Puji syukur panjatkan kehadirat Tuhan YME, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis telah mampu menyelesaikan makalah yang berjudul
“Presipitasi/Hujan“. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Agrohidrologi.
Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih banyak kekurangan,
baik dalam hal ini maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh sebab itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan sarannya yang bersifat membangun dalam
penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan manfaat khususnya
bagi penulis umumnya bagi pembaca. Amiin...
Akhir kata, penulis menyampaikan terima kasih dan semoga makalah ini dapat
memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi
kita semua.
Penulis
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ...........................................................................................................1
Daftar Isi....................................................................................................................2
BAB I Pendahuluan ...................................................................................................3
Latar Belakang ...............................................................................................3
Rumusan Masalah ..........................................................................................4
Tujuan Penulisan ............................................................................................4
BAB II Pembahasan ...................................................................................................5
Proses Terjadinya Hujan dan Tipe-Tipenya ...................................................5
Jenis Data Hujan dan Kegunaannya ...............................................................10
Pengukuran Data Curah Hujan .......................................................................12
Pengolahan Data Curah Hujan .......................................................................13
BAB V Penutup .........................................................................................................14
Kesimpulan.....................................................................................................14
Saran ...............................................................................................................14
Daftar Pustaka ............................................................................................................15
2
BAB 1
PENDAHULUAN
3
dan kristal-kristal es tersebut mempunyai ukuran yang sangat halus (diameter
2-40 mikron) membentuk awan yang melayang di udara, awan terbentuk
sebagai hasil pendinginan dari udara basah yang bergerak ke atas. Proses
pendinginan terjadi karena menurunnya suhu udara secara adiabatis dengan
bertambahnya ketinggian. Partikel debu, kristal garam, dan kristal es yang
melayang di udara dapat berfungsi sebagai inti kondensasi yang dapat
mempercepat proses pendinginan, dengan demikian ada dua syarat penting
terjadinya hujan yaitu massa udara harus mengandung cukup uap air dan
massa udara harus naik ke atas sedemikian sehingga menjadi dingin
(Triatmodjo, 2008).
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
Penguapan air di permukaan bumi bukan hanya terjadi di badan air dan
tanah. Penguapan air juga dapat berlangsung di jaringan mahluk hidup, seperti
hewan dan tumbuhan. Penguapan semacam ini dikenal dengan istilah
transpirasi.
Sama seperti evaporasi, transpirasi juga mengubah air yang berwujud
cair dalam jaringan mahluk hidup menjadi uap air dan membawanya naik ke
atas menuju atmosfer. Akan tetapi, jumlah air yang menjadi uap melalui
proses transpirasi umumnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah
uap air yang dihasilkan melalui proses evaporasi.
2.1.3. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah penguapan air keseluruhan yang terjadi di
seluruh permukaan bumi, baik yang terjadi pada badan air dan tanah, maupun
pada jaringan mahluk hidup. Evapotranspirasi merupakan gabungan antara
evaporasi dan transpirasi. Dalam siklus hidrologi, laju evapotranspirasi ini
sangat mempengaruhi jumlah uap air yang terangkut ke atas permukaan
atmosfer.
2.1.4. Sublimasi
Selain lewat penguapan, baik itu melalui proses evaporasi, transpirasi,
maupun evapotranspirasi, naiknya uap air dari permukaan bumi ke atas
atmosfer bumi juga dipengaruhi oleh proses sublimasi.
Sublimasi adalah proses perubahan es di kutub atau di puncak gunung
menjadi uap air tanpa melalui fase cair terlebih dahulu. Meski sedikit,
sublimasi juga tetap berkontribusi terhadap jumlah uap air yang terangkut ke
atas atmosfer bumi melalui siklus hidrologi panjang. Akan tetapi, dibanding
melalui proses penguapan, proses sublimasi dikatakan berjalan sangat lambat.
