Anda di halaman 1dari 11

DAFTAR ISI

BAB I ............................................................................................................... 2
PENDAHULUAN ........................................................................................... 2
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 2
1.2 Maksud dan Tujuan ........................................................................... 2
1.3 1.3 Ruang Lingkup ............................................................................ 3
1.4 1.4 Sistematika Penulisan.................................................................. 3
BAB II.............................................................................................................. 4
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 4
2.1 Definisi Presipitasi Hujan ................................................................... 4
2.2 Proses Terbentuknya Presipitasi Hujan .............................................. 4
2.3 Jenis-jenis Presipitasi Hujan ............................................................... 4
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Presipitasi Hujan ........................ 5
2.5 Pengukuran Presipitasi Hujan ............................................................. 5
2.6 Dampak Presipitasi Hujan .................................................................. 6
CONTOH KASUS ................................................................................... 9
LAND SUBSIDANCE ............................................................................. 9
BAB III .......................................................................................................... 10
PENUTUP...................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Presipitasi hujan adalah fenomena alam yang sangat penting dalam siklus
hidrologi di bumi. Hujan memberikan air yang dibutuhkan oleh tanaman,
hewan dan manusia untuk bertahan hidup. Namun, seiring dengan
perkembangan industri dan pertumbuhan populasi manusia, presipitasi hujan
juga dapat menjadi bahan pencemar lingkungan. Partikel-partikel berbahaya
yang dihasilkan dari emisi kendaraan bermotor dan pabrik-pabrik sering
terbawa oleh presipitasi hujan dan jatuh ke permukaan bumi. Hal ini dapat
menimbulkan dampak buruk pada kesehatan manusia dan lingkungan.
Beberapa studi menunjukkan bahwa dampak buruk dari pencemaran presipitasi
hujan telah terjadi di berbagai negara di seluruh dunia. Misalnya, sebuah
penelitian oleh Xu et al. (2020) menunjukkan bahwa polusi udara di Beijing,
China telah menyebabkan peningkatan signifikan dalam konsentrasi logam
berat di dalam presipitasi hujan. Hal ini berpotensi membahayakan kesehatan
manusia dan ekosistem di sekitar Beijing.
Di Indonesia, beberapa kota besar seperti Jakarta dan Surabaya juga mengalami
masalah pencemaran presipitasi hujan. Menurut laporan Badan Pusat Statistik
(BPS) pada tahun 2020, konsentrasi partikel PM10 di Jakarta tercatat melebihi
ambang batas yang ditetapkan oleh standar kualitas udara nasional. Hal ini
menunjukkan bahwa masalah pencemaran presipitasi hujan masih menjadi
masalah yang perlu ditangani di Indonesia.
Dalam hal ini, penting bagi kita untuk memahami faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya presipitasi hujan dan dampak negatif dari
pencemaran presipitasi hujan. Dengan demikian, kita dapat mengambil
tindakan yang tepat untuk mengurangi dampak buruk dari fenomena alam ini.

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Hidrologi Lingkungan. Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah dengan
tersusunnya makalah ini semoga pembaca dapat menambah wawasan tentang materi
presipitasi dan agar dapat di manfaatkan untuk hal-hal yang berguna.
1.3 1.3 Ruang Lingkup

Dalam makalah ini, yang menjadi fokus bahasan adalah dapat mengetahui tentang
presipitasi yang baik dan benar, khususnya bagi jenjang mahasiswa. Presipitasi
meliputi pemahaman mengenai pengertian, hubungan dengan kelembaban udara,
energi matahari, angin dan suhu udara,alat ukur dan mekanisme presipitasi, cara
perhitungan curah hujan, serta bagaimana contoh kasus yang dibahas dalam presipitasi
tersebut.

1.4 1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan ini adalah:

BAB I PENDAHULUAN
Berisikan tentang latar belakang penulisan, maksud dan tujuan, prinsip, ruang
lingkup percobaan, dan sistematika penulisan laporan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Menguraikan tentang teori-teori yang melandasi dan yang bersangkutan
dengan presipitasi ini.

