Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

HIDROLOGI LINGKUNGAN
PERHITUNGAN CURAH HUJAN




OLEH:
KELOMPOK I

MUTIARA FAJAR 1110942029
SRI RAHMIWATI Y 1110942032
RIFEL SOLIHIN 1210942007
YOGI SAPUTRA 1210942012
ZAKY FARNAS 1210942036




DOSEN PEMBIMBING:
DEWI FITRIA Ph.D






JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK-UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Presipitasi atau hujan adalah fenomena alam yang terjadi di muka bumi, yakni
keadaan dimana jatuhnya cairan (dapat berbentuk cair atau beku) dari atmosfer ke
permukaan bumi. Dalam meteorologi, presipitasi (juga dikenal sebagai satu kelas
dalam hidrometeor, yang merupakan fenomena atmosferik) adalah setiap produk
dari kondensasi uap air di atmosfer. Ia terjadi ketika atmosfer (yang merupakan
suatu larutan gas raksasa) menjadi jenuh dan air kemudian terkondensasi dan
keluar dari larutan tersebut (terpresipitasi).

Udara menjadi jenuh melalui dua
proses, pendinginan atau penambahan uap air.
Dalam pelaksanaan perencanaan dan perancangan bangunan- bangunan air,
analisis hidrologi masih merupakan bagian analisis yang sangat dominan dan
memerlukan penanganan yang cermat. Peranan analisis hidrologi menjadi sangat
penting karena sebelum informasi hidrologi yang diperlukan tersedia maka
analisis lain belum dapat dilakukan. Hujan adalah komponen masukan penting
dalam proses hidrologi. karena jumlah kedalaman hujan (rainfall depth) akan
dialihragamkan menjadi aliran di sungai, baik melalui limpasan permukaan
(surface runoff), aliran antara (interflow, sub surface flow) maupun sebagai aliran
air tanah (groundwater). Ada beberapa sifat hujan yang penting untuk
diperhatikan dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran, antara lain
adalah intensitas curah hujan, lama waktu hujan, kedalaman hujan, frekuensi dan
luas daerah pengaruh hujan. Komponen hujan dengan sifat-sifatnya ini dapat
dianalisis berupa hujan titik maupun hujan rata-rata yang meliputi luas daerah
tangkapan (chactment) yang kecil sampai yang besar.
Karakterisik hujan diantaranya adalah intensitas, durasi, kedalaman, dan
frekuensi. Bencana banjir selain akibat kerusakan ekosistem ataupun aspek
lingkungan yang tidak terjaga tetapi juga disebabkan karena bencana alam itu
sendiri seperti curah hujan yang tinggi. Curah hujan yang diperlukan untuk
penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pemanfaatan air dan
rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata diseluruh daerah yang
bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut
curah hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam mm. Curah hujan daerah ini
harus diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah hujan. Hal yang penting
dalam pembuatan rancangan dan rencana adalah distribusi curah hujan. Distribusi
curah hujan ini bermacam-macam sesuai dengan jangka waktu yang ditinjau yakni
curah hujan tahunan, curah hujan bulanan, curah hujan harian, curah hujan per
jam. Pola distribusi curah hujan ini berfungsi untuk mendapatkan suatu pola
distribusi curah hujan suatu daerah yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam menghitung dan menganalisa data curah hujan khususnya
data curah hujan jam-jaman sebagai dasar untuk menentukan perencanaan banjir
rencana.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui cara perhitungan
curah hujan
1.3 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan curah hujan?
2. Bagaimana cara menghitung data curah hujan?















