Anda di halaman 1dari 21

CRITICAL BOOK REVIEW

HIDROLOGI

DOSEN MATA KULIAH:


Dr.Ir. RUMILLA HARAHAP, M.T.
SARRA RAHMADANI, S.T., M.Eng

KELOMPOK 1
AFDALIMAN R. SARUMAHA (4183250019)
AFRYANDI BERUTU (5183250023)
AINUN KARIMA (5183250015)
ANDREAS CHRISTIAN S. (5183550011)
ARDI S. MANIK (5183550015)
CHARLOS D. PURBA (5183550003)
CHRISTY GABRIELLA (5183250011)

TEKNIL SIPIL KELAS A


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................


I. Pengantar ...............................................................................................................................................
II. Ringkasan isi Buku .............................................................................
III. Keunggulan Buku .............................................................................................
(a) Buku 1 ...............................................................................................
(b) Buku 2 ...................................................................................................
IV. Kelemahan Buku ...............................................................................
(a) Buku 1 ...............................................................................................
(b) Buku 2 .................................................................................................................
V. Kesimpulan dan Saran ...................................................................................................................................................
Kepustakaa ..................................................................................................
I. PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, kami
ucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT . Yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-nya kepada saya sehingga saya dapat menyusun ‘’Critical Book
Riview’’ saya ini tepat waktu .
Adapun tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas CBR mata kuliah HIDROLOGI. Kami
menyadari bahwa tugas ini masih banyak kekurangan oleh karena itu kami meminta
maaf jika ada kesalahan dalam penulisan ini dan saya berharap krtitik dan saran yang
membangun guna kesempurnaan tugas kami ini.
Harapan kami paling besar dari penyusunan CBR analisis struktur dasar ini ialah, mudah-
mudahan apa yang kami susun ini bermanfaat baik untuk kami, dan orang banyak.

Wassalamualaikum wr.wb

Medan, 1 Oktober 2019

Kelompok 1
II. RINGKASAN ISI BUKU

Identitas Buku

Buku I (Buku Utama)


Judul buku : Analisis Hidrologi
Edisi / cetakan :-
Penulis : Harto Br, Sri
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit 1993
Kota terbit : Jakarta
Halaman 303
ISBN : 979-511-235-x

Buku II (Buku Pembanding)


Judul buku : Dasar – Dasar Hidrologi
Edisi / cetakan :-
Penulis : Seyhan dkk
Penerbit : Hahah Mada University Press
Tahun terbit 19995
Kota terbit : Yogyakarta
Halaman 380
ISBN : 979-420-176-6
Ringkasan Buku

Buku 1 (Buku Utama)


BAB III HUJAN
Ada dua syarat agar terjadi proses pembentukan hujan :
Tersedia udara lembab
Tersedia sarana, keadaan yang dapat mengangkat udara tersebut ke atas, sehingga terjadi
kondensasi.
Udara lembab biasanya terjadi karena adanya gerakan udara mendatar, terutama sekali
yang berasal dari atas lautan, yang dapat mencapai ribuan kilometer. Terangkutnya udara
ke atas dapat terjadi dengan 3 cara :
Konvektif (convective) , bila terjadinya ketidakseimbangan udara karena panas setempat,
dan udara bergerak ke atas dan berlaku proses adiabatik.
Hujan siklon (cyclonic) , bila gerakan udara ke atas terjadi akibat adanya udara panas
yang bergerak di atas lapisan udara yang lebih padat dan lebih dingin.
Hujan orografik (orographic rainfall) , terjadi karena udara bergerak ke atas akibat
adanya pegunungan.
Terjadinya pembentukan awan, tidak selalu memungkinkan terjadinya hujan. Paling
tidak diperlukan waktu, agar awan tersebut tumbuh menjadi awan-hujan. Stabilitas udara
sangat berpengaruh terhadap pembentukan awan.
Pengukuran Hujan
Pengertian