2.1.5. Kondensasi
Ketika uap air yang dihasilkan melalui proses evaporasi, transpirasi,
evapotranspirasi, dan proses sublimasi naik hingga mencapai suatu titik
ketinggian tertentu, uap air tersebut akan berubah menjadi partikel-partikel es
berukuran sangat kecil melalui proses kondensasi. Perubahan wujud uap air
6
menjadi es tersebut terjadi karena pengaruh suhu udara yang sangat rendah di
titik ketinggian tersebut.
Partikel-partikel es yang terbentuk akan saling mendekati dan bersatu
satu sama lain sehingga membentuk awan. Semakin banyak partikel es yang
bergabung, awan yang terbentuk juga akan semakin tebal dan hitam.
2.1.6. Adveksi
Awan yang terbentuk dari proses kondensasi selanjutnya akan
mengalami adveksi. Adveksi adalah proses perpindahan awan dari satu titik
ke titik lain dalam satu horizontal akibat arus angin atau perbedaan tekanan
udara. Adveksi memungkinkan awan akan menyebar dan berpindah dari
atmosfer lautan menuju atmosfer daratan. Perlu diketahui bahwa, tahapan
adveksi tidak terjadi pada siklus hidrologi pendek.
2.1.7. Presipitasi
Awan yang mengalami adveksi selanjutnya akan mengalami proses
presipitasi. Proses prepitasi adalah proses mencairnya awan akibat pengaruh
suhu udara yang tinggi. Pada proses inilah hujan terjadi. Butiran-butiran air
jatuh dan membasahi permukaan bumi.
Apabila suhu udara di sekitar awan terlalu rendah hingga berkisar < 0
derajat Celcius, presipitasi memungkinkan terjadinya hujan salju. Awan yang
mengandung banyak air akan turun ke litosfer dalam bentuk butiran salju tipis
seperti yang dapat kita temui di daerah beriklim sub tropis.
2.1.8. Run Off
Setelah presipitasi terjadi sehingga air hujan jatuh ke permukaan bumi,
proses run off pun terjadi. Run off atau limpasan adalah suatu proses
pergerakan air dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah di permukaan
bumi. Pergerakan air tersebut misalnya terjadi melalui saluran-saluran seperti
saluran got, sungai, danau, muara, laut, hingga samudra. Dalam proses ini, air
yang telah melalui siklus hidrologi akan kembali menuju lapisan hidrosfer.
2.1.9. Infiltrasi
7
Tidak semua air hujan yang terbentuk setelah proses presipitasi akan
mengalir di permukaan bumi melalui proses run off. Sebagian kecil di
antaranya akan bergerak ke dalam pori-pori tanah, merembes, dan
terakumulasi menjadi air tanah. Proses pergerakan air ke dalam pori tanah ini
disebut proses infiltrasi. Proses infiltrasi akan secara lambat membawa air
tanah kembali ke laut.
Setelah melalui proses run off dan infiltrasi, air yang telah mengalami
siklus hidrologi tersebut akan kembali berkumpul di lautan. Air tersebut
secara berangsur-angsur akan kembali mengalami siklus hidrologi selanjutnya
dengan di awali oleh proses evaporasi.
8
Air laut mengalami proses evaporasi dan berubah menjadi uap air
akibat adanya panas matahari.
Uap air yang terbentuk kemudian mengalami sublimasi
Awan yang mengandung kristal es kemudian terbentuk.
Awan mengalami proses adveksi dan bergerak ke daratan
Awan mengalami presipitasi dan turun sebagai salju.
Salju terakumulasi menjadi gletser.
Gletser mencair karena pengaruh suhu udara dan membentuk aliran
sungai.
