Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KLIMATOLOGI DASAR

CURAH HUJAN

DISUSUN OLEH :

ARIANTO (1806111979)

AGROTEKNOLOGI A

JURUSAN AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya saya
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Curah Hujan” ini. Tujuan dari
penyusunan makalah ini adalah untuk melengkapi tugas mandiri mata kuliah
Klimatologi Dasar Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan. Pada
makalah ini saya banyak mengambil dari berbagai sumber dan referensi dan
pengarahan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini saya
mengucapkan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh dari sempurna,
untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata saya mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk semua pihak yang membaca.

Pekanbaru, 17 November 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2

1.3 Tujuan .................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Hujan dan Curah Hujan ....................................................................... 3

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensitas Curah Hujan ............... 5

2.3 Siklus Hidrologi ................................................................................... 6

2.4 Pola Curah Hujan di Indonesia ............................................................ 8

2.5 Alat Pengukur Curah Hujan ................................................................ 9

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ......................................................................................... 11

3.2 Saran ................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 12

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Siklus Hidrologi ..................................................................... 7

Gambar 2. Ombrometer .......................................................................... 10

Gambar 3. Penakar Hujan Hellman ........................................................ 10

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Klimatologi adalah ilmu yang mencari gambaran dan penjelasan


sifat iklim, mengapa iklim di berbagai tempat di bumi berbeda , dan bagaimana
kaitan antara iklim dengan aktivitas manusia. Karena klimatologi memerlukan
interpretasi dari data-data yang banyak sehingga memerlukan statistik dalam
pengerjaannya, orang-orang sering juga mengatakan klimatologi sebagai
meteorologi statistik. Sejak tahun 1980-an para pemerhati dan peneliti meteorology
meyakini bahwa akan terjadi beberapa penyimpangan iklim global, baik secara spatial
maupun temporal, seperti peningkatan temperatur udara, evaporasi dan curah hujan.
Menjadi hal sangat krusial mengetahui besaran anomali curah hujan yang akan terjadi
pada masa datang di wilayah Indonesia dalam skala global menggunakan model
prakiraan iklim yang dikembangkan berdasarkan keterkaitan proses antara atmosfer,
laut, dan kutub dengan memperhatikan evolusi yang proporsional dari
peningkatan konsentrasi CO2 di troposfer.

Sebagai negara yang terletak pada bidang yang dilalui garis khatulistiwa,
maka indonesia merupakan salah satu negara tropis, negara tropis umumnya akan
mempunya 2 musim antara lain yaitu musim hujan dan musim kemarau. Terkadang
kedua musim ini bisa menjadi problem. Salah satunya yaitu problem pada saat musim
hujan yaitu kebanjiran. Untuk itu sebagai salah satu negara tropis akan dilakukan
pemantauan yang berkelanjutan mengenai iklim dan cuaca dari setiap daerah yang
ada di indonesia, salah satunya yaitu dengan mengukur curah hujan pada setiap
daerah maupun wilayah yang ada di indonesia. Salah satu kegunaan pengukuran data
curah hujan adalah untuk mengetahui besaran dan intensitas hujan yang turun pada

1
suatu wilayah, sehingga natinya dapat berhubungan langsung dengan pengelolaan
irigasi, proses kalender tanam pada bidang pertanian dan lain sebagainya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari hujan dan curah hujan?

2. Apa saja yang mempengaruhi intensitas curah hujan?

3. Bagaimana pola curah hujan di Indonesia?

4. Bagaimana pengaruh curah hujan terhadap vegetasi alam?

5. Apa saja alat yang digunakan untuk mengukur intensitas curah hujan?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengertian dari hujan dan curah hujan

2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas curah hujan

3. Mengetahui berbagai macam pola curah hujan di Indonesia

4. Megetahui pengaruh curah hujan terhadap vegetasi alam

5. Mengetahui alat yang digunakan untuk mengukur intensitas curah hujan dan

mengetahui cara kerjanya

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hujan dan Curah Hujan

Unsur-unsur iklim yang menunjukan pola keragaman yang jelas merupakan


dasar dalam melakukan klasifikasi iklim. Unsur iklim yang sering dipakai adalah
suhu dan curah hujan (presipitasi). Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik yang
didasarkan atas tujuan penggunaannya, misalnya untuk pertanian, penerbangan atau
kelautan. Pengklasifikasian iklim yang spesifik tetap menggunakan data unsur iklim
sebagai landasannya, tetapi hanya memilih data unsur-unsur iklim yang berhubungan
dan secara langsung mempengaruhi aktivitas atau objek dalam bidang-bidang tersebut
(Lakitan, 2002).