BAB III STUDI KASUS


Berisikan tentang contoh kejadian atau peristiwa akibat dari presipitasi yang
pernah terjadi di Masyarakat.

BAB IV PEMBAHASAN
Menguraikan tentang analisis dari kasus yang dibahas serta pembahasan
mengenai bagaimana cara menanggulangi kasus yang dibahas.

BAB V PENUTUP
Berisikan kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan ini dan saran agar
penulisan ini menjadi lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Presipitasi Hujan

Presipitasi hujan adalah suatu fenomena alam di mana air berada dalam bentuk cair atau padat
yang jatuh dari atmosfer ke permukaan bumi (Kusuma, 2019). Presipitasi hujan terjadi ketika
uap air di atmosfer mengalami pendinginan, sehingga mengalami kondensasi dan membentuk
awan. Ketika awan sudah tidak mampu menahan air lagi, maka air akan jatuh ke permukaan
bumi dalam bentuk hujan. Presipitasi hujan adalah salah satu bentuk siklus hidrologi, yaitu
pergerakan air dari atmosfer ke permukaan bumi melalui hujan, salju, dan hujan es. Menurut
Singh (2019), presipitasi hujan dapat diukur dalam berbagai satuan seperti milimeter, inci, dan
sentimeter. Curah hujan yang tinggi dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia dan
lingkungan, tetapi jika terlalu tinggi dapat memicu terjadinya banjir dan tanah longsor.

2.2 Proses Terbentuknya Presipitasi Hujan

Presipitasi hujan terbentuk melalui beberapa tahapan dalam siklus hidrologi, yaitu penguapan,
transpirasi, kondensasi, dan presipitasi. Menurut Noviyanti dan Ma'mun (2017), penguapan
adalah proses perubahan air menjadi uap air dari permukaan air di bumi, sedangkan transpirasi
adalah proses perubahan air menjadi uap air oleh tumbuhan. Kemudian, uap air yang terbentuk
di atmosfer akan mengalami kondensasi menjadi awan dan selanjutnya akan terjadi presipitasi
hujan.

2.3 Jenis-jenis Presipitasi Hujan

Menurut Kusuma (2019), jenis-jenis presipitasi hujan dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Presipitasi Konvektif
Presipitasi konvektif terjadi akibat adanya perbedaan suhu di atmosfer. Biasanya presipitasi
jenis ini terjadi pada siang hari ketika permukaan bumi dipanaskan oleh sinar matahari. Suhu
di permukaan bumi menjadi lebih tinggi daripada di atasnya sehingga terjadi konveksi. Udara
yang lebih panas naik ke atas dan membentuk awan cumulus dan jika terjadi pendinginan maka
awan tersebut akan menimbulkan hujan.
b. Presipitasi Orografi
Presipitasi orografis terjadi akibat pergerakan udara lembab yang naik ke atas gunung atau
perbukitan. Ketika udara lembab naik ke atas, terjadi pendinginan dan kondensasi yang
menghasilkan awan-awan dan hujan.
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Presipitasi Hujan

Presipitasi hujan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti suhu, kelembapan, dan gerakan
udara di atmosfer. Menurut Pandey dan Mishra (2020), faktor-faktor yang mempengaruhi
presipitasi hujan antara lain:
1. Suhu Udara
Suhu udara mempengaruhi presipitasi hujan dengan cara mengatur jumlah uap air di atmosfer.
Semakin tinggi suhu udara, semakin banyak uap air yang terdapat di atmosfer dan semakin
tinggi pula kemungkinan terjadinya presipitasi hujan.
2. Kelembapan Atmosfer
Kelembapan atmosfer juga mempengaruhi presipitasi hujan. Semakin banyak uap air yang
terdapat di atmosfer, semakin tinggi kemungkinan terjadinya kondensasi dan presipitasi hujan.
3. Angin
Gerakan angin di atmosfer dapat mempengaruhi pembentukan awan dan presipitasi hujan.
Angin dapat membawa uap air dari satu tempat ke tempat lain, sehingga mempengaruhi jumlah
uap air di atmosfer dan potensi terjadinya presipitasi hujan.
4. Topografi
Topografi suatu wilayah dapat mempengaruhi presipitasi hujan dengan cara mempengaruhi
pola gerakan udara dan pembentukan awan. Wilayah yang bergunung-gunung, misalnya,
memiliki potensi lebih besar untuk mengalami presipitasi orografis.
5. Perubahan Iklim
Perubahan iklim dapat mempengaruhi pola presipitasi hujan di suatu wilayah. Perubahan suhu
global, misalnya, dapat mempengaruhi jumlah uap air di atmosfer dan mempengaruhi pola
presipitasi hujan di wilayah-wilayah tertentu.