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Presipitasi
Presipitasi adalah istilah umum dari semua bentuk air yang jatuh ke permukaan,
bentuk ini bisa berupa butiran-butiran es, salju dan cairan air. Untuk daerah tropik
seperti Indonesia, bentuk presipitasi adalah pada umumnya berbentuk cairan dan
biasa disebut hujan. Hujan berasal dari perpadatan dan kondensasi uap, yang
selalu ada dalam atmosfir. Gerakan udara atau angin mempunyai saham besar
dalam pembentukan hujan, berdasarkan atas gerakan udara ini hujan dapat dibagi
dalam :
1. Hujan (presipitasi) convective ialah presipitation yang disebabkan oleh
naiknya udara panas, lapisan udara naik ini kemudian bergerak ke daerah
yang lebih dingin (terjadi perpadatan dan kondensasi) dan terjadi hujan.
2. Hujan (presipitasi) cyclonic, berasal dari naiknya udara terpusatkan dalam
daerah dengan tekanan rendah.
3. Hujan (presipitasi) orografic, ini disebabkan oleh udara naik terkena
rintangan -rintangan antara lain gunung-gunung.
Sukarlah menentukan batas-batas antara ketiga jenis hujan itu tidaklah mudah ;
jenis jenis hujan ini terjadi karena keadaan meteorologis sesuatu daerah pada
sesuatu waktu tertentu saja. Pada sesuatu daerah, sesuai dengan keadaan
meteorologisnya bisa terjadi hujan convective, hujan cyclonic atau hujan
orografis.
Pada masing-masing belahan dunia memiliki distribusi atau penyebaran hujan
yang berbeda-beda, dapat disimpulkan bahwa distribusi hujan di dunia adalah
sebagai
berikut :
Pada daerah Equator (dari 0 s/d 200) hujan rata-rata tahunan berkisar
antara 1500 dan 3000 mm/tahun.
Untuk daerah antara 300 dan 400 hujan rata-rata bulanan di dataran
berkisar antara 400 dan 800 mm/tahun.
Untuk daerah bukan tropis (kering) yang termasuk negara berhujan, hujan
rata-rata tahunan berkisar lebih kecil dari 200 mm/tahun bahkan sampai
10 mm/tahun
Daerah dengan garis lintang lebih besar 700, hujan rata-rata tahunan tidak
akan lebih dari 200 mm/tahun.
Presipitasi atau curah hujan merupakan salah satu komponen hidrologi yang
paling penting dan sekaligus sumber utama air yang terdapat di planet bumi.
Curah hujan merupakan unsur iklim yang sangat penting di Indonesia karena
keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu maupun tempat, sehingga kajian
tentang iklim lebih banyak difokuskan pada curah hujan. Proyeksi presipitasi atau
curah hujan pada masa yang akan datang penting untuk diketahui agar
perencanaan hidrologis di berbagai sektor terminimalkan dari dampak yang
merugikan. Dalam beberapa penelitian didapatkan bahwa : Desember Januari
Februari (DJF) sebagai bulan basah, Maret April Mei (MAM) sebagai masa
transisi dari musim basah ke musim kering, Juni Juli Agustus (JJA) sebagai
musim kering dan September Oktober Nopember (SON) sebagai masa transisi
dari musim kering ke musim basah. Berdasarkan pembahasan yang telah
dilakukan, rata-rata presipitasi untuk musim basah (DJF) adalah 150-450
mm/bulan, masa transisi MAM 100-400 mm/bulan, bulan kering JJA 120-310
mm/bulan dan masa transisi SON adalah 67-324 mm/bulan.
Rata-rata presipitasi tertinggi (puncak presipitasi) dalam bulan DJF terjadi pada
Januari 2010 dan Januari 2011, dalam masa transisi MAM terjadi pada April
2010. Rata-rata presipitasi terendah dalam bulan kering JJA terjadi pada bulan
Juli- Agustus 2013 dan masa transisi SON terjadi pada September-Oktober 2013.
Pada bulan basah DJF dan masa transisi MAM, daerah yang berpotensi lebih
basah (presipitasi lebih besar dari 400 mm/bulan) sangat bervariasi daerahnya.
2.2 Alat Pengukur Curah Hujan
Terdapat beberapa prinsip penggunaan tipe alat pengukur hujan yang sering
digunakan, yaitu:
1. Weighing bucket rain gauge
Pergerakan ember dikarenakan pertambahan berat akibat air, diteruskan ke
pena yang akan merekam pergerakannya di atas grafik. Silinder yang
dibungkus dengan kertas milimeter blok berputar sesuai dengan waktu.
Grafik dan silinder ini dikendalikan oleh jam.