Hujan adalah sebuah proses kondensasi uap air di atmosfer menjadi butir air
yang cukup berat untuk jatuh dan biasanya tiba di permukaan. Hujan biasanya terjadi
karena pendinginan suhu udara atau penambahan uap air ke udara. Hal tersebut tidak
lepas dari kemungkinan akan terjadi bersamaan. Turunnya hujan biasanya tidak lepas
dari pengaruh kelembaban udara yang memacu jumlah titik-titik air yang terdapat
pada udara. Indonesia memiliki daerah yang dilalui garis khatulistiwa dan sebagian
besar daerah di Indonesia merupakan daerah tropis, walaupun demikian beberapa
daerah di Indonesia memiliki intensitas hujan yang cukup besar (Wibowo, 2008).

Hujan adalah jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel air dengan


diameter 0.5 mm atau lebih. Jatuhnya air sampai ketanah maka disebut hujan, akan
tetapi apabila jatuhannya tidak dapat mencapai tanah karena menguap lagi maka
jatuhan tersebut disebut Virga. Hujan juga dapat didefinisikan dengan uap yang
mengkondensasi dan jatuh ketanah dalam rangkaian proses hidrologi. Hujan
merupakan salah satu bentuk presipitasi uap air yang berasal dari awan yang terdapat
di atmosfer. Bentuk presipitasi lainnya adalah salju dan es. Terjadinya hujan

3
diperlukan titik-titik kondensasi, amoniak, debu dan asam belerang. Titik-titik
kondensasi ini mempunyai sifat yang dapat mengambil uap air dari udara. Satuan
curah hujan selalu dinyatakan dalam satuan millimeter atau inchi namun untuk di
Indonesia satuan curah hujan yang digunakan adalah dalam satuan millimeter (mm)
(Siagian, 2011).

Menurut Linsley (1996), jenis-jenis hujan berdasarkan intensitas curah hujan,


yaitu:

1) hujan ringan, kecepatan jatuh sampai 2,5 mm/jam;

2) hujan menengah, dari 2,5-7,6 mm/jam.

3) hujan lebat, lebih dari 7,6 mm/jam.

Berdasarkan ukuran butiran, hujan dapat dibedakan menjadi:

a) Hujan gerimis / drizzle, dengan diameter butirannya kurang dari 0,5 mm.
b) Hujan salju / snow, adalah kristal-kristal es yang temperatur udaranya
berada di bawah titik beku (0oC).
c) Hujan batu es, curahan batu es yang turun didalam cuaca panas awan yang
temperaturnya dibawah titik beku (0oC).
d) Hujan deras / rain, dengan curah hujan yang turun dari awan dengan nilai
temperatur diatas titik beku berdiameter butiran ± 7 mm.

Curah hujan ialah jumlah air yang jatuh pada permukaan tanah selama periode
tertentu bila tidak terjadi penghilangan oleh proses evaporasi, pengaliran dan
peresapan, yang diukur dalam satuan tinggi. Tinggi air hujan 1 mm berarti air hujan
pada bidang seluas 1 m2 berisi 1 liter (Arifin, 2010).

Hujan harian adalah curah hujan yang diukur berdasarkan jangka waktu satu
hari (24 jam). Hujan kumulatif merupakan jumlah kumpulan hujan dalam suatu
periode tertentu seperti mingguan, 10 harian, dan bulanan, serta tahunan. Hari hujan
merupakan kejadian hujan dengan curah huajn lebih besar atau sama dengan 0,5 mm.