Air yang berasal dari gletser mengalir di sungai untuk menuju laut
kembali.
b. Hujan Siklon
Hujan siklon terjadi didaerah sedang. Angin di daerah sedang selalu
disertai hujan karena di daerah ini udara naik ke aas dan menjadi dingin
9
sehingga udara mengembang, mendingin, dan berkondensasi membentuk
hujan ringan yang disebut hujan frontal atau siklon.
c. Hujan Orografis
Hujan orografis atau hujan pegunungan terjadi didaerah
pegunungan. Udara yang mengandung uap air bergerak naik ke atas
pegunungan, Akibat adanya penurunan suhu, udara tersebut terkondensasi
dan turunlah hujan pada lereng yang berhadapan dengan arah datangnya
angin. Udara ini terus bergerak keatas dan akhirnya turun kesisi lereng
dibelakangnya, tetapi tidak lagi mengandung uap air. Sisi lereng yang
dilalui uadara kering disebut daerah bayangan hujan.
10
Beberapa dari hasil presispitasi, hujan biasa diukur dari hasil
pengukuran. Karena menurut pakar-pakar hidrologi, dari beberapa hasil
presispitasi tersebut yakni produk dari awan yang turun sebagai air hujan
ataupun salju (sejauh tak menyangkut salju selanjutnya dianggap sebagai
hujan), dan hanya seperempatnya yang kembali ke laut melalui limpasan
langsung (direct runoff) atau melalui aliran air tanah (ground water
flow).Jumlah hujan yang terjadi dalam suatu DAS merupakan besaran yang
sangat penting dalam sistem DAS tersebut, karena hujan menjadi masukan yang
utama ke dalam suatu DAS. Walaupun kita bisa mengukur secara langsung
dengan menampung air hujan yang jatuh, bukan berarti kita menampung hujan
di seluruh daerah tangkapan air, karena hujan di suatu daerah hanya dapat
diukur di beberapa titik yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, pengukurannya
harus dilakukan seteliti mungkin.
Dalam menganalisisnya, pada umumnya tidak hanya data hujan
kumulatif harian saja yang diperlukan, tapi juga diperlukan data hujan jam-jam
bahkan 15menit. Dan demi mendapat data-data atau perkiraan besaran hujan
yang baik terjadi dalam suatu DAS tersebut, maka diperlukan beberapa stasiun
hujan.
Data-data hujan yang telah dikumpulkan oleh stasiun-stasiun hujan
haruslah merupakan data yang mendukung kesalahan yang sekecil mungkin,
supaya hasil analisis nantinya tidak diragukan sebagai acuan dalam
perencanaan bahkan perancangan.
Data hasil pencatatan penakar hujan berupa:
a. Ketinggian hujan/tebal hujan/jumlah hujan atau rainfall depth = d
b. Lama terjadinya hujanatau duration of rainfall = t
c. Kederasan hujan atau rainfall intensity = i
d. Periode ulang/frekuensi atau return period = T
e. Luas wilayah atau area = A
Kegunaan data curah hujan yaitu untuk memperkirakan debit aliran yang
terjadi pada rentang periode tertentu.
11
2.3 Pengukuran Data Curah Hujan.
Alat pengukur hujan dapat dibedakan menjadi 2 macam:
Alat penakar hujan biasa
Alat penakar hujan biasa terdiri dari corong dan botol penampung
yang berada dalam satu tabung silinder. Alat ini dapat digunakan dengan
ditempatkan di tempat terbuka yang tidak dipengaruhi pepohonan dan
gedung yang ada di sekitarnya. Air hujan yang jatuh di corong akan
tertampung di dalam tabung silinder, dengan mengukur volume air yang
tertampung dan luas corong akan diketahui kedalaman hujan. Curah hujan
kurang dari 0,1 mm maka akan dicatat 0,0 mm sedangkan untuk kejadian
tidak ada hujan dengan garis (-). Pada pengukuran ini dilakukan setiap
hari dengan pembacaan dilakukan pada pagi hari, sehingga hujan tercatat
adalah hujan selama satu hari atau hujan harian. Alat penakar hujan biasa
tidak dapat mengetahui kederasan (intensitas) hujan.
Alat penakar hujan otomatis
Alat ini mengukur hujan secara kontinyu sehingga dapat diketahui
intensitas hujan dan lama waktu hujan. Ada beberapa macam alat penakar
hujan otomatis yaitu alat penankar hujan jenis pelampung, alat penakar
hujan jenis timba jungkit, ala penakar hujan jenis timbangan.
