AGROKLIMATOLOGI
“ANALISA CURAH HUJAN WILAYAH”
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Agroklimatologi
Disusun oleh:
Nama : Suria Paloh
NIM : 4442210007
Kelas : IF
JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadhirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya serta memberikan kelancaran kepada penulis dalam
menyelesaikan praktikum pada mata kuliah Agroklimatologi dengan judul
“Analisa Curah Hujan Wilayah”.
Dalam rangka memenuhi tugas praktikum Agroklimatologi, penulis
menyusun laporan praktikum ini untuk menghitung dan menganalisis curah hujan
wilayah. Dalam hasil praktikum ini penulis mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Yayu
Romdhonah, S.TP., M.Si., P.hD, Ibu Dr. Dewi Firnia, S.P., M.P dan Ibu Endang
Sulistyorini, S.P.,M.Si. selaku dosen pengampu mata kuliah Agroklimatologi
yang sudah memberi arahan terkait praktikum ini. Saudari Mia Khaerunisa dan
Putri Khalifah selaku Asisten Praktikum Agroklimatologi kelas 1F yang sudah
membantu dalam berjalannya praktikum ini.
Dalam penyusunan hasil praktikum ini, penulis menyadari masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan untuk kesempurnaan laporan ini. Harapan penulis semoga
laporan ini dapat memberikan pengetahuan tambahan tentang cara menentukan
curah hujan pada suatu wilayah.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Tujuan.....................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Hidrologi.....................................................................3
2.2 Curah Hujan...........................................................................................4
2.3 Curah Hujan Wilayah.............................................................................5
2.4 Penentuan Curah Hujan Wilayah....................................................7
2.4.1 Metode Poligon Thiessen.............................................................7
2.4.2 Metode Isohit...............................................................................8
2.4.3 Metode Rerata Aritmatik (Aljabar)..............................................9
2.5 Hubungan Hujan Wilayah dengan Irigasi dan Drainase......................10
BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat...............................................................................12
3.3 Cara Kerja.............................................................................................12
3.4 Analisis Data........................................................................................12
3.4.1 Metode Poligon Thiessen...........................................................12
3.4.2 Metode Isohit..............................................................................13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil.....................................................................................................14
4.2 Pembahasan..........................................................................................14
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan...............................................................................................21
5.2 Saran.....................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................22
LAMPIRAN
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Adapun tujuan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut.
1. Menentukan curah hujan wilayah
2. Mempelajari hubungan curah hujan dengan rencana kegiatan irigasi dan
drainase
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Hampir semua kegiatan pengembangan sumber daya air memerlukan
informasi hidrologi untuk dasar perencanaan dan perancangan, salah satu
informasi hidrologi yang penting adalah data hujan. Data hujan ini dapat terdiri
dari data hujan harian, bulanan dan tahunan. Pengumpulan dan pengolahan data
hujan ini diharapkan dapat menyajikan data hujan yang akurat, menerus dan
berkelanjutan sesuai dengan kondisi lapangan, tersusun dalam sistem database,
data menyediakan data/informasi hidrologi yang tepat sesuai dengan kebutuhan
(Handoko, 2003).
4
Definisi curah hujan dibatasi sebagai tinggi air hujan yang diterima oleh
permukaan sebelum mengalami aliran permukaan, evaporasi, dan perembesan ke
dalam tanah. Pengukuran curah hujan pada tiap stasiun pengamatan hujan akan
menghasilkan nilai curah hujan titik yang dianggap mewakili nilai curah hujan
untuk radius tertentu yang bergantung dari letak stasiun, topografi wilayah dan
sebaran (tipe) hujan pada wilayah tersebut. Daerah yang berbukit-bukit
memerlukan stasiun yang lebih rapat daripada daerah yang datar, karena daerah
belakang angin tidak dapat diwakili oleh daerah hadap angin (Utaya, 2013).
Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama
periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi milimeter (mm) di atas
permukaan horizontal. Curah hujan juga dapat diartikan sebagai ketinggian air
hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap dan
tidak mengalir. Hujan adalah peristiwa jatuhnya cairan (air) dari atmosfer ke
permukaan bumi. Hujan merupakan salah satu komponen input dalam suatu
proses dan menjadi faktor pengontrol yang mudah diamati dalam siklus hidrologi
pada suatu kawasan (DAS). Peran hujan sangat menentukan proses yang akan
terjadi dalam suatu kawasan dalam kerangka satu sistem hidrologi dan
mempengaruhi proses yang terjadi didalam-Nya (Bayong, 2004).