4
Hujan jangka pendek-intensitas hujan adalah hujan yang diukur kontinyu selama
waktu pendek seperti setiap satu jam, setengah jam, dua jam, dan sebagainya. Dalam
istilah umum lebih tepat juga dengan intensitas hujan. Pengukuran ini dilakukan
untuk mengetahui kekuatan kelebatan hujan selama kejadian hujan. Curah hujan
dibatasi sebagai tinggi air (dalam mm) yang diterima di permukaan sebelum
mengalami aliran permukaan, evaporasi dan peresapan/perembesan ke dalm tanah.
Jumlah hari hujan umumnya di batasi dengan jumlah dengan curah hujan 0,5 mm
atau lebih. Jumlah hari hujan dapat dinyatakan per-minggu,dekade,bulan,tahun atau
periode tanam (tahap pertumbuhan tanaman). Intensitas hujan adalah curah hujan
dibagi dengan selang waktu terjadinya hujan ( Handoko,1986 ).

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensitas Curah Hujan

Setiap wilayah di Indonesia memiliki intensitas curah hujan yang berbeda.


Curah hujan yang jatuh pada setiap wilayah jarang sekali merata. Apalagi pada
wilayah yang cukup luas dan bergunung-gunung, maka hujan yang terjadi hampir
tidak pernah merata. Faktor yang mempengaruhi banyak sedikitnya curah hujan di
suatu daerah :

1. Faktor Garis Lintang

Semakin rendah garis lintang semakin tinggi potensi curah hujan


yang diterima, karena di daerah lintang rendah suhunya lebih besar daripada suhu di
daerah lintang tinggi, suhu yang tinggi inilah yang akan menyebabkan
penguapan juga tinggi, penguapan inilah yang kemudian akan menjadi hujan dengan
melalui kondensasi terlebih dahulu.

2. Faktor Ketinggian Tempat

Semakin rendah ketinggian tempat potensi curah hujan yang diterima akan
lebih banyak, karena pada umumnya semakin rendah suatu daerah suhunyaakan
semakin tinggi.

5
3. Jarak dari sumber air (penguapan), semakin dekat potensi
hujanya semakin tinggi.

4. Arah angin, angin yang melewati sumber penguapan akan membawa uap
air, semakin jauh daerah dari sumber air potensi terjadinya hujan semakin sedikit.

5. Hubungan dengan deretan pegunungan, hal ini disebabkan uap air yang
dibawa angin menabrak deretan pegunungan, sehingga uap tersebut dibawa ke atas
sampai ketinggian tertentu akan mengalami kondensasi, ketika uap ini jenuh dia akan
jatuh di atas pegunungan sedangkan di balik pegunungan yang menjadi arah dari
angin tadi tidak hujan (daerah bayangan hujan), hujan ini disebut hujan orografik.

6. Faktor perbedaan suhu tanah (daratan) dan lautan, semakin tinggi


perbedaan suhu antara keduanya potensi penguapannya juga akan semakin
tinggi.

7. Faktor luas daratan, semakin luas daratan, potensi terjadinya hujan akan
semakin kecil karena perjalanan uap air juga akan panjang.

2.3 Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi adalah suatu rangkaian proses yang terjadi dengan air yang
terdiri dari penguapan, presipitasi, infiltrasi dan pengaliran keluar (out flow).
Penguapan terdiri dari evaporasi dan transpirasi. Uap yang dihasilkan mengalami
kondensasi dan dipadatkan membentuk awan yang nantinya kembali menjadi air dan
turun sebagai presipitasi. Sebelum tiba di permukaan bumi presipitasi tersebut
sebagian langsung menguap ke udara, sebagian tertahan oleh tumbuh-tumbuhan
(intersepsi) dan sebagian mencapai permukaan tanah. Air yang sampai ke permukaan
tanah sebagian akan berinfiltrasi dan sebagian lagi mengisi cekungan-cekungan di
permukaan tanah kemudian mengalir ke tempat yang lebih rendah (run off), masuk ke
sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Dalam perjalanannya, sebagian air akan
mengalami penguapan. Air yang masuk ke dalam tanah sebagian akan keluar lagi
menuju sungai yang disebut dengan aliran antara (interflow), sebagian akan turun dan

6
masuk ke dalam air tanah yang sedikit demi sedikit dan masuk ke dalam sungai
sebagai aliran bawah tanah (ground water flow). Gambar proses siklus hidrologi
dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 1. Siklus Hidrologi