2. Tipping bucket type rain-gauge
Sesuai dengan fungsinya atas ini dikategorikan menjadi penampung
bagian atas terdiri tabung dan corong. Penampung bagian bawah
dilengkapi dengan penampung bergerak (tipping bucket), bentuknya
simetris, dapat bergerak pada sumbunya simetris, dapat bergerak pada
sumbu horizon. Apabila sebelah pihak terisi penuh, maka titik berat
berubah, bucket bergerak, air tumpah membawa pihak yang satunya
kepada posisi di bawah corong, dan seterusnya.
3. Fload type automatic rain gauge
Alat ukur hujan ens sifon, dengan prinsip cara kerja sebagai berikut :
Corong menerima air hujan; kemudian masuk ke tabung di
bawahnya.pelampung naik, sebagaimana permukaan m.a. naik di dalam
tabung di bawah. Pergerakannya direkam oleh pena dengan bergeraknya
slinder/grafik berikut waktu/jamnya. Untuk membatasi besarnya tabung,
maka dipasang pipa isap (hevel), bila air dalam tabung naik melampaui
batas tertentu (mencapai batas syphon atas), pipa isap akan bekerja sebagai
syphon sehingga air meluap ke luar, maka seluruh air pada tabung
terkosongkan.
2.3 Proses Terjadinya Hujan
Proses terjadinya hujan dimulai dari terbentuknya awan. Awan terbentuk ketika
udara menjadi sangat jenuh (supersaturated), dimana ketika teknan uap aktual
mencapai atau melebihi tekanan uap jenuh. Supersaturation terjadi melalui
pengembangan dan pendinginan kolom udara yang menyebabkan uap air
terkondensasi pada partikel atmosfir. Umumnya awan yang terbentuk di wilayah
tropis adalah awan dengan suhu diatas 0
o
C. Jenis awan ini mencairkan partikel
kristal yang terbentuk di wilayah atmosfir dengan suhu di bawah 0
o
C. Proses ini
juga mengecilkan kristal hujan dan membentuk butiran hujan. Butiran hujan
bertumbuh pada awan yang suhunya lebih tinggi (warm clouds) melalui proses
kondensasi. Jenis hujan yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh suhu lapisan
atmosfir antara terjadinya hujan dan permukaan tanah (lapisan yang dilewati
hujan).
Sebagian air hujan yang jatuh di permukaan bumi akan menjadi aliran permukaan
(surface run off). Aliran permukaan sebagian akan meresap ke dalam tanah
menjadi aliran bawah permukaan melalui proses infiltrasi (infiltration), dan
perkolasi (percolation), selebihnya terkumpul di dalam jaringan alur sungai (river
flow). Apabila kondisi tanah memungkinkan sebagian air infiltrasi akan mengalir
kembali ke dalam sungai (river), atau genangan lainya seperti waduk, danau
sebagai interflow. Sebagian dari air dalam tanah dapat muncul lagi ke permukaan
tanah sebagai air eksfiltrasi dan dapat berkumpul lagi dalam alur sungai atau
langsung menuju ke laut (Soewarno, 2000).
Mekanisme jatuhnya air hujan secara umum terjadi karena proses konveksi dan
pembentukan awan berlapis (stratiform). Kedua mekanisme ini berbeda dalam
proses pembentukan dan pembesaran ukuran dan berat butiran hujan yang
menyebabkan pergerakan vertikal udara yang berasosiasi dengan awan pembentuk
hujan. Pada mekanisme stratiform, gerakan vertikal udara lemah, partikel hujan
diinisiasi dekat permukaan atas awan hingga proses terjadinya pengembangan
hujan cukup lama (berjam-jam). Untuk mekanisme konvektif, gerakan udara
vertikal sangat cepat sehingga pembesaran partikel butiran hujan diinisiasi dengan
cepat saat terbentuknya awan. Hal ini menyebabkan proses jatuhnya butiran hujan
sangat cepat (sekitar 45 menit).
Mekanisme lain dalam proses hujan adalah kombinasi konvektif dan stratiform
yang merupakan proses pengangkatan massa udara dan uap air secara orografis
melalui pegungungan dan perbukitan.
2.2 Klasifikasi Presipitasi
Adapun jenis- jenis hujan antara lain :
1. Jenis-jenis hujan berdasarkan terjadinya
Hujan siklonal, yaitu hujan yang terjadi karena udara panas yang naik
disertai dengan angin berputar.
Hujan zenithal, yaitu hujan yang sering terjadi di daerah sekitar ekuator,
akibat pertemuan Angin Pasat Timur Laut dengan Angin Pasat Tenggara.
