Dosen Pembimbing
Nasrez Akhir,. Dr.Ir.MS,
Disusun Oleh :
Nesa Aqilla
2010211024
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat
membuat tulisan ilmiah yang berjudul “Pentingnya Mengetahui Pola Hujan Dalam Kegiatan
Pertanian” sehingga tulisan ilmiah ini dapat disusun sesuai dengan harapan walaupun makalah
ini jauh dari sempurna.
Tugas membuat tulisan ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan kerjasama
dengan pihak lain. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terimakasih
kepada pihak-pihak yang telah membimbing dan memberikan petunjuk arahan dalam
menyelesaikan makalah ini. Yang terhormat :
1. Kepada kedua orang tua penulis
2. Bapak Nasrez Akhir,. Dr.Ir.MS, selaku dosen pembimbing mata kuliah
Agroklimatologi
Akhir kata, semoga segala bantuan yang telah diberikan pihak di atas menjadi amalan yang
bermanfaat dan mendapatkan balasan dari Allah SWT dan makalah ini menjadi informasi
bermanfaat bagi pembaca atau pihak lain yang membutuhkan.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB IV PENUTUP
4.2 Saran............................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Hujan adalah bentuk air cair dan padat (es) yang jatuh ke permukaan bumi. Meskipun
kabut, embun, dan embun beku dapat berperan dalam perpindahan uap air dari atmosfer ke
permukaan bumi, unsur-unsur tersebut tidak dianggap sebagai sedimen (Tjasyono, 1999).
Produksi uap air dan awan hujan akan mempengaruhi curah hujan, yang akan turun di bawah
level normal dalam satu musim atau dalam jangka waktu yang lama, yang akan mengurangi
pasokan air permukaan dan air tanah. Kekurangan air permukaan dan airtanah akan
mempengaruhi kebutuhan air bagi organisme, sehingga merusak fungsi hidrologi lingkungan
yang dianggap sebagai salah satu faktor pendukung kelangsungan hidup organisme.
Air hujan berperan penting dalam siklus hidrologi. Air dari laut menguap dan menjadi
lapisan awan, yang berkumpul menjadi lapisan awan keruh, dan kemudian jatuh kembali ke
bumi bersama hujan, dan akhirnya kembali ke laut melalui sungai dan sungai, di mana ia
berulang kali didaur ulang.
Dua pertiga dari bumi kita berisi air, dan sisanya adalah daratan. Air disimpan di
banyak wadah, seperti samudra, samudra, sungai, dan danau. Air yang terkandung dalam
berbagai wadah ini akan mengalami penguapan atau penguapan dengan bantuan sinar
matahari. Air di permukaan daun tanaman atau tanah. Proses penguapan air dari tumbuhan
disebut transpirasi. Kemudian uap air akan mengalami proses kondensasi atau pemadatan dan
akhirnya menjadi awan. Dengan bantuan hembusan angin, awan akan bergerak secara
vertikal atau horizontal ke tempat yang berbeda. Gerakan angin vertikal ke atas menyebabkan
awan-awan berkumpul. Pergerakan angin ini membuat awan lebih besar dan saling tumpang
tindih. Akhirnya, awan membawanya ke dalam suasana yang sejuk. Di sinilah tetesan air dan
es mulai terbentuk. Dengan berjalannya waktu, angin tidak dapat lagi menopang berat gugus
awan tersebut, dan akhirnya gugus awan yang sudah mengandung air mengalami proses
pengendapan atau hujan, hujan es, dan lain-lain, jatuh ke bumi. Beginilah cara hujan.
Ada dua teori tentang pembentukan curah hujan, yaitu teori Bergeron dan teori tabrakan
dan penyatuan.
1. Teori Bergeron,
Teori ini berlaku untuk awan dingin (di bawah 0 ° C) yang terdiri dari kristal es dan
air dingin supernatural (air yang suhunya di bawah 0 ° C tetapi belum membeku).
Peristiwa ini biasanya terjadi di awan kumulus, yang tumbuh menjadi awan
kumulonimbus dengan puncak awan di bawah titik beku
2. Teori Tabrakan dan penyatuan
Menurut teori ini, partikel awan hanya dihasilkan dari air. Curah hujan terjadi
menurut perbedaan kecepatan turun antara titik-titik hujan dengan ukuran yang
berbeda. Tetesan air yang lebih besar akan memiliki kecepatan tetesan yang lebih
cepat daripada tetesan air yang lebih kecil. Ini terutama terjadi di daerah tropis tropis
yang panas dan berkembang pesat.