Secara gravitasi (alami) air mengalir dari daerah yang tinggi ke daerah yang
rendah, dari gunung-gunung, pegunungan ke lembah, lalu ke daerah lebih rendah,
sampai ke daerah pantai dan akhirnya akan bermuara ke laut. Aliran air ini disebut
aliran permukaan tanah karena bergerak di atas muka tanah. Aliran ini biasanya akan
memasuki daerah tangkapan atau daerah aliran menuju ke sistem jaringan sungai,
system danau ataupun waduk. Sebagian air hujan yang jatuh di permukaan bumi akan
menjadi aliran permukaan (surface run off). Aliran permukaan sebagian akan meresap
ke dalam tanah menjadi aliran bawah permukaan melalui proses infiltrasi
(infiltration), dan perkolasi (percolation), selebihnya terkumpul di dalam jaringan
alur sungai (river flow). Apabila kondisi tanah memungkinkan sebagian air infiltrasi
akan mengalir kembali ke dalam sungai (river), atau genangan lainya seperti waduk,
danau sebagai interflow. Sebagian dari air dalam tanah dapat muncul lagi ke

7
permukaan tanah sebagai air eksfiltrasi (exfiltration) dan dapat terkumpul lagi dalam
alur sungai atau langsung menuju ke laut/lautan (Soewarno, 2000).

2.4 Pola Curah Hujan di Indonesia

Menurut Tjasyono (2004), Indonesia secara umum dapat dibagi menjadi 3


pola iklim utama dengan melihat pola curah hujan selama setahun yaitu:

1. Curah Hujan Pola Monsunal

Pola ini monsun dicirikan oleh tipe curah hujan yang bersifat unimodial (satu
puncak musim hujan) dimana pada bulan Juni, Juli dan Agustus terjadi musim kering,
sedangkan untuk bulan Desember, Januari dan Februari merupakan bulan basah.
Sedangkan enam bulan sisanya merupakan periode peralihan atau pancaroba (tiga
bulan peralihan musim kemarau ke musim hujan dan tiga bulan peralihan musim
hujan ke musim kemarau). Daerah yang didominasi oleh pola monsun ini berada
didaerah Sumatra bagian Selatan, Kalimantan Tengah dan Selatan, Jawa, Bali, Nusa
Tenggara dan sebagian Papua.

2. Curah Hujan Pola Ekuatorial

Pola ekuatorial dicirikan oleh tipe curah hujan dengan bentuk bimodial (dua
puncak hujan) yang biasanya terjadi sekitar bulan Maret dan Oktober atau pada saat
terjadi ekinoks. Daerahnya meliputi pulau Sumatra bagian tengah dan Utara serta
pulau Kalimantan bagian Utara.

3. Curah Hujan Pola Lokal

Pola lokal dicirikan oleh bentuk pola hujan unimodial (satu puncak hujan), tetapi
bentuknya berlawanan dengan tipe hujan monsun. Daerahnya hanya meliputi daerah
Maluku, Sulawesi dan sebagian Papua.

8
2.5 Alat Pengukur Curah Hujan

Dari beberapa jenis presipitasi, hujan adalah yang paling bisa diukur.
Pengukuran dapat dilakukan secara langsung dengan menampung air hujan yang
jatuh, namun tidak dapat dilakukan di seluruh wilayah tangkapan air akan tetapi
hanya dapat dilakukan pada titik-titik yang ditetapkan dengan menggunakan alat
pengukur hujan (Triatmodjo, 2008).

Satuan ukur untuk presipitasi adalah Inch, millimetres (volume/area), atau


kg/m2 (mass/area) untuk presipitasi bentuk cair. 1 mm hujan artinya adalah
ketinggian air hujan dalam radius 1 m2 adalah setinggi 1 mm.

Ada dua jenis alat pengukur hujan, yaitu manual dan otomatis:

1. Alat Pengukur Hujan Manual

Alat ini lebih dikenal dengan dengan nama Penakar Hujan Observatorium
(OBS) atau Penakar Hujan Manual, sedang di kalangan pertanian dan pengairan biasa
disebut ombrometer. Sebuah alat yang digunakan untuk menakar atau mengukur
hujan harian. Penakar Hujan OBS ini merupakan jejaring alat ukur cuaca terbanyak di
Indonesia. Penempatannya 1 PH OBS mewakili luasan area 50 km2 atau sampai
radius 5 km. Fungsinya yang vital terhadap deteksi awal musim (Hujan/kemarau)
menjadikannya sebagai barang yang dicari dan sangat diperlukan. Bahan yang
digunakan adalah semurah dan semudah mendapatkannya. Tujuan akhir pengukuran
curah hujan adalah tinggi air yang tertampung bukan volumenya. Hujan yang turun
jika diasumsikan menyebar merata, homogen dan menjatuhi wadah (kaleng) dengan
penampang yang berbeda akan memiliki tinggi yang sama dengan catatan faktor
menguap, mengalir, dan meresap tidak ada.

9
Gambar 2. Ombrometer

2. Alat Pengukur Hujan Otomatis

Penakar hujan jenis Hellman merupakan suatu instrument/alat untuk


mengukur curah hujan. Penakar hujan jenis hellman ini merupakan suatu alat penakar
hujan berjenis recording atau dapat mencatat sendiri. Alat ini dipakai di stasiun-
stasiun pengamatan udara permukaan. Pengamatan dengan menggunakan alat ini
dilakukan setiap hari pada jam-jam tertentu mekipun cuaca dalam keadaan baik/hari
sedang cerah. Alat ini mencatat jumlah curah hujan yang terkumpul dalam bentuk
garis vertikal yang tercatat pada kertas pias. Alat ini memerlukan perawatan yang
cukup intensif untuk menghindari kerusakan-kerusakan yang sering terjadi pada alat
ini.

Gambar 3. Penakar Hujan Hellman

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hujan adalah proses kondensasi uap air di atmosfer menjadi butir air yang
cukup berat untuk jatuh dan biasanya tiba di daratan. Dua proses yang mungkin
terjadi bersamaan dapat mendorong udara semakin jenuh menjelang hujan,
yaitu pendinginan udara atau penambahan uap air ke udara. Sedangkan, curah hujan
adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang
diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi
penguapan, meresap, dan tidak mengalir. Faktor yang mempengaruhi curah hujan
adalah faktor garis lintang, topografi, arah angin, perbedaan suhu tanah, dan
sebagainya. Indonesia secara umum dapat dibagi menjadi 3 pola iklim utama dengan
melihat pola curah hujan selama setahun yaitu curah hujan pola monsunal, curah
hujan pola ekuatorial, curah hujan pola lokal. Alat pengukur curah hujan
merupakan alat yang digunakan untuk mencata tintensitas curah hujan dalam
kurun waktu tertentu. Ada dua jenis alat pengukur hujan, yaitu manual dan otomatis.

3.2 Saran

Adapun ada beberapa hal yang perlu untuk kita perhatikan dalam pengukuran
curah hujan harian khususnya yaitu mengetahui cara penggunaan alat yang kita
gunakan. Selain itu juga, waktu yang kita jadwalkan dalam pengukuran curah hujan
haruslah sesuai dan tepat waktu pada saat pengukuran curah hujan. Dan yang tidak
kalah penting adalah pemasangan ataupun penempatan alat pengukur curah hujan
haruslah sesuai pada tempat yang tepat yaitu tempat yang terbuka atau terbebas dari
naungan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, MS. 2010. Modul Klimatologi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya,


Jawa Timur.

Handoko. 1986. Klimatologi Dasar. Jurusan Geofisika dan Meteorogi, Bogor.

Lakitan, B. 2002. Dasar-Dasar Klimatologi. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Linsley. 1996. Teknik Sumberdaya Air Jilid 2. Erlangga, Jakarta.

Siagian P. 2011. Analisis Data Hujan. Universitas Jambi, Jambi.

Soewarno. 2000. Hidrologi Operasional Jilid Kesatu. Penerbit PT. Aditya Bakti,

Bandung.

Tjasyono. 2004. Klimatologi. Penerbit ITB, Bandung.

Triatmodjo. 2008. Hidrologi Terapan. Beta Offset, Yogyakarta.

Wibowo, H. 2008. Desain Prototipe Alat Pengukur Curah Hujan Jarak Jauh Dengan
Pengendali Komputer. Skripsi. Universitas Jember, Jember.

12

Anda mungkin juga menyukai