Hujan merupakan komponen masukkan yang paling penting dalam proses hidrologi,
karena jumlah kedalam hujan (rainfall depth) ini yang dialihragamkan menjadi aliran
sungai, baik melalui limpasan permukaan (surface runoff), aliran antara (interflow, sub
surface flow) maupun sebagai aliran air tanah (groundwater flow).
Untuk mendapatkan perkiraan besar banjir yang terjadi di suatu penampang sungai
tertentu, maka kedalaman hujan yang terjadi npun harus diketahui pula. Dalam hal ini
perlu diperhatikan bahwa yang diperlukan adalah besaran kedalaman hujan yang terjadi
diseluruh DAS.
Untuk memperoleh besaran hujan yang dapat dianggap sebagai kedalaman hujan yang
sebenarnya terjadi diseluruh DAS, maka diperlukan sejumlah setasiun hujan yang
dipasang sedemikian rupasehingga dapat mewakili besaran hujan di DAS tersebut.
Alat dan Perlengkapan.
Untuk melakukan pengukuran hujan tersebut diperlukan alat pengukur hujan
(raingauge). Dalam pemakaian terdapat dua jenis alat ukur hujan, yaitu:
Penakaran hujan biasa (manual raingauge)
Penakaran hujan otomotik (automatic raingauge)
Alat-alat tersebut harus dipasang sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh WMO
(World Meteorological Organisation), atau aturan yang disepakati secara nasional
disuatu negara.
Penakar hujan biasa, merupakan alat ukur yang paling banyak digunakan., yang terdiri
dari corong dan bejana. Ukuran diameter dan tinggi corong berbeda-beda untuk setiap
negara. Di Indonesia digunakan tinggi 120 cm dari muka tanah, sedangkan luas corong
adalah 200 cm2. Jumlah air hujan yang terukur diukur dengan bilah ukur (graduated
stick).
Jenis alat ukur hujan otomotik (AUHO), yaitu dengan ‘weighing bucket’,’tipping
bucket’,dan dengan ‘float’.
AUHO dengan ‘weighing bucket’ merupakan alat ukur hujan dengan bejana tampung
yang dapat menampung air hujan secara kumulatif.
AUHO dengan ‘float’, dilengkapi dengan alat yang membawa air hujan dalam satu
bejana yang didalamnya terdapat pelampung.
AUHO dengan ’tipping bucket’, digunakan dalam pengukuran secara spesifik dengan
menggunakan ’tipping bucket’.

Analisis Hujan
Hujan DAS
Cara menghitung hujan rata-rata DAS menggunakan cara beikut :
Rata-rata Aljabar

P = 1/n ( P1 + P2 + … + Pn )
Poligon Thiesen
Semua stasiun dalam DAS dihubungkan garis dan membentuk jaringan segitiga
Pada setip segitiga ditarik garis sumbunya dan membentuk polygon.
Luas daerah yang hujannya diwakili oleh stasiun bersangkutan adlah batas garis poligon.
Luas relative daerah dangan luas DAS merupakan faktor koreksinya.

Isohyet
Isohyet adalah garis yang menghubungkan tempat yang mempunyai kedalaman hujan
sama pada saat yang bersamaan. Hujan pi ditetapkan sebagai hujan rata-rata antara 2
buah isohyet. Faktor koreksi αi dihitung sebagai luas relative bagian DAS yang dibatasi
isohyet terhadap luas DAS.

Kualitas Data
Sampai sat ini paling tidak dikenal 2 cara untuk mengperkirakan kualitas data, yaitu :
Normal Ratio Method

Px = 1/n [ Nx . PA / NA + Nx . PB . / NB + … + Nx . Pn / Nn ]
Cara ini hanya bisa digunakan bila variasi ruang hujan tidak terlalu besar. Pengertian
hujan normal adalah rata-rata hujan dengan jangka pengukuran 15-20 tahun.

Kriging
Pengertian
Penetapan hujan rata-rata DAS tidak lan merupakan upaya interpolasi data hujan dari
titik lokasi pengukuran hujan ke dalm suatu DAS tertentu. Dalam kaitan ini besaran yang
diperkirakan diperoleh dengan interpolasi terhadap data yang terukur dengan
menggunakan bobot tertentu dengan mengabaikan aspek fisiknya. Oleh sebab itu cara
tersbut tidak memberikan ketelitian dalam perhitungannya sedangkan dalam analisis
sangat diperlukan. Untuk memecahkan masalah tersebut Matheron mengenalkan teori
regionalized variable dan kriging.
Landasan Teori

Untuk pengukuran tersebut ditempuh dengan beberapa langkah sebagai berikut :