Jarak dari sumber air, Semakin dekat suatu tempat ke laut, semakin tinggi
curah hujan. Ini karena awan yang terkondensasi akan mencair sebelum
mencapai tempat yang jauh dari lautan
Perbedaan suhu tanah dan air, Jika suhu tanah atau lahan lebih tinggi dari suhu
air maka akan sering terjadi hujan di dalam air, begitu pula sebaliknya.
Arah angin, Angin berperan dalam memindahkan awan dari satu tempat ke
tempat lain. Area dengan angin lemah cenderung tidak turun hujan
Topografi, Jika lokasinya lebih tinggi, maka curah hujan sedikit di lokasi
tersebut. Ini karena ketinggian mempengaruhi suhu.
Garis Lintang, Daerah yang paling banyak hujannya adalah lintang rendah atau
daerah dekat khatulistiwa. Semakin jauh dari khatulistiwa, semakin sedikit
curah hujan.
Luas daratan, semakin besar luas daratannya, semakin sedikit atau semakin
rendah curah hujan di daerah tersebut
Deretan pegunungan, Pegunungan merupakan penghalang awan untuk
menjangkau daerah di luar pegunungan. Jika awan mencapai pegunungan,
awan tersebut akan terus naik dan tidak akan berhenti hingga bisa melewati
pegunungan tersebut. Oleh karena itu, curah hujan sangat sedikit di sekitar
pegunungan.
BAB III
PEMBAHASAN
Menurut pola umum kejadiannya, curah hujan di Indonesia dibedakan menjadi tiga
jenis, yaitu ekuator, monsun dan parsial. Jenis curah hujan ekuatorial, proses terjadinya
berkaitan dengan pergerakan yang menyatu ke utara dan selatan dengan pergerakan matahari
yang jelas, sedangkan jenis monsun lebih dipengaruhi oleh monsun (monsun barat), dan tipe
lokalnya adalah dipengaruhi oleh kondisi lingkungan fisik setempat Lebih besar, yaitu
terdapat bentangan perairan sebagai sumber penguapan dan pegunungan atau pegunungan
sebagai tempat pengumpulan dan penyimpanan air hujan.
1. Tipe Ekuatorial
Pola ini terkait dengan zona konvergen yang bergerak ke selatan dan utara setelah
matahari bergerak secara signifikan. Zona konvergensi adalah kumpulan dua massa udara
(angin) dari dua belahan, kemudian udara bergerak ke atas. Proses di mana angin bergerak
sedikit lalu ke atas disebut konvergensi, dan tempat terjadinya konvergensi disebut daerah
konvergensi. Letaknya relatif sempit, pada lintang rendah disebut Tropical Convergence
Zone (ITCZ) atau Tropical Convergence Zone (DKAT). ITCZ disebut juga garis ekuator atau
ekuator (Subarna, 2002: 45)
2. Tipe Munson
Curah hujan di Indonesia dipengaruhi oleh musim hujan yang dipengaruhi oleh
pergantian baterai tegangan tinggi dan tegangan rendah di benua Asia dan Australia. Di
belahan bumi utara dari Januari hingga Februari (DJF), sel bertekanan tinggi muncul di benua
Asia akibat musim dingin, sedangkan di belahan bumi selatan, musim panas terjadi pada
waktu yang bersamaan, mengakibatkan baterai bertegangan rendah di benua Australia.
Akibat adanya perbedaan tekanan udara antara dua benua, pada saat DJF terjadi angin bertiup
dari tekanan tinggi di Asia ke tekanan rendah di Australia, disebut angin muson barat atau
monsun barat laut.
Monsun barat biasanya lebih basah dan lebih banyak hujan daripada monsun timur.
Perbedaan curah hujan yang disebabkan oleh kedua monsun tersebut disebabkan oleh
perbedaan karakteristik saturasi kedua massa udara tersebut (angin). Pada monsun timur
aliran udara bergerak jarak pendek di atas laut, sedangkan pada monsun barat aliran udara
bergerak jarak jauh di atas laut sehingga massa udara pada monsun barat lebih banyak
mengandung uap air dan menyebabkan curah hujan yang banyak.
Jenis curah hujan lokal dicirikan oleh tingkat pengaruh kondisi lokal, yaitu
keberadaan pegunungan, lautan, dan lanskap perairan lainnya, serta terjadinya pemanasan
lokal yang kuat. Faktor pembentuknya adalah meningkatnya aliran udara ke dataran tinggi
atau daerah pegunungan karena pemanasan lokal yang kuat. Jenis curah hujan ini terutama
terjadi di beberapa bagian Maluku, Papua dan Sulawesi. Jenis curah hujan ini hanya terjadi
sekali dalam setahun, curah hujan maksimum bulanan, dan tampaknya ada beberapa bulan
kering yang bertepatan dengan hembusan angin musim barat.
Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat bergantung pada kondisi cuaca. Hal
ini sesuai dengan beberapa penelitian (Ida et al., 2015) bahwa petani di daerah kering akan
mengalami kekeringan yang dapat menyebabkan gagal panen. Demikian pula, petani di
daerah basah akan mengalami banjir dan juga berpeluang mengalami gagal panen. Kegagalan
panen yang terjadi mengindikasikan penurunan produktivitas pertanian.
Petani dapat menyesuaikan jadwal tanam tanaman padi atau mengganti tanaman
dengan tanaman yang sesuai dengan iklim saat ini. Rendahnya panen tanaman di daerah ini
biasanya disebabkan oleh distribusi curah hujan yang tidak merata di daerah tersebut,
sehingga perlu pengairan yang baik pada saat tanam, namun karena curah hujan yang rendah
maka akan mempengaruhi waktu tanam. Oleh karena itu, perlu kerja keras untuk memahami
perilaku curah hujan, dan data curah hujan juga diperlukan saat menentukan jadwal tanam,
agar tahapan kunci tidak jatuh pada saat musim hujan yang kurang.
Selain intensitas curah hujan yang tinggi yang berdampak signifikan terhadap
produktivitas pertanian, curah hujan yang sangat rendah juga dapat berdampak negatif pada
sektor pertanian. Curah hujan yang rendah dapat membuat lahan pertanian sulit untuk diairi.
Tanaman padi akan kehilangan nutrisi, dan beberapa organisme dapat berkembang biak
dengan baik pada kondisi curah hujan rendah. Oleh karena itu, sangat penting untuk
menentukan jadwal dan cara tanam di lahan kering. Hingga saat ini petani masih mengatur
jadwal dan pola tanam berdasarkan kebiasaan yang berkurang, seperti bulan dan terjadinya
curah hujan. Penentuan ini dapat menyebabkan metode tanam yang tidak memuaskan dan
sering kali menimbulkan risiko gagal panen karena salah prediksi. Untuk menghindari situasi
tersebut, diperlukan informasi yang akurat tentang karakteristik atau pola curah hujan di
suatu wilayah tertentu.
Namun, jika curah hujan terlalu tinggi dapat menyebabkan banjir, gagal panen, dan
kerusakan infrastruktur akibat akumulasi curah hujan yang tidak dapat ditampung, yang tidak
mungkin dilakukan. Ada juga potensi ancaman kekeringan di daerah yang jarang hujan.
Kondisi kekeringan membuat daerah tersebut kering dan kering, sehingga bagian yang
terparah akan menjadi daerah gurun pasir tanpa curah hujan sama sekali.
Curah hujan selalu dinyatakan dalam milimeter atau inci. Namun di Indonesia, satuan
curah hujan yang digunakan adalah milimeter (mm). Curah hujan ditampung di tempat yang
datar, tidak menguap, tidak tenggelam dan tidak mengalir pada ketinggian air hujan. 1 (satu)
milimeter curah hujan berarti 1 milimeter air ditampung atau 1 liter air ditampung pada lahan
seluas 1 meter persegi di tempat yang datar. Sedangkan intensitas curah hujan adalah curah
hujan per satuan dalam kurun waktu tertentu. Jika intensitasnya tinggi, berarti hujan deras
yang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan banjir, longsor, dan dampak buruk pada
tanaman.
Pengamatan cuaca dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengamatan cuaca langsung
atau pengamatan berdasarkan stasiun cuaca, dan pengamatan cuaca tidak langsung atau
pengamatan cuaca berdasarkan penginderaan jauh (seperti satelit). Pengamatan cuaca atau
pengukuran elemen cuaca dapat dilakukan di lokasi yang disebut stasiun cuaca. Menurut
tujuan pengamatan, stasiun cuaca dapat dibagi menjadi setidaknya empat kelompok,
termasuk stasiun air hujan.
Informasi untuk menganalisis data curah hujan tahunan dapat diperoleh dari satelit
Dinas PSDA dan TRMM. Analisis data ini dilakukan terhadap kondisi observasi di daerah
yang pencatatan datanya cukup lengkap. Proses melakukan analisis ini adalah sebagai
berikut:
1. Korelasi Data antara data PSDA dan satelit TRMM dengan menggunakan software
MATLAB
2. Analisis pola curah hujan antara data PSDA dan satelit TRMM dengan menggunakan
software MATLAB.