5
titik yang dicatat pada alat penakar hujan dipergunakan untuk menentukan
besarnya curah hujan wilayah, baik untuk basis harian, bulanan, maupun tahunan
(Indarto, 2012).
Untuk menunjang rancangan pekerjaan irigasi dan drainase serta
pengontrolan banjir, maka jumlah air yang mengalir perlu diketahui secara pasti.
Jika mungkin, jumlah tersebut dapat langsung diukur. Tetapi jika tidak, harus
digunakan cara lain, yaitu secara tidak langsung dengan memperhitungkan data-
data curah hujan yang ada (Indarto, 2012).
Intensitas curah hujan adalah jumlah curah hujan dalam suatu satuan waktu
tertentu, yang biasanya dinyatakan dalam mm/jam, mm/hari, mm/tahun, dan
sebagainya; yang berturut-turut sering disebut hujan jam-jaman, harian, tahunan,
dan sebagainya. Biasanya data yang sering digunakan untuk analisis adalah nilai
maksimum, minimum dan nilai rata-ratanya. Cara Perhitungan Curah Hujan
Daerah, Curah hujan yang diperlukan untuk menyusun suatu rancangan
pemanfaatan air adalah curah hujan rata-rata di daerah yang bersangkutan, bukan
hanya pada satu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah atau
daerah dan dinyatakan dalam mm. Cara-cara perhitungan curah hujan daerah dari
pengamatan curah hujan di beberapa pos stasiun hujan adalah sebagai berikut: a)
Cara Rata-rata Aljabar b) Cara Poligon Thiessen c) Metode Isohit d) Jaringan
Pengukuran Hujan (Dwirani, 2019).
Jumlah curah hujan yang jatuh pada suatu periode dinyatakan dalam satuan
ketinggian (mm, inci, dsb.) dan mencakup pada satu bidang horizontal dengan
luas tertentu. Data curah hujan ini sering juga dipakai untuk memperkirakan besar
curah hujan yang jatuh di daerah sekitarnya. Akan tetapi jika daerah yang
mewakili makin luas, maka angka perkiraan akan memiliki kesalahan yang lebih
besar. Karena secara statistik data curah hujan bervariasi menurut waktu dan
ruang, maka dalam menganalisis frekuensi terjadinya curah hujan harus
memperhatikan dimensi ruang dan waktu tersebut (Indarto, 2012).
Stasiun penakar hujan hanya memberikan kedalaman hujan di titik dimana
stasiun berada, sehingga hujan pada suatu luasan harus diperkirakan dari titik
pengukuran tersebut. Apabila pada suatu daerah terdapat lebih dari stasiun
pengukuran yang ditempatkan secara terpencar, hujan yang tercatat di masing-
6
masing stasiun dapat tidak sama. Dalam analisis klimatologi sering diperlukan
untuk menentukan hujan rerata pada daerah tersebut, yang dapat dilakukan dengan
tiga metode (Triatmodjo, 2008).
7
dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh dari tiap stasiun
(Triadmodjo, 2008). Perhitungan poligon thiessen seperti pada persamaan 3.2
seperti dibawah ini.
A 1. P 1+ A 2. P 2+ A 3. P 3+ …+ An. Pn
P= .................................... (3.1)
A 1+ A 2+ A 3+…+ An
Dengan:
P : Hujan rerata kawasan
P1, P2, ..., Pn : Hujan pada stasiun
1, 2,.., n A1,A2, ..., An : Luas daerah stasiun 1,2,..., n
N : Jumlah stasiun penakar
8
A1, A2,...,An : Luas areal poligon
1, 2, ..., n, n+1 A1, A2,..., A3 : Luas daerah yang dibatasi oleh isohit ke 1
dan 2, 2 dan 3,..., n dan n+1
Atau
n
S Ai . Pi
i =1
P=
AT
Keterangan:
P = rerata hujan wilayah
Ai = luas area antara dua isohit
Pi = curah hujan antara dua isohit
AT = luas area total
n = jumlah dua isohit
9
P 1+ P 2+ P 3+…+ Pn
P= .................................................... (3.3)
n
Keterangan:
P : Hujan rerata kawasan
P1, p2, p3,.....,pn : Hujan di stasiun 1, 2, 3, ..., n
n : Jumlah stasiun
10
parit, sementara untuk bawah tanah disebut gorong-gorong di bawah tanah
(Jumin, 2002).
Irigasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan
pertanian. Dalam dunia modern, saat ini sudah banyak model irigasi yang dapat
dilakukan manusia. Pada zaman dahulu, jika persediaan air melimpah karena
tempat yang dekat dengan sungai atau sumber mata air, maka irigasi dilakukan
dengan mengalirkan air tersebut ke lahan pertanian (Indarto, 2012).
Drainase atau pengatusan adalah pembuangan massa air secara alami atau
buatan dari permukaan atau bawah permukaan dari suatu tempat. Pembuangan ini
dapat dilakukan dengan mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan
air. Irigasi dan drainase merupakan bagian penting dalam penataan sistem
penyediaan air di bidang pertanian maupun tata ruang. Saluran drainase sering
kali dirujuk sebagai drainase saja karena secara teknis hampir semua drainase
terkait dengan pembuatan saluran. Saluran drainase permukaan biasanya berupa
parit, sementara untuk bawah tanah disebut gorong-gorong di bawah tanah
(Jumin, 2002).
11
BAB III
METODE PRAKTIKUM
12
yang merupakan batas wilayah yang dipengaruhi oleh penukar tersebut. Luas
poligon dihitung dengan menggunakan planimeter.
A1.P1 + A2.P2 + .............. + An.Pn
P =
AT
P = rerata hujan wilayah
A1, A2, ......... An = luas areal poligon
P1, P2, ........... Pn = curah hujan di masing-masing stasiun penakar.
n = jumlah stasiun penakar
AT = luas areal total
3.4.2 Metode Isohit
Lokasi stasiun hujan dan besarnya curah hujan diplot pada sebuah peta.
Pada peta ini dapat dibuat garis kontur yang menghubungkan tempat-tempat
yang mempunyai ketinggian / ketebalan hujan yang sama (isohit). Caranya:
(1) hubungkan masing-masing stasiun terdekat dengan garis lurus, (2)
tentukan titik-titik pada garis tersebut yang mempunyai ketebalan hujan yang
sama (dengan skala proporsional antara dua stasiun), (3) tarik garis yang
menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketebalan hujan yang sama
besarnya (isohit), (4) tehalnya hujan rerata antara dua isohit dihitung dengan
membagi dua jumlahan nilai isohit berdekatan, dan (5) luas antara dua isohit
dihitung menggunakan planimeter.
n
S Ai . Pi
i =1
P=
AT
P = rerata hujan wilayah
Ai = luas area antara dua isohit
Pi = curah hujan antara dua isohit
AT = luas area total
n = jumlah dua isohit
13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Metode Poligon dan Isohit
Polygon Isohit
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini tentang analisa curah hujan wilayah. Sebelum
dilaksanakannya praktikum ini asisten praktikum memberikan modul sebagai
bahan bacaan sebelum dilakukan pertemuan praktikum dan Pre-test lalu setiap
mahasiswa mempelajari mengenai peralatan Agroklimatologi secara individu dan
nantinya akan dijelaskan kembali pada saat pertemuan praktikum guna mahasiswa
dapat memahami lebih dalam materinya.
Curah hujan atau yang sering disebut presipitasi dapat diartikan jumlah air
hujan yang turun di daerah tertentu dalam satuan waktu tertentu Jumlah curah
hujan merupakan volume air yang terkumpul di permukaan bidang datar dalam
suatu periode tertentu (harian, mingguan, bulanan, atau tahunan). Curah hujan
dapat diukur dengan alat pengukur curah hujan yang biasanya ada pada stasiun
klimatologi. Hal ini didukung oleh pendapat Bayong (2010), Curah hujan dibatasi
sebagai tinggi air hujan yang diterima oleh permukaan sebelum mengalami aliran
14
permukaan, evaporasi, dan perembesan ke dalam tanah. Dan juga pendapat
Triadmojo (2008), Curah hujan yaitu merupakan ketinggian air hujan yang
terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak
mengalir. Curah hujan dapat diukur menggunakan alat ombrometer.
Setiap wilayah memiliki intensitas, penyebaran, serta kedalaman hujan
berbeda dan tidak merata, sehingga pola penempatan dan penyebaran stasiun
pencatatan curah hujan harus tepat supaya memberikan data yang mewakili lokasi
dimana stasiun tersebut berada. Ditambahkan oleh Handayani (2012) Data hujan
yang diperoleh dari pengukuran alat penakar hujan merupakan hujan yang terjadi
hanya pada satu tempat atau titik saja (point rainfall) namun untuk kawasan yang
luas, satu penakar hujan belum tentu dapat menggambarkan hujan wilayah
tersebut, angka perkiraan akan memiliki kesalahan yang lebih besar, karena secara
statistik data curah hujan bervariasi menurut waktu dan ruang, maka dalam
menganalisis frekuensi terjadinya curah hujan harus memperhatikan dimensi
ruang dan waktu tersebut.
Mula- mula disiapkan peta curah hujan suatu wilayah dan dibuat areal
tersebut pada kertas milimeterblock sejumlah 2 lembar untuk metode poligon
thiessen dan isohit dengan skala 1 : 100.000. Peta yang digunakan keduanya sama
namun dalam menentukan luas stasiun dan tinggi hujan ini berbeda karena
penarikan garis dilakukan sesuai metode masing-masing. Untuk menentukan luas
stasiun, dilakukan dengan cara menghitung jumlah kotak-kotak yang ada pada
masing-masing stasiun mulai dari kotak besar hingga kecil. Setiap kotak besar
pada milimeterblock memiliki luas yang terdiri dari 100 kotak kecil dalam satuan
milimeter.
Pengukuran ini dilakukan perhitungan curah hujan wilayah dengan
metode poligon thiessen, yaitu luas poligon yang telah diukur dikalikan dengan
kedalaman hujan di stasiun yang berada di dalam poligon. Metode poligon
Thiessen dapat diaplikasikan pada berbagai medan lapangan dengan
mempertimbangkan luas daerah. Hal ini sampaikan oleh Pengki et al. (2020),
Metode poligon thiessen dilakukan dengan memperhitungkan bobot dari masing-
masing stasiun yang mewakili luasan di sekitarnya. Sedangkan metode isohit
menghubungkan garis titik-titik dengan kedalaman hujan yang sama. Dengan
15
mengetahui data hujan maka dapat dilakukan perencanaan bangunan air, drainase,
erosivitas lahan maupun bahaya longsor. Menurut Ningsih (2012), Rata-rata
terbobot (weighted average), masing-masing stasiun hujan ditentukan luas daerah
pengaruhnya berdasarkan poligon yang dibentuk (menggambarkan garis-garis
sumbu pada garis-garis penghubung antara dua stasiun hujan yang berdekatan).
Cara ini diperoleh dengan membuat poligon yang memotong tegak lurus pada
tengah-tengah garis penghubung dua stasiun hujan. Dengan demikian tiap stasiun
penakar Rn akan terletak pada suatu poligon tertentu An. Dengan menghitung
perbandingan luas untuk setiap stasiun yang besarnya = An/A, untuk A adalah
luas daerah penampungan atau jumlah garis yang dibuat tidak boleh ada tiap titik
hanya terdapat pada satu poligon yang berpotongan satu sama lain.
Pada metode poligon thiessen memberikan hasil yang lebih akurat daripada
metode lain. Berdasarkan tabel bagian metode poligon Thiessen di atas, tabel
tersebut merupakan hasil analisis curah hujan dengan menggunakan metode
poligon thiessen. Poligon thiessen merupakan metode perhitungan hujan wilayah
dengan basis interpolasi nilai curah hujan antara satu stasiun dengan stasiun
lainnya. Metode poligon biasanya digunakan untuk mengetahui tinggi hujan rata-
rata serta apabila stasiun hujan tidak merata. Jaringan stasiun pengukuran hujan
perlu dirancang sedemikian rupa guna efektif memberikan besarnya (takaran /
jumlah dari masukan) hujan yang jatuh di DAS. Data hujan memiliki banyak
manfaat. Dengan berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan didapatkan hasil
dari metode poligon thiessen.
- Stasiun 1 P = 100 mm, A = 24,99 cm2 , dan A x P = 2,499 cm2mm.
- Stasiun 2 P = 70 mm, A = 14,77 cm2 , dan A x P = 1.033,9 cm2mm.
- Stasiun 3 P = 90 mm, A = 16,73 cm2, dan A x P = 1.505,7 cm2mm.