Besarnya hujan diukur dengan menggunakan alat penakar curah
hujan yang umumnya terdiri atas alat penakar hujan tidak otomatis dan
penakar hujan otomatis. Alat penakar hujan tidak otomatis pada dasarnya
berupa kontainer atau ember yang telah diketahui diameternya dan dibuat
dalam bentuk silinder kearah vertikal untuk memperkecil percikan air
hujan. Ketinggian alat ini disarankan berkisar antara 15 – 30 cm dan 50 –
75 cm.
Alat penakar hujan otomatis berupa alat penakar hujan yang
mekanisme pencatatannya bersifat otomatis (mencatat sendiri). Dengan
cara ini data hujan yang diperoleh selain berupa besarnya curah hujan
12
selama periode waktu tertentu juga dapat diperoleh besarnya intensitas
curah hujan dan lama waktu hujan. Penakar hujan yang banyak digunakan
adalah Weighing buchet rain gauge dan tipping buchet.
13
3) Data lapangan diolah dan hasil pengolahan data dimasukan
dalam sistem data base.
4) Arsipkan data lapangan.
b. Tahap ke dua
1) Pengecekan hasil pengolahan data lapangan.
2) Mereview barchart tentang kemajuan pengolahan data
lapangan.
3) Publikasi data hujan.
4) Persiapkan data hujan untuk menunjang kegiatan
perencanaan, pengembangan,
5) Pemanfaaatan dan pengendalian SDA.
c. Tahap tiga.
Selurah data hujan arus dianalisa apa masih ada keraguan
atau kekurang akuratan data serta penyimpangan data. Setelah
data di analisa sangat diperlukan bagan alir pengolahan data curah
hujan.
Proses memasukan data dari lapangan ke database, didalamnya meliputi:
a. Hujan harian (mm)
b. Hujan jam-jaman (mm)
c. Dan data lainnya.
Kemampuan utama dari database ini yaitu:
a. Perhitungan statistik meliputi minimum, maksimum, jumlah dan
rata-rata
b. Grafik data harian dalam satu tahun, setengah bulan, sepuluh
harian dan bulanan
c. Utility untuk memampatkan file data
d. Pengamanan aplikasi dengan password.
14
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Presipitasi perlu diukur untuk mendapatkan data hujan yang sangat
berguna bagi pernecanaan hidrologis, semisal perencanaan pembangunan
bendung, dam, dan sebagainya. Presipitasi juga merupakan faktor utama yang
mengendalikan berlangsungnya daur hidrologi dalam suatu wilayah
(merupakan elemen utama yang perlu diketahui mendasari pemahaman
tentang kelembaban tanah, proses peresapan air tanah, dan debit aliran).
Proses terjadinya hujan biasa disebut dengan siklus hidrologi. Tahapan
proses terjadinya siklus hidrologi tersebut antara lain evaporasi, transpirasi,
evapotranspirasi, sublimasi, kondensasi, adveksi, presipitasi, run off, dan
infiltrasi. Tipe-tipe hujan berdasarkan proses terjadinya yaitu hujan zenithal,
hujan siklon, dan hujan orografis.
Alat pengukur curah hujan dibedakan menjadi 2, yaitu alat penakar
hujan biasa yang terdiri dari corong dan botol penampung yang berada dalam
satu tabung silinder, dan alat pengukur hujan otomatis yang mengukur hujan
secara kontinyu sehingga dapat diketahui intensitas hujan dan lama waktu
hujan.
Proses pengolahan data curah hujan terbagi menjadi tiga tahap, yaitu
pekerjaan persiapan, pekerjaan pelaksanaan di lapangan, dan pengolahan.
5.2 Saran
Agar para membaca bisa lebih memahami pengertian dari presipitasi
serta mengetahui proses terjadinya hujan, data-data curah hujan, pengukuran
curah hujan, dan juga pengolahan data curah hujan.
15
DAFTAR PUSTAKA
16