Evaluasi hanya dilakukan pada hujan bulanan.
Penetapan antar stasiun dilakukan dengan cara berikut :
Jarak diukur tanpa memerhatikan orientasi.
Jarak diukur dengan orientasi arah utara selatan
Jarak diukur dengan orientasi arah timur barat.
Memperhatikan korelasi antar stasiun yang sangat rendah untuk variasi jarak yang
relative sangat pendek, maka diupayakan penelitian dengan membatsi jarak antar stasiun
yang digunakan dalam variogram.
Buku 2 (Buku Kedua)
BAB 3 PRESIPITASI
Presipitasi adalah nama umum dari uap yang mengkondesasi dan jatuh ke tanah berupa
salju, hujan, hujan es dan lain-lain.
Tipe-Tipe Presipitasi
Klasifikasi Genetik
Klasifikasi ini didasarkan atas timbulnya presipitasi. Agar terjadi presipitasi, terdapat
tiga faktor utama Klasifikasi ini didasarkan atas timbulnya presipitasi. Agar terjadi
presipitasi, terdapat tiga faktor utama yang penting: Suatu tubuh udara yang lembab, inti
kondensasi (partikel debu, kristal garam, dan lain-lain) dan suatu sarana untuk
menaikkan udara yang lembab ini, sehingga kondensasi dapat berlangsung sebagai
akibat udara yang mendinginkan. Pengangkatan ke atas dapat berlangsung dengan cara-
cara pendinginan sinklonik, orografik maupun konvektif.
Klasifikasi Bentuk
Suatu perbedaan yang sederhana tetapi mendasar dapat diadakan antara presipitasi
vertikan dan horizontal. Presipitasi vertikal jatuh di atas permukaan bumi dan diukur
oleh penakar hujan. Presipitasi horizontal dibentuk atas permukaan bumi dan tidak
diukur oleh penakar hujan.

Keragaman-Keragaman Presipitasi

Ruang dan waktu merupakan dua dimensi yang lazim menjadi perhatian para ahli
hidrologi dalam mengkaji presipitasi. Dalam menentukan jumlah rata-rata presipitasi
dalam beberapa bagian permukaan bumi, maka faktor-faktor berikut ini, di samping
sirkulasi uap air, adalah penting dalam mengendalikan keragaman ruang presipitasi
(Eagleson, 1970):
Garis lintang
Ketinggian tempat
Jarak dari sumber-sumber air
Posisi di dalam dan ukuran massa tanah benua atau daratan
Arah angin yang umum (menuju atau menjauhi) terhadap sumber-sumber air
Hubungannya dengan deretan gunung
Suhu nisbi tanah dan samudera yang berbatasan

Keragaman waktu presipitasi dapat dipandang baik dalam hubungannya dengan (1)
Rezim-rezim presipitasi (tahunan, musiman atau jangka pendek) maupun dalam
hubungannya dengan (2) Peluang statistik (harga-harga ekstrem, frekuensi presipitasi,
dan lain-lain).

Untuk banyak tujuan, para ahli hidrologi membutuhkan empat unsur berikut ini untuk
mencirikan presipitasi yang jatuh pada suatu titik:
Intensitas : Jumlah presipitasi yang jatuh pada saat tertentu (mm/menit, cm/jam, dan lain-
lain)
Lama hujan : periode presipitasi jatuh (menit, jam, dan lain-lain)
Frekuensi : ini mengacu pada harapan bahwa suatu presipitasi tertentu akan jatuh pada
suatu saat tertentu
Luas areal : luas areal dengan suatu curah hujan yang dapat dianggap sama.