Kemudian angin tersebut naik dan membentuk gumpalan-gumpalan awan
di sekitar ekuator yang berakibat awan menjadi jenuh dan turunlah hujan.
Hujan orografis, yaitu hujan yang terjadi karena angin yang mengandung
uap air yang bergerak horisontal. Angin tersebut naik menuju
pegunungan, suhu udara menjadi dingin sehingga terjadi kondensasi.
Terjadilah hujan di sekitar pegunungan.
Hujan frontal, yaitu hujan yang terjadi apabila massa udara yang dingin
bertemu dengan massa udara yang panas. Tempat pertemuan antara kedua
massa itu disebut bidang front. Karena lebih berat massa udara dingin
lebih berada di bawah. Di sekitar bidang front inilah sering terjadi hujan
lebat yang disebut hujan frontal.
Hujan muson atau hujan musiman, yaitu hujan yang terjadi karena Angin
Musim (Angin Muson). Penyebab terjadinya Angin Muson adalah karena
adanya pergerakan semu tahunan Matahari antara Garis Balik Utara dan
Garis Balik Selatan. Di Indonesia, hujan muson terjadi bulan Oktober
sampai April. Sementara di kawasan Asia Timur terjadi bulan Mei sampai
Agustus. Siklus muson inilah yang menyebabkan adanya musim
penghujan dan musim kemarau.
2. Jenis-jenis hujan berdasarkan ukuran butirnya :
Hujan gerimis / drizzle, diameter butirannya kurang dari 0,5 mm
Hujan salju, terdiri dari kristal-kristal es yang suhunya berada dibawah
0 Celsius
Hujan batu es, curahan batu es yang trun dalam cuaca panas dari awan
yang suhunya dibawah 0 Celsius
Hujan deras / rain, curahan air yang turun dari awan dengan suhu diatas
0 Celsius dengan diameter 7 mm.
3. Jenis-jenis hujan berdasarkan besarnya curah hujan (definisi BMKG) :
a. hujan sedang, 20 - 50 mm per hari
b. hujan lebat, 50-100 mm per hari
c. hujan sangat lebat, di atas 100 mm per hari
Hujan juga dapat terjadi oleh pertemuan antara dua massa air, basah dan panas.
Tiga tipe hujan yang umum dijumpai didaerah tropis dapat disebutkan sebagai
berikut:
1. Hujan konvektif ( convectional storms ), tipe hujan ini disebabkan oleh
adanya beda panas yang diterima permukaan tanah dengan panas yang
diterima permukaan tanah dengan panas yang diterima oleh lapisan udara
diatas permukaan tanah tersebut. Sumber utama panas di daerah tropis
adalah berasal dari matahari. Beda panas ini biasanya terjadi pada akhir
musim kering yang menyebabkan hujan dengan intensitas tinggi sebagai
hasil proses kondensasi massa air basah pada ketinggian di atas 15 km.
2. Hujan Frontal ( frontal/ cyclonic storms ), tipe hujan yang umumnya
disebabkan oleh bergulungnyadua massa udara yang berbeda suhu dan
kelembaban. Pada tipe hujan ini, massa udara lembab yang hangat dipaksa
bergerak ketempat yang lebih tinggi. Tergatung pada tipe hujan yang
dihasilkanya, hujan frontal dapat dibedakan menjadi hujan frontal dingin
dan hangat. Hujan badai dan hujan monsoon adalah tipe hujan frontal yang
lazim dijumpai.
3. Hujan Orografik ( Orographic storms ), jenis hujan yang umum terjadi
didaerah pegunungan, yaitu ketika massa udara bergerak ketempat yang
lebuh tinggi mengikuti bentang lahan pegunungan sampai saatnya terjadi
proses kondensasi. Tipe hujan orografik di anggap sebagai pemasok air
tanah, danau, bendungan, dan sungai karma berlangsung di daerah hulu
DAS
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Presipitasi
Faktor- faktor yang mempengaruhi presipitasi
1. Kelembaban udara
Massa uap yang terdapat dalam 1 m3 udara (g) atau kerapatan uap disebut
kelembaban mutlak ( absolute). Kemampuan udara untuk menampung uap
adalah berbeda beda menurut suhu. Mengingat makin tinggi suhu, makin
banyak uap yang dapat di tampung, maka kekeringan dan kebasahan udara
tidak dapat ditentukan oleh kelembaban mutlak saja. Kelembaban relative
adalah perbandingan antara massa uap dalam suatu satuan volume dan massa
uap yang jenuh dalam satuan volume itu pada suhu yang sama.
Pengukuran kelembaban biasanya di ukur dengan thermometer bola kering dan
thermometer bola basah. Bola yang mengandung air raksa daritermometer bola
