irigasi tetes ke tanah hanya
sekitar 17% saja dari 32% lengas tanah optimum dari tanah. Lengas tersebut akan
digunakan untuk transpirasi dan evaporasi di lahan tomatselama 4 hari. Dengan durasi
irigasi tersebut dirasakan masih kurang karena pemanfaatan lengas oleh tanaman
sangan besar, sehingga pemberian air dalam jadual 4 hari perlu dirubah menjadi 3
hari dan durasi diperpanjang untuk menghidari kekurangan air tanam.
Ketersediaan air pada zone perakaran tomat tergantung pada banyaknya air
yang diberikan oleh sistem irigasi tetes.Jumlah air irigasi tetes yang dapat diserap
tanah sangat dipengaruhi oleh lengas tanah sebelum diberikan irigasi. Jika lengas
tersedia tersedia sangat rendah maka jumlah air yang dapat diserap tanah akan
semakin tinggi hinga mencapai kelengasan optimum. Pemberian air irigasi tetes dapat
optimum mencapai kedalaman perakaran tanaman dipengaruhi oleh panjang akar
tanaman dantiap fase pertumbuhannya.Panjang akar tanaman dan kebutuhan air
tananam yang dihitung menggunakan rumus
Untuk luas lahan tanam tomat 205,2 m2 dan kebutuhan air tanaman untuk sekali
irigasi pada fase vegetative aktif rata-rata sekitar 8,1 mm dibutuhkan air sebanyak =
205.2000,0 cm2 x ( 8,1/10) cm = 1662120 cm3 = 1,662120 m3. Jadi kebutuhan air
irigasi untuk 5 kali irigasi pada fase ini besarnya sekitar 5 x 1,66m 3 = 8,3 m3. Gambar
8 ditunjukkan perkembangan buah tomat sampai dengan panen awal.
Kebutuhan air tanaman rata-rata 14,7 cm/4 hari dalam 4 kali irigasi, dengan
umur tanaman pada fase bunga sampai buah (40 hari -68 hari) dan panjang akar
sekitar 20cm -30 cm. Kebutuhan air tanaman tomat pada fase generative hingga panen
awaladalah 205.2000,0 cm2 x ( 14,7/10) cm = 3016 cm3 =3,016 m3. Untuk fase
pembungaan sampai panen awal saja, diperlukan air sekitar 4 x 3,02 m3 = 12,08 m3.
Simpulan
1. Lengas tanah terendah dari irigasi tetes besarnya sekitar 13% - 15 %, dan lengas
tanah optimum sekitar 30% - 32%, dengan imbuhan lengas maksimum dari irigasi
tetes sekitar 17%. Pada fase awal lengas tanah yang dapat diberi irigasi sekitar
4% -5%, pada fase vegetative aktif 6,5% -12 % dan pada fase pembungaan sampai
pematangan buah awal (panen awal) sekitar 12% - 17%.
2. Berdasarkan hasil perhitungan rumus Caolli untuk sekali irigasi pada masing-
masing fase pertumbuhantanaman tomat diperlukanair irigasi tetes sekitar
0,738 m3 untuk fase awal, untuk fase
vegetative aktif sekitar 1,667 m3 dan untuk pembungaan hingga pematangan buah
awal digunakan air sekitar 3,087 m3
3. Durasi irigasi tetes 40 menit pada tanaman, perlu diperpendek untuk fase
pertumbuhan awal, untuk fase vegetative aktiv sudah cukup. Sedangkan untuk
fase pembungaan sampai pematangan buah, durasi perlu ditambahkan lebih dari
40 menit atau jadwal irigasi diperpendek menjadi kurang dari 4.
Saran
DAFTAR PUSTAKA