Ukuran Dan Laju Jatuhnya Tetesan Hujan


Tetesan-tetesan hujan menyebabkan pecahnya bongkahan tanah yang besar,
menghancurkannya dan menyebabkan pengangkutan partikel-partikel tanah dengan
percikan dan pencucian (seyhan, 1976d dan Riezebos, 1975). Tiap-tiap tetesan
membawa suatu dampak terhadap tanah dan memindahkan sejumlah energi tertentu.
Energi dapat dihitung dengan:
KE = mv2,
di mana
KE = energi kinetik (erg)
m = merasa hujan atau hujan total (gram)
v = kecepatan akhir tetesan hujan (cm/detik)
Pengukuran Presipitasi
a. . Persyoroton Penakar Hujan
Tujuan utama setiap metode pengukuran presipitasi adalah untuk mendapatkan contoh
yang benar- benar mewakili curah hujan di seluruh kawasan tempat pengukuran
dilakukan WMO (World Meteorological Office), 1970. Karena itu di dalam memasang
suatu penakar presipitasi haruslah dijamin bahwa: 1. Percikan tetesan hujan ke dalam
dan ke luar penampung (Gambar 3.4) harus dicegah 2. Kehilangan air dari reservoir
(Gambar 3.4) oleh penguapan haruslah seminimal mungkin 3. Jika ada, salju haruslah
melebur
Tentunya, pemajanan penakar hujan adalah sangat penting untuk pengukuran yang
benar-benar mewakili. Beberapa persyaratan disajikan di bawah ini:
l. Untuk memperkecil pengaruh turbulensi angin (Larson dan Peck, 1974), tinggi penakar
harus dipertahankan seminimal mungkin. Untuk suatu luas lobang 4 dm2. Sebaliknya,
penakar hujan harus ditetapkan cukup tinggi, agar tidak tertutup oleh salju. Penakar
hujan setinggi tanah harus dilindungi dari gangguan hewan. Untuk perbandingan
pengukuran, semua penakar hujan dalam suatu jaringan haruslah ditempatkan pada
tinggi yang sama.
Bilamana mungkin, mulut penakar haruslah paralel dengan permukaan tanah. Pada
daerah yang berbukit, di mana penakar kerap kali harus ditempatkan di atas bukit,
ketelitian tangkapan penakar yang baku dapat ditingkatkan dengan memiringkarnya
tegak lurus permukaan tanah (lihat Storey dan Hamilton, 1943) atau dengan
menggunakan penakar hujon stereo (Storey dan Hamilton, 1943 dan Sevruk, 1974).
Namun, lokasi pada suatu kemiringan lereng umumnya harus dihindari.
Suatu lokasi yang terlindung dari kekuatan penuh angin harus dipilih. Akan tetapi, obyek di
sekitarnya tidak boleh lebih dekat dengan penakar yang melebihi suatu jarak yang sama dengan
"n" kali (pada umumnya n'_ 4; di Itali n : l0 dan di negeri Belanda n : 2) tinggi penakar
hujan. Suatu cara alternatif adalah dengan membangun perisaiangin di sekitar penakar.
Pemilihan suatu tipe penakar hujan tertentu dan lokasinya di suatu tempat bergantung
pada beberapa faktor. Di antaranya disebutkan di bawah ini (Volker, 1968):
1. Dapat dipercaya (ketelitian pengukuran)
2. Tipe data yang diperlukan (menit, harian, dan lain-lain)
3. Tipe presipitasi yang akan diukur (adanya salju, tebalnya salju)
4. Dapat diperbandingkan dengan penakar hujan lain yang ada
5. Biaya instalasi dan perawatannya 6. Intensitas perawatan
6. Mudahnya perawatan (deteksi kebocoran)
7. Mudahnya pengamatan
8. Gangguan oleh hewan dan manusia.
Sesudah suatu tipe penakar hujan dipilih, maka langkah selanjutnya adalah memutuskan
jumlah minimum penakar yang dibutuhkan untuk suatu kawasan. Pengajuan ini
tergantung pada maksud tujuan penelitian, posisi geografis kawasan tersebut (aspek
iklim mikro seperti pengaruh orografi), dan urbanisasi kawasan tersebut (Gray, 1973).
Tidak ada gunanya untuk membangun suatu stasiun pengamat di suatu kawasan di mana
perkembangan masa depan tidak dapat diharapkan. Sebaliknya, di suatu kawasan tanah-
tanah yang subur disarankan untuk menempatkan suatu penakar hujan untuk
perkembangan irigasi di masa datang. Pertambahan jumlah penakar hujan dengan
bertambahnya kepadatan penduduk ditunjukkan dalam Gambar 3.7. Ini diplotkan (pada
skala log-log) oleh Langbein dengan menggunakan data yang dia kumpulkan di berbagai
bagian dunia. Kurva ini menggambarkan kebutuhan jaringan yang minimum dan
menginterpretasikan kebutuhan yang ada dan tidak untuk masa datang. Menurut
spesifikasi, Kantor Meteorologi Dunia (WMO), kerapatan minimum stasiun pengamat
presipitasi digolongkan dalam tiga tipe kawasan. Joringan sekunder dibangun baik secara
permanen maupun sementara untuk maksud-maksud yang khusus seperti penelitian
kawasan perkotaan, pekerjaan reklamasi masa datang, dan lain-lain. Untuk suatu DAS di
mana tidak ada penakar hujan, tidak ada metode sederhana untuk menentukan jumlah
penakar hujan yang diperlukan. Satu kemungkinan adalah dengan meletakkan suatu
jaringan pilot dan menunggu hingga hasil- hasilnya tersedia untuk analisis.
b. Alat-alat Pengukur Presipitasi
Cara klasik dalam menggolongkan tipe alat-alat pengukur presipitasi didasarkan atas
apakah alat- alat itu merupakan tipe pencatat atau bukan. Penakar hujan pencatat secara
otomatis mengumpulkan datanya pada suatu grafik, pita pelubang, pita magnetik atau
secara elektronik mengirim data ke penerima (komputer, satelit, dan lain-lain). Penakar