basah di bungkus dengan selapis kain tipis yang dibasahi terus menerus
dengan air yang didistalisasi melalui benang benang yang tercelup pada
sebuah mangkok air yang kecil.
Tekanan udara di wujudkan dalam satuan barometer (b) atau milibarometer
(mb) 1 b = 1000 mb = 0,98 kali tekanan atmosfer pada prmukaan laut. Tekanan
uap air udara jenuh adalah tekanan uap air di udara pada keadaan udara jenuh.
Pada suhu normal, nilai e
s
di pengaruhi oleh besar kecilnya suhu udara.
2. Energi Matahari
Seperti telah di sebutkan dimuka bahwa energi matahari adalah mesin yang
mempertahankan berlangsungnya daur hidrologi. Ia juga bersifat
mempengaruhi terjadinya perubaha iklim. Pada umunya, besarnya energi
matahari yang mencapai permukaan bumi adalah 0,5 langley/menit. Namun
demikian. Besarnya energi matahari bersih yang diterima permukaan bumi
bervariasi tergatung pada letak geografis dan kondisi permukaan bumi.
Pemukaan bumi bersalju, sebagai contoh, mampu merefleksikan 80% dari
radiasi matahari yang datang. Sementara, permukaan bumi dengan jenis tanah
berwarna gelap dapat menyerap 90% ( wanielista, 1990). Adanya perbedaan
keadaan geografis tersebut. Mendorong terjadinya gerakan udara di atmosfer,
dan demikian juga berfungsi dalam penyebaran ener gi matahari. Energi
matahari bersifat memproduksi gerakan masaudara di atmosfer dan diatas
lautan. Energi ini merupakan sumber tenaga untuk terjadinya proses evaporasi
dan transpirasi. Evaporasi berlangsung pada permukaan badan perairan
sedangkan transpirasi adalah kehilangan air dalam vegetasi. Energi matahari
mendorong terjadinya daur hidrologi melalui proses radiasi. Sementara
penyebaran kembali energi matahari dilakukan melalui proses konduksi dari
daratan dan konveksi yang berlangsung di dalam badan air dan atmosfer.
Konduksi adalah suatu proses transportasi udara antara dua lapisan ( udara )
yang berdekatan apabila suhu kedua lapisan tersebut berbeda.Konveksi adalah
pindah panas yang timbul oleh adanya gerakan massa udara atau air dengan
arah gerakan vertical. Dapat juga dikatakan bahwa konveksi merupakan hasil
ketidakmantapan masa udara atau air. Seringkali dikarenakan oleh energi
potensial dalam panas tak tampak ( latent heat ) yang sedang dikonversikan
kedalam gulungan massa udara. Besarnya laju konversi ketika energi
terlepaskan akan menentukan keadaan meteorology (hujan dan angina).
Umumnya gulungan massa udara yang lebih besar akan menghasilkan curah
hujan yang lebih singkat.
3. Angin
Angin adalah gerakan massa udara, yaitu gerakan atmosfer atau udara nisbi
terhadap permukaan bumi. Parameter tentang angin yang biasanya dikaji
adalah arah dan kecepatan angin. Kecepatan angin penting karena dapat
menentukan besarnya kehilangan air melalui proses evapotranspirasi dan
mempengaruhi kejadian-kejadian hujan. Untuk terjadinya hujan, diperlukan
adanya gerakan udara lembab yang berlangsung terus menerus. Peralatan yang
digunakan untuk menentukan kecepatan angin dinamakan anemometer.
Apabila dunia tidak berputar pada porosnya, pola angin yang terjadi semata-
mata ditentukan oleh sirkulasi termal. Angin akan bertiup kearah khatulistiwa
sebagai udara hangat dan udara yang mempunyai berat lebih ringan kan naik ke
atas di gantikan oleh udara padat yang lebih dingin. Apabila ada dua massa
udara dengan dua suhu yang berbeda bertemu, maka akan terjadi hujan dibatas
antara dua massa udara tersebut.
Dalam suatu hari, kecepatan dan arah angin dapat berubah-rubah. Perubahan
ini sering sekali disebabkan oleh adanya beda suhu antara daratan dan lautan.
Adanyz beda suhu tersebut juga dapat menyebabkan terjadinya perubahan arah
angin. Proses kehilangan panas oleh adanya padang pasir, daerah beraspal, dan
daerah dengan banyak bangunan juga dapat menyebabkan terjadinya
perubahan arah angina. Antara dua tempat yang tekanan etmosfernya berbeda,
ada gaya yang arahnya dari tempat bertekanan tinggi ketempat bertekanan
rendah.