- Stasiun 4 yaitu P = 120 mm, A = 17,79 cm2, dan A x P = 2.134,8 cm2mm.
- stasiun 5 yaitu P = 120 mm, A = 18,86 cm2, dan A x P = 2.263,2 cm2mm.
- stasiun 6 yaitu P = 110 mm, A = 20,96 cm2, dan A x P = 2.305,6 cm2mm.
- Stasiun 7 yaitu P = 90 mm, A = 18,84 cm2 , dan A x P = 1.695,6 cm2 mm.
Nilai A didapatkan dari hasil perhitungan dari kotak yang ada di kertas
dimulai dari kotak besarnya hingga kotak terkecil. Selanjutnya menghitung nilai
AT dengan cara menjumlahkan nilai A1 sampai A7 dan di dapatkan hasilnya yaitu
16
132,94 cm2. Lalu langkah terakhir adalah mencari P (rerata hujan wilayah)
dengan rumus
A1.P1 + A2.P2 + .............. + An.Pn
P = dan didapatkan hasil yaitu sebesar
AT
101,081691 mm. Menurut Guntara (2015), poligon thiessen digunakan apabila
dalam suatu wilayah stasiun pengamatan curah hujannya tidak tersebar merata.
Metode ini memberikan proporsi luasan daerah pengaruh pos penakar hujan untuk
mengakomodasi ketidakseragaman jarak. Meskipun belum dapat memberikan
bobot yang tepat sebagai sumbangan satu stasiun hujan untuk hujan daerah,
metode ini telah memberikan bobot tertentu kepada masing-masing stasiun
sebagai fungsi jarak stasiun hujan. Metode poligon thiessen ini akan memberikan
hasil yang lebih teliti daripada cara aritmatik, akan tetapi penentuan stasiun
pengamatan dan pemilihan ketinggian akan mempengaruhi ketelitian hasil.
Metode ini termasuk memadai untuk menentukan curah hujan suatu wilayah,
tetapi hasil yang baik akan ditentukan oleh sejauh mana penempatan stasiun
pengamatan hujan mampu mewakili daerah pengamatan. Metode ini cocok untuk
daerah datar dengan luas 500-5000 km2. Soemarto (2008) menyatakan kelebihan
dari metode Poligon Thiessen yaitu dapat dilakukan pada daerah dengan distribusi
yang tidak seragam dengan pertimbangan luas daerah pengaruh masing-masing
penakar. Meskipun merupakan metode yang paling sering digunakan, metode ini
memiliki kekurangan karena tidak memasukkan pengaruh topografi dan
penentuan stasiun pengamatan dan pemilihan ketinggian dapat mempengaruhi
ketelitian hasil. Untuk hasil yang baik ditentukan oleh sejauh mana penempatan
stasiun pengamatan mampu mewakili daerah pengamatan.
Analisa data curah hujan suatu wilayah selanjutnya menggunakan metode
Isohit. metode isohit adalah garis yang menghubungkan titik-titik dengan curah
hujan yang sama. Pada metode isohit, dianggap bahwa hujan dalam suatu wilayah
diantara dua garis isohit adalah merata dan sama dengan nilai rerata dari kedua
garis. Pengukuran metode ini diperoleh dengan menghubungkan stasiun terdekat
kemudian ditentukan titik yang memiliki ketebalan yang sama dan tarik garis
yang menghubungkan ketebalan hujan yang sama besarnya kemudian tebalnya
hujan rerata antara isohit dihitung dengan menjumlahkan nilai isohit berdekatan
dan dibagi dua. Dalam analisa curah hujan wilayah praktikum ini, terdapat 8
17
Stasiun yang digunakan pada metode Isohit. Rumus yang digunakan dalam
perhitungan metode isohit adalah sebagai berikut:
Untuk menghitung nilai P pada metode isohit yaitu dengan P
¿
A1 ( P 1+2 P2 )+ A 2( P 1+2 P 2 )+ …+ An ( Pn+2Pn+2 ) untuk mendapatkan nilai
A 1+ A 2+…+ An
rata rata hujan wilayah. Berdasarkan perhitungan kedua yang telah dilakukan
didapatkan hasil dari metode isohit yaitu sebagai berikut:
- Stasiun 1 yaitu P = 65 mm, A = 4,17 cm2.
- Stasiun 2 yaitu P = 75 mm, A = 14,45 cm2.
- Stasiun 3 yaitu P = 85 mm, A = 22,82 cm2.