hujan bukan pencatat harus dibaca secara berkala (sekali sehari, sekali seminggu, 15 hari,
sebulan atau bahkan setahun sekali). Penakar ini tidak mencatat data dengan cara apa
pun. Hampir semua alat penginderaan jauh merupakan penakar hujan tipe pencatat.
Klasifikasi menurut Seyhan didasarkan atas suatu kombinasi dua pendekatan, yaitu:
l. Penakar hujan bukan pencatat Penakar-penakar hujan bukan pencatat yang disebutkan
di bawah ini semuanya diletakkan di tanah.
Penakar hujan boku (standar): Suatu tipe umum disajikan dalam Gambar 3.4. Diameter
lobang (juga tingginya) beragam di berbagai negara (3,57 inci di Kanada, 5 inci di
Inggris, 8 atau 12 inci di
AS). Suatu luasan 2 hingga 5 dm2 (spesifikasi WMO) ternyata paling sesuai untuk
besarnyalo,pVne. Tinggi penakar hujan beragam sekitar 40 cm (atau lebih, tergantung
pada kedalaman salju).
Penakar hujan penyimpan (atau penjumlah): Penakar ini merupakan penakar hujan baku
dengan kapasitas lebih besar dan digunakan untuk menyimpan presipitasi musiman di
kawasan yang jauh. Semua penakar hujan penyimpan yang dapat dipercaya
diperlengkapi dengan kaca. Untuk menghindari evaporasi (penguapan), selaput minyak
ditambahkan pada reservoir presipitasi. Pada kawasan yang dingin, CaCl, ditambahkan
untuk meleburkan salju.
Penakar hujan searas tanah: Tipe-tipe penakar hujan searas tanah yang berbeda-beda
disajikan dalam Gambar 3.5. Tipe-tipe penakar ini, meskipun lebih mahal dibandingkan
dengan penakar hujan yang baku, mempunyai persentase tangkapan curah hujan yang
tertinggi. Suatu sikat diletakkan di sekelilingnya untuk menghindari percikan tetesan
hujan. Kisi-kisi dipergunakan baik untuk menghindarkan pertumbuhan rumput maupun
memperkecil percikan. Cara pemasangan ini, dari segi ketelitian jumlah curah hujan yang
ditampung, merupakan tipe yang ideal. Tipe yang digunakan di negeri Belanda
mempunyai'luas lobang 4 dmz dan setiap hari dikosongkan.
Penakar Hujan Acuqn lnternasional (International Reference precipitation Gauge):
Karena berbagai negara mempunyai standar stasiun pengamat hujan yang berlainzrn,
maka WMO telah mengembangkan suatu penakar acuan yang disebut IRPG. Penakar ini
<tiusulkan sebagai suatu penakar hujan baku yang dapat digunakan sebagai pembanding
bagi lain-lain penakar hujan yang digunakan diberbagai negara. Penakar ini diambil dari
tipe British Snowdon dengan luas lobang 128 cm2 dan 1 meter di atas tanah dan
ditempatkan di dalam perisai angin tipe Alter. Penggunaan penakar hujan ini di negeri
Belanda, telah menunjukkan bahwa tangkapan curah hujan adalah 6,47" lebih rendah
dibandingkan dengan penakar hujan searas tanah (Volker, 1968).
RADAR (Radio Detecting and Ranging): Alat ini memancarkan gelombang
elektromagnetik (gelombang pendek sepanjang 3-10 cm) dan menerima gelombang yang
dipantulkan dengan suatu antena dan memindahkan suatu citra pada suatu indikator
posisi bidang (Plan-Position Indicator/PPl).
Penakar Hujan Otomatis
Semua penakar hujan otomatik akan mencatat data secara kontinu maupun berkala pada
beberapa macam grafik, pita pelubang, pita magnit, film, sinyal-sinyal listrik, dan lain-
lain. Karena itu, batasan ini berbeda dengan batasan kebanyakan buku-buku teks yang
membri batasan penakar hujan otomatik sebagai penakar yang merekam secara kontinu
saja
Pemantauan hujan di tanah
Penakar hujan otomatik tipe penimbangan : peralatan ini serupa dengan penakar hujan
tipe pelampung. Secara kontinu, berat panic penampang ditambah hujan yang jatuh sejak
pencatatan mulai, dicatat
Penakar hujan otomatik tipe pelampung : alat ini menampung presipitasi ke dalam
penerima dan membawanya kepada suatu ruangan pelampung dimana pelampung akan
naik bila tinggi muka air juga naik.
Penakar hujan otomatis tipe ember-tumpah : dalam alat ini yang juga dikenal sebagai
tilling bucket, air presipitasi mengalir dari penerima kedalam suatu ember yang terdiri
atas dua bagian berbentuk segitiga dan direncanakan dalam kesetimbangan yang tidak
stabil pada suatu ujung pisau
Pengindera jauh : walaupun penakar tersebut merupakan tahap percobaan, penelitian
sedang dilakukan bagi penggunaan tipe pengindera jauh yang berbeda didalam
pemantauan presipitasi
Pemantauan presipitasi dari udara
Kamera : kamera-kamera metric, pemandangan, gelombang banhyhak dan ultraviolet
sedang digunanakan di dalam mengkaji presipitasi. Dengan pengecualian kamera metric
yang telah cukup berhasil, pengkajian dengan semua kamera lain nya berada dalam tahap
percobaan
Penyaring gambar : percobaan-percobaansedang dilakukan dengan penyaring-penyaring
gambar multi spectral dan IRLS (Infra- Red Line Scanners – Penyaring Gambar Garis
Infra Merah ) untuk menentukan esensinya dalam pengkajian-pengkajian presipitasi
Radar : penggunaan pencaran radar dan SLAR sedang dikaji. Keluaran yang tercatat
adalah pita magnetic
Pemantauan presipitasi dari ruang angkasa