3. Analisis intesitas curah hujan antara data PSDA dan satelit TRMM dengan
menggunakan software MATLAB.
Cara lain untuk memperoleh data curah hujan dapat dilakukan dengan pencatatan data
harian, harian atau bulanan dan triwulanan, sehingga keakuratan data curah hujan dapat lebih
mendekati kebenaran prakiraan cuaca, sehingga dapat memberikan informasi kebutuhan
penerbangan dan kelautan yang relevan. Dalam hal transportasi pertanian, perlu
dikembangkan lahan dan menentukan penanaman dan komoditas yang sesuai agar berhasil.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Curah hujan di Indonesia dapat dibedakan menjadi 3 tipe, yakni tipe
ekuatorial, tipe monsun, dan tipe lokal. Tipe curah hujan ekuatorial proses
terjadinya berhubungan dengan pergerakan zona konvergensi ke arah utara
dan selatan mengikuti pergerakan semu matahari, sedangkan tipe monsun
lebih dipengaruhi oleh adanya tiupan angin musim (Angin Musim Barat),
dan tipe lokal lebih dipengaruhi oleh kondisi lingkungan fisik setempat,
yakni adanya bentang perairan sebagai sumber penguapan dan pegunungan
atau gunung-gunung yang tinggi sebagai daerah tangkapan hujan.
2. Mengetahui pola curah hujan dalam kegiatan pertanian penting agar dapat
menyesuaikan jadwal tanam menghindari kegagalan panen suatu tanaman
yang disebabkan karena pembagian curah hujan di daerah tersebut tidak
merata. Oleh karena itu perlu usaha untuk memahami tingkah laku hujan
serta diperlukan juga data curah hujan dalam menentukan jadwal tanam agar
fase kritis tidak jatuh pada musim kurang hujan
3. Menganalisis data curah hujan selama setahun penuh dapat diperoleh dari
Dinas PSDA dan satelit TRMM apabila memiliki rekaman data cukup
lengkap. Cara lain untuk mendapatkan data curah hujan bisa dilakukan
dengan pencatatan harian, dasa harian maupun bulanan dan tiga bulanan
sehingga akurasi data curah hujan bisa mendekati kebenaran ramalan cuaca
untuk memberikan informasi keperluan bidang transportasi udara, kelautan
dan bidang
4.2 Saran
Sebagai penulis, saya menyadari bahwa karya ilmiah ini memiliki banyak
kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Tentunya penulis akan terus
menyempurnakan tulisan ini dengan mengutip informasi yang dapat dipercaya
dikemudian hari. Oleh karena itu, penulis sangat berharap kritik dan saran untuk
pembahasan karya tulis ilmiah tersebut di atas.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.zenius.net/prologmateri/geografi/a/935/curahhujan
Dwiratna N., Nawawi G., Asdak C. 2013. Analisis Curah Hujan dan Aplikasinya dalam
Penetapan dan Pola Tanam Pertanian Lahan Kering di Kabupaten Bandung. Jurnal
Faradiba, 2018. Prediksi Curah Hujan Bulanan Menggunakan Model ARIMA Musiman.
Faradiba, 2020. “Analisis Pola Curah Hujan Terhadap Produktifitas Tanaman Padi Sawahdi
I Made Putra (2019). Informasi Cuaca Dan Iklim Sangat Membantu Usaha Pertanian. diakses
http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/59115/INFORMASI-CUACA-DAN-
IKLIM-SANGAT-MEMBANTU-USAHA-PERTANIAN-/
Ishak, Ishak. "Dampak Curah Hujan Terhadap Produktivitas Tanaman Padi Sawah Pada
Mardawilis., Ritonga, Ermisari. 2016. Pengaruh Curah Hujan Terhadap Produksi Tanaman
Maulidani, Sri, Nasrul Ihsan, and Sulistiawaty Sulistiawaty. "Analisis Pola Dan Intensitas
Curah Hujan Berdasakan Data Observasi Dan Satelit Tropical Rainfall Measuring
Missions (Trmm) 3b42 V7 Di Makassar." Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika 11.1
(2015): 319190.
Mustaqim, Haris, and H. Yuli Priyana. Analisis Curah Hujan Untuk Kekeringan
Redaksi Ilmu Geografi. Jenis Jenis Hujan dan Bentuk Hujan. Diakses pada 3 Maret 2021
Tukidi, (2010). “Karakter Curah Hujan Di Indonesia” Jurusan Geografi Fis Unnes. Vol 7 No