2.5 Pengukuran Presipitasi Hujan

Menurut Mohapatra, dkk. (2019), terdapat beberapa alat yang digunakan untuk mengukur
presipitasi hujan, antara lain:
a. Pengukur Curah Hujan Otomatis (Automatic Rain Gauge/ARG)
ARG adalah alat yang dapat mengukur curah hujan secara otomatis dan akurat. ARG
menggunakan sensor yang terhubung dengan komputer untuk merekam data curah hujan.
b. Pengukur Curah Hujan Manual (Manual Rain Gauge/MRG)
MRG adalah alat yang digunakan untuk mengukur curah hujan secara manual. MRG terdiri
dari bak pengukur yang memiliki skala untuk mengukur jumlah curah hujan dalam satuan
milimeter.
c. Radar Cuaca
Radar cuaca dapat digunakan untuk memantau dan mengukur presipitasi hujan dengan
menggunakan sinyal elektromagnetik. Radar cuaca dapat memberikan informasi tentang pola
gerakan awan dan jumlah presipitasi hujan dalam waktu nyata
d. Satelit Penginderaan Jauh
Satelit penginderaan jauh dapat digunakan untuk memantau dan mengukur presipitasi hujan di
seluruh dunia. Satelit penginderaan jauh menggunakan teknologi remote sensing untuk
merekam dan menganalisis data curah hujan.

2.6 Dampak Presipitasi Hujan

Presipitasi hujan yang berlebihan dapat memberikan dampak negatif bagi lingkungan dan
kehidupan manusia. Menurut Singh dkk (2019), beberapa dampak dari presipitasi hujan yang
berlebihan antara lain:
1. Banjir
Presipitasi hujan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya banjir di wilayah yang
terkena dampaknya. Banjir dapat merusak infrastruktur, mematikan kehidupan manusia, dan
merusak lingkungan.
2. Tanah Longsor
Presipitasi hujan yang terlalu tinggi juga dapat memicu terjadinya tanah longsor di wilayah
yang memiliki kemiringan tanah yang curam. Tanah longsor dapat merusak lingkungan,
infrastruktur, dan menimbulkan korban jiwa.
3. Gangguan pada Pertanian
Presipitasi hujan yang tidak teratur dapat mengganggu produksi pertanian. Jumlah hujan yang
terlalu banyak atau terlalu sedikit dapat merusak tanaman dan mempengaruhi hasil panen.
4. Kekeringan
Di sisi lain, presipitasi hujan yang kurang dapat memicu terjadinya kekeringan di wilayah yang
terkena dampaknya. Kekeringan dapat merusak tanaman, mengurangi ketersediaan air, dan
memicu konflik antar-manusia.
5. Perubahan Ekosistem
Presipitasi hujan yang tidak stabil dapat mempengaruhi ekosistem suatu wilayah. Perubahan
pola presipitasi hujan dapat mempengaruhi ketersediaan air dan mempengaruhi kondisi
lingkungan tempat hidup hewan dan tumbuhan.