Kamera, penyaring gambar multispectral, IRLS,s penyaring gambar gelombang mikro


dan radiometer gelombang mikro juga sedang dikaji pada pelataran ruang angkasa.
Komunikasi satelit merupakan salah satu cara yang paling bermanfaaat di dalam
pemrosesan data presipitasi yang memadai dan cepat.
Tipe-tipe penakar presipitasi lainnya
Hujan salju

Merupakan jumlah saju basah yanf jatuh dalam suatu periode terbatas. Hujan salju ini
dikuantikasi dalam dua cara :
Kedalaman , salju di atas tanah atau lebih baik, kesetaraan airnya dan
Perluasan kawasan penutup salju
Untuk mencirikan kualitas salju, kerapatan salju dan kualitas salju. Rata-rata kerapatan
salju adalah sekitar 0,1 tetapi harga ini dapaat serendah 0,004 untuk salju basah dan
setinggi 0,6 untuk salju yang lama dan sangat mampat. Metode pengamatan penutup
salju yang paling sederhana adalah dengan mencelupkan suatu penggaris pada sejumlah
lokasi dan dengan mendapatkan jeluk rata-rata yang mewakili. Metode-metode yang
umumnya digunakan:
Mengingat aturan kurang lebih 1 cm salju yang jatuh pertama kali setara dengan 1 mm
air (WMO, 1970)
Dengan memasukkan suatu tabung, yang disebut tabung salju ke dalam salju, sampel
onggokan salju ini diambil dan beratnya maupun kandungan airnya ditentukan. Prosedur
ini diulang pada beberapa lokasi dan kesetaraan air rata-rata yang mewakili ditaksir
Untuk pembacaan yang cepat, dapat digunakan penakar hujan yang baku diperlengkapi
dengan system perisai angina dan pemanas
Penakar presipitasi otomatik tipe timbangan dapat digunakan untuk periode-periode
pencatatan yang lebih panjang
Penggunaan RADAR juga sedang dalam pengkajian
Metode radiomteri juga sedang dikembangkan, namun belum digunakan secara luas
Metode isotope radioaktif didasarkan atas pelemahan sinar-sinar gamma dari suatu
sumber bila melewati onggokan salju
Pada metode bantalan-salju digunkaan kasur udara diisi dengan larutan tahan beku dan
dipasang dengan manometer
Yang sangat berharga adalah pengetahuan mengenai luasnya kawasan salju. Foto-foto
udara digunakan secara ekstensif. Pengkajian-pengkajian akhir-akhir ini telah
menunjukkan bahwa seri- seri foto-foto satelit juga sangat bermanfaat
Es : Es dapat timbul pada danau dan sungai dalam berbagi bentuk : es sungguh, srabi,
sauh dan es timbul. Ketebalannya dapt diukur secara konvensional dengan mengambil
sampel Kabut : Perkiraan dilakukan dengan memasang penampung-penampung kabut di
atas penakar hujan yang baku. Penampung terdiri atas silinder penakar kawat d atas mana
tetes-tetes air terbentuk dan mengalir ke dalam penakar hujan
Embun : Tipe presipitasi ini disebabkan oleh kondensasi uap air di udara atau disebabkan
oleh kondensasi uap air yang menguap dari tanah dan bertranspirasi dari tanaman.
Pengukuran embun khususnya di kawasan-kawasan aird, yang mungkin sama besarnya
dengan curah hujan, adalah sangat menarik
Pemrosesan Data Presipitasi : Karakteristik Ruang-Waktu
Penentuan agihan kawasaN
Terdapat beberaoa metode penentuan presipitasi rata-rata di atas suatu kawasan selama
suatu periode tertentu
Rata-rata aritmetik