- Stasiun 4 yaitu P = 95 mm, A = 47,44 cm2.
- Stasiun 5 yaitu P = 105 mm, A = 69,54 cm2.
- Stasiun 6 yaitu P = 115 mm, A = 71,66 cm2.
- Stasiun 7 yaitu P = 125 mm, A = 39,69 cm2.
- Stasiun 8 yaitu P = 130 mm, A = 0,85 cm2.
Kemudian perhitungan nilai AT dengan menjumlahkan nilai A1 sampai A8
yang didapatkan pada perhitungan awal dan di dapatkan hasilnya yaitu 270,62
cm2. Kemudian pada langkah terakhir adalah mencari P (rerata hujan wilayah)
A 1. P 1+ A 2. P 2+⋯+ A 8. P 8
dengan cara P = dan di dapatkan hasilnya yaitu
AT
105,002032. Menurut Guntara (2015), isohit memperhitungkan secara aktual
pengaruh tiap-tiap pos penakar hujan. Metode ini cocok untuk daerah berbukit dan
tidak teratur dengan luas lebih dari 5000 km2. Peta isohit digambarkan pada peta
topografi berdasarkan data curah hujan (interval 10-20 mm) pada titik-titik
pengamatan di dalam dan di sekitar daerah yang dimaksud. Metode ini dipandang
lebih baik tetapi bersifat subyektif dan tergantung pada keahlian, pengalaman dan
pengetahuan.
Pada hasil yang didapatkan metode isohit cocok digunakan di daerah
pegunungan dan berbukit. Peta isohit digambar pada peta fotografi berdasarkan
titik-titik pengamatan yang diukur. Cara ini adalah cara rasional yang terbaik jika
garis-garis isohit dapat digambar dengan teliti. Metode isohit merupakan cara
paling teliti untuk menghitung kedalaman hujan rerata di suatu daerah, tetapi cara
18
ini membutuhkan pekerjaan dan perhatian yang lebih banyak dari metode lainnya.
Pengukuran metode ini diperoleh dengan menghubungkan stasiun terdekat.
Dua metode untuk menentukan curah hujan wilayah tersebut memiliki
kelemahan dan kelebihan masing-masing. Metode poligon ini memberikan hasil
yang lebih teliti dari cara aljabar. Akan tetapi penentuan titik pengamatan akan
mempengaruhi ketelitian hasil yang didapat dan membutuhkan waktu yang lebih
lama karena proses perhitungan yang dilakukan memerlukan ketelitian yang lebih.
Triatmodjo (2008) menyebutkan bahwa jumlah stasiun yang dipasang dalam DAS
jangan terlalu banyak yang berakibat mahalnya biaya, ataupun terlalu sedikit
yang menyebabkan hasil pencatatan hujan tidak dapat dipercaya. Penentuan
jumlah optimum dari stasiun hujan yang perlu dipasang dalam suatu DAS dapat
dilakukan secara statistik. Dasar statistik tersebut adalah bahwa sejumlah tertentu
dari stasiun hujan yang diperlukan untuk memberikan hujan rerata dengan
presentasi kesalahan tertentu. Apabila kesalahan yang diizinkan lebih besar,
maka diperlukan jumlah stasiun hujan yang lebih kecil; demikian pula
sebaliknya. Metode isohit memberikan cara rasional yang terbaik jika garis-garis
isohit dapat digambar secara teliti, namun tingkat kesalahan yang mungkin terjadi
pada proses perhitungan lebih besar.
Presipitasi (Intensitas curah hujan) adalah jumlah curah hujan yang
dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu, yang terjadi
pada satu kurun waktu air hujan terkonsentrasi. Menurut Suroso (2013) Besarnya
intensitas curah hujan berbeda-beda tergantung dari lamanya curah hujan dan
frekuensi kejadiannya. Curah hujan setiap wilayah berbeda-beda, hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu faktor garis lintang
menyebabkan perbedaan kuantitas curah hujan, semakin rendah garis lintang
semakin tinggi potensi curah hujan yang diterima, karena di daerah lintang rendah
suhunya lebih besar daripada suhu di daerah lintang tinggi, suhu yang tinggi inilah
yang akan menyebabkan penguapan juga tinggi, penguapan inilah yang kemudian
akan menjadi hujan dengan melalui kondensasi terlebih dahulu. faktor ketinggian
tempat, semakin rendah ketinggian tempat potensi curah hujan yang diterima akan
lebih banyak, karena pada umumnya semakin rendah suatu daerah suhunya akan
semakin tinggi. Jarak dari sumber air (penguapan), semakin dekat potensi hujanya
19
semakin tinggi. Arah angin, angin yang melewati sumber penguapan akan
membawa uap air, semakin jauh daerah dari sumber air potensi terjadinya hujan
akan semakin sedikit. Hubungan dengan deretan pegunungan, hal itu disebabkan
uap air yang dibawa angin menabrak deretan pegunungan, sehingga uap tersebut
dibawa keatas sampai ketinggian tertentu akan mengalami kondensasi, ketika uap
ini jenuh dia akan jatuh diatas pegunungan sedangkan dibalik pegunungan yang
menjadi arah dari angin tadi tidak hujan (daerah bayangan hujan), hujan ini
disebut hujan orografik, faktor perbedaan suhu tanah (daratan) dan lautan,
semakin tinggi perbedaan suhu antara keduanya potensi penguapanya juga akan
semakin tinggi, faktor luas daratan, semakin luas daratan potensi terjadinya hujan
akan semakin kecil, karena perjalanan uap air juga akan panjang.
20
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil di atas maka dapat disimpulkan bahwa setiap wilayah
memiliki intensitas, penyebaran, serta kedalaman hujan berbeda dan tidak merata,
sehingga pola penempatan dan penyebaran stasiun pencatatan curah hujan harus
tepat supaya memberikan data yang mewakili lokasi dimana stasiun tersebut
berada. Dua metode untuk mengukur rata-rata curah hujan wilayah dalam suatu
chathment area atau DAS (Daerah aliran sungai) yaitu dengan metode poligon
thiessen dan isohit. Hubungan hujan wilayah dengan irigasi dan drainase yaitu
untuk menunjang rancangan pekerjaan irigasi dan drainase serta pengontrolan
banjir, maka jumlah air yang mengalir perlu diketahui secara pasti. Jika hujan
tinggi maka irigasi harus bisa menampungnya dengan baik tidak mengakibatkan
terjadinya banjir.
Dua metode untuk menentukan curah hujan wilayah tersebut memiliki
kelemahan dan kelebihan masing-masing. Metode Thiessen ini memberikan hasil
yang lebih teliti dari cara aljabar. Akan tetapi penentuan titik pengamatan akan
mempengaruhi ketelitian hasil yang didapat dan membutuhkan waktu yang lebih
lama karena proses perhitungan yang dilakukan memerlukan ketelitian yang lebih.
Metode isohit memberikan cara rasional yang terbaik jika garis-garis isohit dapat
digambar secara teliti, namun tingkat kesalahan yang mungkin terjadi pada proses
perhitungan lebih besar. Hasil analisis perhitungan bahwa dalam metode poligon
didapatkan hasil yang berbeda-beda yang berbeda-beda pada setiap wilayah yang
ditarik garis sebagai pembatas wilayah.
5.2 Saran
Sebaiknya praktikan lebih kondusif, sehingga informasi yang didapat sesuai
dengan hasil analisis pada saat dilaksanakannya percobaan. Disarankan juga untuk
praktikum selanjutnya lebih teliti lagi dalam melakukan penghitungan agar data
yang didapat lebih akurat serta sebaiknya para praktikan tidak melupakan
kalkulatornya.
21
DAFTAR PUSTAKA
22
Sunarno. 2012. Rancang Bangun Sistem Pengukur Curah Hujan Jarak-Jauh Real
Time Sebagai Peringatan Banjir Lahar Dingin. Forum Teknik Vol. 33(3):
175-180.
Suroso. 2013. Analisis Curah Hujan untuk Membuat Kurva Intensity-Duration
Frequency (IDF) di Kawasan Rawan Banjir Kabuaten Banyumas. Jurnal
Teknik Sipil. Vol. 3(1): 67-77.
Triadmojo, B. 2008. Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset.
Utaya, S. 2013. Pengantar Hidrologi. Yogyakarta: Aditya Media Publishing.
Yelza, M., J. Nugroho, dan S. Nasaputra. 2011. Pengaruh Perubahan Tataguna
Lahan Terhadap Debit Limpasan Drainase di Kota Bukittinggi. Jurnal
Agroland. Vol. 3(2): 1-18.
23
LAMPIRAN