Anda di halaman 1dari 3

Ahmad Dani Harahap

2204004

1. CURAH HUJAN

Posisi geografis Indonesia yang strategis, terletak di daerah tropis, diantara Benua Asia dan
Australia, diantara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, serta dilalui garis katulistiwa, terdiri
dari pulau dankepulauan yang membujur dari barat ke timur, dikelilingi oleh luasnya lautan,
menyebabkan wilayah Indonesia memiliki keragaman cuaca dan iklim.

Salah satu keragaman cuaca di Indonesia adalah curah hujannya yang tinggi. Hujan merupakan
bagian dari perubahan cuaca yang dipengaruhi oleh perubahan perubahan yang terjadi pada
beberapa variabel cuaca di atmosfer. Salah satu informasi yang penting terkait hujan adalah
intensitas hujan yang turun, yang biasa disebut dengan curah hujan. Curah hujan itu sendiri
berpengaruh terhadap aktifitas manusia, seperti kegiatan bercocok tanam ataupun kegiatan sehari-
harinya. Oleh sebab itu, klasifikasi curah hujan untuk bisa memprediksi tingkat curah hujan pada
suatu waktu yang akan datang menjadi sangat penting, terutama pada prediksi curah hujan setiap
harinya (curah hujan harian).

Untuk melakukan klasifikasi curah hujan hariannya, diperlukan beberapa data parameter cuaca
pendukung yang berpengaruh terhadap perubahan cuaca sehingga terjadi hujan. Dalam penelitian
sebelumnya [2], digunakan 5 parameter cuaca, yaitu suhu minimum, suhu maksimum, kelembaban
rata-rata, lama penyinaran, dan kecepatan angin. Pada penelitian lainnya, digunakan 6 parameter
cuaca sebagai input, yaitu suhu udara, kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, lapisan awan
dan lama penyinaran yang akan menghasilkan output prediksi curah hujan keesokan harinya.

Keberadaan dua benua yang mengapit kepulauan Indonesia, yakni Benua Asia dan Benua
Australia akan mempengaruhi pola pergerakan angin di wilayah Indonesia, arah angin sangat
penting peranannya dalam mempengaruhi pola curah hujan. Jika angin berhembus dari arah
Samudra Pasifik dan Samudra Indonesia, maka angin tersebut akan membawa udara lembab ke
wilayah Indonesia dan mengakibatkan curah hujan di wilayah Indonesia menjadi tinggi, sedangkan
jika angin berhembus dari arah daratan Benua Asia dan Benua Australia, angin tersebut hanya
mengandung sedikit uap air dan tidak banyak menimbulkan hujan

Wilayah Indonesia yang berada di sekitar garis ekuator, dicirikan oleh musim kemarau yang
singkat dan musim hujan yang panjang, ini terjadi karena tempat-tempat di sekitar garis ekuator
merupakan zona pertemuan dua massa udara yang berasal dari dua belahan bumi. Posisinya relatif
sempit dan berada pada lintang rendah dan dikenal dengan nama Inter-tropical Convergence Zone
(ITCZ) atau juga dikenal dengan nama ekuator panas (heat equator) atau front equator (equatorial
front).

ITCZ bergerak menuju ke arah utara saat musim panas di belahan Bumi Utara dan menuju ke
selatan saat musim panas di belahan Bumi Selatan, posisi rata-rata agak ke utara dari ekuator, di
atas lautan jelajah pergerakannya agak kecil, sedangkan di atas daratan atau benua cukup besar.
Tempat-tempat yang lokasinya bertepatan dengan garis ekuator pada umumnya memiliki curah
hujan yang tinggi dan terjadi 2 (dua) kali periode hujan dalam setahun, keadaan seperti ini disebut
memiliki pola curah hujan bimodal. Musim kemarau secara berangsur-angsur menjadi lebih panjang
untuk wilayah yang lebih jauh dari garis ekuator ke arah selatan dan tenggara.

Pola curah hujan di Indonesia juga dipengaruhi oleh keberadaan deretan pegunungan.
Pegunungan merupakan penghalang fisik bagi pergerakan angin. Hujan orografis akan terjadi jika
udara lembab terdorong naik karena pergerakannya terhalang oleh keberadaan pegunungan, Curah
hujan untuk sisi arah datang angin lembab (wind-ward side) akan tinggi dan pada sisi pegunungan
disebelahnya (leeward) curah hujan akan sangat rendah.

2. ALAT UKUR CURAH HUJAN

Secara harfiah, istilah ombrometer merupakan kata dari bahasa Inggris Jermanik yang tidak
diserap. Sama seperti fungsinya, kata kata ombrometer merujuk pada alat pengukur hujan.
Mengutip situs resmi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), ombrometer akan
menampung air hujan selama 24 jam. Setiap jam tujuh pagi, petugas akan kembali memeriksa alat
tersebut. Tak hanya itu, ternyata alat pengukur curah hujan juga beragam. Mulai dari tipe bendis
hingga optikal, berikut penjelasannya. Jenis-jenis Alat Pengukur Curah Hujan Melansir dari situs
Ilmu Geografi, berikut rangkuman mengenai jenis-jenis alat pengukur curah hujan.

1. Alat Pengukur Curah Hujan Optikal. Alat pengukur curah hujan ini terdapat sensor di dalamnya
yang bekerja untuk menangkap curahan air. Sensor tersebut disebut sebagai optical sensor.
Diketahui bahwa cara kerja alat ini yaitu dengan menggunakan sensor lokal. Benda ini akan
menjalankan fungsinya ketika terdapat sensor yang terpasang. Berikut cara kerja lengkapnya:
a. Penakar hujan ini memiliki beberapa saluran
b. Pada setiap saluran, terdapat laser diose dan pendeteksi photoresistor untuk mendeteksi gambar
yang terekam oleh sensor
c. Ketika air terkumpul dan menjadi tetesan tunggal (single drop), maka akan jatuh ke batang laser
d. Sensor disesuaikan dengan angle yang tepat agar laser mampu membaca tanda, misalnya lampu
flash
e. Cahaya flash dari photodetector yang bisa terbaca kemudian akan dikirimkan ke recorder.

2. Alat Pengukur Curah Hujan Tipping Bucket. Tipping bucket merupakan alat pengukur curah
hujan yang bervolume lebih dari 200 mm/jam atau lebih. Untuk lebih jelasnya, berikut cara kerja
alat ini:
a. Curahan air hujan akan masuk melalui corong, penakar, dan dialirkan untuk memenuhi ini bucket
b. Setiap 0,5 mm air hujan yang masuk, bucket akan terbalik dan berjungkit, maka bucket lain akan
menampung air yang masuk berikutnya
c. Ketika bucket berjungkit, pena akan menandai pias 0,5 skala atau 0,5 mm
d. Pena akan menggoreskan pias sebagai tanda dengan gerakan naik dan turun
e. Goresan pena tersebut merupakan tanda skala pias untuk mengetahui berapa curah hujannya.

3. Alat Pengukur Curah Hujan Weighing Bucket Alat ini memiliki corong dan penangkap air hujan
yang berada di atas ember yang bisa menampungnya. Selain itu, juga ada timbangan yang akan
secara otomatis mencatat banyaknya curah hujan. Berikut cara kerjanya.
a. Timbangan akan terhubung dengan permukaan kertas grafik yang tergulung di kaleng berbentuk
silinder
b. Apabila terjadi hujan, air akan masuk ke dalam corong dan tertampung pada ember
c. Apabila ada penambahan air hujan, maka akan otomatis tercatat oleh kertas grafik
d. Untuk menganalisis dalam periode tertentu, maka bisa mengkaji hasil gulungan kertas grafik.

4. Alat Pengukur Curah Hujan Bendix Bendix memiliki bentuk yang tinggi menjulang ke atas.
Simak tulisan di bawah ini untuk mengetahui cara kerjanya.
a. Air hujan yang turun akan tertampung di dalam timbangan
b. Hasil timbangan akan ditransfer oleh jarum penunjuk yang sudah berpena
c. Maka dari itu, curah hujan akan terlihat dari kertas grafik.
5. Alat Pengukur Curah Hujan Ombrometer Observatorium Alat pengukur curah hujan ini
merupakan salah satu yang biasa digunakan para pengamat. Benda ini dioperasikan secara manual.
Mengutip dari Ilmu Geografi, jenis ini menjadi yang paling banyak digunakan di Indonesia. Berikut
cara kerjanya.
a. Apabila ada hujan turun, air akan masuk ke dalam corong penakar
b. Air akan dialirkan dan tertampung pada tabung penampung
c. Setelah berjam-jam pengamatan air hujan, maka akan diukur dengan gelas ukur
d. Ketika jumlah curah hujan melebihi kapasitas gelas ukur, pengukuran akan dilakukan beberapa
kali hingga habis.

Gambar 1. Ombrometer ( alat ukur curah hujan)

3. KONVERSI CURAH HUJAN

Curah hujan diukur dalam satuan milimeter (mm) bukan mililiter (ml) karena itu adalah metode
yang umum digunakan dalam meteorologi dan ilmu lingkungan untuk mengukur tinggi atau
kedalaman air hujan yang jatuh di atas permukaan tertentu dalam periode waktu tertentu. Ini
memberikan informasi tentang sejauh mana hujan telah menumpuk pada permukaan tanah atau
objek tertentu.

Dalam konteks curah hujan, satuan milimeter (mm) mengacu pada ketebalan lapisan air hujan di
atas suatu area tertentu. Ini adalah metode yang lebih relevan daripada satuan mililiter (ml), yang
biasanya digunakan untuk mengukur volume cairan dalam wadah tertentu. Jadi, curah hujan diukur
dalam mm untuk memberikan informasi tentang seberapa tebal lapisan air hujan yang jatuh, bukan
seberapa banyak air yang dikumpulkan dalam wadah.

Satuan milimeter (atau kadang-kadang sentimeter) juga dipakai di kalangan meteorologi sebagai
ukuran curah hujan (presipitasi cair). Satuan ini muncul dari hasil penyederhanaan untuk liter per
meter persegi. Satu liter adalah 10^6 milimeter kubik sedangkan satu meter persegi adalah 106
milimeter persegi. Dengan demikian, milimeter dengan liter per meter persegi adalah identik.

Anda mungkin juga menyukai