Ini merupakan metode paling sederhana dan diperoleh dengan menghitung rata-rata
aritmetik dari semua total penakar hujan di suatu kawasan. Metode ini adalah :
Sesuai untuk kawasan-kawasan yang datar
Sesuai untuk DAS-DAS dengan jumlah penakar hujan yang besar yang didistribusikan
secara merata pada lokasi-lokasi yang mewakili
Polygon Thiessen

Dalam metode ini bisector tegak lurus digambar melalui garis-garis lurus yang
menghubungkan penakar-penakar hujan di dekatnya, dengan meninggalkan masing-
masing penakar di tengah-tengah suatu polygon. Metode ini adalah :
Sesuai untuk kawasan-kawasan dengan jarak penakar-penakar presipitasi yang tidak
merata
Memerlukan satisun-stasiun pengamat di dan dekta kawasan tersebut
Penambahan atau pemindahan suatu stasiun pengamat akan mengubah seluruh jaringan
Metode ini tidak memperhitungkan topografi
Polygon dengan tinggi yang dikoreksi

Metode ini mempertimbangkan letak ketinggian, juga distribusi penakar hujan. Garis-
garis tegak lurus digambar, dari garis-garis lurus yang menghubungkan penakar-penakar
hujan yang berdekatan dan titik tengah dipandang dari segi letak ketinggian dan bukan
jarak
Metode isohyet

Metode ini memungkinkan penghitungan presipitasi dengan bantuan isohyet yang


digambarkan pada kawasan tersebut
suatu cara penentuan jeluk rata-rata ini yang baik (karena ketidakteraturan isohiet) adalah
dengan mengambil juga panjang isohiet sebagai pertimbangan.
Hal ini dilakukan sebagai berikut : Ṕ – P
i n
Dimana :
Ṕi = jeluk rata-rata presipitasi di anatar isohiet A dan B
Pn = jeluk isohiet yang lebih rendah (B) r = interval (selang) isohiet
a = panjang isohet yang lebih tingi (A)
b = panjang isohiet yang lebih rendah (B) metode ini:
Merupakan metode yang paling teliti, karena metode ini mempertimbangkan sejumlah
besar faktor-faktor, seperti reief, aspek, dan lain-lain. Metode ini baik untuk pegunugan
Memerlukan keterampilan
Membutuhkan stasiun-stasiun pengamat
Bermanfaat untuk curah hujan yang singkat

Persen metode normal


Presipitasi dinyatakan sebagai persentase prsipitasi rata-rata tahunan atau musiman.
Metode ini baik untuk kawasan-kawasan dengan pengaruh fisiografi yang tegas.

Metode kebalikan kudrat jarak (terbalik)

Metode ini memasang sistem kisi pada kawasan dan menghitung jumlah curah hujan
pada tiap- tiap kisi dengan menjumlahkan hasil kali bobot penakaran-penakaran hujan
didekatnya.

A. Penambahan catatan presipitasi


Penjabaran catatan periode pendek dengan mengganggap bahwa ke dua stasiun tersebut
mempunyai karakteristik yang sama, suatu kurva massa dapat dijabarkan dengan
membandingkan kurva massa stasiun A. intensitas curah hujan (hietograf) dapat
diperoleh dari kurva massa stasiun B.
Kesenjangan pada pencatatan :
Metode nisbah-normal : presipitasi rata-rata tahunan (N) di stasiun A,B,C ,dan D. metode
ini digunakan bila presipitasi rata-rata tahunan pada suatu stasiun berbeda lebih dari 10%
dari presipitasi stasiun dengan catatn yang hilang.
Metode rata-rata aritmetik : jika presipitasi rata-rata tahunan pada suatu stasiun berbeda
lebih dari 10% dari presipitasi stasiun dengan catatn yang hilang, suatu rata- rata
aritmetik presipitasi pad astasiun yang berdekatan dapat diduga untuk stasiun dengan
catatan yang hilang.
Pendugaan tapak : harga presipitasi rata-rata jangka panjang di stasiun tertentu (X) di
mana hanya data i tahun. Sangat tegas dan hanya dapat diterima jik aperubahan tersebut
berlanjut selama periode 5 tahun.
Metode peta isohiet : harga yang hilang dapat diinterpresentasikan dari suatu peta isohiet
Tekni korelasi :metode-metode statistic dapat digunakan untuk menguji homogenitas
dan konsistensi catatan-catatan presipitasi dan menyesuaikan terhadap perubahan.
Penyesuaian stasiun
Teknik kurva massa-rangkap dgunakan untuk menguji homogenitas dan konsistensi
catatan-catatan presipitasi dan menyesuaikan terhada perubahan, perubahan yang besar
dapat disebabkan Karen aperubahan seperti pemindahan stasiun ke titik lainnya yang
berdekatan, pergantian pengamat, penggunanan prosedur pengamatan yang baru,
perubahan dalam pemajaan , dan lain-lain. Ini dilakukan dengan membandingkan dengan
stasiun yang berdekatan (setidaknya 10 yang dianjurkan).
Dalam menggunakanteknik kurva massa-rangkap, dua butir berikut harus juga
dipertimbangkan, yaitu :