2.7 Tahapan Perhitungan Curah Hujan

A. Tahapan Perhitungan Curah Hujan


Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu area tertentu. Besarnya curah
hujan dapat dimaksudkan untuk satu kali hujan atau untuk masa tertentu seperti perhari,
perbulan, permusim atau pertahun (Widiatmaka, 2015). Curah hujan yang diperlukan untuk
penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah
curah hujan rata-rata diseluruh daerah yang bersangkutan.
Penakar hujan adalah sebulah alat instrumentasi yang digunakan untuk mengukur dan
mendapatkan jumlah curah hujan pada satuan waktu tertentu (Widiatmaka, 2015). Terdapat 2
macam penakar hujan yaitu:
a. Secara manual
Pada penakar hujan manual yang paling banyak digunakan adalah penakar hujan tipe
observatorium (OBS) atau sering disebut ombrometer. Alat pengukur curah hujan manual
Ombrometer (OBS), menggunakan prinsip pembagian antara volume air hujan yang ditampung
dibagi luas penampang atau mulut penakar. Dalam mengukur curah hujan manual beberapa
yang harus diperhatikan adalah:
1. Mengukur curah hujan harian (mm), diukur 1 kali pada pagi hari;
2. Alat yang digunakan yaitu Observatorium atau ombrometer dengan tinggi 120 cm dan luas
mulut penakar 100 cm2;
3. Tinggi curah hujan (CH) = volume / luas mulut penakar.
Contoh: jika diketahui volume air hujan terukur 200 ml atau 200 cc maka CH = 200 cm 3/
100 cm2 = 2 cm = 20 mm.
b. Secara otomatis
Alat pengukur hujan otomatis biasanya menggunakan prinsip kerja dari pelampung,
timbangan, dan jungkitan. Salah satu penakar hujan otomatis adalah penakar hujan tipe Tipping
Bucket. Pada penakar hujan tipe tipping bucket memiliki luas mulut corong sebesar 400
cm2 dan memiliki tinggi 140 cm dari permukaan tanah (Aldrian, 2011). Nilai curah hujan
pada penakar hujan tipe ini dapat diketahui dengan menggunakan persamaan:

𝐽𝑇 𝑋 𝑉
𝐶𝐻 = (1)
𝐿
Keterangan :
CH = Curah Hujan (mm)
JT = Jumlah Tipping
V = Volume per tipping (ml)
L = Luas mulut corong (cm2)
CONTOH KASUS

LAND SUBSIDANCE

Studi kasus yang dijelaskan dalam jurnal Manik, H. M., & Arsyad, M. (2020) dengan judul
"Dampak penurunan tanah akibat penurunan muka air tanah di Kota Medan" membahas
tentang dampak penurunan tanah yang terjadi akibat menurunnya muka air tanah di Kota
Medan, Sumatera Utara. Studi ini menggunakan metode survei dengan pengambilan sampel
tanah dan data tingkat air tanah serta pengukuran elevasi permukaan tanah untuk mengetahui
seberapa besar dampak penurunan tanah akibat penurunan muka air tanah.

Hasil studi menunjukkan bahwa di beberapa wilayah Kota Medan, muka air tanah menurun
hingga mencapai 1-2 meter dalam rentang waktu yang relatif singkat. Hal ini menyebabkan
penurunan tanah di wilayah tersebut dengan rentang yang bervariasi dari 0,5 cm hingga 25
cm. Penurunan tanah yang terjadi di Kota Medan disebabkan oleh aktivitas eksploitasi air
tanah yang berlebihan, terutama di wilayah perkotaan yang mengakibatkan muka air tanah
semakin menurun.

Dampak dari penurunan tanah akibat menurunnya muka air tanah ini adalah terjadinya
keretakan pada bangunan dan jalan, terutama di wilayah yang memiliki tanah liat dan
lempung. Hal ini dapat menimbulkan bahaya bagi keselamatan pengguna jalan dan bangunan.
Selain itu, penurunan tanah juga dapat mempengaruhi produktivitas lahan pertanian dan
memicu kerusakan lingkungan.

Untuk mengatasi masalah ini, jurnal tersebut menyarankan perlunya pengelolaan air tanah
yang lebih baik, dengan mengurangi penggunaan air tanah secara berlebihan dan
meningkatkan penggunaan teknologi irigasi yang lebih efisien. Selain itu, penelitian lebih
lanjut perlu dilakukan untuk mengevaluasi dampak yang lebih luas dari penurunan tanah
akibat penurunan muka air tanah di Kota Medan serta upaya-upaya yang perlu dilakukan
untuk mengatasi masalah tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapatkan di dalam paper ini adalah sebagai berikut:

Presipitasi adalah istilah umum dari semua bentuk air yang jatuh ke

permukaan, bentuk ini bisa berupa butiran-butiran es, salju dan cairan air.

Presipitasi merupakan salah satu komponen hidrologi yang paling penting dan
sekaligus sumber utama air yang terdapat di planet bumi.

Curah hujan merupakan unsur iklim yang sangat penting di Indonesia karena
keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu maupun tempat, sehingga kajian
tentang iklim lebih banyak difokuskan pada curah hujan.

Tinggi atau rendahnya tingkatan presipitasi sangat erat kaitannya dengan iklim.

Dampak global warming diantaranya adalah kenaikan muka air laut, kenaikan
temperature air laut, maupun meningkatnya kejadian-kejadian ekstrem misalnya
badai atau siklon.

Penurunan Tanah adalah penurunan tinggi permukaan tanah yang terjadi secara perlahan-
lahan atau tiba-tiba akibat berbagai faktor, seperti penambangan, pengambilan air tanah
yang berlebihan, atau pengaruh gempa bumi.
Penurunan permukaan tanah adalah akibat dari terganggunya siklus hidrologi.

Pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan dapat memicu terganggunya proses


hidrologi.

Pengelolaan air tanah yang lebih baik, dengan mengurangi penggunaan air tanah secara
berlebihan dan meningkatkan penggunaan teknologi irigasi yang lebih efisien dapat
mengurangi angka penurunan permukaan tanah.

3.2 Saran

Penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat meningkatkan pengetahuan kita semua dan
memberi manfaat bagi pembaca. Perlu pemeriksaan lebih lanjut terhadap makalah ini sebagai
salah satu cara memaksimalkan pemahaman kita semua. Hendaknya kita semua bisa
memahami lapisan atmosfer ini dengan sebaik mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. (2020). Statistik Lingkungan Hidup Indonesia 2020.
https://www.bps.go.id/publication/2020/12/28/97406a610947d05b06dbf698/statistik-
lingkungan-hidup-indonesia-2020.html

Kaur, Jaspreet, dan Balwinder Singh. "Precipitation patterns and their impact on human and
environment." International Journal of Current Microbiology and Applied Sciences 8.3 (2019):
2913-2927.

Kusuma, A. W. (2019). Analisis pola spasial curah hujan tahunan menggunakan metode
interpolasi inverse distance weighting (distance weighting) di Kabupaten Ngawi. Jurnal Sains
dan Teknologi Lingkungan, 11(2), 154-162.

Manik, H. M., & Arsyad, M. (2020). Dampak penurunan tanah akibat penurunan muka air
tanah di Kota Medan. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Geografi, 5(2), 129-137.

Mohapatra. "Analisis pola spasial presipitasi hujan bulanan di Pulau Jawa." Jurnal
Meteorologi dan Geofisika 15.2 (2019): 59-66

Noviyanti dan Ma’mun. "Kajian pengaruh variabilitas presipitasi terhadap hasil produksi padi
di wilayah Kecamatan Gondang Kabupaten Sragen." Jurnal Meteorologi dan Geofisika 15.2
(2017): 107-116.

Pandey dan Mishra. "Analisis hubungan variabilitas presipitasi dan pengaruhnya terhadap
produksi pertanian di Kabupaten Malang." Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumber
Daya Alam dan Lingkungan (2020): 158-166.

Widiatmaka, Asep, et al. "Pemodelan distribusi spasial presipitasi dengan algoritma Cokriging
dan Ordinary Kriging di Daerah Aliran Sungai Citarum." Jurnal Sains dan Teknologi
Lingkungan 7.1 (2015): 7-14.

Xu, J., Liu, M., Huang, J., & Jin, Y. (2020). Heavy metal pollution in rainwater in Beijing,
China. Environmental pollution (Barking, Essex: 1987), 265(Pt A), 114913.
https://doi.org/10.1016/j.envpol.2020.114913

Anda mungkin juga menyukai