4. Suhu udara
Suhu mempengaruhi besarnya curah hujan, laju evaporasi dan transpirasi. Suhu
juga di anggap sebagai salah satu factor yang dapat memprakirakan dan
menjelaskan kejadian dan penyebaran air dimuka bumi. Dengan demikian,
adalah penting untuk mengetahui bagaimana cara untuk menentukan besarnya
suhu udara.
Yang biasa disebut suhu udara adalah suhu yang di ukur dengan thermometer
dalam sangkar meteorology (1,20-1,50 m di atas permukaan tanah) makin
tinggi elevasi pengamatan di atas permukaan laut, maka suhu ydara makin
rendah. Peristiwa ini disebut pengurangan suhu bertahap yang besarnya disebut
laju pengurangan suhu bertahap.
Pengukuran besarnya suhu memerlukan pertimbangan-pertimbangan sirkulasi
udara dan bentuk-bentuk permukaan alat ukur suhu udara tersebut. Suhu udara
yang banyak dijumpai didalam laporan-laporan tentang meteorologi umumnya
menunjukkan data suhu musiman, suhu berdasarkan letak geografis, dan suhu
untuk ketinggian tempat yang berbeda. Oleh karnanya, besarnya suhu rata-rata
harus ditentukan menurut waktu dan tempat.
2.3 Perhitungan Curah Hujan
Penghitungan Curah Hujan meliputi:
1. Penyiapan data curah hujan
2. Tes konsistensi
3. Analisis frekuensi curah hujan
4. Analisis intensitas curah hujan
1. Penyiapan Data Curah Hujan
Cek kontinuitas data
1. melengkapi data kosong / data hilang yg disebabkan :
tidak tercatatnya data hujan oleh petugas di tempat pengamatan
akibat kerusakan alat penakar
kelupaan petugas untuk mencatat atau sebab lain.
Data curah hujan yang tidak lengkap atau kososng biasanya disebabkan tidak
tercatatnya data curah hujan oleh petugas di tempat pengamatan, adanya
kerusakan pada alat pengukur curah hujan, kelupaan petugas untuk mencatat
curah hujan dan penyebab lainnya. Jika perbedaan curah hujan tahuan normal
suatu stasiun yang mempunyai data kosong dibandingkan dengan curah hujan
tahunan normal stasiun pengukur terdekat kurang dari 10%, maka digunakan rata-
rata aritmatika. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
r

n
r
n
n
i

Dimana:
n = jumlah stasiun pengamat
rx = tinggi curah hujan pada stasiun yang akan dicari
rn = tingginya curah hujan pada stasiun pengamat lain
2. Tes Konsistensi
Tidak konsistensinya sekumpulan data curah hujan dapat disebabkan karena:
1. Perubahan mendadak pada sistem lingkungan hidrologis seperti ekosistem
terhadap iklim, misalnya karena kebakaran hutan ekosistem sawah
berubah menjadi ekosistem pemukiman, gempa bumi, dll
2. Perpindahan lokasi stasiun pengukur hujan
3. Terdapat kesalahan sistem observasi pada sekumpulan data akibat posisi
dan cara pemasangan alat ukur curah hujan yang tidak baik atau terjadinya
perubahan pengukuran (sehubungan adanya metode atau alat yang baru)
3.Analisis Curah Hujan
Hasil pengukuran data hujan dari masing-masing alat pengukuran hujan adalah
merupakan data hujan suatu titik (point rainfall). Padahal untuk kepentingan
analisis yang diperlukan adalah data hujan suatu wilayah (areal rainfall). Ada
beberapa cara untuk mendapatkan data hujan wilayah yaitu :
1. Cara rata-rata aljabar
2. Cara poligon thiessen
3. Cara isohyet
4. Metode Probabilitas Normal
5. Metode Gumbel
6. Metode Rasional
7. Metode Mononobe
8. Metode Van Beeren
9. Metode Haspers dan Der Weduwen
10. Metoda Log Pearson III
11. Metoda Iway Kadoya

1. Cara Rata-rata Aljabar
Cara ini merupakan cara yang paling sederhana yaitu hanya dengan membagi
rata pengukuran pada semua stasiun hujan dengan jumlah stasiun dalam
wilayah tersebut. Sesuai dengan kesederhanaannya maka cara ini hanya
disarankan digunakan untuk wilayah yang relatif mendatar dan memiliki sifat
hujan yang relatif homogen dan tidak terlalu kasar.


2. Cara Poligon Thiessen
Cara ini selain memperhatikan tebal hujan dan jumlah stasiun, juga
memperkirakan luas wilayah yang diwakili oleh masing-masing stasiun untuk
digunakan sebagai salah satu faktor dalam menghitung hujan rata-rata daerah
yang bersangkutan. Poligon dibuat dengan cara menghubungkan garis-garis
berat diagonal terpendek dari para stasiun hujan yang ada.










3. Cara Isohiet
Isohiet adalah garis yang menghubungkan tempat-tempat yang mempunyai
tinggi hujan yang sama. Metode ini menggunakan isohiet sebagai garis-garis
yang membagi daerah aliran sungai menjadi daerah-daerah yang diwakili oleh
stasiun-stasiun yang bersangkutan, yang luasnya dipakai sebagai faktor koreksi
dalam perhitungan hujan rata-rata.



4. Metode Probabilitas Normal
Perhitungan curah hujan dengan Metode Probabilitas Normal Perhitungan curah
Hujan dengan metode Normal ini, jika data yang dipergunakan berupa sampel,
dilakukan dengan rumus-rumus berikut (I Made K. 2011) :
XT = X + KT . S
Dimana:
XT = nilai hujan rencana dengan periode ulang T tahun
X = Nilai rata-rata dari data hujan (X) mm
S = Standar deviasi dari (X) mm
((_(i)^n( Xi - X)^2)/(n-1))
KT = Faktor frekuensi, nilainya tergantung dari T

5. Metode Gumbel
Perhitungan curah hujan dengan Metode Gumbel ini menggunakan harga-harga
terbesar (maksimum) dalam menganalisa curah hujan.
Rumus yang digunakan adalah (I Made K. 2011):

6. Metode Rasional
Metode ini digunakan untuk daerah yang luas pengalirannya kurang dari 300 ha
Q=0,278.C.I.A
Q : Debit (m
3
/detik)
0,278 : Konstanta, digunakan jika satuan luas daerah menggunakan km
2

C : Koefisien aliran
I : Intensitas curah hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam)
A : Luas daerah aliran (km
2
)

7. Metode Mononobe


I : Intensitas curah hujan (mm/jam)

T : Lamanya curah hujan / durasi curah hujan (jam)

R
24
: Curah hujan rencana dalam suatu periode ulang, yang nilainya didapat
dari tahapan sebelumnya (tahapan analisis frekuensi)
Keterangan :
R
24
, dapat diartikan sebagai curah hujan dalam 24 jam (mm/hari)

8. Metode Van Breen

I
T
: Intensitas curah hujan pada suatu periode ulang (T tahun)
R
T
: Tinggi curah hujan pada periode ulang T tahun (mm/hari)

9. Metode Haspers dan Der Weduwen
Metode ini berasal dari kecenderungan curah hujan harian yang dikelompokkan
atas dasar anggapan bahwa curah hujan memiliki distribusi yang simetris dengan
durasi curah hujan lebih kecil dari 1 jam dan durasi curah hujan lebih kecil dari 1
sampai 24 jam ( Melinda, 2007 )
Perhitungan intensitas curah hujan dengan menggunakan Metode Haspers & der
Weduwen adalah sebagai berikut :
_
dimana :
I : Intensitas curah hujan (mm/jam)
R, Rt : Curah hujan menurut Haspers dan Der Weduwen
T : Durasi curah hujan (jam)
Xt : Curah hujan harian maksimum yang terpilih (mm/hari)

10. Metoda Log Pearson III
Metoda Log Pearson III didasarkan pada perubahan data yang ada ke dalam
bentuk logaritma. Sesuai dengan anjuran The Hydrology Community of The Water
Recurrence Council, maka untuk pemakaian praktis dari data yang ada, data
tersebut diubah ke bentuk logaritmanya kemudian baru dihitung parameter
statistiknya.





11. Metode Iwai Kadoya
Prinsip dasar merubah variabel (x) dari kurva kemungkinan kerapatan dari curah
hujan harian maksimum ke log x atau merubah kurva distribusi yang asimetris
menjadi kurva distribusi normal.




























b x log b logx
c
1
o


b 10 x
b x log
c
1
o


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan di dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
Presipitasi adalah istilah umum dari semua bentuk air yang jatuh ke
permukaan, bentuk ini bisa berupa butiran-butiran es, salju dan cairan air.
Curah hujan merupakan unsur iklim yang sangat penting di Indonesia
karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu maupun tempat,
sehingga kajian tentang iklim lebih banyak difokuskan pada curah hujan.
Tinggi atau rendahnya tingkatan presipitasi sangat erat kaitannya dengan
iklim.
Ada banyak metode yang dapat digunakan untuk menentukan curah hujan.
3.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dengan adanya penulisan makalah ini adalah sangat
diperlukan kesadaran manusia untuk menjaga alam di sekitarnya karena alam
sangat mempengaruhi keseharian hidup manusia. Faktor perusak alam yang utama
adalah adanya kegiatan manusia, jika manusia dapat bijak menghadapi perannya
bagi alam, tentunya dampak perubahan iklim yang terjadi dapat diminimalisasi.













DAFTAR PUSTAKA
Marpaung, Sartono. 2012. Kajian Presipitasi di Wilayah Indonesia Berdasarkan
Beberapa Model Iklim Global. Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan
Iklim. Bandung : Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
Putuhena, Jusmy D. 2011. Perubahan Iklim Dan Resiko Bencana Pada Wilayah
Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. Pengembangan Pulau-Pulau Kecil 2011
Syafrudin, Ir. 2006. Jurnal Presipitasi Media Komunikasi dan Pengembangan
Teknik Lingkungan. Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro. Semarang : Universitas Diponegoro
Susilo, Ir. Hadi. 2012. Rekayasa Hidrologi Modul 3 Presipitasi. Jurusan Teknik
Sipil Fakultas Teknik dan Perencanaan. Jakarta : Universitas Mercu
Buana

Anda mungkin juga menyukai