Data yang tercatat pada stasiun dasar mungkin juga mengandung ketidak-ajegan.
Disarankan untuk menggunakan uji-t pada tiap –tiap segmen kurva massa ganda untuk
menguji signifikansi ketidak-ajegan.
Perubahan-perubahan sepanjang kurva massa-rangkap harus sangat tegas dan dapat
diterima jika perubahan tersebut berlanjut.
III. KEUNGGULAN BUKU

Buku 1 (Buku Utama)


 Dari segi tampilan buku utama tampilannya atau sampulnya menarik, warnanya
mencolok dan bisa membuat orang yang baru buku tersebut langsung membacanya.
Kertas yang digunakan bagus dan warna pada kertas cangat cocok sehingga nyaman
untuk di baca.
 Dari aspek penjelasan buku 1 menjelaskan dengan singkat dan jelas bisa langsung
dipahami oleh pembacanya. Buku 1 juga memuat soal latihan yang dapat mengasah
kemampuan para pembacanya.
 Dari aspek tata bahasa, kami lebih menyukai penjelasan dari buku 1 karena
kandungan atau isi yang dijelaskan di dalam buku tersebut sangat mudah untuk
dipahami dan dimengerti.
 Dari segi materi di buku utama cara penyelesaiannya lebih banyak menggunakan
teori.

Buku 2 (Buku Pembanding)


 Kertas yang digunakan bagus dan warna pada kertas sangat cocok sehingga nyaman
untuk di baca.
 Dari aspek penjelasan buku 2 menjelaskan dengan sangat jelas memiliki banyak sub
bab sehingga banyak kajian yang harus di jelaskan.
 Dari aspek tata bahasa, buku 2 dapat dimengerti dengan baik sehingga mudah untuk
memahami materi yang dijabarkan.
IV. KELEMAHAN BUKU

Buku 1 (Buku Utama)


 Tulisan huruf pada buku terlalu kecil.
 Dari segi aspek penjelasan buku pada buku 1 tidak memuat banyak sub-sub bab.
 Dari segi materi pada buku ke 2 kurang menggunakan grafik.

Buku 2 (Buku Pembanding)


 Dari segi tanpilan pada buku 2 cover yang digunakan kurang menarik sehingga para
pembaca kurang tertarik untuk membacanya.
 Dari aspek penjelasan buku 2 tidak memuat soal latihan sehingga para pembaca tidak
dapat mengasah kemampuan mereka.
 Dari segi tata bahasa pada buku 2 terdapat kata yang kurang dimengerti sehingga
para pembaca tidak dapat memahami materi denagn singkat. Dari penggunaan
bahasa yang kurang di mengerti contohya ketidak-ajegan, mintakat kapiler.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Dari kedua buku yang kami review dapat kami simpulkan bahwa presipitasi adalah
turunnya air dari atmosfer ke permukaan bumi dan dalam bentuk yang berbeda, yaitu
hujan di iklim tropis dan human dan salju di iklim sedang. Pada kedua buku terdapat
kesamaan pada sub bab yang membahas mengenai pengukuran hujan. Pada buku 1 kita
akan menemukan sub bab yang membahas mengenai pengertian, pengukuran hujan,
analisa hujan dan kriging. Sedangkan pada buku 2 labih menjelaskan mengenai tipe,
keragaman, ukuran, dan pengukuran presipitasi.

Saran
Menurut kami buku 2 lebih menonjol dibandingjan buku 1 karena dalam pembahasannya
lebih banyak memuat materi tentang presipitasi sedangjan pada buku 1 Tidak memuat
banyak materi sehingga jika di lihat materi pada buku 1 juga terdapat pada buku 2. Maka
kami menyarankan buku 2 dapat digunakan sebagai buku uatama.
KEPUSTAKAAN

Seyhan, dkk, 1995, Dasar – Dasar Hidrologi, Yogyakarta, GaJah Mada University Press
Sri, Hart Br, 1993, Anlisa Hidrologi, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai